MELALUI MEDIA INI KITA SALING BERBAGI SUKA DAN DUKA MENYAMBUNG TALISILATURAHMI YANG KEKAL ABADI,INI ADALAH WADAH DARI PSHT RAYON JURUG SEKERTARIAT KIPAS 210 (Kekeluargaan Ing Paseduluran Anak Silat 210)RANTING WONOSARI,CABANG KLATEN MELALUI MEDIA INI KITA SALING BERBAGI SUKA DAN DUKA MENYAMBUNG TALISILATURAHMI YANG KEKAL ABADI,INI ADALAH WADAH DARI PSHT RAYON JURUG SEKERTARIAT KIPAS 210 (Kekeluargaan Ing Paseduluran Anak Silat 210)RANTING WONOSARI,CABANG KLATEN

Muqarrar Fit Tauhid

Posted by KIPAS 210 - -



Pendahuluan




Segala puji hanya bagi Allah semata pengatur semesta alam, shalawat serta sallam atas Nabi yang mulia dan yang diutus Nabi kami Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarganya, para sahabatnya dan seluruhnya wa ba’du, Allah memudahkan dalam menyusun kitab ini.
Kitab Muqarrar Fit Tauhid (Kurikulum Tauhid) ini di terbitkan oleh Hay’atul Ifta’ wal Buhuts di Daulah Islamiyah. Syarah kitab ini diusun dan di transkrip dari isi ceramah al-Ustadz Abu Sulaiman Arkhabiliy hafizhahulloh, dimana kitab ini adalah merupakan buku panduan bagi Junud Khilafah dan Anshar Khilafah dalam memahami perkara Tauhid dan mengenal manhaj Daulah Islamiyah.
Kitab syarah yang kami susun ini adalah sebagai bentuk keseriusan kami dalam rangka menyebarkan kebenaran dan mengajak kepadanya supaya tumbuhlah generasi muwahhid yang jujur yang lewat tangan-tangan mereka Allah Ta’ala mengembalikan kejayaan diin dan Umat ini. Dan risalah ini adalah ringkasan dalam masalah diin yang telah kami susun untuk Anshar Khilafah khususnya di Indonesia.
Kitab ini berisi beberapa permasalahan Tauhid yang di Syarah oleh Ustadz Abu Sulaiman Arkhabiliy hafizhahullah sampai kepada materi tentang Rukun Iman, adapun syarah selanjutnya yaitu Rukun Islam sampai akhir kitab di lanjutkan oleh penyusun. Dan jika di dalamnya terdapat kekeliruan dan kesalahan kami memohon ampun kepada Allah Ta’ala atas hal tersebut, karena manusia adalah tempatnya salah dan lupa.
Semoga Allah memberikan Taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua dan kami memohon kepada Allah Ta’ala agar memberikan manfaat kepada kami dan umumnya kepada kaum muslimin dan mujahidin. Semoga Daulah Islamiyah tetap eksis dan semakin luas atas idzin Allah.
Wallahu Ta’ala A’lam bishshawab
Penyusun
Hamba Allah yang Faqir
Syaifurrahman Arkhabiliy
***

Muqaddimah


Alhamdulillahi Rabbil’alamin wash-shalatu wasalamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa ashhabihi ajma’in, wattabi’in wa man tabi’ahum bi ihsani ila yaumiddin..
Amma ba’du :
Sesungguhnya pokok diin ini pondasinya dan dasarnya itu iman kepada Allah Ta’ala dan kufur kepada Thaghut sebagaimana Allah Ta’ala berkalam :

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Barangsiapa ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang (teguh) kepada buhul tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Al Baqarah : 256),
Dan seseorang tidak teruntai didalam untaian Islam dan tidak berteduh dengan naungan Islam dan tidak merasakan ni’matnya hukum Islam kecuali dengan mengenal dan mengamalkan pokok diin. Karena tauhid itu adalah pokok diin ini dan sari patinya serta pondasinya yang mana seluruh hukum-hukum diin ini dibangun di atasnya, dan tidak sah keimanan dan tidak diterima amalan apapun kecuali dengan merealisasikan tauhid ini dan berlepas diri dari lawannya yaitu syirik. Makanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam mengatakan “pokok segala urusan itu adalah Islam” (HR. Tirmidzi) dan juga para ulama menafsirkan ayat Allah Ta’ala :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” (Ad-Dzariyat: 56), kata liya’buduun dimaknai dengan liyuwahhiduun yaitu mentauhidkan-Ku, karena Tauhid adalah pokok dari segala ibadah, dan ibadah-ibadah yang lain tidak diterima kecuali bila didasari dengan tauhid, keimanan seseorang tidak sah kecuali ada perealisasian tauhid dan berlepas diri dari syirik. Balasan setiap amal shalih itu syaratnya adalah dia seorang mu’min, sebagaimana Allah Ta’ala berkalam :

وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan, baik laki laki maupun perempuan sedang dia itu seorang mu’min maka mereka itu akan masuk surga dan tidak di zhalimi sedikitpun” (An-Nisa : 124)
Tauhid itu merupakan sumber kejayaan kaum muslimin, kemuliaan, sumber kekuatan kaum muslimin dan persatuan mereka. Allah Ta’ala tidak akan memberikan kejayaan kepada orang-orang yang intisab dan memperjuangkan Islam tanpa didasari tauhid, karena tauhid bukan hanya sekedar pemahaman tapi juga pengamalan. Tauhid merupakan sumber persatuan umat Islam, manusia bisa bersatu di atas dasar Tauhid. Maka dari itu berjama’ah tidak di atas dasar tauhid maka akan rentan dengan perpecahan, sebagaimana Allah Ta’ala berkalam :

وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan (Allah-lah) Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Mulia lagi Maha Bijaksana.” (al-Anfal : 63)

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai. Ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk” (Ali Imran : 103)
Dengan tauhid, kaum muslimin mendapatkan ma’iyah (kebersamaan)1[1] Allah Ta’ala dan dukungan-Nya, disini yang dimaksudkan adalah khusus bagi orang-orang yang merealisasikan tauhid. Maknanya pertolongan dan dukungan Allah Ta’ala, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam mengatakan kepada Abu Bakar Shiddiq radhiyallahu ‘anhu : “laa tahzan innallaha ma’ana” yang maksudnya adalah “Sesungguhnya pertolongan Allah bersama kita”.
Mereka dimuliakan Allah Ta’ala, dengan pembelaan terhadap orang orang beriman, kemudian diberikan Tamkin dan ini merupakan janji Allah Ta’ala kepada orang beriman :

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan mengerjakan amal shalih, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dibumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai (Islam). Dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik” (an-Nur : 55)
Dan  Allah Ta’ala  akan memenangkan orang beriman terhadap orang-orang kafir :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

“Wahai orang-orang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (Muhammad : 7)
Orang-orang kafir dan munafiq telah berupaya untuk menghapus pilar-pilar diin ini dan memalingkan pemahaman-pemahaman diin yang sebenarnya hingga mereka bisa menjauhkan umat Islam dari sumber kekuatan dan persatuan mereka (tauhid). Orang-orang kafir telah menugaskan kepada wakil mereka yaitu para Thaghut tugas untuk memalingkan umat dari diinul Islam ini dan menjadikan kaum muslimin hidup bergaya ala Barat. Dimana para thaghut itu mereka menggunakan kekuasaannya untuk menghalangi suara kebenaran dengan cara memenjarakan dan dengan cara “membersihkan” ulama-ulama yang jujur, dan para thaghut itu bekerjasama dengan kaum munafiqin dan ulama-ulama suu’ didalam menyebarkan kesesatan dan penyimpangan manhaj mereka baik itu dari kalangan Salafi Maz’um dan Sufiyah serta Jahmiyah sampai lenyaplah pilar-pilar kebenaran.
Maka Allah-pun telah menyiapkan bagi umat Islam ini orang yang memperbaharui diin mereka dan menghidupkan kembali aqidah mereka yang sebenarnya, dimana mereka menyuarakan kebenaran menegakkan syari’at jihad dan memerangi orang-orang kafir dan murtad. Sampai Allah Ta’ala memberikan tamkin kepada mereka untuk menegakkan Khilafah Islamiyah dan menegakkan syari’at Allah Ta’ala serta memerintahkan dengan syari’at-Nya, mereka menghidupkan kembali pilar-pilar Tauhid ini yang sebelumnya telah lenyap.
Dan kami pada hari ini dengan karunia Allah Ta’ala hidup dibawah naungan Khilafah Islamiyah yang penuh keberkahan, dan sebagai bentuk keseriusan kami supaya khilafah ini tetap eksis, maka kami harus menyebarkan kebenaran dan mengajak kepadanya supaya tumbuhlah generasi muwahhid yang jujur yang lewat tangan-tangan mereka Allah Ta’ala mengembalikan kejayaan diin dan umat ini. Dan risalah ini adalah ringkasan dalam masalah diin yang telah kami susun untuk daurah-daurah askariyah, dan kami memohon kepada Allah Ta’ala agar memberikan manfaat kepada kami dan umumnya kepada kaum muslimin dan mujahidin.
***

Definisi Iman Menurut Ahlussunnah wal Jama’ah

Siapakah Ahlussunnah wal Jama’ah yang sebenarnya ? Karena setiap kelompok ahlu bid’ah baik itu bid’ah i’tiqadiyah ataupun bid’ah amaliyah merekapun mengaku sebagai Ahlussunnah wal Jama’ah.
Ahlussunnah wal Jama’ah yaitu orang-orang yang berada diatas apa yang dipegang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam dan juga para sahabatnya, mereka memegang keyakinan, prinsip dan amalan. Dan mereka itulah orang-orang yang berpegang teguh kepada sunnah Rasul. Sunnah disini bukanlah definisi sunnah dalam perkara ushul fiqh, tapi as-sunnah disini yaitu segala tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, baik itu keyakinan, ucapan dan amalan. Baik yang kaitannya dengan tauhid, atau prinsip-prinsip ataupun amalannya. Jadi orang yang berpegang teguh kepada sunnah Nabi mereka itulah Ahlussunnah, dan mereka itulah para sahabat,[2] para tabi’in (generasi setelah sahabat) dan para imam-imam petunjuk yang mengikuti mereka (generasi setalah tabi’in). Mereka adalah orang-orang yang istiqamah diatas prinsip ittiba’ dan mereka menjauhi dari mengada-ada bid’ah dimana saja dan kapan saja. Dan mereka itu akan tetap eksis dan akan diberikan kemenangan hingga hari kiamat. Dan mereka disebut sebagai Ahlussunnah dikarenakan mereka menyandarkan diri kepada tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda :

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

“Maka hendaknya kalian tetap berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafa-ur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya. Gigitlah dengan gigi geraham kalian. Berhati-hatilah kalian dengan perkara-perkara yang baru dalam agama, karena setiap ajaran yang baru dalam agama Islam adalah termasuk perbuatan bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.” (HR. An Nasa’i).
Dan disebut wal Jama’ah yaitu mereka berkumpul bersepakat diatas prinsip tersebut dan mengambil tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam secara lahir dan bathin, baik dalam amalan dan keyakinan. Dan orang bisa disebut sebagai Ahlussunnah Wal Jama’ah meskipun dia seorang diri, karena yang dimaksud al-ama’ah disini juga bisa bermakna al-Haq. Ibnu Mash’ud radhiyallahu ‘anhu berkata “Jama’ah itu adalah yang sejalan dengan kebenaran walaupun kamu seorang diri.
Walaupun seorang diri tetapi diatas prinsip yang benar maka dia telah berjama’ah sebagaimana Imam Ahmad rahimahullah, dimana pada masa beliau Khalifah al-Ma’mun dan aparaturnya serta ulama-ulama sezamannya mayoritas mereka mengikuti pendapat kebid’ahan pada masa itu. Imam Ahmad disebut Ahlussunnah wal Jama’ah meskipun seorang diri karena keberpegang teguhan beliau terhadap al-Haq.
  1. Definisi Iman

Iman itu secara bahasa adalah pembenaran dan pengakuan, sebagaimana kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam ketika saudara-saudara Nabi Yusuf ‘alaihisalam memasukkan Nabi Yusuf ‘alaihissalam ke dalam sumur dan membawa baju Nabi Yusuf ‘alaihissallam yang sudah dilumuri darah kambing kemudian mereka berkata kepada Nabi Ya’qub ‘alaihissalam :

وَمَا أَنْتَ بِمُؤْمِنٍ لَنَا وَلَوْ كُنَّا صَادِقِينَ

“dan engkau tentu tidak akan mempercayai kami, sekalipun kami berkata benar.” (Yusuf : 17) ini adalah contoh secara bahasa.
Adapun secara syari’at adalah ucapan dengan lisan, keyakinan dengan hati dan amalan dengan anggota badan, dan iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan ma’siat. Orang tidak akan disebut sebagai seorang mukmin kecuali terkumpul tiga hal tersebut pada dirinya, jika ada seseorang meyakini kebenaran Islam tetapi tidak mau mengikrarkannya maka dia belum menjadi seorang muslim sebagaimana Abu Thalib yang meyakini kebenaran apa yang dibawa Rasulullah tapi tidak mau diucapkan melalui lisannya. Atau ada orang yang mengucapkan secara lisan dan secara anggota badan tetapi dia tidak meyakini dengan hati kebenaran Islam maka dia mati dalam keadaan munafiq dan dihadapan Allah Ta’ala mereka bukanlah seorang mu’min sebagaimana Allah Ta’ala berkalam mengenai hal ini

إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ

“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu (Muhammad), mereka berkata, “Kami mengakui, bahwa engkau adalah rasul Allah.” Dan Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar Rasul-Nya; dan Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta. (al Munafiqun :1),
Atau ada orang yang mengucapkan dengan lisan kebenaran Islam dan meyakini dengan hatinya tapi secara anggota badan mereka menegakkan hukum buatan manusia atau membela-bela hukum buatan manusia maka dia bukan seorang mukmin. Iman itu bertambah dengan ketaatan-ketaatan dan berkurang dengan maksiat yang tidak membatalkan keimanannya. Jika kemaksiatan itu merupakan pembatal keimanan maka batallah imannya.

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Rabb mereka bertawakkal.” (al-Anfal : 2)
Al-Imam al Ajuri rahimahullah mengatakan, “Iman itu pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan dan amalan dengan anggota badan dan seseorang tidak menjadi mu’min kecuali pada dirinya terkumpul tiga hal tersebut.”
Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan, “Tauhid itu mesti dengan hati, lisan dan amal. Kalau salah satu dari tiga hal ini tidak terpenuhi maka orang itu bukanlah seorang muslim. Dimana jika dia mengetahui Tauhid tapi tidak mengamalkannya secara dlahir maka dia itu orang kafir mu’anid.
Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “Orang-orang terdahulu dari generasi salaf mereka tidak membedakan iman dengan amal, dimana amal itu bagian dari iman dan iman itu bagian dari amal. Barangsiapa mengucapkan dengan lisannya dan mengetahui dengan hatinya serta membenarkan dengan amalannya maka itulah buhul tali yang kuat yang tidak akan pernah putus. Dan barangsiapa mengucapkan dengan lisannya dan tidak mengenal dengan hatinya dan tidak membenarkan dengan amalannya maka di akhirat dia termasuk orang yang rugi.” (Kitabul Iman hal. 250)
Disini Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan bahwa generasi salaf tidak membedakan iman dan amal, karena kelompok Murji’ah mengeluarkan amal yang mana mereka mengatakan amal itu bukan bagian dari keimanan, amal itu hanyalah kesempurnaan keimanan saja. Sehingga jika ada orang yang melanggar atau melakukan amalan kekafiran menurut Murji’ah belum kafir kecuali jika disertai pendustaan atau pengingkaran dengan hati sebagaimana orang-orang yang membuat undang-undang menurut Murji’ah mereka tidak kafir, sedangkan pendapat Ahlussunnah jika ada orang yang melakukan amalan kekafiran dengan anggota badan maka langsung dikafirkan karena menurut Ahlussunnah amal itu bagian dari iman, Allah Ta’ala ketika menjelaskan tentang shalat dan pemindahan kiblat

