JENGISKAN
DAN HANCURNYA SEBUAH PERADABAN (Sebuah Analisis Sejarah) oleh DRS. BAHRUM
SALEH, M.AG.
Latar Belakang.
Ratusan ribu mayat tanpa kepala berserakan dan tumpang tindih memenuhi jalan-jalan, parit-parit dan lapangan-lapangan. Disekitarnya bangunan-bangunan megah dan indah banyak yang tinggal puing-puing dan rerontokan. Asap masih mengepul dari bangunan-bangunan yang dibakar. Tentara dari pangkat rendah sampai tinggi sibuk memenggal kepala ribuan manusia dan kemudian memisahkan kepala yang terpisah dari tubuhnya itu menurut kelompok: kepala wanita, anak-anak, orang tua, dipisahkan satu dari yang lain. Sungai Dajlah atau Tigris berubah menjadi hitam disebabkan tinta ribuan manuskrip yang dilempar ke dalamnya. Perpustakaan, rumah sakit, mesjid, madrasah, tempat pemandian dan rumah para bangsawan, toko dan rumah makan –semuanya dihancurkan.
Demikianlah,
kota yang selama beberapa abad menjadi pusat terbesar peradaban Islam itupun
musnah dalam sekejap mata. Setelah puas, pasukan penakluk itupun bersiap-siap
pergi tanpa penyesalan sedikitpun. Mereka kini hanya sibuk mengumpulkan
barang-barang jarahan yang berharga: timbunan perhiasan yang tak ternilai
harganya, berkilo-kilo batangan emas dan uang dinar, batu permata, intan berlian
– semua dimasukkan ke dalam ratusan karung dan kemudian diangkut dalam iringan
gerobak dan kereta yang sangat panjang.
Penyair
Sa’idi (1184 – 1291) pernah menyaksikan peristiwa serupa sebelumnya, yaitu di
kota Shiraz. Dia berhasil menyelamatkan diri dan merekam peristiwa yang dia
saksikan dalam sajaknya:
Maka langit pun mencurahkan
Hujan lebat darah ke atas bumi
Dan kebinasaan menyapu bersih
Kerajaan al-Mu’tasim, khalifah orang mukmin
Ya Muhammad ! Apabila hari pengadilan datang
Angkutlah kepala tuan dan lihat
Kesengsaraan umatmu ini !
Saksi
lain menulis para musisi dan penyanyi dipanggil agar bernyanyi dengan riang
gembira, sementara bangsawan-bangsawan kota diperintahkan merawat kuda-kuda
mereka. Kitab sal inan al-Qur’an yang tidak ternilai harganya dilempar dan
diinjak-injak. Juwalyni, seorang sejarawan abad ke-13, yang berhasil melarikan
diri dari Bukhara ketika kota itu diserang beberapa tahun sebelumnya, melihat bagaimana
kota kelahiran Imam Bukhari ahli hadis yang masyhur itu diratakan dengan tanah.
Tul is Juwayni: “Mereka datang, merusak, menghancurkan, membunuh, memperkosa
wanita muda, dan tua, menjarah harta, dan akhirnya pergi dengan tenang dan puas
hati.”
Demikian
gambaran sekilas kebengisan dan teror yang dilakukan tentara Mongol di lebih
separo daratan Asia dan Eropa Timur sejak awal hingga pertengahn abad ke-13 M.
Baghdad, Ibukota kekhalifahan Abbasiyah, mendapat gi l i ran agak akhir, pada
bulan Februari 1258 M. Serbuan kali ini dirancang dari Transoxania di Asia
Tengah dan dipimpin salah seorang cucu Jengis Khan yang tidak kalah bengis dari
kakeknya. Di antara catatan sejarah mengenai kebiadaban orang-orang Mongol
ialah catatan sejarawan terkemuka Ibnu ‘Athir (w. 1231 M) dan ahli Geografi
Yaqut al-Hamawi (w.1229 ). Menurut mereka, tokoh-tokoh muslim terkemuka, amir,
panglima perang, tabib, ulama, budayawan, ilmuan, cendekiawan, ahli ekonomi dan
politik, serta saudagar kaya – tewas dalam keadaan mengenaskan. Kepala mereka dipenggal,
dipisahkan dari badan, karena khawatir ada yang masih hidup dan berpura-pura
mati.
