MELALUI MEDIA INI KITA SALING BERBAGI SUKA DAN DUKA MENYAMBUNG TALISILATURAHMI YANG KEKAL ABADI,INI ADALAH WADAH DARI PSHT RAYON JURUG SEKERTARIAT KIPAS 210 (Kekeluargaan Ing Paseduluran Anak Silat 210)RANTING WONOSARI,CABANG KLATEN MELALUI MEDIA INI KITA SALING BERBAGI SUKA DAN DUKA MENYAMBUNG TALISILATURAHMI YANG KEKAL ABADI,INI ADALAH WADAH DARI PSHT RAYON JURUG SEKERTARIAT KIPAS 210 (Kekeluargaan Ing Paseduluran Anak Silat 210)RANTING WONOSARI,CABANG KLATEN

Pengetahuan Tentang Takdir dan Penciptaan bagian kedua

Posted by KIPAS 210 - -







Cuplikan Sumber Literatur

Iman Kepada Takdir Baik dan Buruk
Banyak orang mengenal rukun iman tanpa mengetahui makna dan hikmah yang terkandung dalam keenam rukun iman tersebut. Salah satunya adalah iman kepada takdir. Tidak semua orang yang mengenal iman kepada takdir, mengetahui hikmah dibalik beriman kepada takdir dan bagaimana mengimani takdir. Berikut sedikit ulasan mengenai iman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk.

Takdir (qadar) adalah perkara yang telah diketahui dan ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan telah dituliskan oleh al-qalam (pena) dari segala sesuatu yang akan terjadi hingga akhir zaman. (Terj. Al Wajiiz fii ‘Aqidatis Salafish Shalih Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 95)

Allah telah menentukan segala perkara untuk makhluk-Nya sesuai dengan ilmu-Nya yang terdahulu (azali) dan ditentukan oleh hikmah-Nya. Tidak ada sesuatupun yang terjadi melainkan atas kehendak-Nya dan tidak ada sesuatupun yang keluar dari kehendak-Nya. Maka, semua yang terjadi dalam kehidupan seorang hamba adalah berasal dari ilmu, kekuasaan dan kehendak Allah, namun tidak terlepas dari kehendak dan usaha hamba-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,  “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Qs. Al-Qamar: 49)

“Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (Qs. Al-Furqan: 2)

“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.” (Qs. Al-Hijr: 21)

Mengimani takdir baik dan takdir buruk, merupakan salah satu rukun iman dan prinsip ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Tidak akan sempurna keimanan seseorang sehingga dia beriman kepada takdir, yaitu dia mengikrarkan dan meyakini dengan keyakinan yang dalam bahwa segala sesuatu berlaku atas ketentuan (qadha’) dan takdir (qadar) Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga dia beriman kepada qadar baik dan buruknya dari Allah, dan hingga yakin bahwa apa yang menimpanya tidak akan luput darinya, serta apa yang luput darinya tidak akan menimpanya.” (Shahih, riwayat Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/451) dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dan diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (no. 6985) dari ‘Abdullah bin ‘Amr. Syaikh Ahmad Syakir berkata: ‘Sanad hadits ini shahih.’ Lihat juga Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah (no. 2439), karya Syaikh Albani rahimahullah)

Jibril ‘alaihis salam pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai iman, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir serta qadha’ dan qadar, yang baik maupun yang buruk.” (Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya di kitab al-Iman wal Islam wal Ihsan (VIII/1, IX/5))
Dan Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma juga pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Segala sesuatu telah ditakdirkan, sampai-sampai kelemahan dan kepintaran.” (Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (IV/2045), Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/452), Ibnu Majah dalam Sunan-nya (I/32), dan al-Hakim dalam al-Mustadrak (I/23))

Antara Qodho’ dan Qodar
Dalam pembahasan takdir, kita sering mendengar istilah qodho’ dan qodar. Dua istilah yang serupa tapi tak sama. Mempunyai makna yang sama jika disebut salah satunya, namun memiliki makna yang berbeda tatkala disebutkan bersamaan. Kata qodho dan qadar ini serupa dengan kata iman dan islam, fakir dan miskin. Jika keduanya disebut bersamaan, maka makna keduanya berbeda dan jika disebut secara bersendirian, maka makna keduanya sama. Jika disebutkan qodho’ saja maka mencakup makna qodar, demikian pula sebaliknya. Namun jika disebutkan bersamaan, maka qodho’ maknanya adalah sesuatu yang telah ditetapkan Allah pada makhluk-Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan, maupun perubahan terhadap sesuatu. Sedangkan qodar maknanya adalah sesuatu yang telah ditentukan Allah sejak zaman azali. Dengan demikian qodar ada lebih dulu kemudian disusul dengan qodho’.

Tingkatan Takdir
Beriman kepada takdir tidak akan sempurna kecuali dengan empat perkara yang disebut tingkatan takdir atau rukun-rukun takdir. Keempat perkara ini adalah pengantar untuk memahami masalah takdir. Barang siapa yang mengaku beriman kepada takdir, maka dia harus merealisasikan semua rukun-rukunnya, karena yang sebagian akan bertalian dengan sebagian yang lain. Barang siapa yang mengakui semuanya, baik dengan lisan, keyakinan dan amal perbuatan, maka keimanannya kepada takdir telah sempurna. Namun, barang siapa yang mengurangi salah satunya atau lebih, maka keimanannya kepada takdir telah rusak.

Tingkatan Pertama: al-’Ilmu (Ilmu)
Yaitu, beriman bahwa Allah mengetahui dengan ilmu-Nya yang azali mengenai apa-apa yang telah terjadi, yang akan terjadi, dan apa yang tidak terjadi, baik secara global maupun terperinci, di seluruh penjuru langit dan bumi serta di antara keduanya. Allah Maha Mengetahui semua yang diperbuat makhluk-Nya sebelum mereka diciptakan, mengetahui rizki, ajal, amal, gerak, dan diam mereka, serta mengetahui siapa di antara mereka yang sengsara dan bahagia.

Allah Ta’ala telah berfirman, “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (Qs. Al-Hajj: 70)

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua perkara yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia Maha Mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tidak ada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak juga sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan telah tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Qs. Al-An’aam: 59)

“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu.” (Qs. At-Taubah: 115)

Tingkatan Kedua: al-Kitaabah (Penulisan)
Yaitu, mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menuliskan apa yang telah diketahui-Nya berupa ketentuan-ketentuan seluruh makhluk hidup di dalam al-Lauhul Mahfuzh. Suatu kitab yang tidak meninggalkan sedikit pun di dalamnya, semua yang terjadi, apa yang akan terjadi, dan segala yang telah terjadi hingga hari Kiamat, ditulis di sisi Allah Ta’ala dalam Ummul Kitab.

Allah Ta’ala berfirman, “Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Qs. Yaasiin: 12)

“Tidak ada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.” (Qs. Al-Hadiid: 22)

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah telah menulis seluruh takdir seluruh makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya, kitab al-Qadar (no. 2653), dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash radhiyallahu ‘anhuma, diriwayatkan pula oleh Tirmidzi (no. 2156), Imam Ahmad (II/169), Abu Dawud ath-Thayalisi (no. 557))

Dalam sabdanya yang lain, “Yang pertama kali Allah ciptakan adalah al-qalam (pena), lalu Allah berfirman, ‘Tulislah!’ Ia bertanya, ‘Wahai Rabb-ku apa yang harus aku tulis?’ Allah berfirman, ‘Tulislah takdir segala sesuatu sampai terjadinya Kiamat.’”(Shahih, riwayat Abu Dawud (no. 4700), dalam Shahiih Abu Dawud (no. 3933), Tirmidzi (no. 2155, 3319), Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah (no. 102), al-Ajurry dalam ­asy-Syari’ah (no.180), Ahmad (V/317), dari Shahabat ‘Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu)

Oleh karena itu, apa yang telah ditakdirkan menimpa manusia tidak akan meleset darinya, dan apa yang ditakdirkan tidak akan mengenainya, maka tidak akan mengenainya, sekalipun seluruh manusia dan golongan jin mencoba mencelakainya.

