فَأَمَّا ٱلزَّبَدُ فَيَذۡهَبُ جُفَآءٗۖ
وَأَمَّا مَا يَنفَعُ ٱلنَّاسَ فَيَمۡكُثُ فِي ٱلۡأَرۡضِۚ كَذَٰلِكَ
يَضۡرِبُ ٱللَّهُ ٱلۡأَمۡثَالَ
“Adapun buih, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada gunanya,
tetapi yang bermanfaat bagi manusia akan tetap ada di bumi. Demikian
Allah membuat perumpamaan.” (QS. Ar-Ra’d [13]: 17)
Kancah perjuangan menegakkan dienullah laksana gelombang di lautan.
Ada masa-masa lautan mengalami pasang surut, ada masa lautan
bergelombang dahsyat disertai badai dan kadang pula lautan mengalami
masa-masa teduh. Itulah kancah perjuangan menegakkan dienullah. Ada di
antara pelakunya yang tetap bertahan dalam pasang surutnya gelombang,
namun tidak sedikit yang pada akhirnya muncul kepermukaan di atas
gelombang dan menjadi buih lalu terhempas ke tepian tanpa ada guna.
Proses penyaringan untuk memisahkan antara orang-orang yang beriman
secara jujur dan pendusta (munafik) telah terjadi sejak para Rasul
diutus untuk menyerukan dienullah. Kisah Nabi Musa ‘alaihissalam bersama
bani Israil adalah kisah yang paling banyak disebut secara berulang di
dalam Al-Qur’an. Di dalam kisah-kisah tersebut terdapat banyak dan
mengandung pesan bahwa perjalanan umat ini akan mengalami kemiripan
dengan sejarah bani Israil. Jika bani Israil mengalami banyak ujian
untuk memisahkan antara mereka yang jujur dengan yang dusta, maka hal
yang sama juga akan dialami oleh umat ini.
Jika kita memperhatikan kisah bani Israil di dalam Al-Qur’an maka
akan kita temukan banyak fitnah (ujian) yang menimpa mereka, di
antaranya:
-. Pembunuhan terhadap bayi laki-laki oleh Fir’aun dan bala tentaranya,
-. Pemenjaraan dan pembunuhan terhadap orang-orang yang beriman,
-. Ujian larangan pergi melaut (mencari ikan) pada hari sabtu,
-. Ujian berupa perintah penyembelihan sapi betina,
-. Pembunuhan terhadap para tukang sihir yang bertaubat dan beriman oleh Fir’aun dan bala tentaranya,
-. Pengejaran bani Israil dan Nabi Musa ‘alaihissalam oleh bala tentara Fir’aun,
-. Fitnah dengan munculnya Samiri yang membuat anak sapi dari emas yang bisa berbicara dan kemudian disembah,
-. Fitnah ulama jahat yang bernama Bul’am bin Baurah,
-. Perintah untuk berperang ketika memasuki Baitul Maqdis,
-. Ujian dengan diturunkannya makanan dari langit, dan lain-lain.
Dan ujian juga telah menimpa atas generasi Islam pertama yang
mendampingi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perjuangan.
Kerasnya ujian telah mereka alami sejak komunitas kaum muslimin pertama
terbentuk di Mekkah. Bagaimana kerasnya ujian yang menimpa mereka
digambarkan oleh Allah dalam firmanNya:
أَمۡ حَسِبۡتُمۡ أَن تَدۡخُلُواْ ٱلۡجَنَّةَ
وَلَمَّا يَأۡتِكُم مَّثَلُ ٱلَّذِينَ خَلَوۡاْ مِن قَبۡلِكُمۖ
مَّسَّتۡهُمُ ٱلۡبَأۡسَآءُ وَٱلضَّرَّآءُ وَزُلۡزِلُواْ حَتَّىٰ يَقُولَ
ٱلرَّسُولُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُۥ مَتَىٰ نَصۡرُ ٱللَّهِۗ أَلَآ
إِنَّ نَصۡرَ ٱللَّهِ قَرِيبٞ
“Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum
datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu
sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang
(dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman
bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah,
sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.” (QS. Al-Baqarah [2] : 214)
Kerasnya ujian yang dialami generasi pertama Islam berupa intimidasi
dari kaum kafir Quraisy, telah terjadi sejak masa dakwah secara
sembunyi-sembunyi. Dan semakin keras ketika memasuki masa dakwah secara
terang-terangan. Hingga akhirnya untuk menyelamatkan iman mereka, maka
hijrah meninggalkan negerinya ke Habasyah menjadi solusi ketika itu. Dan
kemudian disusul dengan perintah mewajibkan untuk berhijrah ke Madinah
ketika komunitas muslim yang kuat telah terbentuk di Madinah. Hijrah itu
sendiri adalah ujian bagi orang-orang beriman untuk membuktikan sejauh
mana kecintaan mereka terhadap dienullah.