Timbul
pertanyaan: jenis manusia dan bangsa macam apakah orang-orang Mongol pada abad
ke-13 itu ? Mengapa mereka tiba-tiba muncul menjadi kekuatan yang menggemparkan
dunia beradab dan dapat menaklukkan wilayah yang sangat luas. Dari ujung timur
negeri Cina sampai ujung barat Polandia, dari batas utara Rusia hingga batas selatan
teluk Parsi – semua ditundukkan dan dikuasai hanya dalam waktu kurang lebih 40
tahun ?
1. Riwayar Jengis Khan
Untuk
mengenal watak suatu bangsa, dan kekuatan bangsa tersebut dalam kurun sejarah
tertentu, kita dapat bercermin pada pemimpinnya dan bagaimana pemimpin tersebut
menempa serta mengorganisasi bangsanya. Tokoh sentral bangsa Mongol pada abad ke-13
M adalah Jengis Khan serta anak cucunya yang perkasa seperti Ogotai, Batu,
Hulagu dan Kubilai Khan. Jengis telah berhasil mempimpin bangsa Mongol
menaklukkan daratan Asia yang menyebabkan keturunannya memerintah dan menguasai
negeri-negeri yang ditaklukkannya itu selama berabad-abad. Dialah yang menempa bangsa
Mongol menjadi bangsa yang tangguh, berani dan nekad.
Namanya
ketika kecil adalah Temujin. Ayahnya Yasugei, adalah seorang Khan (raja) yang
mengepalai 13 kelompok suku Borjigin, salah satu suku utama Mongol – Turk yang
paling berapi dan gagah perkasa. Sebagai Khan keci l, Yasugei tunduk kepada
Khan yang lebih tinggi, Utaq Khan. Ketika Temujin berusia 13 tahun terjadilah
perebutan kekuasaan dalam suku Borjigin. Ayahnya mati terbunuh disebabkan panah
beracun Dario salah seorang lawan politiknya. Karena masih muda, Temujin tidak
diakui sebagai penggantinya. Malahan keselamatan dirinya serta ibu dan
adik-adiknya terancam. Keluarga Yasugei melarikan diri dan mendapat perl
indungan salah seorang saudaranya dari suku Nainan. Pada tahun 1182 Temujin menjadi
remaja yang tangkas serta berani, dan berhasil mempersunting salah seorang
putri keluarga terkemuka suku itu, yaitu Bortai. Bortai mendampingi Temujin
sampai akhir hayat dan setia mengikuti suaminya ke daerah-daerah peperangan. Bakat
Temujin sebagai pemimpin telah kel ihatan pada waktu berusia 20 tahun. Segala
beluk ilmu perang dia pelajari, begitu pula ketangkasan menunggang kuda dan
penggunaan segala jenis senjata perang. Secara diam-diam mengumpulkan para
pengikut ayahnya dan melatih mereka dengan disiplin keras. Pada waktu yang
tepat diapun menyerang bekas lawan politik ayahnya dan berhasil merebut kembali
kedudukannya sebagai khan suku Borjigin. Tidak berapa lama setelah itu dia
berhasil pula menyatukan suku-suku Mongol dan Turk yang terpencar-pencar di
wilayah luas antara sungai Dzungaria dan Irtish.
Pada
tahun 1202 huraltai, majlis besar suku-suku Mongol, memberi pengakuan
kepada Temujin sebagai khan seluruh orang Mongol dengan gelar Jengis Khan.