وَ مَا كَانَ اللهُ لِيُضِيْعَ إِيْمَانَكُمْ

“Dan tidaklah Allah akan menyia-nyiakan iman kamu.” (al-Baqarah 143)
Iman disini adalah shalat kalian (kaum mukminin pada masa itu) ketika menghadap Baitul Maqdis, disini shalat disebut iman karena shalat adalah amalan.
Sedangkan menurut kelompok Murji’ah orang yang melakukan amalan kekafiran apapun tidak boleh dikafirkan kecuali disertai keyakinan hati, sedangkan menurut Ahlussunnah orang yang melakukan amalan kekafiran maka dia itu dikafirkan walaupun tidak disertai keyakinan hati.
Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan:

اعلم ـ رحمك الله ـ أنّ الإنسان إذا أظهر للمشركين الموافقة على دينهم خوفاً منهم ومداراة لهم ومداهنة لدفع شرّهم فإنّه كافر مثلهم وإن كان يكره دينَهم ويبغضهم ويحبّ الإسلام والمسلمين

“Ketahuilah semoga Allah Ta’ala merahmati engkau, sesungguhnya jika orang menampakkan sikap setuju kepada ajaran-ajaran orang musyrik karena takut kepada mereka atau karena mencari simpati atau basa basi kepada mereka maka dia kafir sama dengan mereka walaupun dia membenci mereka dan ajaran mereka dan hatinya mencintai Islam dan kaum muslimin.” (ad-Dalaail : 1)
Jadi orang beriman itu orang yang mengumpulkan antara iman lisan, keyakinan hati dan pembenaran dengan anggota badan, adapun orang yang mengucapkan dengan lisan tapi tidak mengenal dengan hatinya dan tidak membenarkan dengan amalannya maka dia bukan seorang mukmin. Keimanan itu harus terkumpul menjadi satu antara keyakinan hati, ucapan lisan dan amal anggota badan. Akan tetapi orang bisa menjadi kafir hanya dengan salah satu sebab dari tiga hal saja tanpa harus terkumpulnya semua tiga hal tersebut. Bisa jadi dia kafir di sebabkan karena hatinya saja atau karena disebabkan amalannya saja atau karena perkataannya saja, tetapi hukum Takfir (pengkafiran) itu disandarkan pada perkataan dan perbuatan saja karena masalah hati hanya Allah yang mengetahuinya.
  1. Kewajiban Yang Paling Pertama.
Ketahuilah semoga Allah Ta’ala merahmati engkau, bahwasanya  kewajiban yang paling pertama yang harus dipelajari dan diamalkan oleh seorang hamba adalah iman kepada Allah Ta’ala dan kufur kepada Thaghut, sebgaimana Allah Ta’ala berkalam :

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Barangsiapa ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang (teguh) kepada buhul tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (al-Baqarah : 256).
Dan didahulukan kufur kepada thaghut terhadap iman kepada Allah Ta’ala karena kemusyrikan itu adalah najis, kapan saja najis itu bercampur kedalam hati maka si najis ini mengeluarkan hati dari kesucian dan fithrahnya. Dan tauhid itu adalah thaharah (kesucian) yang paling agung dimana tidak mungkin tauhid itu berkumpul dengan syirik akbar selama-lamanya dalam diri seseorang. Sehingga wajib mensucikan dan membersihkan hati dari kotoran syirik kemudian memenuhinya dengan sucinya tauhid, sehingga bila seseorang telah kafir kepada Thaghut dan berlepas diri darinya maka dia itu telah siap untuk menerima tauhid. Ketika seseorang ingin menghiasai dirinya dengan ibadah kepada Allah Ta’ala tapi dalam dirinya masih ada kesyirikan maka peribadatan kepada Allah Ta’ala yang dia lakukan tidak bermanfaat karena syirik masih ada pada dirinya.
Tujuan dengan diawalinya kufur kepada Thaghut agar tidak ada orang yang mengklaim bahwa dirinya sudah mengamalkan kalimat Tauhid namun belum kafir kepada Thaghut, jadi kufur kepada Thaghut harus didahulukan supaya orang bisa menghiasi dirinya dengan tauhid.
Adapun tata cara kufur kepada Thaghut itu adalah :
  1. Kamu meyakini bathilnya segala bentuk peribadatan kepada selain Allah Ta’ala, baik itu kaitannya dengan syirik do’a, syirik qubur maupun syirik dustur (undang-undang).
  2. Kamu Meninggalkannya, meninggalkan sesuatu yang diyakini bahwa hal itu adalah syirik. Dan kita meyakini itu adalah suatu kebathilan. Allah Ta’ala berkalam :

