MELALUI MEDIA INI KITA SALING BERBAGI SUKA DAN DUKA MENYAMBUNG TALISILATURAHMI YANG KEKAL ABADI,INI ADALAH WADAH DARI PSHT RAYON JURUG SEKERTARIAT KIPAS 210 (Kekeluargaan Ing Paseduluran Anak Silat 210)RANTING WONOSARI,CABANG KLATEN MELALUI MEDIA INI KITA SALING BERBAGI SUKA DAN DUKA MENYAMBUNG TALISILATURAHMI YANG KEKAL ABADI,INI ADALAH WADAH DARI PSHT RAYON JURUG SEKERTARIAT KIPAS 210 (Kekeluargaan Ing Paseduluran Anak Silat 210)RANTING WONOSARI,CABANG KLATEN

KETIKA SI MUNAFIQ DIJADIKAN ULAMA

Posted by KIPAS 210 - -

Salah satu fitnah akhir zaman yang tidak kalah dahsyat dengan fitnah Dajjal adalah munculnya para ulama su’. Mereka itulah yang berperan sebagai da’i-da’i yang menyeru manusia menuju pintu-pintu neraka jahanam. Jika dajjal menyesatkan banyak manusia dengan tipu dayanya yang dahsyat dengan tampil seolah-olah adalah pemimpin yang menyerukan kepada kebaikan, maka demikian juga dengan para ulama su’. Maka dengan label ulama yang melekat pada makhluk jahat tersebut tidak heran jika banyak kaum muslimin yang tertipu dengan tipu dayanya yang licik.
Berbagai macam nestapa berkepanjangan yang menimpa umat ini tidak bisa dilepaskan dari kejahatan para ulama su’. Ditindasnya kaum muslimin oleh para penguasa murtad yang memberlakukan hukum kafir buatan manusia hingga kini dibeberapa negeri Islam tidak bisa dilepaskan dari peranan para ulama su’. Bahkan penangkapan, pemenjaraan hingga pembunuhan atas para mujahidin pejuang syariat oleh para penguasa murtad juga mendapat restu dan persetujuan para ulama su’. Sehingga hampir seluruh kehinaan yang tengah diderita oleh umat ini karena kedustaan para ulama su’ dan berubahnya mereka menjadi setan bisu dari menyampaikan kebenaran.
Para ulama yang seharusnya menjadi pewaris para Nabi yang semestinya tampil menjadi pilar-pilar utama tegaknya syariat Islam namun justru menjadi tiang pancang penegak kekuasaan para murtadin. Mereka yang seharusnya menjadi yang terdepan dalam mempelopori jihad, tapi justru merekalah yang berusaha menghapus syariat jihad dari dada kaum muslimin. Bahkan sepantasnya merekalah yang paling pertama dalam memerangi sistem kekafiran dan pendukungnya. Namun sangat disayangkan justru merekalah yang membela sistem kafir dan melarang umat dari merobohkan dan menghancurkannya.
Ulama su’ yang sebenarnya adalah kaum munafiq yang memakai gelar keagamaan yang bertindak sebagai pelayan dan budak dari para penguasa murtad. Mereka bukan beramal sebagai penerang bagi umat namun mereka bekerja atas arahan dan kemauan penguasa. Ya, pada hakekatnya ulama su’ pelayan penguasa murtad adalah orang-orang munafiq, sebagaimana firman Allah:

بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا  .الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا .

“Kabarkanlah kepada orang-orang munafiq bahwa mereka akan mendapatkan siksaan yang pedih. (Yaitu) orang-orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan disisi orang kafir?. Ketahuilah bahwa semua kekuatan itu milik Allah.” (Qs. An-Nisa’: 138-139)
Dalam ayat diatas Allah menyebutkan bahwa orang-orang munafiq itu adalah mereka yang menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin. Inilah keadaan para ulama su’ yang menjadi pelayan dan pembela bagi penguasa yang memberlakukan hukum selain hukum Allah. Sudah dimaklumi bahwa penguasa yang demikian dikategorikan sebagai penguasa atau pemimpin kafir. Dan terhadap penguasa yang demikian kaum muslimin tidak memiliki kewajiban ta’at bahkan wajib untuk mencopotnya dari kepemimpinan atas kaum muslimin berdasarkan ijma’ ulama.
Namun demikian para penguasa yang memberlakukan hukum selain hukum Allah justru diberi label oleh para ulama su’ sebagai pemimpin kaum muslimin yang wajib ditaati. Dan para ulama su’ melarang kaum muslimin dari memberontak dan mengingkari para penguasa tersebut bagaimanapun keadaannya. Bahkan kaum muslimin yang mengingkari dan memberontak kepada penguasa tersebut akan diberi sematan atau julukan yang buruk oleh para penguasa su’. Sebutan khawarij, kaum radikal dan teroris adalah sebagian nama yang diberikan oleh para ulama su’ kepada kaum muslimin yang memerangi penguasa murtad demi untuk menegakkan syariat Islam mengganti sistem kafir milik penguasa.
Ada dua kejahatan pokok dari para munafiq yang berlabel ulama, hal tersebut sebagaimana firman Allah:

الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ .

“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan yang lain adalah (sama), mereka menyuruh (berbuat) yang munkar dan mencegah (perbuatan) yang ma’ruf dan mereka menggenggam tangannya (kikir). Mereka telah melupakan Allah, maka Allah melupakan mereka (pula). Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah: 67).
Dan kejahatan pokok para ulama munafiq itu adalah menyuruh manusia untuk berbuat kemungkaran dan mencegah dari perbuatan ma’ruf. Yang memungkinkan untuk melakukan dua hal tersebut dan akan ditaati oleh banyak manusia adalah para tokoh, diantaranya adalah para ulama. Jika saja yang menyuruh atau mengajak manusia untuk berbuat kemungkaran adalah orang awam yang tidak ditokohkan tentu hanya sedikit orang yang akan mengikuti bahkan akan ditentang oleh orang awam sekalipun. Akan tetapi jika yang menyuruh adalah orang yang diberi gelar ulama tentu akan banyak khalayak yang mengikuti dari kalangan yang awam maupun yang terpelajar. Sebab pada kenyataannya, jangankan ajakan ulama, sekedar perbuatan ulama saja akan menjadi hujjah dan ikutan bagi kaum muslimin awam.
Kejahatan kedua dari para ulama su’ itu adalah mencegah manusia dari perbuatan ma’ruf. Bagaimana mungkin manusia akan taat ketika dicegah dari perbuatan kebaikan jika perbuatan baik tidak disebut sebagai perbuatan buruk? Dan yang bisa mengemas dan memutar balikkan yang ma’ruf dianggap sebagai yang mungkar tiada lain adalah orang-orang yang dianggap berilmu. Dan jika ini terjadi maka orang-orang awam akan meninggalkan perbuatan ma’ruf dikarenakan mengikuti para ulama jahat yang merupakan orang-orang munafiq.
Ada banyak perbuatan mungkar yang diserukan oleh ulama su’ agar diikuti oleh kaum muslimin. Mungkin sebagian orang akan keheranan, sebab bagaimana mungkin orang yang disebut ulama akan mengajak umat untuk melakukan perbuatan mungkar?. Jika saja yang dimaksud dengan perbuatan mungkar itu adalah perbuatan seperti berzina, minum khomer, mencuri dan berkata dusta tentu akan diingkari oleh kaum muslimin. Sebab orang muslim yang paling awam sekalipun tahu bahwa perbuatan-perbuatan tersebut adalah kemaksiatan yang harus dijauhi. Namun sesungguhnya perbuatan mungkar yang diserukan oleh para ulama su’ adalah kejahatan yang lebih besar dari berzina, minum khamer, mencuri dan berkata dusta.
Setidaknya ada tiga pokok perbuatan mungkar yang diserukan oleh para ulama su’ kepada kaum muslimin untuk diikuti. Yang mana konsekwensi dari perbuatan mungkar tersebut akan menyebabkan rusak dan hilangnya agama pada seorang muslim. Dan juga akan berakibat pada rusaknya tatanan hidup kaum muslimin didunia ini. Tiga pokok perbuatan mungkar tersebut adalah:
  1. Para ulama su’ menyeru kaum muslimin untuk mengikuti sistem atau ajaran demokrasi yang dianut penguasa.
Mengajak kaum muslimin untuk mengikuti paham demokrasi pada hakikatnya adalah mengajak umat kepada kesyirikan dan kekafiran. Sebab dalam ajaran demokrasi wewenang untuk menetapkan hukum adalah hak anggota legislatif atau dewan perwakilan rakyat. Sedangkan dalam ajaran Islam menetapkan hukum dan undang-undang adalah hak Allah ‘azza wa jalla. Maka sesungguhnya dalam praktek ajaran demokrasi ada perampasan hak dan wewenang membuat hukum dan undang-undang dari Allah oleh para anggota legislatif. Allah ‘azza wa jalla berfirman:

قُلْ إِنِّي عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَكَذَّبْتُمْ بِهِ مَا عِنْدِي مَا تَسْتَعْجِلُونَ بِهِ إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ .

“Menetapkan (hukum) itu hanyalah hak Allah.” (QS. Al-An’am: 57).
Maka ketika para ulama su’ tersebut menyeru kaum muslimin untuk mengikuti paham demokrasi berarti mengajak umat untuk melimpahkan wewenang membuat hukum kepada para anggota legislatif dengan cara merampasnya dari Allah. Jelas ini adalah perbuatan syirik dan kekafiran. Dan perbuatan syirik adalah perbuatan mungkar yang paling mungkar dan kejahatan yang paling besar. Hal tersebut sebagaimana firman Allah:

إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ .

“…sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13).
Dan untuk menipu umat Islam agar menerima paham demokrasi maka kemudian para ulama su’ mengemas ajaran demokrasi yang kafir dengan istilah syar’i. Mereka menyebut bahwa demokrasi adalah sama dengan syuro’ (musyawarah) yang diajarkan oleh Islam. Lantas kemudian mereka menegakkan syubhat-syubhat batil demi mengemas ajaran demokrasi agar seolah-olah sesuai dengan syariat Islam. Akibatnya umatpun banyak tertipu dan kemudian mengikuti ajakan kemungkaran yang diserukan oleh para ulama su’ budak penguasa.
  1. Para ulama su’ menyeru kaum muslimin untuk berhukum dengan selain hukum Islam yang diberlakukan oleh penguasa.
Sudah diketahui bahwa hukum yang diberlakukan oleh para penguasa murtad bukanlah hukum Islam. Namun demikian para ulama su’ pelayan para penguasa mengajak kaum muslimin untuk menjunjung tinggi dan mematuhi hukum tersebut. Padahal Allah ‘azza wa jalla telah melarang kaum muslimin untuk menjadikan selain hukumNya sebagai rujukan dan pemutus perkara diantara mereka. Dan Allah menetapkan vonis kafir bagi orang yang berhukum dengan selain hukum yang Allah turunkan. Hal tersebut seperti yang Allah firmankan berikut ini:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا .

“Tidaklah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa mereka telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelummu?. Tetapi mereka masih menginginkan ketetapan hukum kepada thoghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thoghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS An-Nisa’: 60).
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ .
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.” (QS. Al-Maidah: 44).
Maka sesungguhnya para ulama su’ yang menyeru kaum muslimin untuk mematuhi hukum yang diberlakukan oleh para penguasa dan menjadikannya sebagai rujukan berarti telah mengajak umat ini kepada kekafiran. Lihatlah apa yang diserukan oleh para munafiqin pada demo 4-11 dan 2-12 !?. Mereka mengajak umat Islam untuk menuntut kepada penguasa murtad untuk menghukum penista al-qur’an dengan hukum yang berlaku. Ini artinya para ulama su’ tersebut telah mengajak kaum muslimin kepada kekafiran. Dan untuk memperindah ajakannya ada ulama munafiq yang menyebut tuntutan menghukum penista al-qur’an dengan hukum thoghut sebagai jihadul kalimah. Wallahi !!, ulama yang menyatakan demikian adalah ulama sesat dan menyesatkan.
  1. Para ulama su’ mengajak kaum muslimin untuk menjadikan orang kafir sebagai pemimpin dan mentaatinya.
Sudah dimaklumi bahwa status para penguasa yang berhukum dengan selain hukum Allah adalah kafir. Maka tidak ada kewajiban atas kaum muslimin untuk mentaati para penguasa tersebut. Dan diharamkan atas kaum muslimin untuk mengangkat mereka sebagai pemimpin, bahkan sekedar menyetujui kepemimpinan mereka pun tidak dibenarkan. Namun para ulama su’ budak para penguasa justru menyeru kaum muslimin untuk mendatangi tempat-tempat pemungutan suara dalam rangka memilih para pemimpin tersebut. Dan mereka mengeluarkan fatwa haram atas orang yang tidak ikut serta dalam pemungutan suara yang merupakan bagian dari proses demokrasi yang kafir.
Allah ‘azza wa jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ .

“Wahai orang-orang yang beriman!, Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin, mereka satu sama lain pemimpin sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu yang menjadikan mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.” (QS. Al-Maidah: 51).
Ayat diatas bukan larangan secara khusus untuk menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Namun ayat tersebut melarang untuk menjadikan setiap orang kafir baik kafir asli (seperti Yahudi dan Nasrani) dan kafir murtad sebagai pemimpin. Dan para penguasa yang mengaku muslim namun berhukum dengan selain hukum Allah adalah murtad. Dan menjadikan mereka sebagai pemimpin akan berkonsekwensi pada status sama dengan mereka. Maka apa yang diserukan oleh para ulama su’ supaya kaum muslimin mendatangi tempat-tempat pemungutan suara dalam rangka memilih para pemimpin yang akan berhukum dengan selain hukum Allah adalah seruan kepada kekafiran.
Ada banyak fakta dan contoh bagaimana para ulama su’ menyeru kaum muslimin kepada kemungkaran. Namun tiga hal diatas adalah yang paling mungkar dan yang lainnya pada intinya akan kembali pada sebab tiga hal diatas.
Adapun fakta bahwa para ulama su’ tersebut mencegah kaum muslimin dari perbuatan ma’ruf, ada dua kejahatan dalam hal ini, yaitu:
  1. Mencegah kaum muslimin dari mengingkari dan memberontak kepada para penguasa yang berhukum dengan selain hukum Allah.
Penguasa yang berhukum dengan selain hukum Allah adalah kafir dan termasuk dari salah satu kepala thoghut, sebagaimana firman Allah:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا .

“Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa mereka telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelummu?. Tetapi mereka masih menginginkan ketetapan hukum kepada thoghut. Padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thoghut itu.” (QS. An-Nisa’: 60).
Allah ‘azza wa jalla telah mewajibkan hambaNya untuk menjauhi dan mengingkari thoghut. Sehingga setiap Rosul yang diutus oleh Allah menyerukan perkara yang agung ini, sebagaimana firmanNya:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang Rosul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah dan jauhilah thoghut”. (QS. An-Nahl: 36).
Bahkan seorang hamba tidak dianggap telah mengesakan Allah (bertauhid) jika tidak mengingkari thoghut. Meskipun ia sholat, puasa, haji dan mengaku muslim. Allah ‘azza wa jalla berfirman:

الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى.

“Barangsiapa ingkar kepada thoghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang kepada tali yang sangat kuat (yaitu Lailahaillallah).” (QS. Al-Baqarah: 256).
Ingkar kepada thoghut adalah perintah Allah, dan apa yang diperintahkan Allah maka hukumnya wajib dilaksanakan oleh setiap hamba. Dan sudah dipastikan bahwa setiap yang diperintahkan oleh Allah adalah perkara yang ma’ruf. Namun para ulama su’ melarang kaum muslimin dari melaksanakan perkara ini. Maka itu artinya para ulama su’ pelayan thoghut itu telah melarang manusia untuk melakukan perbuatan yang ma’ruf.
  1. Melarang kaum muslimin dari berjihad memerangi penguasa kafir untuk menegakkan dienullah.