Artinya raja diraja dan dalam bahasa Arab disebut Sayyid al-Mutlaq. Salah
satu faktor keberhasilan Jengis Khan ialah kebengisan dan kekejamannya dalam
memperlakukan lawan-lawan politik yang dikalahkannya. Apabila pihak lawan telah
ditundukkan, para pemimpinnya lantas ditangkap dan kemudian direbus hidup-hidup
dalam air panas yang sedang mendidih dalam belanga besar. Pengangkatannya
sebagai khan besar seluruh orang Mongol semakin memperkuat keyakinan dirinya
dan keyakinan bahwa pasukan tentaranya sangat kuat. Inilah yang mendorong
Jengis mulai berpikir bagaimana menaklukkan negeri-negeri disekitarnya yang
wilayahnya sangat luas dan makmur, seperti Cina, Khwarizmi di Asia tengah, Persia,
India, India utara serta Eropa Timur. Jengis mulai melatih lebih keras pasukan
tentaranya, dia merekrut sebanyak-banyaknya orang Mongol dari berbagai suku dan
mengorganisasikannya menjadi kekuatan militer yang besar.
Tentaranya
dilatih dengan disiplin keras. Teknik-teknik teror dan kekejaman yang canggih
juga diajarkan kepada mereka. Percobaan pertama untuk menguji keunggulan
tentaranya ialah dengan menyerbu Cina Utara yang dikuasai bangsa Kin. Alasan
penyerbuan cukup kuat: Bangsa Kin sering menyerang Mongol (Tartar) karena
menganggap mereka bangsa biadab. Dalam serangan itu sudah banyak pemimpin Mongol
dibunuh dengan cara yang kejam. Ratusan tahun orang Mongol menyimpan dendam
itu. Dalam serbuan yang dipimpin Temujin tentara Mongol dengan mudah sekali
dapat menundukkan Cina Utara. Penduduk dan pemimpin mereka dibunuh, kecuali orang
cerdik pandai, seniman, perajin, sastrawan, guru, ahli bahasa, rohaniawan,
dokter, ahli sejarah, dan pakar strategi perang. Mereka sangat penting untuk melatih
dan mendidik orang Mongol sehingga menjadi bangsa yang beradab.
Sebagai
tokoh besar lain, Jengis Khan mempunyai idola yang ikut membentuk kepribadian
dan arah cita-citanya. Idolanya ialah tokoh utama sebuah cerita rakyat Mongol
yang populer bernama Kutula Khan. Menurut cerita tersebut Kutula Khan bertubuh
besar. Suaranya bagaikan bunyi guruh dan guntur menyambar puncak gunung. Tangannya
yang kuat bagaikan beruang dengan mudah dapat mematahkan anak panah. Walau
udara dingin pada musim gugur dia dapat tidur dengan nyenyak dekat api
pendiangan tanpa pakai baju. Percikan api yang melukai tubuhnya tidak dia
pedulikan, seolah-oleh gigitan nyamuk saja. Dalam sehari ia makan seekor domba
dan satu guci susu.
Kepada
seorang jenderalnya Jengis bertanya pernah bertanya:” Apakah kebahagiaan
terbesar dalam hidup ini, menurut pendapatmu? “Jenderalnya menjawab: “Beburu
dimusim semi mengendarai seekor kuda yang tangkas dan bagus! “Bukan!” jawab Jengis
Khan. “Kebahagiaan terbesar ialah menaklukkan musuh, mengejar mereka sampai
tertangkap, kemudian merampas harta milik mereka, memandangi kerabat dekat
mereka meratap dan menjeritjerit, menunggangi kuda-kuda mereka, memeluk istri
dan anak-anak gadis mereka serta memperkosa mereka.”
Ogatai,
salah seorang putranya, mempraktekkan betul-betul apa yang dikatakan ayahnya.