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ

Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah.” (az-Zukhruf : 26)

وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَأَدْعُو رَبِّي عَسَىٰ أَلَّا أَكُونَ بِدُعَاءِ رَبِّي شَقِيًّا

Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku.” (Maryam : 48)
Syaikh ‘Abdurahman ibnu Hasan ibnu Muhammad rahimahumullah berkata, “Ulama telah ijma’ baik salaf maupun salaf dari kalangan para sahabat dan tabi’in, para imam dan semua Ahlussunnah bahwa orang tidak dianggap muslim, kecuali dengan cara mengosongkan diri dari syirik akbar dan berlepas diri darinya” (Ad Durar As Saniyah. 11/545)
  1. Kamu membencinya, meninggalkan juga harus disertai dengan kebencian kepada tindakan tersebut dan salah satu bentuk kebencian itu kita tidak menghadiri acara-acara kemusyrikin atau acara-acara kekafiran. Oleh sebab itu orang yang hadir dimajelis kekafiran dan kemusyrikan walaupun dia tidak melakukannya, dia hadir tanpa dipaksa serta tanpa mengingkarinya maka statusnya sama dengan orang yang melakukan kesyirikan dan kekafiran walaupun dia mengklaim perbuatan tersebut disertai kebencian. Allah Ta’ala berkalam

وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا

“Dan sungguh, Allah telah menurunkan ketentuan kepadamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk bersama mereka, sebelum mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena (kalau kamu tetap duduk dengan mereka), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di neraka Jahanam. (an-Nisa 140)
  1. Mengkafirkan pelaku kemusyrikan, Allah Ta’ala berkalam :

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata), “Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” Sungguh, Allah akan memberi putusan diantara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta dan orang yang sangat ingkar.” (az-Zumar : 3)
Disini Allah Ta’ala memvonis kafir terhadap orang yang menjadikan perantara dirinya dengan Allah dimana dia berserah diri dan bertawakkal kepada perantara tersebut.

وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ

“Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain selain Allah, padahal tidak ada suatu bukti pun baginya tentang itu, maka perhitungannya hanya pada Tuhannya. Sungguh, orang-orang kafir itu tidak akan beruntung.” (al-Mukminuun : 117)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُون

“Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir” (al-Maidah : 44), dalam ayat ini Allah memvonis kafir terhadap orang yang merujuk kepada hukum buatan manusia.
Syaikh ‘Abdurahman ibnu Hasan rahimahullah mengatakan, “Allah telah mencap pelaku kemusyrikan dengan cap kafir itu dalam banyak ayat maka kita harus mengkafirkan mereka juga.”
Disini Allah memerintahkan untuk meng-khithabi orang itu sesuai dengan status orang tersebut. Kalau orang telah terjatuh kepada kekafiran dan telah kafir maka kita sematkan sebagai orang kafir.

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ

“katakanlah (hai Muhammad) : wahai orang-orang kafir” (al-Kafirun :1).
Mengkafirkan orang yang dikafirkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya itu adalah prinsip atau aqidah dan barangsiapa yang mengingkari takfir atau pengkafiran berarti dia mengingkari ajaran Allah. Dan jika ada yang mengatakan takfir itu adalah fitnah maka dia orang sesat, karena tanpa adanya takfir kita tidak akan bisa mengamalkan al-Walaa dan Bara’ dengan benar.
Imam al-Barbahari rahimahullah mengatakan :

ولايجز احد من اهل القبلة من الإسلام حتى يرد أية من كتاب الله أوشبئامن آثارالرسولصلى الله عليه وسلم او يصلي لغيرالله او يذبح لغيره، فمن فعل شيئا من ذلك فقد وجب عليك أن تخرجه من الإسلام

Seorangpun dari Ahli Kiblat tidak boleh dikeluarkan dari Islam sampai dia menolak satu ayat dari Kitabullah, atau menolak satu atsar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam atau shalat kepada selain Allah atau menyembelih untuk selain Allah, barangsiapa yang melakukan satu hal dari semua itu maka wajib atas kalian mengeluarkannya dari Islam.” (Syarh Sunnah, poin 49)
  1. Memusuhi mereka, Allah Ta’ala berFirman :

إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينًا

 “Sesungguhnya orangorang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (an-Nisa : 101), dan ayat yang lain :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia. (al-Mumtahanah : 1).
Dan juga Allah Ta’ala memerintahkan untuk menjadikan mereka sebagai musuh, baik itu setan jin atau setan manusia :

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ

“sesungguhnya setan itu adalah musuh bagi kalian, maka jadikanlah dia sebagai musuh. (Fathir : 6).
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Iman itu tidak sempurna kecuali dengan memusuhi tandingan-tandingan ini yang disertai dengan kebencian yang sangat kepadanya serta disertai kebencian kepada para pelakunya, dan dengan memusuhi serta memerangi mereka.” (ar-Ruh : 254).
Dalam Islam alasan orang kafir diperangi karena sebab kemusyrikannya atau kekafirannya,

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ : أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكاَةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا  مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَـهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالىَ )رواه البخاري ومسلم (.

