Kata Pengantar
Buku pringatan ini diperuntukkan bagi keluarga Persaudaraan Setia
Hati (S.H.) chususnya dan pecinta SH pada umumnya. Buku ini ditulis
dengan maksud dan tujuan sebagai berikut:
I. Maksud:
a. Sebagai peringatan dan penghargaan atas jasa-jasa Almarhum Bapak S.H. Ialah Ki Ngabei Soerodiwiryo sebagai pensipta pencipta pencak silat serta Ilmu Kebathinan yang dibuat pedoman mendirikan Persudaraan Setya Hati pada tahun 1903 M.
b. Guna bersama-sama mengetahui hal ichwal persaudaraan S.H. Terutama oleh para Sdr.2 baru yang masuknya di kalangan SH sesudah Ki Ngabei Soerodiwiryo wafat pada hari Jum’at Legi tanggal 10 November 1944 M (2604 Jepang).
II. Tujuan
a. Agar buku ini dapat dipergunakan sebagai pedoman di hari depan bagi para penerus Persaudaraan SH.
b. Pengharapan mudah-mudahan cita-cita Almarhum bapak SH Ki Ngabei Soerodiwiryo yang suci dan luhur itu, sebagai jalan memperkembangkan membangun salah satu warisan Kebudayaan Nasional Nenek Moyang kita, hendaknya kita tidak dihindarkan, bahkan diperteguh, yaitu menggalang kerukunan lahir bathin sesama umat manusia, walaupun akan mungkin disesuaikan dengan kemajuan zamannya di hari depan.
a. Agar buku ini dapat dipergunakan sebagai pedoman di hari depan bagi para penerus Persaudaraan SH.
b. Pengharapan mudah-mudahan cita-cita Almarhum bapak SH Ki Ngabei Soerodiwiryo yang suci dan luhur itu, sebagai jalan memperkembangkan membangun salah satu warisan Kebudayaan Nasional Nenek Moyang kita, hendaknya kita tidak dihindarkan, bahkan diperteguh, yaitu menggalang kerukunan lahir bathin sesama umat manusia, walaupun akan mungkin disesuaikan dengan kemajuan zamannya di hari depan.
Pendahuluan:
Sejak beberapa tahun yang lalu terasa oleh Keluarag Persaudaraan SH
perlunya segera membuat buku peringatan tentang hal ichwal Persaudaraan
SH. Sekarang waktunya telah tiba untuk menyusun buku peringatan ini guna
menyongsong datangnya Ulang Tahun Persaudaraan SH yang ke-60.
Agar para pembaca mendapatkan perngertian dan gambaran yang agak lengkap maka buku ini ditulis dalam 3 pokok persoalan ya’ni:
Agar para pembaca mendapatkan perngertian dan gambaran yang agak lengkap maka buku ini ditulis dalam 3 pokok persoalan ya’ni:
Riwayat singkat hidup Ki Ngabei Soerodiwiryo didahului oleh silsilahnya Almarhum.
I. Sumber-sumber ilmu kebathinan dan pencak Silat yang dihimpun oleh Ki Ngabei Soerodiwiryo dan menjadi dasar berdirinya Persaudaraan Setya Hati (SH).
II. Sejarah perkambangan Setya Hati sejak berdirinya pada tahun 1903 M hingga sekarang.
Mudah-mudahan buku ini akan bermanfaat kiranya bagi para Saudara SH terutama bagi Saudara SH yang masuknya di kalangan Persaudaraan, sesudah Ki Ngabei Soerodiwiryo meninggalkan kita. Wafat pada tanggal 10 November 1944 M.
I. RIWAYAT SINGKAT HIDUP KI NGABEI SOERODIWIRYO.
A. SILSILAH.
Ki Ngabei Soerodiwiryo, nama kecilnya MAS MOHAMAD MASDAN, dilahirkan pada tahun 1876 M, putra sulung Ki Ngabei Soeromiharjo, mantri cacar di Ngimbang (Jombang).
Ki Ngabei Soeromiharjo, ayah Ki Ngabei Soerodiwiryo, mempunyai saudara bernama Mas Ngabei Soerodiprojo, semula Wedono Wonokromo, kemudian Wedono Sedayu-Lawas.
Ki Ngabei Soeromiharjo adalah saudara sepupu (nakdulur) dari RAA Soeronegoro, Bupati Kediri Almarhum. RAA Soeronegoro ini adalah keturunan Bupati Gresik (Jawa Timur).
Ki Ngabei Soerodiwiryo pun salah seorang keturunan BATORO KATONG yang dimakamkan di Ponorogo.
Ki Ngabei Soerodiwiryo kswin dengan ibu Sariyati Soerodiwiryo yang sekarang ini, pada tahun 1905 M di Surabaya. Ibu pada waktu itu berumur 17 tahun dan Ki Ngabei Soerodiwiryo sudah berusia 29 tahun. Dari perkawinan ini lahir 5 (lima) orang anak, yaitu 3 putra dan 2 putri, tetapi kelima anak itu semua meninggal sewaktu masih kecil.
B. RIWAYAT HIDUP.
Pada tahun 1890 (usia 14 tahun) Ki Ngabei Soerodiwiryo lulus SR 4
tahun, kemudian diambil sebagai putra oleh pamannya ( Pak De), yaitu Mas
Ki Ngabei Soemodiprojo – Wedono Wonokromo, kemudian Wedono
Sedayu-Lawas.
Pada tahun 1891 (usia 15 tahun) Ki Ngabei Soerodiwiryo disuwitakan kepada seorang kontrolir BB dan diberi pekerjaan sebagai magang – jurutulis (volontair) – tidak bergaji. Ki Ngabei Soerodiwiryo bertempat tinggal serumah dengan Tuan Kontrolir di Jombang, mendapat pakaian dan makan. Beliau diserahi mengawasi (momong) putra Tuan Kontroloir yang masih kecil sesudah pulang dari kantor.
Di waktu istirahat pada sore hari Ki Ngabei Soerodiwiryo mengaji
agama Islam di pondol Tebu Ireng (Jombang). Selain mempelajari Agama,
beliau dengan teman-temannya belajar pencak silat pada beberapa orang
guru pencak.
Pada tahun 1982 Tuan Kontrolir dipindah ke Bandung. Ki Ngabei Soerodiwiryo ikut pula ke Bandung dan di sana juga mendapat pekerjaan seperti di Jombang dan tetap bertempat tinggal di loji Kontroliran (tidak digaji, tetapi mendapat uang saku).
Di daerah Parahiangan inilah Ki Ngabei Soerodiwiryo berkesempatan
menambah kepandaian pencak silat dari beberapa pendekar selama 1 (satu)
tahun. Karena berbakat dan berkemauan keras serta dapat berpikir cepat,
maka beliau dapat menghimpun bermacam-macam langkah permainan, misalnya
permainan: Cimande, Cikalong, Cipetir, Cibediyut, Cilamaya, Ciampea dan
Sumedangan.
Pada tahun 1893 Tuan Kontrolir dipindah ke kota yang lebih besar
lagi, ialah Betawi ( Jakarta). Ki Ngabei Soerodiwiryo turut pindah
beserta keluarga kontrolir tadi dan tugasnya pun masih tetap sama
seperti di Jombang dan di Bandung. Di Kota Betawi ini Tuan Kontrolir
juga hanya tinggal satu tahun, tetapi Ki Ngabei Soerodiwiryo dapat
mempergunakan waktu yang singkat ini untuk menambah pengetahuannya,
antara lain permainan-permainan Betawen, Kwitangan, Monyetan, dan toya.
Pada tahun 1894 Tuan Kontrolir diangkat sebagai Wd. Asistent Resident
di Bankahulu. Ki Ngabei Soerodiwiryo (usia 18 tahun) ikut serta pindah
ke Bengkulen. Di daerah ini beliau dapat melihat permainan-permainan
pencak silat yang gerak-gerakkannya menyerupai pencak-silat di
Jawa-Barat.
