Salah satu fitnah akhir zaman yang tidak kalah dahsyat dengan fitnah
Dajjal adalah munculnya para ulama su’. Mereka itulah yang berperan
sebagai da’i-da’i yang menyeru manusia menuju pintu-pintu neraka
jahanam. Jika dajjal menyesatkan banyak manusia dengan tipu dayanya yang
dahsyat dengan tampil seolah-olah adalah pemimpin yang menyerukan
kepada kebaikan, maka demikian juga dengan para ulama su’. Maka dengan
label ulama yang melekat pada makhluk jahat tersebut tidak heran jika
banyak kaum muslimin yang tertipu dengan tipu dayanya yang licik.
Berbagai macam nestapa berkepanjangan yang menimpa umat ini tidak
bisa dilepaskan dari kejahatan para ulama su’. Ditindasnya kaum muslimin
oleh para penguasa murtad yang memberlakukan hukum kafir buatan manusia
hingga kini dibeberapa negeri Islam tidak bisa dilepaskan dari peranan
para ulama su’. Bahkan penangkapan, pemenjaraan hingga pembunuhan atas
para mujahidin pejuang syariat oleh para penguasa murtad juga mendapat
restu dan persetujuan para ulama su’. Sehingga hampir seluruh kehinaan
yang tengah diderita oleh umat ini karena kedustaan para ulama su’ dan
berubahnya mereka menjadi setan bisu dari menyampaikan kebenaran.
Para ulama yang seharusnya menjadi pewaris para Nabi yang semestinya
tampil menjadi pilar-pilar utama tegaknya syariat Islam namun justru
menjadi tiang pancang penegak kekuasaan para murtadin. Mereka yang
seharusnya menjadi yang terdepan dalam mempelopori jihad, tapi justru
merekalah yang berusaha menghapus syariat jihad dari dada kaum muslimin.
Bahkan sepantasnya merekalah yang paling pertama dalam memerangi sistem
kekafiran dan pendukungnya. Namun sangat disayangkan justru merekalah
yang membela sistem kafir dan melarang umat dari merobohkan dan
menghancurkannya.
Ulama su’ yang sebenarnya adalah kaum munafiq yang memakai gelar
keagamaan yang bertindak sebagai pelayan dan budak dari para penguasa
murtad. Mereka bukan beramal sebagai penerang bagi umat namun mereka
bekerja atas arahan dan kemauan penguasa. Ya, pada hakekatnya ulama su’
pelayan penguasa murtad adalah orang-orang munafiq, sebagaimana firman
Allah:
بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا .الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا .
“Kabarkanlah kepada orang-orang munafiq bahwa mereka akan
mendapatkan siksaan yang pedih. (Yaitu) orang-orang yang menjadikan
orang-orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang-orang
mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan disisi orang kafir?. Ketahuilah
bahwa semua kekuatan itu milik Allah.” (Qs. An-Nisa’: 138-139)
Dalam ayat diatas Allah menyebutkan bahwa orang-orang munafiq itu
adalah mereka yang menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin. Inilah
keadaan para ulama su’ yang menjadi pelayan dan pembela bagi penguasa
yang memberlakukan hukum selain hukum Allah. Sudah dimaklumi bahwa
penguasa yang demikian dikategorikan sebagai penguasa atau pemimpin
kafir. Dan terhadap penguasa yang demikian kaum muslimin tidak memiliki
kewajiban ta’at bahkan wajib untuk mencopotnya dari kepemimpinan atas
kaum muslimin berdasarkan ijma’ ulama.
Namun demikian para penguasa yang memberlakukan hukum selain hukum
Allah justru diberi label oleh para ulama su’ sebagai pemimpin kaum
muslimin yang wajib ditaati. Dan para ulama su’ melarang kaum muslimin
dari memberontak dan mengingkari para penguasa tersebut bagaimanapun
keadaannya. Bahkan kaum muslimin yang mengingkari dan memberontak kepada
penguasa tersebut akan diberi sematan atau julukan yang buruk oleh para
penguasa su’. Sebutan khawarij, kaum radikal dan teroris adalah
sebagian nama yang diberikan oleh para ulama su’ kepada kaum muslimin
yang memerangi penguasa murtad demi untuk menegakkan syariat Islam
mengganti sistem kafir milik penguasa.