Apabila Ogatai dan tentaranya berhasil menduduki kota, dia akan memerintahkan
ratusan gadis berbaris dan kemudian beberapa gadis paling cantik dipil ihnya
untuk dirinya. Yang agak cantik untuk jenderal-jenderalnya dan selebihnya untuk
prajurit-prajurit yang lebih rendah pangkatnya.
Amir
Khusraw, penyair Persia abad ke-13 yang melarikan diri dan tinggal di India,
memberi gambaran seperti berikut tentang orang-orang Mongol itu: “Mereka mengendarai
unta dan kuda dengan tangkas, tubuh mereka bagaikan besi, wajah membara,
tatapan muka garang, leher pendek, telinga lebar berbulu dan memakai
anting-anting, kul it kasar penuh kutu dan baunya amat tidak sedap.”
Penulis
lain mengatakan bahwa mereka seperti keturunan anjing saja, wajah rajanya
seperti binatang buas dan berkata bahwa Tuhan mencipta mereka dari api neraka.
“Sejarawan Ibn ‘Athir melaporkan ketika Bukhara diserbu, 30 ribu tentara
kerajaan Khwarizmi tidak berkutik mengahapi keganasan dan kebengisan mereka.
Juwayni sejarawan abad ke-13 yang lain, menulis dalam bukunya Tarikh-Ijehan Gusan:
“Jengis Khan naik ke atas mimbar masjid dan mengaku sebagai cemeti Tuhan yang
diutus untuk menghukum orang-orang yang penuh dosa.”
2. Perang dengan negeri Islam
Awal permusuhan dan peperangan dengan
negeri Islam bermula dari peristiwa tahun 1212 M. Pada suatu hari tiga orang
saudagar Bukhara bersama puluhan rombongannya tiba di wilayah Mongol dan menuju
ibukota Karakorum. Entah mengapa, orang-orang Mongol menangkap mereka dan
kemudian menyiksanya. Sedangkan barang dagangannya dirampas. Tidak lama setelah
peristiwa itu Jengis Khan mengirim 50 orang saudagar Mongol untuk membeli
barang dagangan di Bukhara. Atas perintah amir Bukhara Gayur Khan, mereka
ditangkap dan menghukum mati. Jengis sangat marah dan merancang menyerbu kerajaan
Khwarizmi dan negeri lain di Asia tengah. Penyerbuan itu baru terlaksana pada
tahun 1219, hanya sel isih tiga tahun setelah tentara Mongol menaklukkan
seluruh wilayah Cina.
Pada
tahun 1227 Jengis Khan meninggal dunia, sebelum seluruh wilayah Khwarizmi dan
Asia tengah, termasuk Afghanistan dan India utara, berhasil ditaklukkan. Dia
digantikan putranya Ogatai (1229 –1241). Dibawah pimpinannya semakin banyak
wilayah taklukan Mongol. Kekuasaan mereka mencapai Sungai Wolga dan Polandia.
Sebagian besar orang Mongol telah memeluk agama Budha, namun beberapa bangsawan
dan istri mereka ada yang memeluk agama Kristen. Pengganti Ogotai ialah Kuyuk
(1246 – 1249) dan Kuyuk digantikan oleh Mangu (1251-1264), putra sulung Tulul
dan Tulul ialah adik bungsu Ogotai.
Pada
masa kepemimpinan Mangu inilah konflik terjadi dalam keluarga Jengis Khan. Entah
apa sebabnya pada suatu hari Mangu menuduh Ogul Ghaimi, bekas permaisuri Ogatai
yang beragama Kristen, bermaksud menggulingkan kekuasaannya dan menghasut orang
Mongol yang
beragama
Budha melakukan makar. Ogul Ghaimi dihukum mati dan hampir semua keturunan
Ogotai dibunuh. Keputusan tersebut didukung oleh Kubilai Khan, yang telah
menjadi kaisar Cina, dan Hulagu. Cucu Ogotai, Kaidu yang menjadi panglima di
Subutai , tidak berhasil melaksanakan niatnya membalas dendam. Ia malah dipaksa
menyerahkan wilayah kemaharajaan Kara Kita (Xinjiang, Cina) kepada Mangu.