Kurang lebih 6 bulan kemudian, pada tahun 1984 Tuan Kontrolir itu
diangkat sebagai Asistent-Resident tetap dan dipindahkan ke kota Padang,
Sumatra Barat. Ki Ngabei Soerodiwiryo ikut pula ke Padang. Oleh karena
orang Asistent Resident berkedudukan tinggi dan berpengaruh, maka Ki
Ngabei Soerodiwiryo diangkat sebagai pegawai, masuk daftar gaji, tetapi
tetap sebagai magang jurutulis di kantor Asistent Resident dan tetap
bertempat tinggal pada keluarga Assistent Resident, sambil mengawasi
putra Assistent yang sudah agak besar itu.
Di daerah Padang dan sekitarnya inilah Ki Ngabei Soerodiwiryo dapat
melihat dan mempergunakan kesempatan mempelajari pencak silat yang
berbeda dengan permainan-permainan di Jawa Timur dan di Jawa Barat. Di
daerah Sumatra terkenal tiap-tiap kampung mempunyai perkumpulan2 pencak
silat. Hampir kurang lebih dua tahun Ki Ngabei Soerodiwiryo di daerah
ini mempelajari pencak silat dari beberapa perkumpulan berganti-ganti,
hingga merasa puas.
Disamping belajar pencak silat, beliaupun mendapat pelajaran2 ilmu2 kebathinan.
a. Pertana ilmu kebathinan berdasar Ketuhanan
b. Kedua ilmu kebathinan yang menuju ke arah kerukunan bersama
a. Pertana ilmu kebathinan berdasar Ketuhanan
b. Kedua ilmu kebathinan yang menuju ke arah kerukunan bersama
Jika dapat memenuhi syarat-syarat dan janji2 kebathinan yang kedua inilah orang dapat mengharapkan perlindungan dari Tuhan YME: wejangan kebathinan pertama.
Pada suatu hari Tuan Assistent Resident memberitahukan kepada Ki
Ngabei Soerodiwiryo, bahwa ia akan segera berangkat dengan cuti menuju
ke negeri Belanda. Pada waktu Tuan Assistent berangkat (tahun 1896), Ki
Ngabei Soerodiwiryo (usia 20 tahun) masih ingin sementara waktu tinggal
di Padang untuk menyelesaikan pelajaran2 pencak silat maupun ilmu
kebthinan.
Selama di daerah Sumatra Barat ini beliau telah mempelajari permainan2 Minangkabau dan lain2 misalnya Permainan2:
Padang Pariaman, Padang Panjang, Padang Sidempuan, Padang Pesisir/Baru, Padang Sirante, Padang Alai, Fort de Kock, Alang Lawas, Linto, Solok, Singkarah atau Kuda Batak, Alang Sipai, Payakumbuh, Lubuk Sikaping, Kota Gadang, Maninjau, Airbangis dan Terlakan.
Salah seorang guru yang terbaik ialah yang bernama DATUK RAJO BATUAH.
Datuk ini disamping mengajar pencak silat juga memberi wejangan2, yang
oleh Ki Ngabei Soerodiwiryo diberi nanma Tingkat II. Wejangan ini
diberikan kepada saudara2 SH sesudah menerima wejangan I pada upacara
penerimaan Saudara SH baru, setelah beberapa waktu kemudian.
Setelah merasa puas dapat memperkaya diri tentang hal kepandaian pencak silat dan ilmu kebathinan di daerah Sumatra Barat ini, Ki Ngabei Soerodiwiryo minta berhenti dari pekerjaannya pada tahun 1898 dan melanjutkan perantauannya menuju Aceh, Sumatra Utara dan bertempat tinggal pada adiknya yang bernama Sdr. Adi (Soeradi) yang bekerja pada jawatan Kereta Api. Di sini pun Ki Ngabei Soerodiwiryo mempelajari pencak silat dari seorang guru silat bernama TENGKU ACHMAD MULIA IBRAHIM. Permainan2 yang didapat ialah: Aceh Pantai, Kucingan, Binjai-Langsan, Simpangan, Trutung dll.
Disamping belajar pencak silat gaya Aceh, beliaupun mendapat
wejangan2 kebathinan dari seorang keluarga Raja Bali yang diselong
(diasingkan) di Aceh dan mempunyai sebutan: GUSTI KENANGA MANGGA TENGAH,
yang berdiam diri di Olehleh. Setelah itu beliau juga menerima wejangan
kebathinan dari seorang guru bernama TJIK EEDOJO.
Dengan sabar dan tekun Ki Ngabei Soerodiwiryo tidak merasa bosan mencari ilmu untuk diperbandingkan, yang dianggap baik dihimpun sebagai bekal hidupnya di dunia sampai achirat.
Achirnya, pada tahun 1900 M Ki Ngabei Soerodiwiryo pulang menuju
Betawi dan Bandung. Bagaimana cara penghidupannya tidak diterangkan.
Pada bulan puasa 1902 beliau pulang ke Surabaya.
Kisah perantauan Ki Ngabei Soerodiwiryo tsb.diuraikan oleh beliau
sendiri kepada beberapa saudara SH di waktu mereka berkunjung ke
Winongo-Madiun untuk mendapat keterangan2 sumber2 kepandaian pencak
silat maupun ilmu kebathinan.
Ki Ngabei Soerodiwiryo mendapat kepandaian2 pencak silat maupun ilmu
kebathinan itu dengan susah payah dan kerap kali mendapat percobaan2
bertanding tidak saja dengan teman latihannya, tetapi juga dengan orang2
sombomg dsb. Ki Ngabei Soerodiwiryo memang seorang pemberani yang keras
hati. Sebelum beliau mendapat ilmu2 kebathinan, beliau sering mendapat
musuh dan terjadi perkelahian2 dengan sama2 mempergunakan pencak silat.
Oleh karena beliau telah mempelajari pencak silat gaya Sumatra dengan
baik dan ditambah pelajaran2 dari Jawa, maka beliau selalu selamat dan
perkelahian2 tadi malah bermanfaat guna menambah pengalaman.
Sesudah beliau mendapat wejangan2 kebathinan, maka beliau mulai
mengurangi melayani perkelahian2 yang sekira tidak sangat menyinggung
perasaan. Dalam menerima ilmu kebathinan yang disertai pelajaran2 pencak
silat, beliau harus berjanji untuk berbuat kebajikan2 yang diperkuat
dengan sumpah.
Setelah Ki Ngabei Soerodiwiryo pulang ke Surabaya, beliau dapat pekerjaan sebagai polisi distrik Wonokromo.
Sebagai seorang anggauta polisi penjaga keamanan, beliau kerap kali mendapat ujian2. Beliau dapat menangkap orang tahanan yang melarikan diri sambil mengamuk orang2 yang dijumpai di jalan.
Beliau juga sering menangkap pencuri2 dan penjudi2 dadu. Kemudian
beliau dipindah sebagai anggauta kepolisian di Surabaya. Di sini
tugasnya lebih berat lagi. Kerap kali harus menenteramkan dan menangkap
orang2 Madura yang berkelahi. Pernah juga dapat tugas menggerebeg sarang
perjudian Tionghoa. Rumah perjudian yang berpagar tembok tinggi dapat
beliau lalui dan kemudian dapat membuka pintu gerbangnya. Beliaulah yang
mendahuui rombongan teman2-nya memasuki rumah judi itu. Salah seorang
yang menjaga rumah perjudian itu menolak polisi memasuki rumah judi.
Secara sombong jagoan itu akan melawan, tetapi achirnya dapat
ditenteramkan dan ke-15 orang Tionghoa penjudi itu semua dapat
dibelenggu dan digiring ke kantor polisi. Anggauta2 polisi teman beliau
sama heran tentang keberanian Ki Ngabei Soerodiwiryo itu.