Tingkatan Ketiga: al-Iraadah dan Al Masyii-ah (Keinginan dan Kehendak)
Yaitu, bahwa segala sesuatu yang terjadi di langit dan di bumi adalah sesuai dengan keinginan dan kehendak (iraadah dan masyii-ah) Allah yang berputar di antara rahmat dan hikmah. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dengan rahmat-Nya, dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dengan hikmah-Nya. Dia tidak boleh ditanya mengenai apa yang diperbuat-Nya karena kesempurnaan hikmah dan kekuasaan-Nya, tetapi kita, sebagai makhluk-Nya yang akan ditanya tentang apa yang terjadi pada kita, sesuai dengan firman-Nya,

“Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai.” (Qs. Al-Anbiyaa’: 23)

Kehendak Allah itu pasti terlaksana, juga kekuasaan-Nya sempurna meliputi segala sesuatu. Apa yang Allah kehendaki pasti akan terjadi, meskipun manusia berupaya untuk menghindarinya, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya, maka tidak akan terjadi, meskipun seluruh makhluk berupaya untuk mewujudkannya.

Allah Ta’ala berfirman,
“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia akan melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit.” (Qs. Al-An’aam: 125)

“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam.” (Qs. At-Takwir: 29)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sesungguhnya hati-hati manusia seluruhnya di antara dua jari dari jari jemari Ar-Rahmaan seperti satu hati; Dia memalingkannya kemana saja yang dikehendaki-Nya.” (Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (no. 2654). Lihat juga Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah (no. 1689))

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Para Imam Salaf dari kalangan umat Islam telah ijma’ (sepakat) bahwa wajib beriman kepada qadha’ dan qadar Allah yang baik maupun yang buruk, yang manis maupun yang pahit, yang sedikit maupun yang banyak. Tidak ada sesuatu pun terjadi kecuali atas kehendak Allah dan tidak terwujud segala kebaikan dan keburukan kecuali atas kehendak-Nya. Dia menciptakan siapa saja dalam keadaan sejahtera (baca: menjadi penghuni surga) dan ini merupakan anugrah yang Allah berikan kepadanya dan menjadikan siapa saja yang Dia kehendaki dalam keadaan sengsara (baca: menjadi penghuni neraka). Ini merupakan keadilan dari-Nya serta hak absolut-Nya dan ini merupakan ilmu yang disembunyikan-Nya dari seluruh makhluk-Nya.” (al-Iqtishaad fil I’tiqaad, hal. 15)

Tingkatan Keempat: al-Khalq (Penciptaan)
Yaitu, bahwa Allah adalah Pencipta (Khaliq) segala sesuatu yang tidak ada pencipta selain-Nya, dan tidak ada rabb selain-Nya, dan segala sesuatu selain Allah adalah makhluk. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (Qs. Az-Zumar: 62)

Meskipun Allah telah menentukan takdir atas seluruh hamba-Nya, bukan berarti bahwa hamba-Nya dibolehkan untuk meninggalkan usaha. Karena Allah telah memberikan qudrah (kemampuan) dan masyii-ah (keinginan) kepada hamba-hamba-Nya untuk mengusahakan takdirnya. Allah juga memberikan akal kepada manusia, sebagai tanda kesempurnaan manusia dibandingkan dengan makhluk-Nya yang lain, agar manusia dapat membedakan antara kebaikan dan keburukan. Allah tidak menghisab hamba-Nya kecuali terhadap perbuatan-perbuatan yang dilakukannya dengan kehendak dan usahanya sendiri. Manusialah yang benar-benar melakukan suatu amal perbuatan, yang baik dan yang buruk tanpa paksaan, sedangkan Allah-lah yang menciptakan perbuatan tersebut. Hal ini berdasarkan firman-Nya,

“Padahal Allah-lah yang menciptakanmu dan apa yang kamu perbuat itu.” (Qs. Ash-Shaaffaat: 96)

Dan Allah Ta’ala juga berfirman, yang artinya, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya.” (Qs. Al-Baqarah: 286)

Antara Kehendak Makhluk dan Kehendak-Nya
Beriman dengan benar terhadap takdir bukan berarti meniadakan kehendak dan kemampuan manusia untuk berbuat. Hal ini karena dalil syariat dan realita yang ada menunjukkan bahwa manusia masih memiliki kehendak untuk melakukan sesuatu.

Dalil dari syariat, Allah Ta’ala telah berfirman tentang kehendak makhluk,
“Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya.” (QS. An Nabaa’:39)

“Isteri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. …”(Al Baqoroh:223)

Adapun tentang kemampuan makhluk Allah menjelaskan,
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta’atlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu . Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. At Taghobun :16)

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya….”(QS. Al Baqoroh:286)

Sedangkan realita yang ada menunjukkan bahwa setiap manusia mengetahui bahwa dirinya memiliki kehendak dan kemampuan. Dengan kehendak dan kemampuannya, dia melakukan atau meninggalkan sesuatu. Ia juga bisa membedakan antara sesuatu yang terjadi dengan kehendaknya (seperti berjalan), dengan sesuatu yang terjadi tanpa kehendaknya, (seperti gemetar atau bernapas). Namun, kehendak maupun kemampuan makhluk itu terjadi dengan kehendak dan kemampuan Allah Ta’la karena Allah berfirman,
“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At Takwiir:28-29). Dan karena semuanya adalah milik Allah maka tidak ada satu pun dari milik-Nya itu yang tidak diketahui dan tidak dikehendaki oleh-Nya.

Macam-Macam Takdir
Pembaca yang dirahmati Allah, perlu kita ketahui bahwa takdir ada beberapa macam :

[1] Takdir Azali. Yakni ketetapan Allah sebelum penciptaan langit dan bumi ketika Allah Ta’ala menciptakan qolam (pena). Allah berfirman,
“Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (QS. At Taubah:51)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallaam bersabda, “… Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi”

[2] Takdir Kitaabah. Yakni pencatatan perjanjian ketika manusia ditanya oleh Allah:”Bukankah Aku Tuhan kalian?”. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengata-kan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. atau agar kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu ?” (QS. Al A’raaf 172-173).

[3] Takdir ‘Umri. Yakni ketetapan Allah ketika penciptaan nutfah di dalam rahim, telah ditentukan jenis kelaminnya, ajal, amal, susah senangnya, dan rizkinya. Semuanya telah ditetapkan, tidak akan bertambah dan tidak berkurang. Allah Ta’ala berfirman,
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.” (QS. Al Hajj:5)

[4] Takdir Hauli. Yakni takdir yang Allah tetapkan pada malam lailatul qadar, Allah menetapkan segala sesuatu yang terjadi dalam satu tahun. Allah berfirman,
“Haa miim . Demi Kitab (Al Qur’an) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul” (QS. Ad Dukhaan:1-5)

[5] Takdir Yaumi. Yakni  penentuan terjadinya takdir pada waktu yang telah ditakdirkan sebelumnya. Allah berfirman, “Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepadaNya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan . “ (QS. Ar Rahmaan: 29). Ibnu Jarir meriwayatkan dari Munib bin Abdillah bin Munib Al Azdiy dari bapaknya berkata, “Rasulullah membaca firman Allah “ Setiap waktu Dia dalam kesibukan”, maka kami bertanya: Wahai Rasulullah apakah kesibukan yang dimaksud?. Rasulullah bersabda :” Allah mengampuni dosa, menghilangkan kesusahan, dan meninggikan suara serta merendahkan suara yang lain”

Namun demikian semua takdir ini telah ada di kitab Lauhul Mahfuz, ini adalah terkait penyampaian penetapan takdir pada waktu penetapannya di dalam ruang dan waktu manusia.
Contoh Minimalisnya : pernyataan ilmuan :

untuk pekerjaan yang umum :

  • robot dengan kecerdasan buatan dari bahan bio teknologi dan fisik dari bahan baku buatan jepang adalah lebih baik kinerjanya dalam melakukan pekerjaan dan akan berumur panjang/tahan lama
  • robot dengan kecerdasan buatan dari bahan bio teknologi dan fisik dari bahan baku buatan china adalah lebih baik kinerjanya dalam melakukan pekerjaan namun tidak akan berumur panjang/tahan lama
  • robot dengan kecerdasan buatan dari bahan "keras/biasa" dan fisik dari bahan baku buatan jepang adalah kinerjanya kurang baik dalam melakukan pekerjaan dan akan berumur sedang diantara 2 model yang pertama
  • robot dengan kecerdasan buatan dari bahan "keras/biasa" dan fisik dari bahan baku buatan china adalah sangat jelek kinerjanya dalam melakukan pekerjaan dan lebih-lebih tidak akan berumur panjang/tahan lama
untuk pekerjaan yang khusus :
  • robot dengan kecerdasan buatan dari bahan "keras/biasa" dan fisik dari bahan baku buatan jepang adalah sangat baik kinerjanya dengan pekerjaan berat dan sistem yang keras, akan lebih tahan lama dibanding bila diberi bio teknologi.
  • robot dengan kecerdasan buatan dari bahan bio teknologi dan fisik dari bahan baku buatan china adalah lebih murah harganya dan dapat dibuat lebih massal dengan demikian kemampuannya bisa setara  atau lebih banyak daripada dengan yang pilihan terbaik tapi mahal namun sedikit yang didapatkan/bisa dibeli
  • dll
2 orang anak murid ilmuan sedang mengadakan percobaan untuk mengetahui benar atau tidaknya teori yang telah ditulis oleh sang ilmuan dengan dipimpin oleh sang ilmuan sendiri. saat pembuatan robot pertama, anak murid bertanya: yang ini bio teknolgi apa "keras/biasa"?, "buatan jepang apa yang buatan china konstruksinya?". "ilmuan meminta dan berkata, untuk robot itu masukkan kecerdasan buatan dari bahan bio teknologi dan fisik dari bahan baku buatan china. robot kedua, masukkan kecerdasan buatan dari bahan "keras/biasa" dan fisik dari bahan baku buatan jepang. robot ketiga, masukkan kecerdasan buatan dari bahan bio teknologi dan fisik dari bahan baku buatan jepang. robot keempat masukkan kecerdasan buatan dari bahan "keras/biasa" dan fisik dari bahan baku buatan china.

