Sebelum melihat jauh kedepan mengenai perkembangan Persaudaraan Setia
Hati Terate sekarang ini, kita ingatkan julukan : “PENDHITA WESI
KUNING”. Siapa kah Pendhita Wesi Kuning itu? Ia dikenal seorang yang
berdedikasi tinggi, dalam kamus hidupnya tidak ada kata menyerah dalam
menghadapi tantangan. Pola hidupnya sederhana meskipun ia sendiri
dilahirkan dari keluarga yang bermartabat, penerus trah kusumah
rembesing madu amaratapa wijiling handanawarih. Kiatnya “Sepiro
gedhening Sengsoro Yen Tinompo Amung dadi Cobo” dan kiat itu dihayatinya
dijabarkan dalam lakunya sampai akhir hayatnya.
Ia teguh dalam pendiriannya yakni mengabdi pada sesama maka
orang-orangpun memberi julukan “PENDHITA WESI KUNING” (konon julukan ini
mengacu pada warna wesi kuning sebagai senjata kedewataan yang
melambangkan ketegaran, kesaktian, kewibawaan sekaligus keluhuran).
Ketika ia di tanya, siapakah orang yang paling dicintainya di dunia ini
?. ia akan menjawab dengan tegas “IBU “. Dan ketika ia di tanya
organisasi apakah yang paling ia cintai selama di dunia ini ?. maka ia
pun akan mengatakan PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE.
Dua jawabpan di atas, pertanyaan yang mengacu pada kedalaman rasa
itu, telah di buktikan tidak hanya ucapan belaka tetapi dengan kerja
nyata. Hampir sepanjang hidupnya waktu, tenaga, pikiran dan jiwanya
dipersembahkan demi baktinya kepada keduanya itu. Yakni ibu, seorang
yang telah berjasa atas keberadaan di dunia ini, dan persaudaraan setia
hati terate sebuah organisasi tempat menemukan jati diri, sekaligus
ajang darma baktinya dalam rangka mengabdi kepada sesama. Dialah RADEN
MAS IMAM KOESOEPANGAT. Putra ketiga dari pendawa lima. Yang lahir dari
garba : Raden Ayu Koesmiyatoen dengan RM AMBAR KOESSENSI. Bertepatan
pada hari jum`at pahig tanggal 18 november 1938, di Madiun kakek beliau
(Kanjeng Pangeran Ronggo Ario Koesnoningrat) adalah bupati Madiun VI dan
neneknya (Djuwito) atau (RA Pangeran Ronggo Ario Koesnoningrat),
merupakan figur yang di segani pada saat itu.
Menurut keterangan dari pihak keluarganya, trah Kanjeng Pangeran
Ronggo Ario Koesodiningrat selain di kenal sebagai penerus darah biru
juga dikenal sebagai bangsawan yang suka bertapa brata satu laku untuk
mencari hakikat hidup dengan jalan meninggalkan larangan-larangan Tuhan
Yang Maha Esa serta membentengi diri dari pengaruh keduniawian. Bakat
alam yang mengalir dalam darah kakeknya ini , di kemudian hari menitis
ke dalam jiwa RM IMAM KOESOEPANGAT. Dan mengantarkan menjadi seorang
Pendekar yang punya Kharisma dan di segani sampai ia sendiri di juluki.
“Pandhita Wesi Kuning”.
Masa Kecil
Masa kecil RM IMAM KOESOEPANGAT di lalui dengan penuh suka dan duka,
ia seperti hal nya saudara-saudara kandungnya (RM Imam Koesoenarto dan
RM Imam Koesenomihardjo, dan RM Koesenomihardjo kakak serta RM Imam
Koeskartono dan RM Abdullah Koesnowidjodjo,adik) hidup dalam asuhan
kedua orang tuanya, menempati tempat tinggal kakeknya di lingkungan
kabupaten Madiun . (menurut sumber terate) semasa kecilnya, RM Imam
Koesoepangat belum menunjukan kelebihan yang cukup berararti. Di
sekolahnya (SD latihan duru satu : sekarang SDN Indrakila Madiun) ia
bukan tergolong siswa yang paling menonjol, salah satu nilai lebih yang
di miliknya barangkali hanya karena keberanianya. Selain ia sendiri
sejak kecil sudah di kenal sebagai bocah yang jujur dan suka membela
serta suka menolong teman-teman sepermainanya.
Ketika berumur 13 tahun, semasa ia haus damba kasih dari ayahanda
nasib berbicara lain RM Ambar Koesensi (ayahanda tercinta) di panggil ke
Hadirat Tuhan yang maha Esa, tepatnya pada tanggal 15 maret 1951 ,
sewaktu ia masih duduk di kelas 5 SDN. RM Imam Koesoepangat kecilpun
seperti tercerabut dari dunia kana-kanaknya, sepeninggalnya orang yang
di cintainya itu sempat menggetarkan jiwanya. Namun kematian tetap
kematian tidak seorangpun mampu menolak kehadiranya. Begitu juga yang
terjadi pada RM Ambar Koesensie.
Hari-hari berikutnya RM Imam Koeseopangat diasuh langsung oleh ibunda
RA Koesmiatoen Ambar Koesmiatoen. Di waktu-waktu senggang ibunda sering
kali mendongeng tentang pahlawan-pahlawan yang dikenalnya dan tidak
lupa memberi petuah hidup. Berawal dari tatakrama pergaulan, tatakrama
menembah (bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa) sampai merambah pada
pengertian budi luhur dan mesubrata.
Masuk Persaudaraan Setia Hati Terate
Benih luhur yang di tanamkan ibundanya itu lambat laun ternyata mampu
mengendap dan mengakar di dalam jiwa RM Imam Soepangat, ia lebih akrab
dengan panggilan “ARIO” perhatianya terhadap nilai-nilai budi luhur kian
mekar bagai bak terate di tengah telaga. Semenjak kecil sudah menyukai
laku tirakat, seperti puasa dll sejalan dengan itu sikapnya mulai
berubah ia mulai bisa membawa diri menempatkan perasaan serta menyadari
keberadaannya. Gambaran seorang Ario kecil, sebagai bocah ingusan,
sedikit demi sedikit mulai di tinggalkannya.
Rasa keingintahuan terhadap berbagai pengetahuan terutama ilmu
kanuragan dan kebatinan yang menjadi idaman semenjak kecil kian hari
semakin membakar semangatnya. Melecut jiwanya untuk segera menemukan
jawabanya, barang kali terdorong oleh rasa keingintahuanya itulah ketika
umurnya bejalan enam belas tahun RM Imam Koeseopangat mulai mewujudkan
impianya. Di sela-sela kesibukanya sebagai siswa di SMP 2 Madiun, ia
mulai belajar pencak silat di bawah panji-panji Persaudaraan Setia Hati
terate. Kebetulan yang melatih saat itu adalah mas IRSAD (murid Ki
Hadjar Hardjo Oetomo) selang lima tahun kemudian 1959 setelah tamat dari
SMA Nasional Madiun ia berhasil menyelesaikan Pelajaran di Persaudaraan
Setia Hati Terate dan berhak menyandang gelar pendekar tingkat satu.