Dan tatkala kaum muslimin telah mampu menegakkan Daulah Islam pertama
di Madinah, ujian tidak kunjung juga berhenti. Sebab kaum kafir tidak
menginginkan eksisnya komunitas muslim, apalagi memiliki sebuah negara
yang berdaulat. Maka ujian masih datang silih berganti, berupa
peperangan dengan kaum kafir dalam banyak medan laga. Dan peperangan itu
sendiri adalah ujian untuk memisahkan antara orang-orang yang beriman
dan kaum munafik yang berada dalam barisan kaum muslimin.
Bahkan generasi pertama kaum muslimin pernah mengalami masa-masa
genting dan kritis, yaitu ketika menghadapi pengeroyokan dari kaum kafir
dalam Perang Ahzab. Dan peperangan-peperangan setelahnya pun tak kalah
sengit dan tak kalah dahsyat. Dan setelah masa-masa genting dan sulit
terlewati, akhirnya kemenangan dan penaklukan besar diraih oleh kaum
muslimin. Futuh Mekkah menjadi kemenangan yang seakan menghapus duka
lara yang selama dua dekade menyesakkan dada-dada kaum muslimin.
Begitulah, hadiah indah selalu Allah berikan kepada para pemenang di
akhir ujian. Adapun para pecundang sudah lama hengkang dari gelanggang
perjuangan.
Apa yang pernah dialami oleh kaum beriman pada kurun waktu yang lalu
akan juga dialami oleh kaum beriman pada setiap kurun setelahnya. Ujian
yang sama pun akan dialami oleh kaum beriman pada akhir zaman. Bahkan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan dalam banyak
haditsnya, akan datangnya berbagai macam fitnah yang akan menimpa umat
pada akhir zaman. Sehingga setelah berlalu satu fitnah, akan disusul
fitnah selanjutnya, begitu seterusnya. Dan tatkala berlalu seluruh
fitnah, maka masa kejayaan dan keemasan Islam akan kembali melalui
tangan-tangan generasi tangguh dan pemenang.
Dan kita adalah umat yang hidup di akhir zaman, yang mana
potongan-potongan fitnah silih berganti bergulir di tengah kehidupan
kita. Belum berlalu sebuah fitnah sudah disusul dengan fitnah yang baru
yang tak kalah dahsyat. Saking gelapnya fitnah yang menerpa, tidak
sedikit orang yang sebelumnya melihat tiba-tiba menjadi buta seketika.
Sedang orang yang awalnya sudah rabun, kian buta matanya dari melihat
kebenaran.
Dan fitnah yang menimpa orang-orang yang beriman yang menempuh jalan
perjuangan tentu tidak sama dengan orang-orang Islam awam atau
kebanyakan. Ujian yang menimpa kaum beriman yang berada dalam barisan
perjuangan adalah sebagai tamhis (saringan) untuk membersihkan barisan
dari kaum munafik dan orang yang tidak bersungguh-sungguh dalam
perjuangan. Hal tersebut sebagaimana firmanNya:
مَّا كَانَ ٱللَّهُ لِيَذَرَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ عَلَىٰ مَآ أَنتُمۡ عَلَيۡهِ حَتَّىٰ يَمِيزَ ٱلۡخَبِيثَ مِنَ ٱلطَّيِّبِۗ
“Allah tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman sebagaimana
dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia membedakan yang buruk
dari yang baik…” (QS. Ali ‘Imran [3] : 179)
Ketetapan Allah di atas akan terus berlaku hingga kelompok terakhir
dari umat ini memerangi Al-Masih Dajjal dibawah kepemimpinan Isa bin
Maryam dan Al-Mahdi. Maka apa yang telah dicapai oleh umat ini, pada
kurun ini, dengan kembalinya Khilafah ‘ala Minhajjinnubuwah, bukan
menjadi akhir dari tamhis. Telah nyata bahwa sampai dengan kembalinya
Khilafah ini berbagai ujian telah menyaring setiap orang beriman dan
para penempuh jalan perjuangan secara khusus. Maka dengan ujian tersebut
telah dimuliakan mereka yang jujur oleh Allah dan telah dihempaskan
para pendusta menjadi buih yang tak memiliki arti.
