Anda pasti pernah melihat seorang supeltas (sukarelawan pengatur lalu
lintas) yang sedang mengatur lalu lintas di suatu persimpangan jalan
bukan?
Mereka yang dengan sukarela mengatur lalu lintas itu seringkali
diperlakukan tidak layak oleh pengguna jalan. Bukan... bukan dipukul
atau diludahi tetapi lebih parah daripada itu, mereka tidak diperhatikan
sama sekali.
Memang ada sih beberapa pengemudi/pengendara mobil/motor yang mau diatur
(misalnya saya ;-)), tetapi sebagian besar pengguna jalan seolah nggak
menganggap kalau si supeltas itu ada. Mereka tetap saja menjalankan
kendaraannya walaupun si supeltas sudah memberi isyarat untuk berhenti,
dan yang patut mendapat acungan jempol adalah para supeltas tersebut
tidak pernah mengeluh atau marah-marah, mereka cuma menggelengkan kepala
sambil mengelus dada.
Coba saja si pengatur lalu lintas tersebut adalah seorang anggota
polisi, pasti semua pengguna jalan itu tanpa terkecuali akan taat.
Memang dasar bangsa ini bermental tikus, takutnya kalau ada kucing.
Memang dasar bangsa ini bermental tikus, takutnya kalau ada kucing.
Kembali ke laptop masalah... contoh kecil ini saya
kemukakan untuk menunjukkan bahwa sekarang ini budaya menghargai orang
lain sudah mulai hilang.
Lain halnya dalam seni beladiri,
menghargai dan menghormati orang lain adalah tradisi yang terus
dipertahankan. Dalam seni beladiri (yang berasal dari Jepang) terdapat
istilah "rei". Rei --dilakukan dengan cara membungkukkan badan-- adalah
budaya yang sangat dipegang teguh oleh rakyat Jepang. Rei, yang sering
disalahartikan sebagai "hanya" menghormat ini, dalam budaya Jepang
diartikan sebagai ungkapan rasa terimakasih, rasa hormat, dan/atau rasa
penyesalan.
Image dari pixabay.com |
Digunakan untuk memberi salam pada orang yang statusnya setara dengan
kita atau orang yang sudah kita kenal tetapi belum akrab. Membungkuk
dilakukan dengan sudut sekitar 15 derajat.
#2. Keirei
Dipakai untuk memberi salam hormat kepada orang-orang yang statusnya lebih tinggi dari kita seperti pimpinan, guru, dan bos. Membungkuk dilakukan lebih dalam dengan sudut sekitar 30 derajat.
Dipakai untuk memberi salam hormat kepada orang-orang yang statusnya lebih tinggi dari kita seperti pimpinan, guru, dan bos. Membungkuk dilakukan lebih dalam dengan sudut sekitar 30 derajat.
#3. Saikeirei
Untuk menunjukkan rasa hormat yang dalam dan/atau rasa penyesalan, badan dibungkukkan dengan sudut sekitar 45 derajat.
Untuk menunjukkan rasa hormat yang dalam dan/atau rasa penyesalan, badan dibungkukkan dengan sudut sekitar 45 derajat.
#4. Dogeza (kanji: 土下座)
Membungkuk sambil berlutut sampai kepala menyentuh lantai. Inilah bentuk
penghormatan tertinggi. Digunakan untuk menunjukkan rasa hormat kepala
orang yang high class (misalnya kaisar), menunjukkan rasa penyesalan yang dalam, dan memohon.
Hampir semua seni beladiri asal Jepang seperti Karate, Judo, dan Aikido mengadopsi budaya rei dengan cara membungkukkan badan ini. Tetapi ada juga seni beladiri yang melakukan rei dengan cara yang berbeda. Shorinji Kempo misalnya, seni beladiri yang juga berasal dari Jepang ini mengadopsi cara "rei" dari Zen Budhisme yang disebut dengan Gassho (kanji: 合掌). Gassho ini mempunyai makna yang sama dengan rei tetapi dilakukan dengan cara yang berbeda yaitu mengatupkan kedua telapak tangan di depan dada atau dagu. Bila gassho ini dilakukan sambil membungkukkan badan disebut gassho rei.
Hampir semua seni beladiri asal Jepang seperti Karate, Judo, dan Aikido mengadopsi budaya rei dengan cara membungkukkan badan ini. Tetapi ada juga seni beladiri yang melakukan rei dengan cara yang berbeda. Shorinji Kempo misalnya, seni beladiri yang juga berasal dari Jepang ini mengadopsi cara "rei" dari Zen Budhisme yang disebut dengan Gassho (kanji: 合掌). Gassho ini mempunyai makna yang sama dengan rei tetapi dilakukan dengan cara yang berbeda yaitu mengatupkan kedua telapak tangan di depan dada atau dagu. Bila gassho ini dilakukan sambil membungkukkan badan disebut gassho rei.
Kapan kita "rei" dalam seni beladiri?
Dalam seni beladiri, rei dilakukan ketika:
- Akan memasuki dojo (untuk menunjukkan rasa hormat pada dojo dan orang-orang yang mungkin sudah ada di dalam).
- Akan memulai latihan.
- Menunjukkan rasa hormat dan terimakasih kepada instruktur, senior, dan rekan latihan.
- Selesai latihan.
- Akan meninggalkan dojo.
Secara "resmi" kita melakukan rei pada saat 5 situasi tersebut, tetapi
sebenarnya kita "rei" sepanjang latihan dengan cara menjaga kebersihan
dojo; berlatih dengan sungguh-sungguh; mengikuti instruksi pelatih;
tidak ribut, tidak bercanda berlebihan, atau bertingkah semaunya sendiri
di dalam dojo; serta datang tepat waktu.
Di Jepang bila seorang murid beladiri datang terlambat dia akan berlutut
di depan pintu masuk dojo sampai instruktur menyuruh dia masuk. Setelah
diijinkan masuk si murid tersebut akan melakukan "dogeza" untuk
menunjukkan rasa penyesalannya karena telah mengganggu jalannya latihan
sebelum berdiri dan memasuki dojo.
Yang penting jangan hanya "rei" secara fisik tetapi rei-lah juga dalam
pikiran dan perasaan Anda. Akan sangat tidak pantas bila secara fisik
Anda rei, tetapi tingkah laku Anda tidak mencerminkan rasa menghargai,
rasa menghormati, dan rasa terimakasih.
Kebiasaan rei dalam latihan ini akan terbawa dalam kehidupan
sehari-hari. Seorang praktisi beladiri akan terbiasa menghargai serta
menunjukkan rasa hormat dan terimakasih kepada siapapun.
Saya tutup artikel ini dengan sebuah kutipan yang pernah saya baca (darimana saya lupa :-)):
"Jangan menilai orang dari caranya memperlakukan atasannya, nilailah orang dari caranya memperlakukan bawahannya"
Sudahkah Anda "REI" hari ini?