Oleh karena jasa beliau, maka beliau dinaikkan pangkat menjadi Mayor
polisi dan ditempatkan di pos polisi Ujung. Di sini kerap kali beliau
melakukan penangkapan2 orang2 Madura yang berjudi, pencuri2 barang2
gudang, juga menenteramkan pelaut2 Belanda yang membikin kerusuhan.
Sekali terjadi perkelahian melawan pelaut Belanda yang bertubuh besar
dan tinggi karena pelaut ini tidak suka disuruh pergi dari tempat yang
dibuat rame2. Setelah pergulatan, pelaut itu dilemparkan ke sungai Kali
Mas. Segera polisi lainnya menolong pelaut itu keluar dari air dan
pergilah ia.
Pada waktu itu Ki Ngabei Soerodiwiryo bertempat tinggal di kampung
Tambak Gringsing dan sesudah membentuk persaudaraan yang anggautanya
disebut sebagai “SEDULUR TUNGGAL KECER” dan permainan pencak silatnya
disebut “JOYO GENDILO”. Persaudaraan ini dibentuk pada tahun 1903 M.
Pada tahun 1912 M Ki Ngabei Soerodiwiryo berhenti bekerja dari
kepolisian, karena merasa kecewa – sering atasannya tidak menepati
janji. Pada tahun 1912 itu masa berkobarnya Pergerakan Sarekat Dagang
Islam yang diplopori oleh Kiyahi Haji Samanhudi dari Solo, yang kemudian
menjelma menjadi SAREKAT ISLAM dibawah pimpinan HOS Cokroaminoto cs.
Mungkin mengingat pergerakan2 yang sedang berkobar kobar dan mengingat
pula Ki Ngabei Soerodiwiryo pernah melempar pelaut Belanda ke sungai dan
ditambah pula beliau pernah membentuk perkumpulan pencak silat sebagai
alat pembele diri dan diingat pula beliau adalah seorang pemberani, maka
fihak Belanda menaruh curiga terhadap Ki Ngabei Soerodiwiryo.
Mengingat suasana yang tidak menyenangkan ini di kota Surabaya, maka
pada tahun 1912 beliau pergi ke Tegal dan bertempat tinggal di rumah
seorang keluarga sdr. Suryo Apuk yang menjabat sebagai opzichter
Irigasi. Di Tegal beliau tidak bekerja dan hanya membantu keamanannya
opzichter itu.
Pada tahun 1914 beliau mendapat surat dari Sdr.2 Tunggal Kecer di
Surabaya untuk dicarikan pekerjaan pada Djawatan Kereta Api. Setibanya
di Surabaya beliau terus bekerja di Kali Mas. Tetapi setelah bekerja
selama k.l. satu tahun, pada tahun 1915 beliau dipindah ke bengkel K.A.
Madiun. Kepindahan ini mungkin karena polisi P.I.D. (intel politiek)
Surabaya tidak menginginkan Ki Ngabei Soerodiwiryo berada di daerahnya.
Di kota Madiun ini Ki Ngabei Soerodiwiryo tidak tinggal diam. Beliau
mengajar pencak silat dengan memakai nama seperti di Surabaya, tetapi
pada tahun 1917 nama persaudaraan disesuaikan dengan keadaan zaman dan
diganti namanya menjadi persaudaraan “SETYA HATI”, disingkat S.H., dan
nama itu tetap dipakai sampai sekarang ini.
Riwayat singkat hidup Ki Ngabei Soerodiwiryo ini hanya sampai pada achir tahun 1944, karena Bapak SH Ki Ngabei Soerodiwiryo pulang ke Rachmattullah pada hari Jumaat Legi 10 Nopember 1944 di desa Winongo Madiun dalam usia 68 tahun, setelah menderita penyakit asma beberapa tahun lamanya.
Ki Ngabei Soerodiwiryo berhenti dari jabatan Negeri dengan hal
pensiun pada achir tahun 1933 hingga beliau hidup dari pensiunnya selama
11 tahun. Ibu Soerodiwiryo yang waktu kawin dengan Ki Ngabei
Soerodiwiryo baru berusia 17 tahun, sekarang telah berusia 74 tahun dan
menerima pensiun janda. (Kini sudah wafat).
Rumah milik Ki Ngabei Soerodiwiryo dan Ibu, sebelum wafatnya, Bapak
memberi pesan kepada Ibu Sdr/i SH di Madiun , jika Bapak wafat
sewaktu-waktu maka rumah dan miliknya akan diwakafkan kepada
Persaudaraan Setya Hati. Atas keridlaan Ibu dan Sdr. Wongsoharjo (adik
Ki Ngabei Soerodiwiryo) dengan sekedar kerugian rumah menjadi milik dari
Persaudaraan “SETYA HATI” dengan perjanjian, bahwa Ibu selama masih
hidup harus tetap tinggal di Panti SH Winongo itu.
Oleh karena itu Persaudaraan SH merasa wajib memelihara dan menjaga
keselamatan Ibu yang dianggap sebagai Ibu SH pengganti Bapak Ki Ngabei
Soerodiwiryo.
II. SUMBER ILMU KEBATHINAN DAN ILMU PENCAK SILAT YANG DIHIMPUN OLEH KI NGABEI SURODIWIRYO
Walaupun sumber2 kepandaian Ki Ngabei Soerodiwiryo sebagian besar
telah disebut pada riwayat hidupnya, tetapi perlu disusun pula sari-sari
kepandaian Ilmu Kebathinan dan Pencak Silat yang dipergunakan sebagai
dasar pemberian pelajaran2 kepada Keluarga Persaudaraan SH sebagai
berikut:
KEBATHINAN:
Pertama: Dari Gusti Kenanga Mangga Tengah asal dari Bali, yang bertempat tinggal di Olehleh (Aceh). Didapat wejangan2 Ilmu Kebathinan yang oleh Ki Ngabei Soerodiwiryo dipergunakan sebagai syarat2 pada penerimaan Saudara SH Baru, berujud: air kecer, kain putih, lambang2 “L2 uang”, lambang ketengan (uang yang bernilai paling rendah). Di zaman kemerdekaan ini ketengan2 diganti dengan uang RI yang terendah nilainya, makna hari dan pada tubuh dan letak kekuatan bagian tubuh tiap tiap hari. Pemberian wejangan ini disebut WEJANGAN PERTAMA (trap pertama).
Pertama: Dari Gusti Kenanga Mangga Tengah asal dari Bali, yang bertempat tinggal di Olehleh (Aceh). Didapat wejangan2 Ilmu Kebathinan yang oleh Ki Ngabei Soerodiwiryo dipergunakan sebagai syarat2 pada penerimaan Saudara SH Baru, berujud: air kecer, kain putih, lambang2 “L2 uang”, lambang ketengan (uang yang bernilai paling rendah). Di zaman kemerdekaan ini ketengan2 diganti dengan uang RI yang terendah nilainya, makna hari dan pada tubuh dan letak kekuatan bagian tubuh tiap tiap hari. Pemberian wejangan ini disebut WEJANGAN PERTAMA (trap pertama).
Kedua: Dari DATUK RAJO BATUAH didapat wejangan Ilmu Kebathinan
berujud 2 (dua) buah kalimat rafal yang bermaksud menyandarkan diri
kepada ALLAH dan RASULNYA agar diri atau tubuh terhindar dari segala
bahaya. Dua kalimat rafal dari Datuk Rajo Batuah ini diajarkan kepada
saudara2 SH sebagai WEJANGAN TINGKAT KEDUA (trap kedua). Wejangan
tingkat kedua mengandung tiga kalimat rafal. Adapun kalimat ketiga yaitu
rafal ketiga didapat dari RAA Soeronegoro, Bupati Kediri yang meninggal
dunia pada tahun 1916 M. Dari Bupati Kediri ini selain mendapat rafal
tsb.diatas, didapat juga coretan gaib. Sebelum membuat coretan gaib ini,
orang harus berpuasa (tidak makan dan tidak minum) dan juga puasa
membisu (tidak bicara).Jika para pembaca ingin menyaksikan coretan gaib
itu, maka kami persilahkan datang di pendopo kabupaten Kediri dan
mengamat amati ukir-ukiran pada ompak (alas) 4 soko (tiang) guru pendopo
kabupaten itu. Coretan gaib ini tidak termasuk wejangan tingkat dua
(trap kedua) dan hanya diberikan kepada mereka yang selalu mendekati
beliau dan minta tambahan2 dengan syarat sanggup memenuhi cara memenuhi
cara menulisnya dan membuatnya.