Dalam rentang waktu perjalanan panjang, dari hancurnya kekhilafahan
terakhir di Andalusia hingga kembalinya Khilafah pada hari ini, berbagai
macam ujian pernah dialami oleh umat ini. Dan masa-masa sulit penuh
penderitaan dan kesulitan juga telah dialami oleh para pejuang, dan
hingga kini belum juga berakhir. Dalam waktu yang sangat panjang
tersebut hingga hari ini, para pejuang tauhid menjadi kelompok yang
sedikit dari yang sedikit dan dari yang sedikit. Ia bahkan menjadi
kelompok yang paling asing dari mereka yang terasing.
Lahirnya para pejuang pada zaman penuh fitnah ini ternyata melalui
proses yang penuh dengan ujian dan rintangan. Bahkan rintangan untuk
munculnya seorang pejuang tauhid bukan hanya dari makar kaum kafir,
namun juga dari mereka yang mengaku muslim. Selama kurun hampir sepuluh
dekade, salah satu pihak yang menjadi penghalang bangkitnya para pemuda
Islam untuk berjihad adalah para ulama su’. Mereka adalah para pendusta
yang berbaju ahli agama yang mencari makan dengan menjadikan agama
sebagai barang dagangan. (Baca tulisan saya yang berjudul: KETIKA SI MUNAFIK DIJADIKAN ULAMA).
Para ulama su’ inilah yang secara aktif menyebarkan syubhat dan
menyerukan manhaj sesat kepada kaum muslimin. Sehingga ajaran Islam yang
sampai kepada umat adalah ajaran yang telah dimanipulasi bahkan
dimodifikasi sesuai dengan hawa nafsu para ulama su’. Akhirnya ajaran
Islam yang sampai kepada kaum muslimin, bukan Islam seperti yang
difahami dan dipraktekkan oleh generasi Islam pertama yang merupakan
hasil kaderisasi dari Rasulullah.
Pokok ajaran Islam yaitu Tauhidullah dijauhkan pembahasannya dari
majelis-majelis ilmu. Jika pun dibahas, maka tak lebih dari sekadar
kulit-kulitnya saja dan sebatas wacana. Bukan pada bagaimana
mempraktekkan ajaran tauhid dalam kehidupan. Para ulama su’ dan
da’i-da’i yang tidak jujur menganggap bahwa pembahasan tauhid akan
menyebabkan terjadinya perpecahan di kalangan kaum muslimin. Padahal
problem utama yang menimpa umat ini adalah kejahilan mereka dalam
persoalan tauhid, sehingga kehidupan mereka bertentangan dengan ajaran
tauhid. Dan penyakit yang paling mewabah dan paling berbahaya yang
menjangkiti umat ini adalah syirik.
Para ulama su’ yang membawa manhaj sesat menipu umat dengan
mendakwahkan pemahaman tauhid yang menyelisihi pemahaman Salafus Ummah.
Namun para penganut manhaj Irja’ tersebut sekali lagi melakukan penipuan
dengan melabeli manhaj dakwahnya sebagai dakwah salaf. Dari kerusakan
dalam memahami tauhid, yang difahami oleh umat sebagai hasil dari
dakwahnya para ulama su’, berakibat pada kerusakan-kerusakan dalam
memahami persoalan furu’u dien. Maka bencana besar pun menimpa umat ini dalam persoalan dien dan dunia.