Begitulah sejak itu kekuasaan Mangu menjadi bertambah luas.
Sebenarnya
serangan terhadap Baghdad tidak pernah terpikirkan oleh Mangu, sebab di samping
tentara Abbasiyah masih dianggap kuat dan berbahaya, beberapa ulama yang
menjadi penasehat penguasa Mongol dapat meyakinkan bahaya serangan tersebut.
Menurut para ulama, bagaimanapun Khalifah al-Mu’tasim ialah pemimpin kaum muslimin
dan barang siapa yang menistanya pasti akan mendapat balasan setimpal dari
Tuhan. Penyerbuan ke Baghdad terjadi setelah Mangu memerintahkan Hulagu
membasmi istana benteng Alamut dan wilayah yang dikuasai orang-orang Assasin,
yaitu cabang dari sekte Isma’iliyah (Syi ’ah Imam Tujuh). Orang-orang Hassasin
sangat berbahaya karena sering merampok dan membunuh para saudagar, termasuk
saudagar Mongol.
Ketika
mendapat perintah saudaranya itu Jenderal Hulagu juga mendapat pesan khusus
dari istrinya Dokuz Khatun yang beragama Kristen. Dokuz Khatun mempunyai
hubungan dengan pemimpin pasukan perang salib yang sedang berperang dengan
tentara Islam merebut Yerusalem pada waktu itu, dan berkonspirasi dengan misionaris
Kristen untuk menghancurkan kaum Muslim. Dia meminta kepada suaminya agar
setelah menghancurkan benteng Alamut, yang membentang sepanjang pegunungan di
timur laut Iran dan Afghanistan segera menaklukkan Iran dan Iraq.
Demikianlah,
sebelum menaklukkan dan membasmi pengikut Hassasin di Alamut, Hulaghu dan
ribuan tentaranya berangkat dari Transoxiana disebelah utara Samarkand dan Bukhara.
Mula-mula ia menyerbu Merw, Rayya dan Nisyapur, kemudian Hamadan dan dari situ
berputar menuju dataran tinggi Marenda serta menghancurkan Istana Benteng
Alamut dan membinasakan ribuan pengikut Hassasin. Setelah itu pasukan Hulagu
menyerbu Azerbaijan dan Armenia, yang dengan mudah dapat ditaklukkannya.
Gerakan selanjutnya ialah ke Arah selatan memasuki wilayah al-Jazirah. Setelah beristirahat
agak lama dan mengatur strategi perang diantaranya mengirim mata-mata, pada
hari Minggu 4 Safar H (Februari 1258) pasukan Hulagu bergerak mendekati
Baghdad. Walaupun perlawanan yang diberikan oleh tentara Abbasiyah cukup
sengit, namun tidak begitu sukar bagi Hulagu untuk mengalahkan dan
menghancurkan mereka.
Catatan
yang cukup menarik tentang kekalahan tentara kaum Muslimin Baghdad itu terdapat
dalam buku Tarikh al-Islam (hlm. 206-207) karangan sejarawan terkenal abad
ke-13M Muhyiddin al-Khayyat: “Sejak bertahun-tahun lamanya telah timbul
pertentangan tajam antara pengikut Sunni dan Syi’ah, juga antara pengikut
mazhab Syafi’I dan Hanafi. Pertumpahan darah telah sering pula terjadi dalam pertikaian
yang timbul diantara golongan-golongan yang saling bertentangan itu. Pada saat
itu khalifah yang berkuasa ialah al-
Mu’tasim,
sedangkan wazirnya Muayyad al-Din al-Qami, seorang tokoh Syi’ah terkemuka.