Dari Inu ‘Umar radliyallahu ‘anhuma sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu maka darah dan harta  mereka akan dilindungi kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah Ta’ala”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan ini Allah Ta’ala mengutus semua Rasul-Rasul-Nya dan menurunkan Kitab-Kitab-Nya untuk mengajak kepada Tauhid. Dan Allah Ta’ala menciptakan neraka untuk para penganut kesyirikan, orang yang masih memiliki tauhid di hatinya tidak akan dikekalkan di dalam neraka karena neraka itu tempat yang kotor dan najis, maka merupakan tempat untuk orang-orang najis sedangkan kaum musyrikin itu najis. Orang muslim yang dengan sebab dosanya Allah masukkan ke dalam neraka maka dia itu bukan najis tapi mutanajis yaitu orang yang terkena kotoran. Makanya dia tidak bisa langsung ke dalam surga sebelum dibersihkan kotorannya.

أَنَّ الْجَنَّةَ لا يَدْخُلُهَا إِلا نَفْسٌ مُسْلِمَةٌ

“surga itu tidak akan dimasuki kecuali oleh jiwa yang muslim” (HR. Bukhari, 6047)
  1. Makna Thaghut dan Macamnya
Thaghut itu dalam bahasa Arab diatas wazan[3] fa’alut yang asalnya thaghawut, dari kalimat thughyan. Dikatakan thaga maknanya adalah telah melampaui batasnya.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, Segala yang dilampaui batasnya oleh seorang hamba baik yang diibadati, atau yang diikuti, atau ditaati. Thaghut setiap kaum itu adalah setiap pihak yang mana mereka merujuk hukum kepada selain hukum Allah dan Rasul-Nya, atau mereka yang diibadahi selain Allah atau yang diikuti bukan diatas bashirah atau bukan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, atau yang ditaati dalam hal yang mana mereka tidak mengetahui bahwa hal itu merupakan ketaatan kepada Allah. Ini adalah thaghutthaghut di dunia ini, jika engkau memperhatikannya dan memperhatikan keadaan manusia dalam menyikapi thaghutthaghut itu tentu engkau melihat mayoritas manusia itu berpaling dari ibadah kepada Allah beribadah kepada thaghut, dan berpaling dari berhukum kepada Allah dan Rosul-Nya kepada hukum Thaghut dan berpaling dari ketaatan kepada Allah dan mutab’ah kepada Rasul-Nya kepada Thaghut dan mengikuti Thaghut.(I’lam Muwaqiqin 1/50).
Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, “para thaghut itu banyak dan pentolanpentolannya ada lima yaitu :
  1. Setan yang mengajak Ibadah kepada selain Allah. Allah Ta’ala berkalam :

أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Bukankah Aku telah memerintahkan kamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu. (Yasin : 60 ).
Ketika orang melakukan kemusyrikan pada hakikatnya dia mengikuti ajakan syaithan dan dia mengibadahi syaithan :

وَقَالَ الشَّيْطَانُ لَمَّا قُضِيَ الأمْرُ إِنَّ اللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ وَمَا كَانَ لِي عَلَيْكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلا أَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي فَلا تَلُومُونِي وَلُومُوا أَنْفُسَكُمْ مَا أَنَا بِمُصْرِخِكُمْ وَمَا أَنْتُمْ بِمُصْرِخِيَّ إِنِّي كَفَرْتُ بِمَا أَشْرَكْتُمُونِي مِنْ قَبْلُ إِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu”. Sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu mendapat siksaan yang pedih.” (Ibrahim : 22)
  1. Penguasa dhalim yang merubah ketentuan Hukum Allah Ta’ala (para pembuat undang-undang). Allah Ta’ala berfirman :

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا

“Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa mereka telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelummu? Tetapi mereka masih menginginkan ketetapan hukum kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan mengingkari Thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) kesesatan yang sejauh-jauhnya.” (an-Nisa : 60)
Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “Orang dikala menghalalkan suatu keharaman yang sudah di ijma’kan atau mengharamkan suatu kehalalan yang sudah di ijma’kan atau mengganti ketentuan hukum yang sudah di ijma’kan maka dia itu kafir murtad berdasarkan kesepakatan para fuqaha.” (Majmu’ Fatawa, Juz 3 hal. 267)
  1. Orang yang memutuskan perkara dengan selain apa yang telah Allah turunkan. Allah Ta’ala berfirman :