Ketiga: Dari Gusti Kenanga Mangga Tengah selain mendapat wejangan
tingkat pertama (trap kesatu) diterima juga wejangan2 untuk tingkat
ketiga (trap ketiga), ialah wejangan yang tertinggi bagi saudara2 SH.
Belum semua saudara SH menerima wejangan ini, karena syarat2-nya memang
agak sukar didapat. Saudara2 yang sudah dapat 3 wejangan2 lengkap tsb.
di atas itu, sudah diberi wewenang untuk mengecer saudara2 SH baru
(menerima saudara2 SH baru secara Ki Ngabei Soerodiwiryo menerimanya).
PENCAK SILAT:
Salah seorang guru pencak silat yang dianggap terbaik permainannya disamping memberi wejangan2 dua kalimat rafal tersebut di atas, ialah DATUK RAJO BATUAH dari Sumatra Barat. Nama Datuk Rajo Batuah selalu diperingati pada tiap2 selamatan upacara penerimaan saudara SH baru. Lain2 guru dan pendekar tidak disebut namanya pada selamatan itu , tetapi beberapa permainan yang dianggap penting selalu diperingati dengan selamatan pada upacara itu.
Selain memperingati permainan2 yang akan dipelajari tiap2 saudara S.H. Pada selamatan itu harus pula memperingati asal mula terjadinya sebagai manusia dan letak berdiamnya di bumi ini.
Peringatan terachir ini tidak hanya pada waktu upacara penerimaan
saja, tetapi tiap2 berhajat apa saja atau latihan2 supaya tidak lupa
ingat asal mulanya terjadi. Pada waktu2 berlatih sambung diwujudkan
dengan “ULUK SALAM”.
Upacara selamatan dimaksud agar saudara SH yang mempunyai hajat itu memperingati awal mulanya hidup di dunia ini; kedua ialah supaya mendapat restu dan perkenan menerima wejangan2 ilmu kebathinan dan pelajaran permainan pencak silat guna dapat mengelakkan segala bahaya.
Kejujuran Ki Ngabei Soerodiwiryo yang selalu dibuktikan ialah, bahwa
beliau selalu tidak melupakan jasa-jasa guru2-nya. Pada waktu2
memberikan pelajaran silat selalu ditegaskan bahwa tegak2 (stand) atau
langkah2 dan gerakan2 tangan yang diajarkan itu didapat dari pendekar A
atau B, dan permainan2 dari daerah C atau D dan begitu seterusnya.
Demikian juga halnya dengan ilmu kebathinannya.
Ki Ngabei Soerodiwiryo tidak melarang saudara SH berguru pada lain peguron ilmu kebathinan ataupun lain pendekar pencak.
Tetapi beliau sendiri dikalangan Persaudaraan SH tidak suka disebut
sebagai GURU, melainkan minta supaya disebut Saudara tertua saja.
Menurut keterangan beliau sendiri, bahwa dalam mencari kepandaian pencak
silat, beliau berlandaskan KEMAUAN KERAS DAN SANGAT BERANI. Oleh karena
itu beliau banyak sekali mendapat percobaan2 dan ujian2 berupa
perkelahian2 dengan orang2 yang mengejek padanya atau hanya ingin adu
kepandaian, tetapi beliau selalu dapat mengatasi baik di Jawa Barat
maupun di Sumatra.
Setelah beliau merasa sudah cukup mempelajari pencak silat yang
beraneka ragam di Jawa Barat maupun di Sumatra, pula sudah mendapat
wejangan2 ilmu2 kebathinan, maka beliau dapat merobah cara berfikirnya.
Beliau tidak lagi melayani percobaan2 atau ejekan2 yang sekira tidak
akan sangat merugikan nama baiknya.
UBO-TAMPE SELAMATAN UPACARA PENERIMAAN SAUDARA S.H. BARU
Adalah sebagai berikut:
Adalah sebagai berikut:
1. Bucang – memperingati Baginda Ilyas
2. Pisang rojo ayu setangkep – permainan Rajo Batuah.
3. Ingkung panggang – permainan Cimande.
4. Nasi gurih – permainan Tanah Baru Padang Pasir.
5. Nasi golong – permainan Bungus Tjiampea.
6. Arang-arang kambang – permainan ampang.
7. Klepon – permainan Cibeduyut campur Padang Alai.
8. Jenang sengkolo.
9. Kembang telon.
Adapun sumber2 permainan pencak silat SH asalnya telah diuraikan pada
riwayat hidup Ki Ngabei Soerodiwiryo di muka. Dari sumber2 itu oleh
beliau diambil sari-sarinya dan dicampur dengan teliti berdasarkan
pengalaman2 sambung latihan, percobaan2 dari lain aliran atau dari
perkelahian2. Hasil dari pengambilan sari-sari yang dicampur dan diubah
secara teliti itulah ysng memungkinkan beliau menciptakan beberapa jurus
pencak yang digunakan sebagai dasar permainan SILAT SETYA HATI.
ASAL ATAU NAMA JURUS PENCAK DASAR SH ADALAH SEBAGAI DI BAWAH INI (CARA MENGERJAKANNYA TIDAK DITULIS DI SINI)
1. Betawen I.
2. Betawen II.
3. Cimande I.
4. Cimande II.
5. Cikalong (slewah)
6. Ciampea I (besutan)
7. Ciampea II (krawelan)
8. Tanah Baru I (slewah)
9. Tanah Baru II.
10. Permainan Tionghoa
2. Betawen II.
3. Cimande I.
4. Cimande II.
5. Cikalong (slewah)
6. Ciampea I (besutan)
7. Ciampea II (krawelan)
8. Tanah Baru I (slewah)
9. Tanah Baru II.
10. Permainan Tionghoa
monyetan.
11. Cimande III (keletan)
12. Cimande IV, seperti ll. tambah beberapa tegak
13. Cimande V.
14. Cibeduyut dengan toya.
15. Padang Panjang I.
16. Padang Pandjang II.
17. Cipetir.
18. Padang Siranti.
19. Sumedangan I.
20. Sumedangan II.
21. Linthau.
22. Cimande VI.
23. Alang Lawas I.
24. Alang Lawas II.
25. Minangkabau I Kucingan.
26. Solok Minangkabau II
27. Cibeduyut.
28. Cimande VII.
29. Terlakan Monyetan-tukang
(tidak diajarkan)
30. Padang Alai I.
31. Padang Alai II.
32. Fort de Kock.
33. Padang Alai III.
34. Padang Alai IV.
35. Kuda Batak.
36. Sipai Minangkabau III.(blirik)
27. Cibeduyut.
28. Cimande VII.
29. Terlakan Monyetan-tukang
(tidak diajarkan)
30. Padang Alai I.
31. Padang Alai II.
32. Fort de Kock.
33. Padang Alai III.
34. Padang Alai IV.
35. Kuda Batak.
36. Sipai Minangkabau III.(blirik)
Oleh karena bukan maksud buku peringatan ini untuk dapat digunakan
sebagai buku pelajaran pencak silat, maka di sini tidak ditulis
bagaimana wujud dan acara mengerjakan jurus-jurus itu.
Jurus 29 sengaja tidak diajarkan kepada sdr.2 SH, karena Ki Ngabei
Soerodiwiryo waktu mendapat jurus ini oleh gurunya diharuskan bersumpah
lagi lebih berat, hingga beliau tidak mau dianggap tidak bertanggung
jawab akan sumpahnya. Jurus itu hanya akan digunakan mengenai soal2 yang
sudah diputuskan harus dibela sampai lawan mati dengan tidak
menghiraukan apa akibatnya atau diri sendiri harus mati.