Amir
Abu Bakar, putra khalifah, dan panglima Rukhnuddin al- Daudar sudah lama
menaruh dendam kepada wazir al-Qami. Pada suatu hari dia memerintahkan tentara
mengobrak-abrik tempat tinggal orang Syi’ah. Peristiwa ini oleh wazir dirasakan
sebagai pukulan hebat terhadap dirinya. Diam-diam dia berkorespondensi dengan
Hulagu dan mendorong panglima Mongol dari Transoxiana itu segera berangkat merebut
ibukota Baghdad.
Hulagu
pun datang dengan ribuan tentaranya pada bulan Safar 656H dan mengepung
Baghdad. Dengan persetujuan khalifah panglima al-Daudar membawa pasukan tentara
Baghdad untuk mengusir tentara Mongol. Tetapi malang tidak dapat dielakkan .
Pasukannya kalah telak dan dia sendiri gugur dengan kepala terpisah dari badan.
Sisa pasukannya menyelamatkan diri ke balik tembok ibukota yang kukuh dan
sebagian lagi melarikan diri ke Syiria.
Setelah
itu wazir al-Qami menemui Hulagu, dan atas persetujuan Khalifah al-Mu’tashim,
dilakukan perundingan dengannya. Wazir dan pengiringnya pulang ke dalam kota,
dan setelah terjadi kericuhan diapun berkata kepada khalifah: “Hulagu Khan
berjanji akan tetap menghormati dan Tuan sebagai khalifah, seperti mereka
mengakui Sultan Konya. Bahkan ia hendak mengawinkan seorang putrinya dengan
putra Tuanku, Amir Abu Bakar !”
Muhyiddin
al-Khayyat selanjutnya melaporkan bahwa khalifah al- Mu’tasim disertai seluruh
pembesar kerajaan dan hakim, serta keluarga mereka, berjumlah 3000 orang keluar
dari istana menemui Hulagu.
Pada
mulanya mereka disambut dengan ramah, tetapi tidak lama kemudian dibantai
habis. Wazir al-Qami dan keluarganya juga dibantai dengan cara lebih bengis.
Sebelum dibunuh wazir al-Qami dinista Hulagu, “Kamu pantas mendapat hukuman
berat karena berkhianat kepada orang yang telah memberimu kedudukan istimewa.”
Selama
40 hari pasukan Hulagu membunuh, menjarah, memperkosa wanita dan membakar.
Rumah-rumah ibadah dihancurkan. Bayi dalam gendongan dibantai bersama ibu
mereka. Wanita hamil ditusuk perutnya. Sejak saat itu pula kedaulatan dan
kekuasaan Mongol dinobatkan atau Bani Ilkhan berdiri kukuh di Persia (iran dan Iraq).
Hulagu Khan dinobatkan sebagai khan dan memilih Tabriz sebagai ibukota
kemaharajaannya. Hanya Mesir dan Syiria yang tidak dapat ditaklukkan karena
kuatnya pasukan kaum muslimin di situ.
3. Orang Mongol Memeluk Islam
Dalam
perjalanan sejarah suatu bangsa sering terjadi sesuatu yang musykil dan tidak
pernah terbayangkan. Orang Mongol yang dahulunya merupakan musuh dan seteru
sengit orang Islam, pada akhirnya tunduk kepada kepercayaan penduduk
negeri-negeri yang mereka taklukkan. Tidak lama setelah jatuhnya kota Baghdad
itu telah banyak bangsawan dan pemimpin Mongol secara diam-diam memeluk Islam.
Pada awal abad ke-14 , belum seratus tahun maklumat permusuhan terhadap umat
Islam diumumkan oleh founding father mereka Jengis Khan, sebagian besar orang
Mongol dinegeri kaum muslimin telah dirasuki agama Islam dan kebudayaan
masyarakatnya.