Ilmuan bisa jadi salah dalam teori yang telah ia simpulkan terlebih dahulu, apalagi penulis yang tidak tahu teknologi, namanya juga mengarang saja. namun masa Tuhan salah dalam kesimpulan awalnya akan jadi apa ciptaanNya didalam skenarioNya dengan membuktikan memberi umur, rezeki, bahagia/sengsara, jodoh berragam itu ke masing-masing ciptaan yang merupakan bagian mempermudah keadaan yang Ia inginkan itu.  



Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah. Qs. Faathir : 11

Sikap Pertengahan Dalam Memahami Takdir
Diantara prinsip ahlus sunnah adalah bersikap pertengahan dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah, tidak sebagaimana sikap ahlul bid’ah. Ahlus sunnah beriman bahwa Allah telah menetapkan seluruh taqdir sejak azali, dan Allah mengetahui takdir yang akan terjadi pada waktunya dan bagaimana bentuk takdir tersebut, semuanya terjadi sesuai dengan takdir yang telah Allah tetapkan.

Adapun orang-orang yang menyelisihi Al Quran dan As Sunnah, mereka bersikap berlebih-lebihan. Yang satu terlalu meremehkan dan yang lain melampaui batas. Kelompok Qodariyyah, mereka mengingkari adanya takdir. Mereka mengatakan bahwa Allah tidak menakdirkan perbuatan hamba. Menurut mereka perbuatan hamba bukan makhluk Allah, namun hamba sendirilah yang menciptakan perbuatannya. Mereka mengingkari penciptaan Allah terhadap amal hamba.

Kelompok yang lain adalah yang  terlalu melampaui batas dalam menetapkan takdir. Mereka dikenal dengan kelompok Jabariyyah. Mereka berlebihan dalam menetapkan takdir dan menafikan adanya kehendak hamba dalam perbuatannya. Mereka mengingkari adanya perbuatan hamba dan menisbatkan semua perbuatan hamba kepada Allah. Jadi seolah-olah hamba dipaksa dalam perbuatannya.

Kedua kelompok di atas telah salah dalam memahai takdir sebagaimana ditunjukkan dalam banyak dalil. Di antaranya firman Allah ‘Azza wa Jalla,
“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.”(QS. At Takwiir:28-29)

Pada ayat (yang artinya), “ (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang menempuh jalan yang lurus” merupakan bantahan untuk Jabariyyah karena pada ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak bagi hamba. Hal ini bertentangan dengan keyakinan mereka yang mengatakan bahwa hamba dipaksa tanpa memiliki kehendak. Kemudian Allah berfirman (yang artinya), “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki oleh Allah, Tuhan semesta alam.” Dalam ayat ini terdapat bantahan untuk Qodariyah yang mengatakan bahwa kehendak manusia itu berdiri sendiri dan diciptakan oleh hamba tanpa sesuai dengan  kehendak Allah karena Allah mengaitkan kehendak hamba dengan kehendak-Nya.

Takdir Baik dan Takdir Buruk
Takdir terkadang disifati dengan takdir baik dan takdir buruk. Takdir yang baik sudah jelas maksudnya. Lalu apa yang dimaksud dengan takdir yang buruk? Apakah berarti Allah berbuat sesuatu yang buruk? Dalam hal ini kita perlu memahami antara takdir yang merupakan perbuatan Allah dan dampak/hasil dari perbuatan tersebut. Jika takdir disifati buruk, maka yang dimaksud adalah buruknnya sesuatu yang ditakdirkan tersebut, bukan takdir yang merupakan perbuatan Allah, karena tidak ada satu pun perbuatan Allah yang buruk. Seluruh perbuatan Allah mengandung kebaikan dan hikmah. Jadi keburukan yang dimaksud ditinjau dari sesuatu yang ditakdirkan/hasil perbuatan, bukan ditinjau dari perbuatan Allah. Untuk lebih jelasnya bisa kita contohkan sebagai berikut.

Seseorang yang terkena kanker tulang ganas pada kaki misalnya, terkadang membutuhkan tindakan amputasi (pemotongan bagian tubuh) untuk mencegah penyebaran kanker tersebut. Kita sepakat bahwa terpotongnya kaki adalah sesuatu yang buruk. Namun pada kasus ini, tindakan melakukan amputasi (pemotongan kaki) adalah perbuatan yang baik. Walaupun hasil perbuatannya buruk (yakni terpotongnya kaki), namun tindakan amputasi adalah perbuatan yang baik. Demikian pula dalam kita memahami takdir yang Allah tetapkan. Semua perbuatan Allah adalah baik, walaupun terkadang hasilnya adalah sesuatu yang tidak baik bagi hambanya.

Namun yang perlu diperhatikan, bahwa hasil takdir yang buruk terkadang di satu sisi buruk, akan tetapi mengandung kebaikan di sisi yang lain. Allah Ta’ala berfirman :
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar Ruum:41). Kerusakan yang terjadi pada akhirnya menimbulkan kebaikan. Oleh karena itu, keburukan yang terjadi dalam takdir bukanlah keburukan yang hakiki, karena terkadang akan menimbulkan hasil akhir berupa kebaikan.

Hikmah Beriman Kepada Takdir
Beriman kepada takdir akan mengantarkan kita kepada sebuah hikmah penciptaan yang mendalam, yaitu bahwasanya segala sesuatu telah ditentukan. Sesuatu tidak akan menimpa kita kecuali telah Allah tentukan kejadiannya, demikian pula sebaliknya. Apabila kita telah faham dengan hikmah penciptaan ini, maka kita akan mengetahui dengan keyakinan yang dalam bahwa segala sesuatu yang datang dalam kehidupan kita tidak lain merupakan ketentuan Allah atas diri kita. Sehingga ketika musibah datang menerpa perjalanan hidup kita, kita akan lebih bijak dalam memandang dan menyikapinya. Demikian pula ketika kita mendapat giliran memperoleh kebahagiaan, kita tidak akan lupa untuk mensyukuri nikmat Allah yang tiada henti.

Manusia memiliki keinginan dan kehendak, tetapi keinginan dan kehendaknya mengikuti keinginan dan kehendak Rabbnya. Golongan Ahlus Sunnah menetapkan dan meyakini bahwa segala yang telah ditentukan, ditetapkan dan diperbuat oleh Allah memiliki hikmah dan segala usaha yang dilakukan manusia akan membawa hasil atas kehendak Allah.

Ingatlah saudariku, tidak setiap hal akan berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan, maka hendaklah kita menyerahkan semuanya dan beriman kepada apa yang telah Allah tentukan. Jangan sampai hati kita menjadi goncang karena sedikit ‘sentilan’, sehingga muncullah bisikan-bisikan dan pikiran-pikiran yang akan mengurangi nikmat iman kita. Dengarlah sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Berusahalah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan Allah dan janganlah sampai kamu lemah (semangat). Jika sesuatu menimpamu, janganlah engkau berkata ‘seandainya aku melakukan ini dan itu, niscaya akan begini dan begitu.’ Akan tetapi katakanlah ‘Qodarullah wa maa-syaa-a fa’ala (Allah telah mentakdirkan segalanya dan apa yang dikehendaki-Nya pasti dilakukan-Nya).’ Karena sesungguhnya (kata) ‘seandainya’ itu akan mengawali perbuatan syaithan.” (Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (no. 2664))

Tidak ada seorang pun yang dapat bertindak untuk merubah apa yang telah Allah tetapkan untuknya. Maka tidak ada seorang pun juga yang dapat mengurangi sesuatu dari ketentuan-Nya, juga tidak bisa menambahnya, untuk selamanya. Ini adalah perkara yang telah ditetapkan-Nya dan telah selesai penentuannya. Pena telah terangkat dan lembaran telah kering.