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ .

“Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada fitnah, dan agama hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Mahamelihat apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Anfal: 39).
Allah azza’ wa jalla memerintahkan kaum muslimin untuk berjihad memerangi orang-orang kafir sampai lenyapnya kekafiran dan hanya dienullah yang nampak dan tinggi. Dan para penguasa yang berhukum dengan selain hukum Allah termasuk orang-orang kafir yang harus diperangi. Demokrasi dan hukum buatan manusia termasuk kekafiran yang harus dilenyapkan dengan jihad. Maka hanya dengan memerangi para penguasa kafir dan melenyapkan ideologi dan hukum kafir yang mereka anut, itulah jalan untuk menegakkan dienullah. Sehingga hanya ada satu hukum yang dijunjung tinggi dan dipatuhi oleh manusia dimuka bumi ini, yaitu hukum Allah.
Jihad adalah perkara ma’ruf yang diperintahkan oleh Allah kepada kaum muslimin. Namun para ulama su’ melarang kaum muslimin untuk melaksanakan perintah ini dengan alasan para penguasa itu adalah pemimpin kaum muslimin yang wajib ditaati. Padahal kekafiran para penguasa tersebut sangat terang seterang matahari ditengah siang hari yang terik. Dan para penguasa telah berijma’ wajibnya mencopot penguasa yang melakukan kekafiran. Jika untuk itu bisa dilakukan oleh sekelompok kaum muslimin yang memiliki kekuatan maka wajib atas mereka untuk melakukannya.
Para ulama su’ budak penguasa bukan hanya melarang kaum muslimin untuk memerangi penguasa murtad. Bahkan mereka turut serta bersama para penguasa tersebut memerangi para mujahidin yang berjihad menegakkan dienullah. Mereka memberikan sematan-sematan yang buruk kepada para mujahidin. Sebutan khawarij, teroris, dan kaum radikal adalah sebagian nama yang diberikan oleh para ulama pelayan thoghut. Dengan kejahatannya tersebut para ulama telah membantu mengeksiskan kekafiran dan menguatkan singgasana para penguasa kafir. Dan sebaliknya ia telah melemahkan Islam dan kaum muslimin.
Itulah fakta-fakta tentang kejahatan para ulama su’ yang menjadi fitnah yang dahsyat atas kaum muslimin. Maka hendaknya kaum muslimin memperhatikan darimana mereka mengambil ilmu dan fatwa. Sebab salah dalam mengambil sumber ilmu dan fatwa akan berakibat pada kesesatan dan kesengsaraan di akhirat. Sesungguhnya mereka yang tampil di di stasiun-stasiun televisi thoghut dan berbicara persoalan dien bukanlah para ulama. Mereka adalah para pedagang yang menjual ayat-ayat Allah dengan harga murah. Begitu pula para ahli agama yang mendatangi pintu-pintu penguasa dan menjadi setan bisu untuk menyampaikan kebenaran dihadapan para penguasa bukanlah ulama. Orang yang memiliki gelar syaikh atau ustadz namun lebih takut kepada penguasa daripada takut kepada Allah bukanlah ulama. Allah ‘azza wa jalla berfirman:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

“Diantara hamba-hamba Allah yang takut kepadaNya, hanyalah para ulama.” (QS. Fathir: 28).

Wallahu A’lam

SALAM PERSAUDARAAN....!!!
Kirimkan kritik dan saran untuk kebaikan bersama.

  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK PLAY
  • KLIK UNTUK PLAY
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK PLAY DAN DOWNLOAD
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK DOWOLOAD
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MELIHAT DAN MEMBACA
  • KLIK UNTUK MELIHAT
  • KLIK UNTUK MELIHAT

Chatting Temu Kangen Sedulur,
Salam Persaudaraan...!!!"