Namun
demikian, semua itu berjalan dalam proses yang berlikuliku. Sebelum
berbondong-bondong memeluk Islam mereka telah menjadi penganut Syamanisme dan
Budhisme yang fanatik. Usaha misionaris Kristen untuk mengkristenkan mereka
bahkan hampir berhasil lebih dari dua tiga kali. Beberapa pemimpin Mongol bahkan
telah menjalin kerja sama dan konspirasi dengan saja-raja Eropa dan pemimpin
perang pasukan Salib merekla di tanah suci Yerusalem. Di
antara
bentuk bentuk konspirasi itu ialah bersama-sama menghajar dan menghancurkan
negeri Islam.
Di
antara pemimpin Mongol pertama yang memeluk Islam ialah Barkha Khan
(1256-1266), cucu Jengis Khan dari putranya Juchi Khan, yang menguasai Eropa
timur dan tengah dan berkedudukan di Sarai, lembah Wolga. Dia dan para
pengikutnya memeluk Islam pada tahun 1260 berkat dakwah para ulama sufi yang
berada di daerah tersebut.
Pada
tahun itu juga Barkha mengirim ribuan tentaranya untuk membantu sultan Baybars
di Mesir yang sedang menghadapi serangan Hulagu Khan dan tentara Salib. Dalam
pertempuran di Ain Jalut pasukan Hulagu dapat dihancurkan. Sejak itu agama
Islam berkembang pesat di lembah Wolga dan orang-orang Mongol yang bermukim di wilayah
itu menyebut diri sebagai orang Kozak (Kystchak).
Adapun
keturunan Hulagu Khan sendiri menempuh jalan berliku sebelum memeluk Islam.
Ulama-ulama Islam juga tidak hanya bersaing dengan misionaris Kristen, tetapi
bersaing pula dengan sesama mereka, yaitu ulama mazhab Syafi’I dengan Hanafi
dan ulama Syi’ah.
Pada
mulanya usaha misionaris Kristen hampir berhasil. Pengganti Hulagu Khan , yaitu
Abagha (1265-1282) memeluk Kristen berkat bujukan ibunya Dokuz Khatun. Dalam
istananya banyak pendeta Kristen tinggal, diantaranya sebagai penasehat politik.
Pada tahun 1274, Abagha mengirim utusan khusus menghadiri Konsili Lyon. Dia
sering berkirim-kiriman surat dengan Raja Louis (1266-1270) dari Prancis dan raja
Charles I (1268-1285 ) dari Sicilia. Tetapi malang, putra Abagha, yang
menggantikan ayahnya dan sejak kecil telah memeluk agama Kristen, yaitu Tagudar
(1281-1284) menjelang dewasa memeluk Islam.
Dia
menyebut dirinya sebagai Sultan Muhammad Tagudar Khan. Namun karena tindakannya
memberi peluang terlalu besar bagi perkembangan Islam, dia diadukan oleh-tokoh
masyarakat Mongol kepada Kubilai Khan di Khanbalik, Cina. Perebutan kekuasaan
segera terjadi di bawah pimpinan Arghun, saudara kandung Tagudar. Dalam
peristiwa itu Tagudar mati terbunuh.
Setelah
naik tahta, Arghun (1284-1290 ) segera menyingkirkan pembesar-pembesar Islam
dari kedudukan penting mereka. Mereka digantikan oleh pembesar beragama Budha dan
Kristen. Pengganti Arghun, yaitu Baidu Khan (1293-1295) berbuat serupa. Namun
justru pada masa pemerintahan Baidu inilah terjadi peristiwa paling bersejarah.
Putranya yang menggantikan dia, Ghazan Khan (1295-1302), walaupun sejak kecil
dididik sebagai penganut Budhis yang fanatik, ketika naik tahta menyatakan
memeluk Islam.