Salah satu dari fitnah yang disebarkan oleh ulama su’ kepada umat
ini, adalah menyebut para penguasa yang memberlakukan hukuman selain
hukum Islam sebagai pemimpin kaum muslimin yang wajib ditaati. Akibat
dari pemahaman demikian yang menyebar di kalangan pemuda Islam, maka
secara langsung menghalangi mereka dari berjihad untuk menegakkan
syariat Islam. Bahkan mereka akan turut bersama penguasa murtad tersebut
untuk memerangi para muwahidin yang berjihad menegakkan syariat Islam
dengan memerangi penguasa murtad. Para pemuda Islam yang tertipu itu pun
mengikuti ucapan-ucapan para ulama su’ yang menyebut para muwahidin dan
mujahidin sebagai kaum khawarij.
Syubhat lain yang dihembuskan oleh para ulama su’ adalah menyebutkan
bahwa jihad bisa dilakukan jika ada izin dari penguasa. Sementara
penguasa yang mereka maksud adalah penguasa yang memberlakukan hukum
selain hukum Islam. Maka bagaimana mungkin penguasa yang demikian akan
mengizinkan kaum muslimin untuk berjihad? Dengan dua syubhat yang sering
diulang-ulang oleh para ulama su’ dan para da’i pendusta, maka hal
tersebut cukup untuk menghalangi kaum muslimin dari berjihad di jalan
Allah.
Maka sesungguhnya para pemuda Islam yang hari ini meramaikan
kancah-kancah jihad yang ada di seluruh dunia, adalah para pemuda yang
selamat dari pemahaman sesat yang yang didakwahkan oleh para ulama su’.
Mereka adalah para pemuda yang mereguk kemurnian ajaran tauhid seperti
yang difahami oleh Salaful Ummah. Dan itu mereka dapatkan dari
pengajaran para ulama dan da’i yang menempuh manhaj istiqamah. Para
pemuda itu adalah buah dari dakwah tauhid dan dakwah manhaj yang lurus.
Sementara itu pada sisi yang lain, betapa banyak pemuda Islam yang
secara dzahir adalah orang-orang yang mencintai Islam dan berperilaku
hidup sesuai sunnah. Namun mereka menyia-nyiakan masa mudanya dengan
tidak mempergunakannya untuk berjihad. Padahal kesempatan untuk itu
terbentang. Tiada hal yang menghalangi mereka untuk berjihad kecuali
karena rusaknya manhaj mereka yang dibangun di atas syubhat-syubhat yang
rapuh. Mereka adalah hasil dari kaderisasi para ulama su’ dan para da’i
pendusta pengikut manhaj Irja’.
Yang lebih mengenaskan lagi adalah para pemuda yang mencintai Islam
dan mencintai perjuangan Islam, namun menempuh jalan kesesatan dan
kehinaan dalam perjuangannya. Mereka adalah para pemuda yang bernaung di
dalam partai-partai berlabel Islam, lalu menempuh jalan demokrasi yang
kafir dalam perjuangannya. Para pemuda tersebut hasil dari kaderisasi
manhaj bathil lagi syirik yang dibawa oleh Ikhwanul Muslimin (baca:
Musyrikin), yang salah satu tokohnya pada hari ini adalah Yusuf
Qardhawi.
Masa muda yang hanya sekali ini telah mereka sia-siakan karena mereka
telah tertipu oleh para ulama su’ dan da’i pendusta. Sungguh kasihan!
Padahal di antara mereka ada para pemuda yang sangat mencintai Islam.
Lihatlah akibat fitnah para ulama su’, ribuan bahkan jutaan para
pemuda Islam hanya menjadi buih yang tidak berguna! Masa muda dan
potensi mereka tidak memberikan sumbangsih apapun bagi perjuangan Islam
menuju kejayaan. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang menjadi batu
sandungan bagi laju kebangkitan dan kejayaan Islam.