Inilah sebabnya mengapa Ki Ngabei Soerodiwiryo tidak memberikan jurus
29 kepada sdr. SH. Jadi sdr. SH mendapat pelajaran 35 macam jurus
secara lengkap sebagai dasar mempelajari pencak SH.
Seperti umumnya achli2 pencak silat mengerti bahwa tiap2 jurus
terdiri atas beberapa tegak (stand). Untuk mewujudkan tegak2 itu harus
dilaksanakan langkah2 kaki dan menggerakkan tangan dari tegak yang satu
menjadi tegak yang lain. Oleh karena itu maka 35 jurus SH tadi terdiri
atas ratusan tegak2 yang dijadikan dasar pelajaran silat SH.
Untuk belajar silat harus terlebih dahulu mahir tentang jurus dan
disamping itu pandai cepat berfikir, licin, lemas, tangkas dan berani.
Selanjutnya harus mempelajari perubahan dari tegak kesekian dari jurus
sian menjadi tegak sekian dari jurus lain. Setelah selesai merangkaikan
ratusan macam tegak2 itu dalam latihan bersambung, tinggal melihat sikap
lawan.
Di dalam sambung jurus tidak lagi menjadi pikiran, tetapi tegak2-nya
yang harus dikerjakan. Untuk bermain pencak silat secara baik, maka
orang perlu mempunyai kepandaian berfikir cepat agar segera mengerti
gelagat lawan.
Ki Ngabei Soerodiwiryo almarhun dalam hal pencak silat ternyata adalah oknum yang mempunyai syarat-syarat cukup, misalnya: bakat – dapat berpikir cepat – keberanian – kesehatan waktu mudanya – dan berlatih terus menerus. Sejak mudanya sampai pada wafatnya terus menerus berlatih. Waktu mudanya mencari pencak silat untuk diri sendiri dengan jalan berlatih, setelah mahir lalu memberi pelajaran kepada saudara2 SH yang berarti berlatih terus menerus. Dari pengalaman2 sudah dapat dikatakan, bahwa misalnya sepasang pemain pencak silat dari satu aliran yang sama2 mahirnya, tetapi seorang lebih tegap dan besar badannya, maka yang kecil itulah yang biasanya akan kalah walaupun mahir pencak silatnya.
III. SEJARAH PERKEMBANGAN PERSAUDARAAN “SETYA HATI” (SH)
Persaudaraan SH didirikan oleh Ki Ngabei Soerodiwiryo pada tahun 1903
di Surabaya, 1 tahun setelah beliau pulang dari perantauannya dari Jawa
Barat dan Sumatra, yang berlangsung kurang lebih 10 (sepuluh) tahun.
Waktu Persaudaraan didirikan, keluarga Persaudaraan disebut “SEDULUR
TUNGGAL KECER”. Istilah KECER diambil dari wujudnya syarat yang
terpenting ialah: “AIR KECER” yang diberikan kepada Saudara baru. Air
kecer ini setelah diberi isi, secara chidmad oleh Ki Ngabei Soerodiwiryo
diberikan kepada Saudara baru untuk sedikit diminum dan sisanya
diborehkan:
1. Dari jidat melalui kepala sampai leher belakang.
2. Kedua mata.
3. Kedua telinga.
4. Kedua tangan dari atas siku sampai ujung jari.
Pada waktu itu Ki Ngabei Soerodiwiryo bertempat tinggal di kampung
Tambak gringsing dan bekerja sebagai polisi kota Surabaya. Pada awal
berdirinya persaudaraan “SEDULUR TUNGGAL KECER”, baru ada 8 (delapan)
orang keluarga. Yang terdahulu adalah Sdr. Noto Gunari, adik Ki Ngabei
Soerodiwiryo dan saudara KNEVEL, seorang indo belanda. Persaudaraan
“STK” mulai dikenal oleh masyarakat Surabaya, terutama diperhatikan oleh
para pendekar dan para penggemar pencak silat.
Pada zaman itu orang2 darah panas tidak rela kalau ada orang lain
yang dianggap saingannya. Oleh karena demikian maka Ki Ngabei
Soerodiwiryo mulai menerima tantangan2 untuk tukar kepandaian pencak
silat. Sebenarnya beliau ingat akan petuah2 dari gurunya supaya tidak
melayani soal soal yang tidak penting. Tetapi terdorong sdr.2 muda “STK”
maka beliau terpaksa menerima juga tantangan2. Mula2 dari ahli2 silat
Surabaya aliran SEPANJANG, JOSREMO. Karena Ki Ngabei Soerodiwiryo sudah
mempelajari banyak aliran dari Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sumatra, maka
dengan mudah mereka itu dikalahkan. Menerima pula tantangan dari orang
masinis K A dari Cirebon. Ki Ngabei Soerodiwiryo sudah dapat
menggambarkan permainan dari masinis itu yaitu pencak silat dari Jawa
Barat. Masinis badannya kuat dan tegap. Pertandingan sangat ramai,
serangan2 berkali kali dielakkan oleh Ki Ngabei Soerodiwiryo. Masinis
kebingungan lalu menangkap Ki Ngabei Soerodiwiryo yang seolah olah
memberikan badannya, tetapi ketika akan dibanting, Ki Ngabei
Soerodiwiryo mencekek lehernya masinis kuat kuat. Karena merasa sakit
bantingan tidak terjadi lalu janggutnya ditindaskan pada jari2 yang
mencekek lehernya. Jari2 Ki Ngabei Soerodiwiryo dengan cepat digeser ke
pipinya masinis kanan kiri, arah tengah2 gigi atas bawah sambil
ditempeleng kepalanya. Ikat kepala masinis jatuh dan mulut merasa sangat
sakit, maka pertandingan bubar, setelah dilepaskan tangkapan badan yang
tidak manfaat. Ki Ngabei Soerodiwiryo dalam pertandingan ini tidak
melakukan serangan kaki maupun tangan, tetapi hanya berusaha dan
berhasil mengelakkan serangan2 lawan. Baru setelah lawan menangkap
badan, secepatnya Ki Ngabei Soerodiwiryo menancapkan kukunya ke leher
lawan, salah satu tempat yang lemah dari tubuh manusia, lalu jari2
dipindah ke pipi.. Singkatnya dari kelicinan langkah elakan serangan2
achirnya pertandingan cukup diselesaikan dengan kuku dan jari2 tengah
kiri saja.
Ki Ngabei Soerodiwiryo semakin terkenal pencak silatnya di kalangan terpelajar. Persaudaraan STK bertambah keluarganya.
Pada suatu hari Ki Ngabei Soerodiwiryo sebagai polisi kota mendapat
tugas menggerebeg suatu tempat perjudian Tionghoa disertai beberapa
teman polisi lainnya. 15 orang Tionghoa melihat adanya penggerebegan
yang dipimpin oleh Ki Ngabei Soerodiwiryo tidak lari bahkan menyerah
diri dengan bukti2-nya. Ke-15 orang Tionghoa digiring ke kantor polisi
diserahkan urusannya kepada yang berwajib. Banyak sekali perkelahian2
orang Madura yang ditenteramkan oleh Ki Ngabei Soerodiwiryo.
Karena banyak jasa2-nya kepada kepolisian, maka Ki Ngabei
Soerodiwiryo dinaikkan pangkatnya menjadi Mayor Polisi dan ditempatkan
di pos polisi Ujung. Yang penting perlu diuraikan di sini ialah Ki
Ngabei Soerodiwiryo pernah sekali bertengkar mulut dengan seorang pelaut
Belanda yang tidak mau mentaati peraturan. Pertengkaran mulut beralih
ke perkelahian; karena keuletan Ki Ngabei Soerodiwiryo belanda yang
bertubuh tinggi besar itu dapat terlempar ke dalam Kali Mas.
