Tidak ada yang menghalalkan
Baitul Haram kecuali ahlinya, dan ahlinya adalah kaum muslimin. Apabila mereka
telah menghalalkannya, maka kehancuran akan menimpa mereka. Kemudian keluarlah
seorang laki-laki dari Habsyah yang bernama Dzu Suwaiqatain, lalu dia
menghancurkan Ka’bah, membongkar batu Ka’bah satu persatu, mengambil
perhiasannya, dan melepaskan kiswah (penutup)nya. Hal itu terjadi di akhir jaman,
ketika tidak tersisa seorang pun di muka bumi yang berkata, “Allah, Allah.”
Karena itulah Ka’bah tidak lagi diramaikan (dimakmurkan) setelah
penghancurannya, sebagaimana dijelaskan dalam berbagai hadits shahih.
Al-Imam Ahmad meriwayatkan dengan
sanadnya dari Sa’id bin Sam’an, dia berkata, “Aku mendengar Abu Hurairah mengabarkan kepada Abu Qatadah, bahwasanya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Seseorang dibai’at di
(tempat) antara Rukun Yamani dan Maqam Ibrahim, tidak akan ada yang
menghalalkan Baitul Haram kecuali kaum muslimin; apabila mereka telah
menghalalkannya, maka jangan ditanya tentang kehancuran orang Arab. Kemudian
datang orang Habasyah, lalu mereka menghancurkannya sehingga Ka’bah tidak
dimakmurkan lagi setelah itu untuk selamanya, dan merekalah yang mengeluarkan
simpanannya.” Musnad Ahmad (XV/35), syarah dan ta’liq Ahmad Syakir, beliau
berkata, “Sanadnya shahih.
Dan diriwayatkan dari ‘Abdullah
bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma, dia berkata,
“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Ka’bah akan
dihancurkan oleh Dzu Suwaqatain dari Habasyah (Ethopia), perhiasannya akan dilepas
dan kiswahnya akan dibuka. Seakan-akan aku melihatnya agak botak, agak bengkok
tulang betisnya, ia memukul Ka’bah dengan sekop dan cangkulnya.’” [HR.
Ahmad]
Imam Ahmad dan asy-Syaikhani
meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ka’bah
akan dihancurkan oleh Dzu Suwaiqatain dari Habasyah (Ethopia).” Musnad Ahmad
(XII/14-15) (no. 7053), syarah dan ta’liq Ahmad Syakir, dia berkata,
“Sanadnya shahih
Imam Ahmad dan al-Bukhari meriwayatkan
pula dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda: “Seakan-akan aku melihatnya; (berkulit) hitam,
kedua kakinya bengkok, ia melepaskan batunya satu persatu (maksudnya Ka’bah).” Musnad
Ahmad (XVIII/103) (no. 9394), syarah dan ta’liq Ahmad Syakir, disempurnakan
oleh Dr. Al-Husaini ‘Abdul Majid Hasyim, Shahiih al-Bukhari, kitab al-Hajj, bab
Hadmul Ka’bah (III/ 460, syarh al-Fath), dan Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa
Asyraathus Saa’ah (XVIII/35, Syarh an-Nawawi)
Al-Imam Ahmad meriwayatkan dari
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: ‘Di akhir jaman kelak
Dzu Suwaiqatain akan menguasai Ka’bah’” -(Abu Hurairah) berkata:- “Aku mengira bahwa beliau bersabda, ‘Lalu
dia menghancurkannya.’” Musnad Ahmad (III/315-316, no. 2010), syarh Ahmad
Syakir, dan Shahiih al-Bukhari, kitab al-Hajj bab Hadmul Ka’bah (III/460,
al-Fat-h).
Jika ada yang mengatakan,
“Sesungguhnya hadits-hadits ini bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala: “Dan apakah mereka tidak
memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah
suci yang aman…” [Al-‘Anka-buut: 67]
Dan Allah Ta’ala telah menjaga
Makkah dari serangan pasukan bergajah, pelakunya tidak bisa menghancurkan
Ka’bah, sementara saat itu Ka’bah belum menjadi kiblat, maka bagaimana bisa
orang-orang Habasyah menguasainya setelah menjadi kiblat bagi kaum muslimin?!
Jawaban untuk pertanyaan itu
bahwa hancurnya Ka’bah terjadi di akhir jaman menjelang datangnya Kiamat,
ketika di muka bumi tidak ada seorang pun yang berkata, “Allah, Allah.” Karena
itulah diungkapkan dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat
Ahmad, dari Sa’id bin Sam’an Radhiyallahu anhu:
“Tidak ada yang memakmurkannya
setelah itu selama-lamanya.”
Ia adalah tanah haram yang aman
sentosa selama penduduknya belum menghalalkannya. Sementara di dalam ayat sama
sekali tidak ada isyarat adanya keamanan untuk selamanya.
Peperangan di Makkah telah terjai
beberapa kali. Yang paling dahsyat adalah serangan dari al-Qaramithah pada abad
ke-4 Hijriyah, di mana mereka membunuh kaum muslimin di tempat thawaf, mencabut
Hajar Aswad dan memindahkannya ke negeri mereka, lalu mengembalikannya setelah
kurun waktu yang sangat lama. Walaupun demikian segala hal yang terjadi sama
sekali tidak bertentangan dengan ayat yang mulia, karena hal itu hanya terjadi
oleh tangan kaum muslimin dan orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada
mereka. Ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa Makkah
tidak akan dihalalkan kecuali oleh kaum muslimin. Maka, peristiwa itu terjadi
sesuai dengan apa yang dikabarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan
akan terjadi lagi di akhir jaman. Setelah itu, tidak akan pernah dimakmurkan
kembali hingga tidak tersisa seorang muslim pundi muka bumi.
Satu kelompok dari faham
Bathiniyyah, yaitu faham yang mengganti hukum syari’at dengan hukum bathin yang
menisbatkan diri kepada seseorang yang bernama Hamdan Qarmith, dari penduduk
Kufah. Kelompok yang keji ini memilik sejarah panjang yang penuh dengan
perbuatan yang sangat buruk, di antara yang paling besar adalah yang terjadi
pada tahun 317 H di mana mereka menyerang orang-orang yang melaksanakan manasik
haji pada hari Tarwiyah, merampas harta dan membunuh mereka. Mereka melakukan
pembunuhan terhadap orang-orang yang tengah melaksanakan haji di pusat Makkah
dan pelosoknya bahkan di dalam Masjidil Haram juga di dalam Ka’bah
meng-hancurkan kubah zamzam, mencabut pintu Ka’bah juga kiswahnya, mencabut
Hajar Aswad dan memindahkannya ke negeri mereka, bahkan Hajar Aswad tetap
berada pada mereka selama 22 tahun. Lihat kitab Fadhaa-ihul Baathiniyyah, karya
al-Ghazali (hal. 12-13), tahqiq ‘Abdurrahman Badawi, al-Bidaayah wan Nihaayah
(II/160-161), Risalaah al-Qaraamithah wa Aaraauhum al-I’tiqaadiyyah (hal.
222-223), karya Sulaiman as-Salumi, sebuah risalah muqaddimah untuk mendapatkan
gelar Magister dengan pengawasan Syaikh Muhammad al-Ghazali, pada tahun 1400 H.
Lihat Fat-hul Baari (III/461-462).