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. (al-Maidah : 44).[4]
Disini yang dimaksud memutuskan (al-hukmu) bermakna tasyri’ (pembuatan hukum). Makna lain dari al-hukmu juga mengelola urusan atau mengelola tatanan kehidupan. Ketika orang mengelola tatanan kehidupan rakyatnya atau memerintah tidak memutuskan berdasarkan hukum Allah maka hal itu termasuk ke dalam ayat ini.
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa yang meninggalkan syari’at yang telah baku yang diturunkan kepada Muhammad penutup para Nabi dan merujuk kepada Allah yang telah di-nasakh maka kafir, maka bagaimana dengan orang yang merujuk kepada ilyatsiq[5] dan lebih mengedepankannya dari pada hukum Allah. Barangsiapa melakukan hal itu maka dia telah kafir berdasarkan ijma’ kaum muslimin” (Al-Bidayah wa Nihayah Juz 13 hal, 119).
Adapun yang dimaksud makna kufrun duuna kufrin yaitu contohnya dalam bentuk tatanan di Negara Islam yang mana tegak hukum Islam secara menyeluruh di dalamnya dan si hakim selalu memutuskan dengan hukum Islam dan merujuk kepadanya, tetapi suatu ketika ada kasus pencurian yang mana pencuri itu merupakan kerabat dari si hakim tersebut dan setelah diteliti syarat-syaratnya oleh si hakim, ternyata syarat-syarat untuk potong tangan sesuai syar’i serta berdasarkan bukti dan fakta terpenuhi pada diri pencuri tersebut, akan tetapi si hakim memanipulasi fakta dan pembuktian tersebut yaitu dengan mengatakan dan memutuskan bahwa si pencuri belum terpenuhi syarat-syaratnya untuk di potong tangan sehingga si hakim memutuskan pencuri tersebut terbebas dari potong tangan hanya dikenakan hukum cambuk saja. Inilah makna gambaran kufrun duna kufrin yang mana si hakim ini mengetahui dia berbuat salah dan masih dalam ruang lingkup memutuskan dengan apa yang Allah turunkan, akan tetapi memanipulasi bukti dan fakta, berbeda jauh sekali dengan keadaan para hakim dan pemerintahan sekarang yang memutuskan sesuai undang-undang buatan manusia dan KUHP.
  1. Orang yang mengklaim mengetahui yang Ghaib selain Allah. Allah Ta’ala berfirman :

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا  إِلا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا

“Dia mengetahui yang ghaib, tetapi Dia tidak memperlihatkan kepada siapa pun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (Malaikat) di depan dan di belakangnya. (al-Jin : 26-27).
Orang yang sekedar datang kepada dukun dan tidak mempercayai apa yang dikatakan oleh si dukun maka shalatnya tidak diterima selama 40 hari,[6] tetapi jika dia percaya dengan ucapan dukun maka dia telah kafir terhadap apa yang di bawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.
  1. Yang di Ibadati selain Allah dan dia ridla dengan peribatan tersebut. Allah Ta’ala berfirman :

 وَمَنْ يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِنْ دُونِهِ فَذَلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ

“Dan barangsiapa di antara mereka berkata, “Sungguh, aku adalah tuhan selain Allah,” maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahanam. Demikianlah Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang yang zalim. (al-Anbiya : 29)
Jika ada yang di ibadati tapi dia tidak ridha maka dia bukan Thaghut seperti Nabi Isa ‘alaihissalam yang di ibadati kaum Nasrani. sedangkan peribadatan kepada makhluk yang shalih itu adalah merupakan ibadah kepada setan, yang mana setan menghiasi ibadah kepada selain Allah tersebut sebagai Ibadah kepada Allah Ta’ala. Contoh dari hal ini adalah anggota Parlemen, mereka membuat undang-undang. Ketika hukumnya ditaati mereka itu ridla bahkan ketika hukumnya tidak diikuti dan ditaati mereka memaksa agar hukumnya ditaati dan diikuti, jika tidak maka mereka akan menghukum orang yang tidak mau mentaati hukum mereka. Orang yang memposisikan dirinya untuk diibadati seperti calon anggota Dewan maka dia telah menjadi thaghut. Menyandarkan kepada dirinya hak khusus Allah sama juga menyatakan dirinya adalah ilah (Rabb) seperti ucapan “Saya adalah anggota parlemen yang membuat aturan undang-undang.” Padahal yang berhak menetapkan dan membuat aturan itu hanya Allah yang di jelaskan dalam al-Qur’an dan Sunnah.
Adapun makna iman kepada Allah Ta’ala adalah :
  1. Engkau meyakini bahwa Allah-lah ilah yang di ibadati dengan haq bukan yang selain-Nya.
  2. Engkau memurnikan seluruh macam ibadah kepada Allah Ta’ala :

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (al Bayyinah : 5).
Memurnikan ibadah yaitu dengan cara beribadah hanya kepada Allah, sebagaimana Allah Ta’ala berkalam :

بَلَىٰ مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (al-Baqarah : 112)
  1. Engkau menafikannya dari setiap yang di ibadahi tersebut kepada selain Allah
Orang yang beriman kepada Allah tidak mungkin memalingkan satu macam ibadahpun kepada selain Allah, Dia memerintahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam untuk mengatakan kepada orang-orang kafir :

لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ

Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah”. (al-Kafirun : 2)
  1. Engkau mencintai orang-orang yang bertauhid dan loyal kepada mereka.
Orang beriman mereka memiliki ikatan persaudaraan di atas diin ini, mencintai dan loyal satu sama lain. Allah Ta’ala berfirman :

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain” (at-Taubah : 71)

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ

Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara” (al-Hujurat : 10)
  1. Dan engkau membenci orang musyrik dan memusuhi mereka. Allah Ta’ala berkalam :

وَلَوْ كَانُوا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالنَّبِيِّ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَا اتَّخَذُوهُمْ أَوْلِيَاءَ وَلَكِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ فَاسِقُونَ

“Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Muhammad) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya, niscaya mereka tidak akan menjadikan orang musyrik itu sebagai teman setia. Tetapi banyak di antara mereka, orang-orang yang fasik.” (al-Maidah : 81)

لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُون

“Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya atau keluarganya. Meraka itulah orang-orang yang dalam hatinya telah ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. Lalu dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridla terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Merekalah golongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung.” (al-Mujadilah : 22)
Ini semua adalah Millah Ibrahim yang mana orang yang tidak menyukainya telah memperbodoh dirinya sendiri :

وَمَنْ يَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهُ وَلَقَدِ اصْطَفَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا وَإِنَّهُ فِي الآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ

“Dan tidak ada yang membenci agama Ibrahim (Islam), melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri. Sungguh, Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang-orang yang saleh.” (al-Baqarah : 130)
Dan ini adalah tauladan yang Allah Ta’ala kabarkan di dalam firman-Nya agar kita men-contohnya :

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ لأسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ

Sungguh, telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya, ketika mereka berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami mengingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu ada permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja,” kecuali perkataan Ibrahim kepada ayahnya, “Sungguh, aku akan memohonkan ampunan bagimu, namun aku sama sekali tidak dapat menolak (siksaan) Allah terhadapmu.” (Ibrahim berkata), “Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkau kami bertawakkal dan hanya kepada Engkau kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.” (al-Mumtahinah : 4).
Faedah kenapa didahulukan keberlepasan diri dari orangnya, karena hal ini lebih penting disebabkan berlepas diri dari orangnya sudah pasti berlepas diri dari perbuatannya, sedangkan orang yang berlepas diri dari perbuatannya tidak mesti berlepas diri dari orangnya. Dan didahulukan permusuhan dari pada kebencian disini dikarenakan permusuhan lebih penting sebab didalam permusuhan itu pasti adanya kebencian tetapi kebencian belum tentu melahirkan permusuhan.

Bersambung……
***
[1] Ma’iyah itu ada dua, yaitu ‘Aamah (umum) dan Kha’shah (khusus). Yang di maksud ma’iyah ‘aamah (umum) kebersamaan Allah yang bersifat umum bersama dengan seluruh makhluq-Nya yaitu ma’nanya Ilmu atau pengawasan Allah yang meliputi seluruh Makhluq-Nya, kalau yang bersifat Khusus yaitu dukungan dan pertolongan Allah hanya bagi orang-orang mu’min.hanifku
[2] Sahabat nabi yaitu mereka yang berjumpa dengan nabi dalam keadaan muslim dan meninggal di atas keIslaman, orang yang berjumpa dengan Rasul tapi tidak dalam keadaan muslim kemudian setelah Rasulullah wafat dia masuk Islam maka tidak dinamakan sahabat tapi mukhathab, orang yang murtad pada zaman nabi setelah masuk Islam tidak dinamakan sahabat
[3] Menimbang kata kata dalam bahasa Arab.
[4] Asbabun nuzul surat Al-Maidah ayat 44 ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dan lainnya yang bersumber dari Al-Barra bin Azib : Bahwa di depan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam orang-orang Yahudi membawa seorang hukuman yang dijemur dan dipukuli. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam memanggil mereka dan bertanya: “Apakah demikian hukuman terhadap orang berzina yang kalina dapati di dalam kitab kalian?”. Mereka menjawab: “Ya”. Kemudian Rasul memanggil seorang ulama mereka dan bersabda: “Aku bersumpah atas nama Allah yang telah menurunkan Taurat kepada Musa, apakah demikian kamu dapati hukuman kepada orang yang berzina di dalam kitabmu?”. Ia menjawab: “Tidak, demi Allah jika engkau tidak bersumpah lebih dahulu tidak akan kuterangkan, bahwa hukuman bagi orang yang berzina di dalam kitab kami adalah dirajam (dilempari batu sampai mati). Akan tetapi karena banyak pembesar-pembesar kami yang melakukan zina, maka kami biarkan, dan apabila seorang hina berzina kami tegakkan hukum sesuai dengan kitab. Kemudian kami berkumpul dan mengubah hukum tersebut dengan menetapkan hukum yang ringan dilaksanakan, bagi yang hina ataupun pembesar yaitu menjemur dan memukulinya”. Bersabdalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam : “Ya Allah, sesungguhnya saya yang pertama menghidupkan perintah-Mu setelah dihapuskan oleh mereka”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam menetapkan hukum rajam, dan dirajamlah Yahudi pezina itu. Maka turunlah ayat ini (Al-Maidah ayat 41) sampai dengan “In utitum hadza fakhudzuh”.
[5] Hukum ilyatsiq yaitu hukum atau undang-undang yang di buat oleh Jenghis Khan yang di susun dari hasil pemikirannya di campur dengan Al Qur’an, Taurat, Injil dan juga aturan adat.
[6]
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
Siapa yang mendatangi tukang ramal (dukun) dan bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam.” (HR. Muslim)

SALAM PERSAUDARAAN....!!!
Kirimkan kritik dan saran untuk kebaikan bersama.

  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK PLAY
  • KLIK UNTUK PLAY
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK PLAY DAN DOWNLOAD
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK DOWOLOAD
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MELIHAT DAN MEMBACA
  • KLIK UNTUK MELIHAT
  • KLIK UNTUK MELIHAT

Chatting Temu Kangen Sedulur,
Salam Persaudaraan...!!!"