Ada dua kejahatan pokok dari para munafiq yang berlabel ulama, hal tersebut sebagaimana firman Allah:
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ .
“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan yang
lain adalah (sama), mereka menyuruh (berbuat) yang munkar dan mencegah
(perbuatan) yang ma’ruf dan mereka menggenggam tangannya (kikir). Mereka
telah melupakan Allah, maka Allah melupakan mereka (pula). Sesungguhnya
orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah: 67).
Dan kejahatan pokok para ulama munafiq itu adalah menyuruh manusia
untuk berbuat kemungkaran dan mencegah dari perbuatan ma’ruf. Yang
memungkinkan untuk melakukan dua hal tersebut dan akan ditaati oleh
banyak manusia adalah para tokoh, diantaranya adalah para ulama. Jika
saja yang menyuruh atau mengajak manusia untuk berbuat kemungkaran
adalah orang awam yang tidak ditokohkan tentu hanya sedikit orang yang
akan mengikuti bahkan akan ditentang oleh orang awam sekalipun. Akan
tetapi jika yang menyuruh adalah orang yang diberi gelar ulama tentu
akan banyak khalayak yang mengikuti dari kalangan yang awam maupun yang
terpelajar. Sebab pada kenyataannya, jangankan ajakan ulama, sekedar
perbuatan ulama saja akan menjadi hujjah dan ikutan bagi kaum muslimin
awam.
Kejahatan kedua dari para ulama su’ itu adalah mencegah manusia dari
perbuatan ma’ruf. Bagaimana mungkin manusia akan taat ketika dicegah
dari perbuatan kebaikan jika perbuatan baik tidak disebut sebagai
perbuatan buruk? Dan yang bisa mengemas dan memutar balikkan yang ma’ruf
dianggap sebagai yang mungkar tiada lain adalah orang-orang yang
dianggap berilmu. Dan jika ini terjadi maka orang-orang awam akan
meninggalkan perbuatan ma’ruf dikarenakan mengikuti para ulama jahat
yang merupakan orang-orang munafiq.
Ada banyak perbuatan mungkar yang diserukan oleh ulama su’ agar
diikuti oleh kaum muslimin. Mungkin sebagian orang akan keheranan, sebab
bagaimana mungkin orang yang disebut ulama akan mengajak umat untuk
melakukan perbuatan mungkar?. Jika saja yang dimaksud dengan perbuatan
mungkar itu adalah perbuatan seperti berzina, minum khomer, mencuri dan
berkata dusta tentu akan diingkari oleh kaum muslimin. Sebab orang
muslim yang paling awam sekalipun tahu bahwa perbuatan-perbuatan
tersebut adalah kemaksiatan yang harus dijauhi. Namun sesungguhnya
perbuatan mungkar yang diserukan oleh para ulama su’ adalah kejahatan
yang lebih besar dari berzina, minum khamer, mencuri dan berkata dusta.
Setidaknya ada tiga pokok perbuatan mungkar yang diserukan oleh para
ulama su’ kepada kaum muslimin untuk diikuti. Yang mana konsekwensi dari
perbuatan mungkar tersebut akan menyebabkan rusak dan hilangnya agama
pada seorang muslim. Dan juga akan berakibat pada rusaknya tatanan hidup
kaum muslimin didunia ini. Tiga pokok perbuatan mungkar tersebut
adalah:
- Para ulama su’ menyeru kaum muslimin untuk mengikuti sistem atau ajaran demokrasi yang dianut penguasa.