Berdalih dengan takdir diperbolehkan ketika mendapati musibah dan cobaan, namun jangan sekali-kali berdalih dengan takdir dalam hal perbuatan dosa dan kesalahan. Setiap manusia tidak boleh memasrahkan diri kepada takdir tanpa melakukan usaha apa pun, karena hal ini akan menyelisihi sunnatullah. Oleh karena itu berusahalah semampunya, kemudian bertawakkallah.
Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,

“Dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Anfaal: 61)

“Barang siapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupi (keperluan)nya.” (Qs. Ath-Thalaq: 3)

Dan jika kita mendapatkan musibah atau cobaan, janganlah berputus asa dari rahmat Allah dan janganlah bersungut-sungut, tetapi bersabarlah. Karena sabar adalah perisai seorang mukmin yang dia bersaudara kandung dengan kemenangan. Ingatlah bahwa musibah atau cobaan yang menimpa kita hanyalah musibah kecil, karena musibah dan cobaan terbesar adalah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana disebutkan dalam sabdanya,

“Jika salah seorang diantara kalian tertimpa musibah, maka ingatlah musibah yang menimpaku, sungguh ia merupakan musibah yang paling besar.” (Shahih li ghairih, riwayat Ibnu Sa’ad dalam Ath-Thabaqat (II/375), Ad-Darimi (I/40))

Apabila hati kita telah yakin dengan setiap ketentuan Allah, maka segala urusan akan menjadi lebih ringan, dan tidak akan ada kegundahan maupun kegelisahan yang muncul dalam diri kita, sehingga kita akan lebih semangat lagi dalam melakukan segala urusan tanpa merasa khawatir mengenai apa yang akan terjadi kemudian. Karena kita akan menggenggam tawakkal sebagai perbekalan ketika menjalani urusan dan kita akan menghunus kesabaran kala ujian datang menghadang.

Sebagian orang memiliki anggapan yang salah dalam memahami takdir. Mereka hanya pasrah terhadap takdir tanpa melakukan usaha sama sekali. Sunngguh, ini adalah kesalahan yang nyata.  Bukankah Allah juga memerintahkan kita untuk mengambil sebab dan melarang kita dari bersikap malas? Apabila kita sudah mengambil sebab dan mendapatkan hasil yang tidak kita inginkan, maka kita tidak boleh sedih dan berputus asa karena semuanya sudah merupakan ketetapan Allah.  Oleh karena itu, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu syaithon.”

Faedah Penting
Keimanan yang benar terhadap takdir akan membuahkan hal-hal penting, di antaranya sebagai berikut :

Pertama: Hanya bersandar kepada Allah ketika melakukan berbagai sebab, dan tidak bersandar kepada sebab itu sendiri. Karena segala sesuatu tergantung pada takdir Allah.

Kedua: Seseorang tidak sombong terhadap dirinya sendiri ketika tercapai tujuannya, karena keberhasilan yang ia dapatkan merupakan nikmat dari Allah, berupa sebab-sebab kebaikan dan keberhasilan yang memang telah ditakdirkan oleh Allah. Kekaguman terhadap dirinya sendiri akan melupakan dirinya untuk mensyukuri nikmat tersebut.

Ketiga: Munculnya ketenangan dalam hati terhadap takdir Allah yang menimpa dirinya, sehingga dia tidak bersedih atas hilangnya sesuatu yang dicintainya atau ketika mendapatkan sesuatu yang dibencinya. Sebab semuanya itu terjadi dengan ketentuan Allah. Allah berfirman,
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu…” (QS. Al Hadiid:22-23).

Demikian paparan ringkas seputar keimanan terhadap takdir. Semoga bermanfaat. Alhamdulillahiladzi bi ni’matihi tatimmush shaalihat.
Wallahu Ta’ala a’lam wal musta’an.

Penulis: Ummu Sufyan Rahmawaty Woly
Muraja’ah: Ust. Aris Munandar
Maraji’:
Al-Iqtishaad fil I’tiqaad, karya Imam Ibnu Qudamah, cetakan Maktabah Al-’Uluum wal Hikam.
Al-Wajiz fii ‘Aqidatis Salafish Shalih Ahlis Sunnah wal Jama’ah (Edisi Indonesia: Panduan ‘Aqidah Lengkap), karya Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdul Hamid Al-Atsari, cetakan Pustaka Ibnu Katsir.
‘Aqidatus Salaf Ash-habul Hadiits (Edisi Indonesia: ‘Aqidah Salaf Ash-habul Hadits), karya Syaikh Abu Isma’il Ash-Shabuni, cetakan Pustaka At-Tibyan.
‘Aqidah Salaf Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karya Abdul Hakim bin Amir Abdat, cetakan Maktabah Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
At-Ta’liqat Al-Mukhtasharah ‘Ala Matni Al-’Aqidah Ath-Thahawiyah (Edisi Indonesia: Penjelasan Ringkas Matan Al-’Aqidah Ath-Thahawiyah), karya Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, cetakan Pustaka Sahifa.
At-Tawakkul ‘alallaahi Ta’aalaa (Edisi Indonesia: Hidup Tentram dengan Tawakkal), karya Dr. ‘Abdullah bin ‘Umar Ad-Duwaiji, cetakan Pustaka Ibnu Katsir.
Fathul Baari Syarah Shahih Bukhari, karya Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, cetakan Darul Hadits.
Fathul Majid Syarah Kitaabut Tauhid (Edisi Indonesia: Fathul Majid), karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, cetakan Pustaka Sahifa.
Meniru Sabarnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (Edisi Terjemah), karya Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali, cetakan Pustaka Darul Ilmi.
Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas, cetakan Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Syarah Lum’atul I’tiqad (Edisi Indonesia: Wahai Saudaraku, Inilah ‘Aqidahmu), karya Syaikh Muhammad bin Utsaimin, cetakan Pustaka Ibnu Katsir.
Syarah Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah, karya Imam Al-Hafizh Al-Laalikai, cetakan Darul Hadits.
Ushulus Sunnah (Edisi Indonesia: ‘Aqidah Shahih Penyebab Selamatnya Seorang Muslim), karya Al-Hafizh Abu Bakar Al-Humaidi, cetakan Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Ushulus Sunnah (Edisi Indonesia: Ushulus Sunnah), karya Imam Ahmad bin Hambal, cetakan Pustaka Darul Ilmi. Artikel muslimah.or.id ……………………………………………………………………………………………….

Mengambil hikmah dan contoh pembelajaran penakdiran dari alam atau dari ciptaan dan buatan manusia.

Memahami Hakikat Penciptaan Melalui Matrix Takdir Dalam Lauhul Mahfuzh
Ditulis Oleh: BOIS

Assalamu’alaikum… (Ucapan salam khusus untuk saudaraku yang muslim)

AL FAATIHAH (PEMBUKAAN)
  1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
  2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
  3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
  4. Yang menguasai di Hari Pembalasan.
  5. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.
  6. Tunjukilah kami jalan yang lurus,
  7. (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Al A´laa (YANG PALING TINGGI)
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
  1. Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi,
  2. yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya),
  3. dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk,
  4. dan yang menumbuhkan rumput-rumputan,
  5. lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman.
  6. Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa,
  7. kecuali kalau Allah menghendaki. Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi.
  8. dan Kami akan memberi kamu taufik ke jalan yang mudah,
  9. oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat,
  10. orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran,
  11. dan orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya.
  12. (Yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka).
  13. Kemudian dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.
  14. Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman),
  15. dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat.
  16. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi.
  17. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.
  18. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu,
  19. (yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa

Al Baqarah 269. Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.

Listing Program Lauhul Fahfuzh

Subhanallah… Ternyata sistem komputerisasi yang kita kenal sekarang adalah bagian dari skenario Allah guna memberi pemahaman kepada manusia mengenai kitab Lauhul Mahfuzh, dan dengan adanya sistem komputerisasi yang diilhami kepada manusia itu pula, akhirnya manusia bisa memahami berbagai takdir yang mana memang sudah ditetapkan di dalam kitab Lauhul Mahfuzh. Karena itulah, saya menggunakan istilah Listing Program Lauhul Mahfuzh sebagai perumpamaan yang semoga bisa memudahkan manusia dalam mencerna perihal takdir dengan baik. Walaupun sesungguhnya saya sendiri tidak tahu pasti bagaimana dan seperti apa Lauhul Mahfuz itu sebenarnya, apakah memang bentuk seperti listing pemprograman komputer yang kita kenal sekarang atau tidak. Sebab, listing program yang kita kenal sekarang adalah ciptaan Allah juga, yang mana telah diilhamkan kepada manusia demi kemaslahatan manusia itu sendiri. Wallahu’alam…

An Naml 75. Tiada sesuatupun yang ghaib di langit dan di bumi, melainkan (terdapat) dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh).

