Atlet pencak silat asal Ponorogo, Jawa Timur, Aji Bangkit
Pamungkas, berhasil menyumbangkan satu emas untuk Indonesia di ajang
Asian Games 2018.
Bangkit berhasil memecundangi pesilat
asal Singapura, Sheik Ferdous Sheik Alauiddin, dalam final di nomor
tarung putra kelas I (85 kg-90 kg) di Padepokan Pencak Silat TMII,
Jakarta, Senin (27/8/2018).
Aji Bangkit Pamungkas yang merupakan pemuda asal Kota Reog sebelumnya telah
beberapa kali menjuarai kejuaraan nasional hingga internasional.
Bangkit yang terlahir dari keluarga pas-pasan secara ekonomi tidak
pernah patah semangat dalam mengukir prestasi.
Ayah Aji
Bangkit Pamungkas, Agus Widodo, sempat tidak menyangka anak laki-lakinya
itu menjadi atlet pencak silat nasional di ajang pesta olahraga
se-Asia, Asian Games 2018.
"Saya tidak menyangka atas
prestasi anak saya yang begitu cemerlang dan menjuarai beberapa
kejuaraan nasional hingga mancanegara," kata Agus yang dikutip Madiunpos.com dari laman resmi Pemkab Ponorogo ponorogo.go.id, Selasa (28/8/2018).
Agus menceritakan sejak kecil Bangkit dikenal sebagai anak pendiam
dan bertubuh bongsor. Sejak duduk di bangku sekolah dasar, Agus Widodo
membujuk Bangkit untuk ikut latihan pencak silat. Kala itu, usaha Agus
membujuk sang anak tak berhasil karena Bangkit minder dan merasa
tubuhnya tidak ideal.
Selang beberapa tahun kemudian,
Agus kembali membujuk anaknya itu untuk ikut latihan pencak silat.
Bangkit pun membuka diri dan mau berlatih. Dengan penuh tantangan,
anaknya itu pun berhasil menorehkan prestasi gemilang menjadi seorang
atlet pencak silat papan atas.
Ada satu janji yang
hingga kini belum mampu diwujudkan Agus Widodo yaitu membelikan Bangkit
sepeda motor. Janji itu dilontarkan untuk memberikan semangat kepada
Bangkit saat bertanding dalam kejuaraan.
"Saya masih ada janji ke dia. Untuk membelikan motor bila memenangkan beberapa kejuaraan, tapi belum terwujud," jelas dia.
Pesilat Ayu Sidan Wilantari dan Ni Made Dwiyanti sukses meraih medali
emas di Asian Games 2018 nomor seni ganda putri. Mereka menyebut sebagai
pencapaian yang luar biasa.
Tampil di Padepokan Pencak Silat, Taman Mini Indonesia Indah, Rabu (28/8/2018), Ayu dan Dwi mendapat nilai tertinggi yakni 574 di nomor ganda putri. Selisih 10 poin dari duo pesilat dari Thailand Saowanee Chanthamunee/Oraya Choosuwan yang mendapat nilai 564. Serta ganda Malaysia Hamizah Nor Abu Hassan/Syazreen Nur A Malik yang meraih nilai 558.
"Pencapaian yang luar biasa karena di satu sisi di rumah sendiri, memberikan yang terbaik untuk Indonesia dengan meraih emas itu suatu kebanggaan bagi kami dan terima kasih supportnya untuk kami dari masyarakat Indonesia, keluarga, dan masyarakat Bali juga. Terima kasih doa dan dukungannya buat kami dan ini kabar gembira untuk semua," kata Ayu.
Tampil di Padepokan Pencak Silat, Taman Mini Indonesia Indah, Rabu (28/8/2018), Ayu dan Dwi mendapat nilai tertinggi yakni 574 di nomor ganda putri. Selisih 10 poin dari duo pesilat dari Thailand Saowanee Chanthamunee/Oraya Choosuwan yang mendapat nilai 564. Serta ganda Malaysia Hamizah Nor Abu Hassan/Syazreen Nur A Malik yang meraih nilai 558.
"Pencapaian yang luar biasa karena di satu sisi di rumah sendiri, memberikan yang terbaik untuk Indonesia dengan meraih emas itu suatu kebanggaan bagi kami dan terima kasih supportnya untuk kami dari masyarakat Indonesia, keluarga, dan masyarakat Bali juga. Terima kasih doa dan dukungannya buat kami dan ini kabar gembira untuk semua," kata Ayu.
Baik Ayu dan Dwi hampir saja kena diskualifikasi lantaran waktu yang
belum menunjukkan 3 menit namun gong sudah berbunyi. Beruntung
pelatihnya bersikukuh untuk menahan dan duo pesilat Indonesia tak merasa
terpengaruh.
"Sempat berpikir dalam hati, kok sudah gong tapi kami yakin kepada pelatih kalau belum dikasih kode yang terakhir. Syukurnya tidak berhenti, kalau berhenti habis kami," kata Ayu.
Pelatih nasional pencak silat, Tulus Priyadi, membenarkan kondisi tersebut. Menurut Tulus, itu karena pihak timer ikut tegang.
"Karena mungkin dari pihak timer tegang. Mereka pikir kode 10 detik itu sudah INA. Itu sudah 3 menit. Padahal improvisasi mereka sedang tinggi-tingginya dan akhirnya saya bilang lanjut. Mereka terus dan pas waktunya," Tulus mengonfirmasi.
"Sebenarnya kalau waktunya tadi masih 2 menit 55 detik masih aman atau 3 menit satu detik. Tapi tadi kita kurang dari situ dan kalau berhenti bisa diskualifikasi karena kurang dari 15. Tapi untungnya tidak. Sebab, nilai sama dilihat waktu yang menentukan. Jadi 1 digit sangat berharga. Dan mereka memang secara stamina, power, dan kestabilannya memang lebih unggul," dia menambahkan.
"Sempat berpikir dalam hati, kok sudah gong tapi kami yakin kepada pelatih kalau belum dikasih kode yang terakhir. Syukurnya tidak berhenti, kalau berhenti habis kami," kata Ayu.
Pelatih nasional pencak silat, Tulus Priyadi, membenarkan kondisi tersebut. Menurut Tulus, itu karena pihak timer ikut tegang.
"Karena mungkin dari pihak timer tegang. Mereka pikir kode 10 detik itu sudah INA. Itu sudah 3 menit. Padahal improvisasi mereka sedang tinggi-tingginya dan akhirnya saya bilang lanjut. Mereka terus dan pas waktunya," Tulus mengonfirmasi.
"Sebenarnya kalau waktunya tadi masih 2 menit 55 detik masih aman atau 3 menit satu detik. Tapi tadi kita kurang dari situ dan kalau berhenti bisa diskualifikasi karena kurang dari 15. Tapi untungnya tidak. Sebab, nilai sama dilihat waktu yang menentukan. Jadi 1 digit sangat berharga. Dan mereka memang secara stamina, power, dan kestabilannya memang lebih unggul," dia menambahkan.