Peristiwa
tersebut merupakan kemenangan besar Islam. Ghazan lahir pada tanggal 4 Desember
1271 M. Usianya ketika naik tahta belum genap berusia 24 tahun. Pada umur 10
tahun dia diangkat menjadi gubernur Khurasan. Pendamping dan penasehatnya ialah
Amir Nawruz, putra Arghhun Agha yang telah memerintah selama 39 tahundi bebertapa
provinsi Persia di bawah pengawasan langsung Jengis Khan dan penggantinya. Amir
Nawruz merupakan pembesar Mongol awal yang memeluk agama Islam secara
diam-diam. Atas usaha dialah Ghazan Khan memeluk agama Islam.
Ajakan
memeluk Islam itu berawal ketika Ghazan sedang berjuang merebut tahta kerajaan
dari saingan utamanya, Baidu. Amir Nawruz berkata, “Tuanku ! Berjanjilah,
apabila kelak Allah menganugerahkan kemenangan kepada Tuan, sebagai ucapan
syukur Anda mesti memeluk agama Islam !” Atas petunjuk dan nasihat Amir Nawruz
itulah Ghazan Khan berhasi l mengalahkan Baidu dan naik tahta pada tanggal 19
Juni 1295 (4 Sya’ban 644 H). Janjinya untuk memeluk Islam dipenuhi hari itu
juga. Bersama 10.000 orang Mongol lain, termasuk sejumlah pembesar dan jenderal
dia mengucapkan dua kalimah syahadat di hadapan Syekh Sadruddin Ibrahim, putra
tabib terkemuka al-Hamawi.
Setelah
empat bulan memerintah, Sultan Ghazan memerintahkan tentaranya menghancurkan
kuil Budha, gereja dan sinagor di seluruh kota Tabriz. D atasnya kemudian
dibangun kembali masjid dan madrasah, sebab di tempat yang sama itulah dahulu
Hulagu menghancurkan puluhan masdrasah dan masjid yang megah. Denman berbuat
demikian dia telah menebus dosa leluhurnya kepada kaum muslimin.
Menurut
Edward G. Browne (Literary History of Persia), Vol. II, 1956), dalam sejarah
Persia Sultan Ghazan merupakan raja Mongol pertama yang mencetak uang dinar
dengan inskripsi Islam. Syariat Islam kemudian kembali ditegakkan dan
undang-undang kerajaan diganti dengan undang-undang baru yang bernafas Islam.
Pada bulan November 1297 amir-amir Mongol mulai memakai jubahdan surban ala Persia,
dan membuang pakaian adat nenek moyangnya. Walaupun perubahan itu menyebabkan
banyak orang Mongol yang masih beragama Budha tidak puas, dan terus menerus
menyebarkan intrikintrik dan meletuskan sejumlah pemberontakan, namun
pemerintahan Ghazan relatif aman dan mantap. Reformasi lain yang dia lakukan
ialah pengurangan pajak dan penyusutan jumlah pelacuran dan lokasinya diseluruh
negeri.
Sultan
Ghazan wafat pada tanggal 17 Mei 1304 dalam usia 32 tahun disebabkan konspirasi
pol itik yang bertujuan mengangkat Alafrank, putra saudara sepupunya Gaykhatu,
sebagai raja Mongol beragama Budha. Kematiannya ditangisi diseluruh Persia. Dia
bukan hanya seorang negarawan muda yang bijak dan taat beribadah, tetapi juga
pelindung ilmu dan sastra. Dia menyukai seni, khususnya arsitektur, karejinan
dan ilmu alam. Dia mempelajari astronomi, kimia, mineralogy, metalurgi, dan
botani. Dia menguasai bahasa Persia, Arab, Cina Mandarin, Tibet, Hindi dan
Latin.
Penggantinya,
Uljaytu Khudabanda (1304-1316), meneruskan kebijakannya. Tetapi raja Mongol
yang paling saleh ialah Abu Sa’id (1317-1334 M), pengganti Uljaytu. Di bawah
pemerintahan Abu Sa’id ini lah orang Mongol Persia menjadi pembela gigih Islam
serta pelindung utama kebudayaan Islam.