Al Hadiid 22. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.

Al An'aam 38. Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab[472], kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.

[472].sebagian mufassirin menafsirkan Al-Kitab itu dengan Lauhul Mahfuzh dengan arti bahwa nasib semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan) dalam Lauhul Mahfuzh. Dan ada pula yang menafsirkannya dengan Al-Quran dengan arti: dalam Al-Quran itu telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum, hikmah-hikmah dan pimpinan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, dan kebahagiaan makhluk pada umumnya.

Al An'aam 59. Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh)"

Demikianlah kitab Lauhul Mahfuzh itu, tampak mirip sekali dengan Listing program (daftar pengkodean) yang ada pada sistem komputer yang kita kenal sekarang, walaupun Lauhul Mahfuzh itu jelas sangat jauh, jauh, jauh lebih kompleks. Dan untuk mempermudah pemahaman kita, marilah kita bandingkan Listing Program Lauhul Mahfuzh itu dengan Listing Program Game Online yang kita kenal selama ini, yang mana setiap objek yang ada di dalam Game Online jelas sudah ditentukan oleh programmernya. Dari keadaannya dunianya, waktunya, skenarionya, berbagai karakternya, hingga sampai ke berbagai perlengkapan karakternya. Dan programmer itulah yang mengendalikan sepenuhnya mengenai apa yang ada di dunia game, apakah ia akan menambahkan karakter baru, membuat dunia baru, atau membuat skenario baru. Sesungguhnya, banyak sekali yang bisa dilakukan oleh seorang programmer guna bisa membuat dunia game seperti yang diinginkannya (programmer yang saya maksud di sini adalah manusia yang membuat program permainan Game Online secara independent).

Karena itulah, sebagai penguasa di dunia game, tidak mustahil seorang programmer bisa mengetahui apa yang sudah terjadi. Sebab, semua yang telah terjadi di dunia game akan selalu tersimpan di dalam data basenya. Selain itu, dia juga bisa mengetahui apa akan terjadi kemudian. Sebab, dialah yang membuat data base skenarionya. Namun sayangnya, seorang programmer tidak mungkin bisa mengetahui isi hati seorang gamer (manusia yang memainkan program game buatannya). Sebab, memang bukan programmer yang menciptakan manusia, sehingga mustahil baginya untuk bisa mengetahui isi hati manusia. Itulah hal mendasar yang membedakan antara Dunia Game Online buatan programmer, dan Dunia Kita ciptaan Allah. Karena itulah kita tak usah heran, kalau Allah itu adalah Tuhan yang Maha Kuasa dan Maha Mengetahui segalanya, termasuk isi hati setiap manusia. Sebab, Allah-lah yang telah memprogram dunia kita beserta isinya, termasuk kita, dan semuanya itu telah ditulis-Nya di dalam sebuah kitab yang bernama Lauhul Mahfuzh.

Para gamer yang bermain Game Online pun mirip sekali dengan wujud gaib kita yang bernama Roh. Di dalam dunia game, gamer hanya bisa berkuasa sebatas mengendalikan karakter miliknya guna menaikan level karakter yang dimainkannya, yaitu dengan cara mengemban misi pada setiap skenario yang sudah ditetapkan oleh sang programmer. Begitupun dengan diri kita di dunia yang fana ini, yang mana telah ditugaskan untuk menjadi khalifah guna menaikkan level kemuliaan kita, yaitu dengan cara bertakwa kepada Allah.

Al Anfaal 17. Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Jelas sekali diterangkan dalam ayat tersebut, kalau manusia memang tak berkuasa apa-apa. Sebab, segala aktifitas manusia memang sudah terprogram, termasuk aktifitas yang ada pada ayat itu, yaitu membunuh dan melempar, yang mana keduanya adalah bagian dari ciptaan Allah. Karenanyalah memang sudah sepantasnya Allah berbicara begitu, dengan maksud agar manusia jangan menyombongkan diri terhadap "kemampuan fisik yang dimilikinya", karena sesungguhnya kemampuan itu semata-mata karena Allah yang menggerakkannya. Untuk lebih jelasnya, silakan anda perhatikan karakter yang ada di Dunia Game Online. Apakah karakter itu bisa bergerak karena digerakkan oleh seorang gamer? Mungkin bagi orang awam yang tidak mengerti akan menjawabnya iya, namun bagi mereka yang memahami dunia pemprograman tentu saja akan menjawab bukan. Sebab, pada hakekatnya bergeraknya karakter itu disebabkan adanya program pergerakan interaktif yang dibuat oleh si programmer. Jika programmer tidak membuat program pergerakan interaktif itu, mustahil gamer bisa menggerakkan karakternya.

Karena itulah, di dalam dunia kita ini, kita sama-sekali tak berkuasa untuk menggerakkan seluruh anggota badan kita. Jangankan untuk menggerakkan seluruhnya, membuka kelopak mata saja pada hakekatnya kita tidak akan sanggup. Sesungguhnya kekuasaan yang Allah berikan kepada manusia hanyalah sebatas mengendalikan perangkat akal, yaitu manusia diberi hak istimewa untuk menentukan pilihannya sendiri. Dan oleh sebab itu pula, hakikat kehidupan di dunia ini hanyalah memilih takdir, yang mana telah ditetapkan oleh Allah sebelum manusia diciptakan.

Jadi jelas sudah, apapun pilihan manusia merupakan takdir yang memang harus dijalaninya. Manusia tidak mungkin bisa mengelak dari takdir, dan jika manusia melewati takdir yang buruk itu adalah karena pilihannya sendiri. Sebab, dari awal Allah memang telah menyediakan berbagai pilihan yang bebas untuk dipilih oleh manusia, baik itu takdir yang baik maupun yang buruk. Selama di dunia, manusia tidak mungkin bisa mengelak dari takdir, dan jika manusia melewati takdir yang buruk itu adalah karena pilihannya sendiri. Sebab, dari awal Allah memang telah menyediakan berbagai pilihan yang bebas untuk dipilih oleh manusia, baik itu takdir yang baik maupun yang buruk. Dan selama di dunia, manusia hanya bisa meminta petunjuk-Nya agar bisa memilih takdir yang baik, yaitu takdir yang akan membawanya kepada kebahagiaan. Jika tidak, dia hanya mengandalkan keberuntungan. Beruntung jika dia benar dalam memilih. Namun jika tidak, tentu dia akan menderita. Karena itulah, manusia wajib memilih berdasarkan petunjuk Allah, yaitu Al-Quran dan Hadits Rasul. Jika dia mau melakukannya, maka nilainya adalah ibadah. Namun jika tidak, maka nilainya adalah durkaha. Buah dari ibadah adalah pahala, dan buah dari durkaha adalah dosa, lalu hasil timbangan dari keduanya itulah yang akan menentukan takdir manusia masuk surga atau neraka.




Ketahuilah, bahwa sesungguhnya manusia dan jin itu telah dipersilakan untuk memilih berbagai takdir yang sudah tersedia dan tertulis jelas pada kitab Lauhul Mahfuzh. Bukankah kitab itu adalah ‘Listing Program’ mengenai kehidupan manusia di alam semesta, dan juga keadaan alam semesta itu sendiri? Sebab, dari awal penciptaan hingga kematiannya, segala tingkah laku dan perbuatan manusia memang sudah ditentukan di dalam kitab tersebut, baik itu segala yang baik maupun segala yang buruk. Begitu pun dengan keadaan alam semesta ini, yang dari awal penciptaannya adalah bermula dari sebuah ledakan dahsyat (Big Bang) hingga akhirnya menjadi alam semesta yang sempurna dan terus mengikuti Hukum Sunatullah (Hukum ketentuan Allah) yang semuanya sudah ditentukan pada kitab Lauhul Mahfuzh. Bahkan dari partikel debu hingga keadaan Jagad Raya seluruhnya, semua sudah ditentukan. Juga dari sebuah huruf hingga ensiklopedia, semuanya juga sudah ditentukan. Subhanallah... Sebuah daun kering yang gugur tampak terbang melayang dengan berliuk-liuk, kemudian jatuh di atas aliran sungai, lalu hanyut bersama aliran air yang terus mengalir, hingga akhirnya tenggelam di dasar sungai, kemudian membusuk dan terurai. Sungguh semua peristiwa itu—dari mulai gugurnya daun hingga sampai mengurainya sudah tertulis jelas di kitab Lauhul Mahfuzh. (semua terkode dalam bahasa dan sistem komputerisasi bila di buat pula contoh adegan seperti ini di sebuah program komputer)

Karena itulah, agar manusia bisa memilih dengan baik, lantas Allah pun membekali manusia dengan akal dan hati nurani yang berguna melindungi manusia dari pilihan yang salah. Karena keduanya masih belum cukup, lantas Allah juga menurunkan Nabi dan Rasul yang membawa petunjuk agar diikuti oleh umat manusia. Hingga akhirnya petunjuk itu menjadi kitab-kitab suci yang kita kenal sekarang, yaitu Zabur, Taurat, Injil, dan yang telah disempurnakan yaitu Al-Quran, yang diturunkan sebagai Mukjizat untuk Rasul yang paling dicintai-Nya yaitu Muhammad S.A.W.