Mengajak kaum muslimin untuk mengikuti paham demokrasi pada
hakikatnya adalah mengajak umat kepada kesyirikan dan kekafiran. Sebab
dalam ajaran demokrasi wewenang untuk menetapkan hukum adalah hak
anggota legislatif atau dewan perwakilan rakyat. Sedangkan dalam ajaran
Islam menetapkan hukum dan undang-undang adalah hak Allah ‘azza wa
jalla. Maka sesungguhnya dalam praktek ajaran demokrasi ada perampasan
hak dan wewenang membuat hukum dan undang-undang dari Allah oleh para
anggota legislatif. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
قُلْ إِنِّي عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَكَذَّبْتُمْ بِهِ مَا عِنْدِي مَا تَسْتَعْجِلُونَ بِهِ إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ .
“Menetapkan (hukum) itu hanyalah hak Allah.” (QS. Al-An’am: 57).
Maka ketika para ulama su’ tersebut menyeru kaum muslimin untuk
mengikuti paham demokrasi berarti mengajak umat untuk melimpahkan
wewenang membuat hukum kepada para anggota legislatif dengan cara
merampasnya dari Allah. Jelas ini adalah perbuatan syirik dan kekafiran.
Dan perbuatan syirik adalah perbuatan mungkar yang paling mungkar dan
kejahatan yang paling besar. Hal tersebut sebagaimana firman Allah:
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ .
“…sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13).
Dan untuk menipu umat Islam agar menerima paham demokrasi maka
kemudian para ulama su’ mengemas ajaran demokrasi yang kafir dengan
istilah syar’i. Mereka menyebut bahwa demokrasi adalah sama dengan
syuro’ (musyawarah) yang diajarkan oleh Islam. Lantas kemudian mereka
menegakkan syubhat-syubhat batil demi mengemas ajaran demokrasi agar
seolah-olah sesuai dengan syariat Islam. Akibatnya umatpun banyak
tertipu dan kemudian mengikuti ajakan kemungkaran yang diserukan oleh
para ulama su’ budak penguasa.
- Para ulama su’ menyeru kaum muslimin untuk berhukum dengan selain hukum Islam yang diberlakukan oleh penguasa.
Sudah diketahui bahwa hukum yang diberlakukan oleh para penguasa
murtad bukanlah hukum Islam. Namun demikian para ulama su’ pelayan para
penguasa mengajak kaum muslimin untuk menjunjung tinggi dan mematuhi
hukum tersebut. Padahal Allah ‘azza wa jalla telah melarang kaum
muslimin untuk menjadikan selain hukumNya sebagai rujukan dan pemutus
perkara diantara mereka. Dan Allah menetapkan vonis kafir bagi orang
yang berhukum dengan selain hukum yang Allah turunkan. Hal tersebut
seperti yang Allah firmankan berikut ini:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا .
“Tidaklah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang
mengaku bahwa mereka telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu
dan kepada apa yang diturunkan sebelummu?. Tetapi mereka masih
menginginkan ketetapan hukum kepada thoghut, padahal mereka telah
diperintahkan untuk mengingkari thoghut itu. Dan setan bermaksud
menyesatkan mereka dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS An-Nisa’: 60).
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ .
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.” (QS. Al-Maidah: 44).
Maka sesungguhnya para ulama su’ yang menyeru kaum muslimin untuk
mematuhi hukum yang diberlakukan oleh para penguasa dan menjadikannya
sebagai rujukan berarti telah mengajak umat ini kepada kekafiran.
Lihatlah apa yang diserukan oleh para munafiqin pada demo 4-11 dan 2-12
!?. Mereka mengajak umat Islam untuk menuntut kepada penguasa murtad
untuk menghukum penista al-qur’an dengan hukum yang berlaku. Ini artinya
para ulama su’ tersebut telah mengajak kaum muslimin kepada kekafiran.
Dan untuk memperindah ajakannya ada ulama munafiq yang menyebut tuntutan
menghukum penista al-qur’an dengan hukum thoghut sebagai jihadul
kalimah. Wallahi !!, ulama yang menyatakan demikian adalah ulama sesat
dan menyesatkan.