Munculnya tandzim-tandzim yang mengusung manhaj bathil juga menjadi
fitnah yang menyia-nyiakan potensi umat Islam menuju kejayaaan. Rusaknya
manhaj dan jalan yang mereka tempuh membuat jutaan kaum muslimin hanya
menjadi buih yang tidak memberikan kontribusi apapun bagi kebangkitan
Islam. Lihatlah bagaimana Hizbut Tahrir yang memiliki jutaan pengikut
namun tidak pernah sekalipun ‘benderanya’ berkibar di tengah-tengah
Medan jihad. Perjuangan menegakkan Khilafah yang mereka kampanyekan
hanyalah isapan jempol. Sebab jalan yang mereka tempuh untuk
mewujudkannya adalah jalan kebathilan. Dan faktanya hari ini tatkala
Khilafah telah terwujud, mereka menjadi penentang dan batu sandungan
tegaknya Khilafah. Dan Hizbut Tahrir pun kini ternyata hanyalah gumpalan
buih yang tidak lama lagi akan terhempas ke tepian tanpa memiliki arti.
Para pemuda Islam yang selamat dari tipuan para ulama su’ dan dari
jerat tandzim-tandzim bathil, mereka itulah yang matanya secara terang
melihat kebenaran. Dan merekalah yang kemudian melangkahkan kakinya
dengan ringan ke medan-medan jihad. Ya, merekalah yang telah lulus
seleksi dan mendapat nominasi sebagai mujahid. Para pemuda inilah yang
menjadi pilar-pilar kebangkitan Islam pada hari ini.
Namun tergabungnya seorang hamba dalam barisan para mujahid bukan
menjadi akhir dari tamhis/penyaringan. Bahkan ujian dan fitnah yang
lebih besar akan menghadang untuk menyeleksi antara yang jujur dan yang
dusta, antara yang ikhlas dengan yang riya’, dan memisahkan antara yang
mukmin dan yang munafik. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
وَلَنَبۡلُوَنَّكُمۡ حَتَّىٰ نَعۡلَمَ ٱلۡمُجَٰهِدِينَ مِنكُمۡ وَٱلصَّٰبِرِينَ وَنَبۡلُوَاْ أَخۡبَارَكُمۡ
“Dan sungguh, Kami benar-benar akan menguji kamu sehingga Kami
mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar di antara
kamu; dan akan Kami uji perihal kamu.” (QS. Muhammad [47] : 31)
Dan telah diuji para mujahidin dari dulu hingga sekarang. Ada yang
diuji dengan musibah dalam perjuangan berupa penangkapan, pemenjaraan
dan pengusiran. Yang lainnya diuji dengan kemelaratan, luka-luka dalam
perjuangan dan keterasingan. Dan Allah telah menyelamatkan orang-orang
yang ikhlas dan bersabar dengan keistiqamahan dan keteguhan. Sementara
itu mereka yang tidak bersabar ataupun yang rusak niatnya akhirnya
terhempas dari perjuangan dan menjadi buih yang tidak berguna.
Tidak sedikit para mujahid yang diuji dengan kecintaan pada keluarga,
harta dunia, kemewahan dan ketenaran. Yang ikhlas dan teguh dalam
pendirian, Allah selamatkan dengan keistiqamahan dalam perjuangan. Namun
mereka yang lemah tekadnya dan kuat syahwatnya terhadap dunia, akhirnya
meninggalkan almamater mujahid dan menempuh jalan kehinaan. Sebab hanya
orang-orang yang kuat tekadnya dan kokoh kesabarannya yang akan menjadi
pemenang.
Meluruskan manhaj dengan mengulang terus pelajaran tauhid, menguatkan
tekad perjuangan dengan melaksanakan ketaatan membekali diri dengan
amal shaleh dan berperilaku sesuai sunnah, menjauhi kemaksiatan dan hal
yang sia-sia, senantiasa ikhlas dalam beramal dan tidak memisahkan diri
dari jama’ah kaum muslimin, adalah upaya-upaya yang harus ditempuh para
mujahidin agar bisa teguh dalam perjuangan. Sehingga semoga dengan semua
usaha tersebut Allah mengkaruniakan keistiqamahan dan keteguhan kepada
kita dalam perjuangan. Dan Allah memelihara kita dari menjadi buih yang
terhempas ke tepian tanpa memiliki arti.
Wallahu musta’an.