 
Al Baqarah 151. Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.

Ketahuilah, sesungguhnya Al-Quran itu pun sebenarnya ada di dalam kitab Lauhul Mahfuzh. Dan Allah menjamin, tidak ada seorang pun yang bisa merubah Al-Quran lantaran tidak ada seorang pun yang bisa menyentuh Lauhul Mahfuzh itu, kecuali orang-orang yang disucikan. Karena itulah, Al-Quran di dunia ini pun akan terus terpelihara karena perkara pemeliharan Al-Quran jelas sudah ditetapkan pada Lauhul Mahfuzh. Intinya adalah AL-Quran memang sudah ditakdirkan untuk tetap terpelihara, tidak seperti kitab-kitab lainnya yang telah ditakdirkan untuk tak terpelihara, alias sudah ditakdirkan untuk bisa diubah oleh manusia.

Al Waaqi'ah 77. Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia,
Al Waaqi'ah 78. pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh),
Al Waaqi'ah 79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.

Sebetulnya Al-Quran itu bukanlah petunjuk yang ditujukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk bangsa jin yang hidup di alam gaib agar tak mengulangi kesalahan para leluhurnya.

Al jinn1. Katakanlah (hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan,

Bukhari Muslim 251. Diriwayatkan daripada Ibnu Abbas r.a katanya: Rasulullah s.a.w belum pernah membaca al-Quran dan mengajar agama kepada jin dan belum pernah pula melihat mereka. Kisahnya, baginda berangkat bersama dengan rombongan para Sahabat menuju ke pasar Ukaz Pada ketika itu, tipu muslihat antara syaitan dan berita dari langit dihalangi dan mereka dilempari dengan panah api. Maka mereka pun kembali kepada kaum mereka, lalu berkata: Antara kami dan berita dari langit ditipu daya dan kami dilempari dengan panah api. Kaum mereka berpendapat: Keadaan itu adalah karena ada sesuatu yang luar biasa berlaku. Pergilah ke bumi di sebelah timur dan barat. Telitilah apa yang menghalangi antara kita dan berita dari langit. Mereka pun pergi ke bumi di sebelah timur dan barat. Sekumpulan jin dari mereka menuju ke arah Tihamah yaitu mengikuti Nabi s.a.w. Baginda berada di bawah pokok tamar dalam perjalanan ke pasar Ukaz. Pada saat itu, baginda sedang sembahyang Subuh bersama para Sahabat. Ketika mereka mendengar al-Quran, mereka memerhatikannya, lalu berkata: Inilah yang menghalangi antara kita dengan berita dari langit. Maka mereka pun kembali kepada kaum mereka lalu berkata: Wahai kaumku. Sesungguhnya aku telah mendengar bacaan yang mengkagumkan, yang boleh menunjukkan kita kepada kebenaran, maka aku beriman kepadanya dan tidak akan menyekutukan Tuhanku dengan siapa pun. Maka Allah s.w.t menurunkan kepada nabi-Nya Muhammad s.a.w ayat Katakanlah, telah diwahyukan kepadaku, bahwasanya sekumpulan jin telah mendengar bacaan al-Quran

Ketahuilah, sebelum manusia, Allah telah mempercayakan kalau dunia yang diciptakan-Nya agar ditempati dan dirawat baik-baik oleh bangsa jin, yaitu untuk menguji akal mereka. Namun ternyata bangsa jin justru merusaknya, dan itu karena mereka tak mau menggunakan akalnya disetiap mengambil keputusan, yaitu tidak sesuai dengan kemauan Allah. Karena itulah lantas Allah menciptakan manusia untuk menggantikan peran jin di dunia, yaitu dengan menciptakan Adam dan Hawa yang dengan perantara Iblis akhirnya harus tinggal di dunia, namun pada dimensi yang berbeda. Begitulah cara Allah bekerja, yaitu dengan menciptakan berbagai takdir yang harus dipilih oleh makhluk ciptaan-Nya. Perlu diketahui pula, bahwa sewaktu di alam roh, setiap jiwa sudah menandatangani kontrak perjanjiannya dengan Allah, yaitu manusia bersedia untuk menjadi khalifah di muka bumi ini—yaitu menjadi seorang pemimpin yang bisa membuat kehidupan di dunia menjadi seperti keinginan Allah, dengan maksud menguji akal manusia. Jika setiap jiwa tidak melanggar perjanjian itu, maka ia akan dihadiahkan Surga. Namun jika melanggar, jelas akan mendapat sangsinya, yaitu Neraka. Itulah salah satu hakikat tujuan diciptakannya manusia, yaitu menjadi khalifah yang bertakwa kepada Allah—Tuhan Semesta Alam, yang mana manusia dituntut untuk senantiasa beribadah hanya kepada-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya, dengan tujuan untuk menguji akalnya. Hakikat lain diciptakannya manusia adalah agar manusia bisa mengenal-Nya dan juga bisa memahami kenapa Allah menciptakan semua yang ada di alam ini, baik yang nyata maupun yang gaib. Allah menyukai manusia yang bisa mengenal-Nya dan juga bisa memahami tujuan penciptaannya, sehingga manusia menjadi tersadar dan akhirnya mau berbuat baik semata-mata karena-Nya.

Al Baqarah 195. Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.

Dari Abu Dzar Al Ghifari radhiallahuanhu dari Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam sebagaimana beliau riwayatkan dari Rabbnya Azza Wajalla bahwa Dia berfirman : Wahai hambaku, sesungguhya aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku telah menetapkan haramnya (kezaliman itu) diantara kalian, maka janganlah kalian saling berlaku
zalim. Wahai hambaku semua kalian adalah sesat kecuali siapa yang Aku beri hidayah, maka mintalah hidayah kepada-Ku niscaya Aku akan memberikan kalian hidayah. Wahai hambaku, kalian semuanya kelaparan kecuali siapa yang aku berikan kepadanya makanan, maka mintalah makan kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian makanan. Wahai hamba-Ku, kalian semuanya telanjang kecuali siapa yang aku berikan kepadanya pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian pakaian. Wahai hamba-Ku kalian semuanya melakukan kesalahan pada malam dan siang hari dan Aku mengampuni dosa semuanya, maka mintalah ampun kepada- Ku niscaya akan Aku ampuni. Wahai hamba-Ku sesungguhnya tidak ada kemudharatan yang dapat kalian lakukan kepada-Ku sebagaimana tidak ada kemanfaatan yang kalian berikan kepada- Ku. Wahai hamba-Ku seandainya sejak orang pertama diantara kalian sampai orang terakhir, dari kalangan manusia dan jin semuanya berada dalam keadaan paling bertakwa diantara kamu, niscaya hal tersebut tidak menambah kerajaan-Ku sedikitpun . Wahai hamba-Ku seandainya sejak orang pertama diantara kalian sampai orang terakhir, dari golongan manusia dan jin diantara kalian, semuanya seperti orang yang paling durhaka diantara kalian, niscaya hal itu tidak mengurangi kerajaan-Ku sedikitpun juga. Wahai hamba-Ku, seandainya sejak orang pertama diantara kalian sampai orang terakhir semunya berdiri di sebuah bukit lalu kalian meminta kepada-Ku, lalu setiap orang yang meminta Aku penuhi, niscaya hal itu tidak mengurangi apa yang ada pada-Ku kecuali bagaikan sebuah jarum yang dicelupkan di tengah lautan. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya semua perbuatan kalian akan diperhitungkan untuk kalian kemudian diberikan balasannya, siapa yang banyak mendapatkan kebaikan maka hendaklah dia bersyukur kepada Allah dan siapa yang menemukan selain (kebaikan) itu janganlah mencela kecuali dirinya. (Diriwayatkan oleh Imam Muslim, begitu juga oleh Imam Tirmidzi dan Imam Ibn Majah, Hadis Qudsi)