- Para ulama su’ mengajak kaum muslimin untuk menjadikan orang kafir sebagai pemimpin dan mentaatinya.
Sudah dimaklumi bahwa status para penguasa yang berhukum dengan
selain hukum Allah adalah kafir. Maka tidak ada kewajiban atas kaum
muslimin untuk mentaati para penguasa tersebut. Dan diharamkan atas kaum
muslimin untuk mengangkat mereka sebagai pemimpin, bahkan sekedar
menyetujui kepemimpinan mereka pun tidak dibenarkan. Namun para ulama
su’ budak para penguasa justru menyeru kaum muslimin untuk mendatangi
tempat-tempat pemungutan suara dalam rangka memilih para pemimpin
tersebut. Dan mereka mengeluarkan fatwa haram atas orang yang tidak ikut
serta dalam pemungutan suara yang merupakan bagian dari proses
demokrasi yang kafir.
Allah ‘azza wa jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ .
“Wahai orang-orang yang beriman!, Janganlah kamu menjadikan orang
Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin, mereka satu sama lain pemimpin
sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu yang menjadikan mereka
sebagai pemimpin, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka.
Sungguh Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.” (QS. Al-Maidah: 51).
Ayat diatas bukan larangan secara khusus untuk menjadikan orang-orang
Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Namun ayat tersebut melarang untuk
menjadikan setiap orang kafir baik kafir asli (seperti Yahudi dan
Nasrani) dan kafir murtad sebagai pemimpin. Dan para penguasa yang
mengaku muslim namun berhukum dengan selain hukum Allah adalah murtad.
Dan menjadikan mereka sebagai pemimpin akan berkonsekwensi pada status
sama dengan mereka. Maka apa yang diserukan oleh para ulama su’ supaya
kaum muslimin mendatangi tempat-tempat pemungutan suara dalam rangka
memilih para pemimpin yang akan berhukum dengan selain hukum Allah
adalah seruan kepada kekafiran.
Ada banyak fakta dan contoh bagaimana para ulama su’ menyeru kaum
muslimin kepada kemungkaran. Namun tiga hal diatas adalah yang paling
mungkar dan yang lainnya pada intinya akan kembali pada sebab tiga hal
diatas.
Adapun fakta bahwa para ulama su’ tersebut mencegah kaum muslimin dari perbuatan ma’ruf, ada dua kejahatan dalam hal ini, yaitu:
- Mencegah kaum muslimin dari mengingkari dan memberontak kepada para penguasa yang berhukum dengan selain hukum Allah.
Penguasa yang berhukum dengan selain hukum Allah adalah kafir dan
termasuk dari salah satu kepala thoghut, sebagaimana firman Allah:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا .
“Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang
mengaku bahwa mereka telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu
dan kepada apa yang diturunkan sebelummu?. Tetapi mereka masih
menginginkan ketetapan hukum kepada thoghut. Padahal mereka telah
diperintahkan untuk mengingkari thoghut itu.” (QS. An-Nisa’: 60).
Allah ‘azza wa jalla telah mewajibkan hambaNya untuk menjauhi dan
mengingkari thoghut. Sehingga setiap Rosul yang diutus oleh Allah
menyerukan perkara yang agung ini, sebagaimana firmanNya:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang Rosul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah dan jauhilah thoghut”. (QS. An-Nahl: 36).
Bahkan seorang hamba tidak dianggap telah mengesakan Allah
(bertauhid) jika tidak mengingkari thoghut. Meskipun ia sholat, puasa,
haji dan mengaku muslim. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى.
“Barangsiapa ingkar kepada thoghut dan beriman kepada Allah, maka
sungguh dia telah berpegang kepada tali yang sangat kuat (yaitu
Lailahaillallah).” (QS. Al-Baqarah: 256).