Pada tahun 1905, seorang pemuda berbadan tegap bernama RM APUK anak
seorang kaya di Surabaya, pandai pencak silat aliran Surabaya lama,
ingin sekali mencoba Ki Ngabei Soerodiwiryo. Ia dilayani maksudnya,
tetapi ternyata secara mudah dapat dikalahkan. RM Apuk seorang pemuda
keras hati merasa malu atas kekalahannya itu. Maka diam2 mengambil uang
ibunya k.l. F. 9.000,- guna bekal ke Jawa Barat untuk belajar pencak
silat. Ia berkata kepada teman2-nya diantaranya sdr.2 STK, kalau ia
kembali dari Jawa Barat dan masih kalah lagi pencak dari Ki Ngabei
Soerodiwiryo, maka ia akan masuk menjadi keluarga STK.
3 Tahun lamanya RM Apuk belajar pencak silat di daerah Priangan.
Setelah ia merasa mahir sekali, ia pulang ke Surabaya dan menantang lagi
Ki Ngabei Soerodiwiryo; ia dilayani pula. Ki Ngabei Soerodiwiryo sudah
dapat menggambarkan apa alirannya. Sebaliknya RM Apuk tidak tahu benar
berapa macam aliran pencak silatnya Ki Ngabei Soerodiwiryo. Pertandingan
terjadi seru dengan disaksikan oleh banyak orang antaranya beberapa
STK. RM Apuk berbadan tegap, sebaliknya Ki Ngabei Soerodiwiryo berbadam
kecil sampai dipepetkan di bawah jendela yang terbuka. RM Apuk berkata
keras: “Ayo bergerak”. Baru saja ia selesai berkata “bergerak” dengan
tidak sadar ia sudah terlempar keluar jendela. RM Apuk, seorang pemuda
pelajar HBS yang sportif dan konsekwen, dengan segera ia berjabatan
tangan dengan Ki Ngabei Soerodiwiryo dengan ucapan: “saya mulai sekarang
minta masuk menjadi keluarga STK”. Ini terjadi pada tahun 1908.
Kejadian ini diutarakan sendiri oleh RM Apuk pada waktu ia pulang dari
hukuman di Cipinang Jakarta, dan sementara tinggal serumah dengan Ki
Ngabei Soerodiwiryo di Winongo – Madiun. Ia dihukum karena menembak mati
seorang Indo Belanda di Mojokerto yang mau menodai adik perempuannya.
Pada tahun 1912 ramai2-nya pergerakan SI (Sarekat Islam) di Surabaya
dan terkenalnya Ki Ngabei Soerodiwiryo dikalangan rakyat terpelajar,
terutama pencak silatnya. Pula pernah berani melempar seorang pelaut
Belanda di sungai Kali Mas, maka polisi belanda (bagian PID-nya) menaruh
curiga terhadap Ki Ngabei Soerodiwiryo sebagai alat negara penjajahan.
Kecurigaan ini dimengerti oleh Ki Ngabei Soerodiwiryo. Oleh karena
perasaan tidak tentram, maka beliau minta berhenti dari dinas kepolisian
dan pergi ke Tegal atas petunjuk RM Apuk. Di Tegal beliau membantu
pamannya Sdr. Apuk yang menjadi opzichter Irigasi. Setelah 2 tahun Ki
Ngabei Soerodiwiryo tinggal di Tegal dan tidak mendapatkan pekerjaan
yang tetap, maka beliau menerima surat dari STK Surabaya yang meminta
supaya beliau pulang saja ke Surabaya dan akan dicarikan pekerjaan pada
Jawatan Kereta Api.
Pada tahun 1914 Ki Ngabei Soerodiwiryo pulang ke Surabaya; beliau
mendapat pekerjaan pada DKA di Kalimas. STK tambah lagi keluarganya.
Dalam tahun 1914 itu timbulnya perang dunia pertama. Belanda menyiapkan
angkatan perangnya. Barisan2 tiap hari menuju ke pangkalan laut Ujung
(Penyusun Buku ini pada tahun 1914 berada di Surabaya hingga tahun
1918). Tetapi tidak tahu tentang adanya STK. Dalam keadaan demikian
Belanda tentu sangat waspada terhadap gerakan2 penduduk. Dengan tidak
mengetahui jelas apa sebabnya, maka pada tahun 1915 Ki Ngabei
Soerodiwiryo dipindahkan ke bengkel DKA kota MADIUN. Beliau mula2
bertempat tinggal di kampung Prajuritan. Beliau tidak bisa terlalu lama
tidak bermain pencak silat. Maka beliau mulai mengajar pencak silat
kepada orang2 yang memang menginginkannya. Mula2 tidak memakai syarat2
pencalonan. Tetapi harus berjanji dan sumpah beserta membawa syarat2 :
kain putih, sirih, kemenyan dan uang ketengan sejumlah 15 buah, pula
uang bernilai 12 “uang”.
Pada permulaan tahun 1917 banyak saudara2 dari bengkel KA dan pegawai
Topografische dienst (brigade) minta pelajaran pencak silat, maka
dibentuk persaudaraan oleh Ki Ngabei Soerodiwiryo yang diberi nama:
“JOYO GENDILO CIPTO MULYO” atas persetujuan para keluarga persaudaraan.
Sebelum saudara2 ini diterima menjadi keluarga persaudaraan, mereka
tidak mengira bajwa Ki Ngabei Soerodiwiryo akan memberi juga ilmu
kebathinan disamping memberi pelajaran pencak silat.
Ilmu kebathinan yang diberikan adalah sesuai dengan pemberian
pelajaran pencak silat sebagai alat pembelaan diri. Artinya bukan hanya
ilmu mengelakkan bahaya secara lahir, tetapi juga secara bathin. Tidak
lama Ki Ngabei Soerodiwiryo berumah di kampung Prajuritan, lalu pindah
ke WINONGO.
Ketika pada tahun 1917 di Madiun diadakan pasar malam, untuk pertama
kali Persaudaraan JOYO GENDILO CIPTO MULYO diminta oleh panitia Pasar
Malam untuk memberikan sumbangan permainan pencak silat di pasar malam
itu. Di Pasar Malam dipasang papan nama “JOYO GENDILO CIPTO MULYO”, yang
dibuat oleh Sdr.2 Ramelan cs. Baru pertama kali ini permainan pencak
silat diperlihatkan dalam pasar malam di alun-alun Madiun. Para pemain
memperlihatkan gerakan2 aliran Minangkabau yang menarik dengan serangan2
kaki yang hebat2 dan elakane yang tepat secara sungguh sungguh.
Sehabis pasar malam itu pencak silat Soerodiwiryo Winongo terkenal luas, tidak hanya dalam kota Madiun, tetapi sampai ke luar karesidenan Madiun. Banyak saudara2 pegawai dan para siswa OSVIA dan MULO yang minta masuk Persaudaraan. Atas pertimbangan para saudara, nama JOYO GENDILO CIPTO MULYO diganti dengan PERSAUDARAAN SETYA HATI, dengan singkatan SH. Ini disesuaikan dengan maksud dan tujuan ilmu kebathinan yang suci dan yang diperlengkapi dengan pelajaran pencak silat.
Latihan2 diadakan di rumah Ki Ngabei Soerodiwiryo tiap hari Minggu
pagi sampai siang. Ki Ngabei Soerodiwiryo waktu itu baru berusia 41
(empat puluh satu) tahun. Beliau memberikan pelajaran2 dengan tidak
merasa lelah, berganti ganti memberikan pelajaran jurus dengan
pecahannya kepada saudara2 baru, memberi pelajaran “jalan” kepada
saudara2 yang sudah menyelesaikan pelajaran jurusnya, yaitu pelajaran
memindah-mindahkan tegak2 (stand) jurus yang satu ke tegak2 jurus yang
lain. Memberi pelajaran “jalan” atau “langkah” tidak bisa dilakukan
lebih dari seorang berganti-ganti. Saudara2 yang sudah mendapat
pelajaran “jalan” atau “langkah”, baru mereka diberi pelajaran
bersambung silat, orang melawan seorang.