Kembali ke masalah takdir. Pada awalnya, takdir manusia sudah ditentukan sama. Namun akan menjadi berbeda setelah dia mulai memilih. Manusia hidup kaya bisa bahagia dan juga bisa menderita, manusia hidup sederhana bisa bahagia dan juga bisa menderita, manusia hidup miskin bisa bahagia dan juga bisa menderita. Semuanya tergantung kepada pamahaman manusia itu sendiri tentang agama dan juga nilai ketakwaannya kepada Allah. Itulah yang akan menentukannya hidup manusia bahagia atau menderita. Sebab dengan adanya pemahaman agama yang baik dan juga nilai ketakwaan yang baik, maka manusia bisa mengambil keputusan dengan cara yang baik dan benar pula. Pemahaman agama yang baik berguna untuk bahan pertimbangan akal (pengambil keputusan), sedangkan takwa berguna untuk membersihkan nurani (cahaya mata hati) yang mana akan melindungi akal dari pengaruh ego (keinginan pribadi manusia). Takwa itu adalah mau mengamalkan semua perbuatan baik (Perintah Allah) dan mau menjauhi semua perbuatan buruk (Larangan Allah). Akal manusia membutuhkan yang namanya petunjuk (hidayah), dan petunjuk yang lurus itu adalah Al-Quran dan Hadits, yang mana telah Allah karuniakan kepada para hamba-Nya.

Pada mulanya akal bertanya, manakah yang terbaik dari ketiga pilihan ini, hidup kaya, sederhana, atau miskin. Lantas akal segera menimbangnya. "Hmm... yang mana ya?" tanya akal bingung. Saat itulah ego bermain, ia menganjurkan akal untuk memilih berdasarkan kesenangan dunia. Mengetahui itu, Nurani pun tidak tinggal diam, ia menyarankan untuk memilih berdasarkan pertimbangan akhirat. Saat itu Ego dan Nurani bertarung membenarkan pendapatnya masing-masing. Dari pertarungan pendapat antara Ego dan Nurani itulah, akhirnya akal kembali melakukan penimbangan. Dan disaat itu pula dibutuhkan petunjuk yang berdasarkan kepada Al-Quran dan Hadits. Jika saat itu nilai ketakwaan manusia masih kurang, maka akal akan lebih condong menuruti ego. Dan jika saat itu nilai ketakwaan manusia baik, maka akal akan lebih condong menuruti nurani.

Jika manusia menuruti ego risikonya lebih besar ketimbang menuruti nurani. Sebab jika menuruti ego karena bisikan syetan tentu ia akan celaka, namun jika menuruti ego dan masih dilindungi oleh Allah tentu ia masih bisa selamat. Karenanyalah, lebih aman adalah dengan mengikuti nurani. Namun sayangnya, kemampuan nurani dalam upaya memberi petunjuk tergantung kepada kebersihannya. Ia bisa diibaratkan dengan gelas bening yang berisi air jernih yang secara otomatis bisa menjadi kotor. Jernih dan kotornya air dalam gelas tergantung tingkat ketakwaaan seseorang. Semakin tinggi nilai ketakwaan manusia, maka akan semakin jernih air dalam gelas. Begitu pun sebaliknya, semakin rendah nilai ketakwaan manusia, maka akan semakin kotor air dalam gelas. Jika air dalam gelas sangat jernih, maka setitik pasir pun akan mudah terlihat. Namun jika air dalam gelas kotor, maka segenggam batu pun tak mungkin terlihat. Hal ini berlaku untuk semua manusia, baik muslim maupun non muslim. Karenanyalah, seorang non muslim yang nuraninya bersih sudah barang tentu akan memilih Islam sebagai agamanya. Namun kejernihan nurani non muslim yang baik, masih kalah jauh dengan kejernihan nurani seorang muslim yang baik.

 
Bukhari Muslim 86. Diriwayatkan daripada Huzaifah r.a katanya: Saidina Umar r.a pernah bertanya aku ketika aku bersamanya. Katanya: Siapakah di antara kamu yang pernah mendengar Rasulullah s.a.w meriwayatkan tentang fitnah? Para Sahabat menjawab: Kami pernah mendengarnya. Saidina Umar bertanya: Apakah kamu bermaksud fitnah seorang lelaki bersama keluarga dan tetangganya? Mereka menjawab: Ya, benar. Saidina Umar berkata: Fitnah tersebut dapat dihapuskan oleh sholat, puasa dan zakat. Tetapi, siapakah di antara kamu yang pernah mendengar Nabi s.a.w bersabda tentang fitnah yang bergelombang sebagaimana lautan bergelombang? Huzaifah berkata: Para Sahabat terdiam. Kemudian Hudzaifah berkata: Aku, wahai Umar! Saidina Umar berkata: Engkau. Lantas Saidina Umar memuji dengan berkata ayahmu adalah milik Allah. Huzaifah berkata: Aku dengar Rasulullah s.a.w bersabda: Fitnah akan melekat di hati manusia bagaikan tikar yang dianyam secara tegak-menegak antara satu sama lain. Mana-mana hati yang dihinggapi oleh fitnah, niscaya akan terlekat padanya bintik-bintik hitam. Begitu juga mana-mana hati yang tidak dihinggapinya, akan terlekat padanya bintik-bintik putih sehingga hati tersebut terbagi dua: Sebagian menjadi putih bagaikan batu licin yang tidak lagi terkena bahaya fitnah, selama langit dan bumi masih ada. Manakala sebagian yang lain menjadi hitam keabu-abuan seperti bekas tembaga berkarat, tidak menyuruh kebaikan dan tidak pula melarang kemungkaran, segala-galanya adalah mengikut keinginan.

Bukhari Muslim 99. Diriwayatkan daripada Anas bin Malik r.a katanya: Rasulullah s.a.w telah didatangi oleh Jibril a.s ketika baginda sedang bermain dengan kanak-kanak. Lalu Jibril a.s memegang dan merebahkan baginda, kemudian Jibril a.s membelah dada serta mengeluarkan hati baginda. Dari hati tersebut dikeluarkan segumpal darah, lalu Jibril a.s berkata: Ini adalah bahagian syaitan yang terdapat dalam dirimu. Setelah itu Jibril membasuh hati tersebut dengan menggunakan air Zamzam di dalam sebuah bekas yang diperbuat dari emas, kemudian meletakkanya kembali ke dalam dada baginda serta menjahitnya sebagaimana asal. Dua orang kanak-kanak segera menemui ibunya yaitu ibu susuan Rasulullah s.a.w dan mereka berkata: Muhammad telah dibunuh. Seterusnya mereka mengusung baginda, ketika itu rupa baginda telah berubah. Anas berkata: Aku benar-benar pernah melihat kesan jahitan tersebut di dada baginda

Karenanyalah, seorang muslim yang nuraninya bersih, ia akan mudah untuk membedakan mana perbuatan baik dan mana yang buruk, mana yang menguntungkan dan mana yang merugikan, mana yang jujur dan mana yang bohong, mana yang jahat dan mana yang baik. Begitu pun sebaliknya, jika nurani kotor maka dia akan sulit untuk bisa membedakan. Jika sudah begitu, nurani tidak bisa diandalkan untuk memberitahukan akalnya. Hanya kasih sayang Allah saja yang bisa menyelamatkan manusia dari nurani yang kotor, yaitu Allah menundukkan ego dan memberi kesempatan pada nurani agar mau menasihati akal guna mencari hidayah-Nya.


 
Nah... begitulah proses akal manusia menentukan pilihan. Jika manusia tidak mau menggunakan akalnya dengan baik dan benar jelas ia akan tersesat. Karenanyalah, jika manusia yakin kalau ia bisa menjadi kaya tanpa menghalalkan berbagai cara dan dengan tujuan yang mulia untuk membantu sesama, maka ia boleh menjadi kaya. Namun jika sebaliknya, maka kaya bukanlah sebuah pilihan yang baik. Begitupun dengan pilihan miskin, jika ia miskin dan menyusahkan orang lain maka pilihan miskin pun bukanlah yang terbaik. Dan sebaik-baiknya pilihan adalah hidup sederhana, sebab Rasullullah pun memang menganjurkan demikian. Sebaik-baiknya pilihan adalah yang pertengahan. Ketahuilah, jika suatu saat ia sudah siap menjadi orang kaya, maka ia akan menjadi orang kaya yang bertakwa dan sangat dermawan. Kenapa bisa begitu? Sebab biarpun dia memiliki harta yang berlimpah ruah, ia tetap akan memilih untuk hidup sederhana dan bersahaja. Dan secara otomatis harta yang berlebihan itu tentu akan ia hambur-hamburkan untuk tujuan yang mulia. Begitupun jika suatu saat dia sudah siap untuk menjadi orang miskin, maka ia akan menjadi orang miskin yang zuhud, yang senantiasa bertakwa kepada Allah dan tidak pernah menyusahkan orang lain.