Ingkar kepada thoghut adalah perintah Allah, dan apa yang
diperintahkan Allah maka hukumnya wajib dilaksanakan oleh setiap hamba.
Dan sudah dipastikan bahwa setiap yang diperintahkan oleh Allah adalah
perkara yang ma’ruf. Namun para ulama su’ melarang kaum muslimin dari
melaksanakan perkara ini. Maka itu artinya para ulama su’ pelayan
thoghut itu telah melarang manusia untuk melakukan perbuatan yang
ma’ruf.
- Melarang kaum muslimin dari berjihad memerangi penguasa kafir untuk menegakkan dienullah.
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ .
“Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada fitnah, dan agama
hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka
sesungguhnya Allah Mahamelihat apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Anfal: 39).
Allah azza’ wa jalla memerintahkan kaum muslimin untuk berjihad
memerangi orang-orang kafir sampai lenyapnya kekafiran dan hanya
dienullah yang nampak dan tinggi. Dan para penguasa yang berhukum dengan
selain hukum Allah termasuk orang-orang kafir yang harus diperangi.
Demokrasi dan hukum buatan manusia termasuk kekafiran yang harus
dilenyapkan dengan jihad. Maka hanya dengan memerangi para penguasa
kafir dan melenyapkan ideologi dan hukum kafir yang mereka anut, itulah
jalan untuk menegakkan dienullah. Sehingga hanya ada satu hukum yang
dijunjung tinggi dan dipatuhi oleh manusia dimuka bumi ini, yaitu hukum
Allah.
Jihad adalah perkara ma’ruf yang diperintahkan oleh Allah kepada kaum
muslimin. Namun para ulama su’ melarang kaum muslimin untuk
melaksanakan perintah ini dengan alasan para penguasa itu adalah
pemimpin kaum muslimin yang wajib ditaati. Padahal kekafiran para
penguasa tersebut sangat terang seterang matahari ditengah siang hari
yang terik. Dan para penguasa telah berijma’ wajibnya mencopot penguasa
yang melakukan kekafiran. Jika untuk itu bisa dilakukan oleh sekelompok
kaum muslimin yang memiliki kekuatan maka wajib atas mereka untuk
melakukannya.
Para ulama su’ budak penguasa bukan hanya melarang kaum muslimin
untuk memerangi penguasa murtad. Bahkan mereka turut serta bersama para
penguasa tersebut memerangi para mujahidin yang berjihad menegakkan
dienullah. Mereka memberikan sematan-sematan yang buruk kepada para
mujahidin. Sebutan khawarij, teroris, dan kaum radikal adalah sebagian
nama yang diberikan oleh para ulama pelayan thoghut. Dengan kejahatannya
tersebut para ulama telah membantu mengeksiskan kekafiran dan
menguatkan singgasana para penguasa kafir. Dan sebaliknya ia telah
melemahkan Islam dan kaum muslimin.
Itulah fakta-fakta tentang kejahatan para ulama su’ yang menjadi
fitnah yang dahsyat atas kaum muslimin. Maka hendaknya kaum muslimin
memperhatikan darimana mereka mengambil ilmu dan fatwa. Sebab salah
dalam mengambil sumber ilmu dan fatwa akan berakibat pada kesesatan dan
kesengsaraan di akhirat. Sesungguhnya mereka yang tampil di di
stasiun-stasiun televisi thoghut dan berbicara persoalan dien bukanlah
para ulama. Mereka adalah para pedagang yang menjual ayat-ayat Allah
dengan harga murah. Begitu pula para ahli agama yang mendatangi
pintu-pintu penguasa dan menjadi setan bisu untuk menyampaikan kebenaran
dihadapan para penguasa bukanlah ulama. Orang yang memiliki gelar
syaikh atau ustadz namun lebih takut kepada penguasa daripada takut
kepada Allah bukanlah ulama. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Diantara hamba-hamba Allah yang takut kepadaNya, hanyalah para ulama.” (QS. Fathir: 28).
Wallahu A’lam