Belajar bersambung silat mempergunakan hatsil dari pelajaran jurus
dan pelajaran “langkah”, atau jalan yang masih bersifat meniru jalan
langkah kaki dan gerakan2 tangan si pengajar. Pelajaran bersambung
silat, masing2 harus mencari akal sendiri menurut kepandaian jurus dan
memindah-mindahkannya dengan melihat sikap tegak (stand) lawan.
Jadi pelajaran pencak silat SH ada 3 (tiga) pokok pelajaran, yaitu:
1. Pelajaran 35 jurus yang masing2 terdiri atas beberapa tegak (stand).
2. Pelajaran emmindah-mindahkan tegak2 dari suatu jurus ke tegak2 jurus lain.
3. Pelajaran bersambung silat.
1. Pelajaran 35 jurus yang masing2 terdiri atas beberapa tegak (stand).
2. Pelajaran emmindah-mindahkan tegak2 dari suatu jurus ke tegak2 jurus lain.
3. Pelajaran bersambung silat.
Dari keterangan-keterangan tersebut di atas dapat diterangkan tafsiran untuk istilah 2 pencak dan silat atau bersilat.
Pencak silat ialah gerakan2 yang dapat ditiru, ditulis, maupun digambar, mitsalnya orang yang sedang melakukan jurus dapat ditulis dan digambar. Begitupun mencapur jurus yaitu meindah-mindahkan tegak2 jurus yang lain. Kedua macam pelajaran tersebut (1 dan 2) dapat ditiru, ditulis, dan digambar, bahkan dapat digunakan berolahraga perorangan ataupun secara massaal.
Siat ialah gerakan2 pertandingan atau perkelahhian yang dilakukan
dari hatsil tiruan2 pelajaran pecahan jurus dan pelajaran memindahkan
tegak2 jurus, tetapi tidak dapat ditulis atau digambar untuk
dipelajarkan. Pelajaran silat dapat diberikan secara teori dengan lisan,
tetapi cara mempraktekkannya tergantung pada pelajarnya.
Untuk dapat mahir pencak silat, pelajar harus mempunyai syarat2 sebagai berikut:
Untuk dapat mahir pencak silat, pelajar harus mempunyai syarat2 sebagai berikut:
1. Bakat
2. Kecakapan berpikir cepat.
3. Berani sakit dalam berlatih.
4. Kesehatan baik.
5. Berlatih terus menerus dengan hati jujur.
Perkembanagn pencak silat SH menjadi lebih pesat karena datangnya permintaan menjadi saudara SH dari Surabaya, Malang, Kediri, Semarang, Solo, dll. kota besar dan kecil.
Di Madiunpun seperti di Surabaya terjadi tukar menukar kepandaian
pencak silat SH dengan pendekar dan perorangan, yang terang ialah
bernmaksud mencoba secara damai seberapa mutu silat SH itu.
Seorang pendekar pernah bertanding secara damai dengan almarhum Sdr.
Munaji. Pertandingan dilakukan di Ngawi. Pendekar itu dapat ditundukkan
oleh Sdr. Munaji, lalu menjadi sahabat dan berjanji tidak akan
mencoba-coba sdr. SH.
Seorang pemuda yang berbadan kuat (BOXER) pandai main silat dan berilmu kebathinan, datang di tempat latihan WINONGO; minta kepada Ki Ngabei Soerodiwiryo supaya diperbolehkan bertanding dengan seorang dari SH yang dikehendakinya. Pemuda itu memilih Sdr, R.m. Moestejo. Mengapa ia memilih Sdr, R.m. Moestejo, karena beliau terkenal di kalangan murid2 OSVIA sebagai gembongnya OSVIA. (sekolah pamong praja).
Seperti biasanya Ki Ngabei Soerodiwiryo jikalau ada orang mencoba,
supaya Sdr. dari SH mengemong terlebih dulu. Begitulah Sdr. R.M Moestejo
dipesannya. Pertandingan terjadi dengan sengit. Segala serangan dari
pemuda itu dapat dielakkan oleh Sdr. R.M. Moestejo. Tetapi serangan2
terus dilakukan sehingga Sdr. Moestejo kepepet. Oleh karena itu Sdr.
Moestejo tidak lagi ngemong dan mambalas menyerang dengan sekali saja
tendangan, maka pemuda itu jatuh.
Pertandingan selesai dan dengan agak malu pemuda itu minta diri kepada Ki Ngabei Soerodiwiryo dan sdr/.2 lainnya.
Sdr. Moestejo juga pernah dicoba oleh seorang pendekar asal pasundan. Percobaan ini dilakukan atas undangan supaya sdr.2 SH datang dirumahnya. Ki Ngabei Soerodiwiryo datang dengan beberapa orang sdr. SH diantaranya sdr. Moestejo. Seperti biasa Ki Ngabei Soerodiwiryo menyuruh pendekar itu memilih lawannya. Pendekar memilih sdr. Moestejo sebagai lawannya. Pertadingan terjadi dengan sengit. Waktu sdr. Moestejo mengelakkan pukulan dan tendangan lawan, badannya merasa lemas sebentar. Tetapi sdr. Moestejo segera ingat dan kuat kembali, lalu segera membalas menyerang dengan pukulan dan tendangan begitu hebat, sehingga pendekar itu jatuh dan tidak dapat menyerang lagi. Pendekar itu minta pertandingan dihentikan.
Setelah pencak silat SH untuk pertama kali dipertunjukkan di Pasar
Malam tahun 1917, maka tiap hampir ada pasar malam, Panitya pasar malam
minta sokongan pencak silat SH dan selalu disetujui oleh sdr.2 SH; dasar
sdr.2 SH masih senang2-nya memperlihatkan permainannya. Sering pula
sdr. SH Madiun melawat ke lain daerah atas undangan sdr. SH pada suatu
resepsi atau lain2 keperluan.
Sesudah tahun 1930 panitya pasar malam mulai menyelenggarakan
perlombaan2 pertandingan (kongkurs) pencak silat untuk merebut kejuaraan
pasar malam. Selain di kota Madiun dalam pasar malam di kota lainpun
diadakan perebutan kejuaraan pencak silat SH mengambil bagian dan selalu
mendapat juara nomor satu. Jikalau ada suatu pasar malam dimana pencak
silat SH (Winongo) tidak ambil bagian, maka pencak silat yang memakai
kata SH pada nama perkumpulannya dan ambil bagian dalam perlombaan itu,
itulah yang mendapat nilai terbaik.
Setelah beberapa kali ternyata selalu mendapat nilai terbaik dalam
perlombaan2 yang diadakan di Malang dan lain kota, maka timbul suatu
pikiran dari Ki Ngabei Soerodiwiryo supaya sdr.2 SH jangan lagi ambil
bagian dalan perlombaan aliran melawan aliran lain, seorang lawan
seorang, maupun yang bersifat demonstrasie.
Apakah kiranya ini akan dipegang teguh oleh sdr.2 SH generasi baru,
sejarah SH selanjutnya yang akan menentukan. Sesudah Ki Ngabei
Soerodiwiryo beberapa lama bertempat tinggal di Madiun dan persaudaraan
SH sudah meluas ke beberapa daerah, maka untuk mempererat tali
persaudaraan, diadakan peringatan hari ulang tahun persaudaraan SH,
dijatuhkan pada tiap bulan ASYURA.
Begitupun di daerah lain, daerah2 kecil, juga mengadakan peringatan
ulang tahun (Syura) disamping daerah2 itu mengutus beberapa sdr. SH ikut
meramaikan peringatan sentral di WINONGO Madiun. Peringatan Syura sudah
menjadi tradisi persaudaraan SH.
Peringatan Syura secara sentral ini dianggap penting artinya, karena
suatu kesempatan bertemunya sdr.2 SH dari daerah2 besar maupun kecil
dengan Ki Ngabei Soerodiwiryo dan ibu yang sudah dianggapnya sebagai
orang tuanya sendiri. Pula bertemunya sdr.2 dari daerah2 itu dengan
sdr.2 dari Madiun yang menjadi saksi2 waktu sdr.2 dari daerah itu datang
di Madiun untuk diterima menjadi sdr.2 SH dan sama-sama memikul SUMPAH
atau JANJI yang sama pula.
Begitulah menjadi kebanggan sdr.2 SH karena janji dan sumpah SH
ternyata dapat mempererat tali persaudaraan satu dengan lain2 sdr.2 SH,
hingga persaudaraan SH sejak berdrinya tahun 1903 sampai buku ini
ditulis dan disyahkan pada peringatan Syura ulang tahun ke-59 tidak atau
belum pernah putus atau bubar.
Berhubung dengan salah satu janji SH yang mengharuskan sdr. SH jaga
menjaga terhadap sesama sdr. SH yang baik lahir dan bathinnya di dunia
sampai achirat, maka persaudaraan SH mempunyai semboyan “BISA MASUK
TETAPI TIDAK BISA KELUAR”.
Lain dari pada janji dan sumpah itu memang apa yang diajarkan oleh Ki
Ngabei Soerodiwiryo kepada sdr. SH, oleh sdr. SH dianggap bermanfaat
dan cukup sebagai bekal hidupnya untuk keselamatan di dunia sampi
achirat, mengenai pelajaran lahir maupun bathin.
Oleh karena persaudaraan SH tidak menggolongkan diri sebagai satu
organisasi dan tidak mendaftarkan kepada pemerintah, tidak mempunyai
anggaran dasar dan tidak mempunyai buku anggauta, maka pernyataan MASUK
dan KELUAR tidak ada pembukuannya.
Pemerintah jajahan dan Republik Indonesia mengetahui bahwa
pesaudaraan SH tidak mempunyai tuntutan apapun; politiek, ekonomie,
maupun sosial kepada pemerintah atau kepada majikan2 dan masyarakat.
Persaudaraan hanya mempunyai tuntutan kepada diri sendiri masing2 sdr.
SH sanksi lahir wujud schorsing atau pemecatan tidak perlu ada.
Pelanggaran terserah pada diri masing2 mereka.
Sdr.2 SH hanya berkewajiban memberi peringatan kepada sdr. yang terlihat melanggar. Jikalau peringatan2 diabaikan, maka akibatnya menjadi tanggung jawab sendiri.
Persaudaraan SH mendapat maksud dan tujuannya seharusnya berdiri netral. Walaupun keluarganya menganut bermacam-macam aliran politiek.
Pada tahun 1930 bahkan sebelumnya, pernah terjadi pemisahan2 oleh
beberapa sdr. SH. Dinyatakan keluar tidak pad tempatnya, karena mereka
berjanji dengan sumpah di dunia sampai achirat. Pemisahan2 ada yang
dibicarakan lebih dulu di Winongo ada pula yang secara diam diam dan
memberi pelajaran pencak silat kepada orang2 bukan saudara. Sebaliknya
kalau mereka itu mencantumkan kata “SH” pada nama alirannya, maka mereka
ikut menjaga nama baik penciptanya dengan cara meninggikan mutu pencak
silatnya dan rasa persaudaraan seperti contohnya.
Setelah persaudaraan SH terkenal si seluruh tanah air, maka hari
kesedihan bagi kalangan SH telah tiba, yaitu waktu wafatnya Ki Ngabei
Soerodiwiryo pada hari Jumaat Legi tanggal 10 Nopember 1944 dalam usia
68 tahun.
Setelah wafatnya Ki Ngabei Soerodiwiryo timbul pikiran dalam kalangan persaudaraan SH siapa siapa antara saudara SH yang sudah mendapat wewenang menerima sdr.2 SH baru, yaitu yang sudah menerima ilmu kebathinan tingkat 3(tiga) (derde trap), tetapi yang juga dapat memimpin persaudaraan dalam segala hal, mempunyai kewibawaan, memberikan pelajaran pencak silat secukupnya.
Pertimbangan2 untuk mendapatkan seorang saudara guna memimpin
persaudaraan SH seperti cara2 almarhum Ki Ngabei Soerodiwiryo hingga
kini belum didapat. Oleh karena banyak permintaan untuk masuk menjadi
sdr. SH masih ditunda pelaksanaannya, maka yang dianggap perlu ialah
soal penerimaan sdr.2 SH baru.
Dalam satu musyawarah Syuran di Winongo telah diputuskan menerima
kesanggupan dari beberapa sdr. SH 3de trappers (tingkat ke-tiga) untuk
bertugas melakukan upacara penerimaan sdr.2 baru. Menurut keputusan,
upacara penerimaan harus dilakukan di Winongo Madiun, karena keharusan
sebelum calon diterima, harus berziarah ke makam Ki Ngabei Soerodiwiryo
terlebih dulu.
Walaupun menurut keputusan para calon sdr. SH yang berada di luar
Madiun boleh menunjuk dan minta diterima oleh sdr. 3de trappers di
tempatnya masing masing, tetapi toh upacaranya harus dilakukan di
Winongo Madiun, maka pelaksanaan keinginan calon itu menjadi sukar dan
menambah biaya.
Oleh karena di Madiun ada seorang sdr. SH yang menyanggupkan diri
untuk melakukan upacara penerimaan sdr. SH baru, maka permintaan menjadi
sdr. SH langsung ditujukan ke badan musyawarah di Madiun dengan
melewati badan Pertimbangan setempat yang menyertakan pertimbangannya.
Badan Musyawarah Persaudaraan SH Madiun membicarakan hal ini dengan
saran sdr. berwenang, penerimaannya ditetapkan harinya, lalu jawaban
dikirim kembali kepada Badan Pertimbangan setempat, selanjutnya
dikabarkan kepada calon yang berkepentingan untuk menyiapkan
keberangkatannya ke Madiun.
Putusan tersebut di atas yang mengenai upacara penerimaan sdr. SH
harus di Madiun, sekarang sudah terasa tidak praktisnya demi kepentingan
kelancaran perkembangan persaudaraan SH, terutama bagi calon2 yang
jarak temapt tinggalnya jauh dari kota Madiun.
Putusan lain cara yang praktis sedang dalam pemikiran, mudah2-an
waktunya akan segera tiba mendapatkan putusan yang sesuai kemajuan
zamannya, mengingat pelajaran2 yang dianut oleh sdr. Dari persaudaraan
SH sangat dibutuhkan oleh para pemuda yang tersebar di seluruh
nusantara, antaranya anak-cucu dari sdr.2 SH sendiri.
Tokoh Setia Hati
Buku peringatan ini disusun dari sumbangan2 keterangan beberapa sdr.
SH secara tertulis dan secara lisan yang mereka dapat mendengar dari
cerita alm. Ki Ngabei Soerodiwiryo sendiri dan pula dari pengalaman2
sdr.2 SH selama mereka menjadi keluarga persaudaraan Setya Hati.
Adapun nama2 sdr.2 SH tersebut adalah:
Adapun nama2 sdr.2 SH tersebut adalah:
1. Sdr. Erlan – Bojonegoro (familie alm) 7. Soejono – Malang
2. Sdr. Noto Kasipu – Malang 8. Samsir – Malang
3. Sdr. Ramelan – Malang 9. Samsi – Magetan
4. Sdr. Moestejo – Malang 10. S. Hadisoebroto – Madiun
5. Soemarsono – Malang 11. Roeslan Ws. – Madiun
6. Soediman – Malang
2. Sdr. Noto Kasipu – Malang 8. Samsir – Malang
3. Sdr. Ramelan – Malang 9. Samsi – Magetan
4. Sdr. Moestejo – Malang 10. S. Hadisoebroto – Madiun
5. Soemarsono – Malang 11. Roeslan Ws. – Madiun
6. Soediman – Malang