Jadi, menjadi orang kaya, sederhana, atau miskin itu adalah pilihan takdir. Dan itu artinya, kita sendiri yang menentukan kita mau kaya, sederhana, atau miskin. Sebab, Allah menghargai setiap usaha yang manusia lakukan. Karena itulah sistem takdir yang sudah Allah tetapkan adalah, setiap manusia yang mau berusaha memilih takdir dengan baik, maka akan mendapat hasil yang baik pula. Tapi jangan lupa, bahwa pilihan seseorang juga dipengaruhi oleh pilihan orang lain. Contohnya adalah kesalahan seorang presiden dalam mengambil keputusan, bisa mempengaruhi hasil pilihan yang dilakukan oleh rakyatnya, yaitu hal yang sebetulnya mudah bisa menjadi sulit, dan karena kesulitan itulah sehingga membuat orang tidak sabar dan akhirnya terpaksa menghalalkan berbagai cara atau menjadi putus asa. Oleh sebab itu, tanggung jawab presiden sangatlah besar. Jika ia salah dalam mengambil keputusan, maka kelak ia akan dimintai pertanggungjawabannya. Sesungguhnya sangatlah tidak enak menjadi seorang presiden, sebab jika ia sampai salah mengambil keputusan maka ia harus ikut menanggung dosa setiap rakyat yang telah melakukan dosa akibat dari kebijakannya. Andai saja banyak orang yang sudah betul-betul menyadari hal itu, maka ia tidak akan terobsesi menjadi presiden. Apalagi jika harus mengeluarkan banyak uang dan menghalalkan berbagai cara, tentu dia tidak akan mau. Dia hanya mau menjadi presiden, jika ia didesak oleh rakyat yang memang sangat menginginkan kepemimpinannya. Jika saat itu ia memang mampu, namun menolak keinginan rakyat adalah pilihan yang salah, sebab bisa mematikan harapan banyak orang. Dan pemimpin yang seperti ini, Insya Allah… akan mendapat petunjuk Allah pada setiap keputusan yang diambilnya, dan setiap keputusan yang diambil atas petunjuk Allah tentu tidak akan keliru. Apapun yang terjadi tentu tidak akan diminta pertanggungjawaban, sekalipun keputusan itu bisa saja salah dimata manusia, namun tidak salah dimata Allah. Dan pemimpin yang demikian, tentunya akan mendapat ganjaran pahala yang berlipat ganda. Contohnya jika ada seorang pemimpin yang berani mewajibkan hijab misalnya, tentu dia akan mendapat pahala yang banyak karena sudah membantu banyak orang untuk tidak melakukan dosa lantaran tak mampu menjaga pandangan.

Sebuah contoh lagi mengenai pilihan, yaitu seandainya dihadapan anda ada dua buah jembatan gantung yang melintasi jurang, yang satu masih baru dan tampak kokoh, sedangkan yang satunya lagi sudah lama dan tampak lapuk. Nah, dari kedua jembatan itu manakah yang anda pilih untuk disebrangi. Mungkin anda mengira kalau jembatan baru yang masih tampak kokoh itulah pilihan yang terbaik. Jika anda mengira demikian, maka pilihan anda adalah kurang tepat. Sebab apa yang tampak baik lewat pandangan manusia, belum tentu baik di mata Allah. Coba anda pikirkan, bagaimana jika jembatan yang menurut pengelihatan anda kokoh ternyata menyimpan sebuah kelemahan, ada pengikat tali yang kendor, atau dibuat dengan bahan berkualitas rendah misalnya, sehingga saat jembatan itu dilewati, bisa saja tali jembatan itu terlepas dan akhirnya membuat anda celaka. Dan siapa yang mengira kalau jembatan yang tampak sudah lapuk ternyata justru masih kuat lantaran dibuat dengan bahan yang berkualitas tinggi. Karena itu, janganlah menilai sesuatu dengan mengandalkan perangkat indra manusia saja, namun yang terbaik adalah juga dengan berdoa, memohon petunjuk Allah agar bisa memilih dengan baik. Sesungguhnya sikap kehati-hatian itu tidaklah menjamin manusia akan selamat, namun petunjuk dan pertolongan Allah-lah yang bisa membuatnya selamat.

Begitulah takdir. Sebenarnya semua pilihan sama saja. Kaya, sederhana, maupun miskin jelas mempunyai berpotensi sama, yaitu sama-sama bisa membuat bahagia maupun menderita. Sesuatu yang tampak baik maupun buruk, juga berpotensi sama, yaitu sama-sama bisa menjadi manfaat maupun mudharat. Lantas kenapa semua itu bisa menjadi begitu sulit dan membuat kepala jadi pusing tujuh keliling. Sebab, manusia terkadang memang lebih condong kepada ego dan lebih suka menyombongkan diri. Karena itu, sebaiknya berhati-hatilah dalam memilih! Dan sebaik-sebaiknya pilihan adalah yang berdasarkan petunjuk dari Allah, yaitu Al-Quran dan Hadits. Selain itu, tak lupa untuk selalu bertakwa kepada Allah agar nurani senantiasa bersih sehingga ia mampu menjadi penasihat akal yang bisa diandalkan. Terakhir, tak lupa untuk selalu berdoa memohon petunjuk dan keselamatan hanya kepada Allah, kemudian bertawakal hanya kepada-Nya.

Pengertian Lebih Jauh Tentang Takdir

Pada zaman sekarang memang masih banyak orang yang masih belum memahami perihal takdir dengan benar, sehingga membuatnya keliru dalam menyikapi kehidupan. Di antaranya, ada segolongan orang yang percaya kalau takdir itu tidak bisa diubah, dan ada golongan lainnya yang percaya kalau takdir itu bisa diubah. Padahal yang benar itu adalah, takdir merupakan ketentuan Allah yang tidak bisa diubah oleh manusia, namun bisa dipilih dengan sehendak hati. Sesungguhnya yang dapat diubah oleh manusia itu hanyalah nasib (berbagai pilihan takdir), yaitu dengan cara memilihnya sesuka hati. Misalkan ada seorang pejabat yang ingin korupsi, lalu karena dia mendengarkan hati nuraninya, lantas niat buruk itu pun dibatalkan. Pada saat itu sesungguhnya dia telah memilih takdirnya sendiri, andai saat itu ia korupsi tentu nasibnya akan sial, ia akan berdosa dan masuk penjara pula. Namun karena dia mendengarkan hati nuraninya, nasibnya pun menjadi baik, dia tidak berdosa, dan tidak masuk penjara pula. Dan kedua takdir itu, baik itu "yang berdosa dan masuk penjara", atau "yang tidak berdosa dan tidak masuk penjara" jelas telah ditetapkan oleh Allah di dalam Lauhul Mahfuzh.

QS-Qaaf 29. Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku.

Maksud ayat diatas dalam konteks orang yang salah memilih takdir bisa menyebabkannya masuk neraka, dan itu semata-mata karena kesalahannya sendiri yang tidak mau berusaha memilih takdir dengan benar. Karenanyalah tidak ada alasan untuk bisa lolos dari takdir masuk neraka karena sejak semula Allah sudah memberi peringatan dan ancaman. Jika orang memang telah memilih untuk masuk neraka, maka terimalah neraka itu. Sebab, keputusan di sisi-Nya memang telah terprogram seperti itu dan Allah berfirman demikian untuk menyatakan bahwa Allah tetap konsisten terhadap sistem takdir yang telah diprogram-Nya. 


Dan hal di atas tidak bertentangan dengan perkara syafaat Rasulullah, sebab syafaat itu adalah bagian dari sistem pilihan takdir, yang mana diberikan kepada manusia yang sudah memilih takdir untuk memuliakan Rasulullah dengan cara bersalawat dan meneladaninya. Contohnya, seorang yang selama hidupnya selalu bersalawat dan meneladani Rasulullah, namun karena kekhilafan yang tak disadarinya membuatnya masuk neraka. Misalkan ada seorang presiden yang selalu bersalawat dan meneladani Rasulullah, namun pada suatu ketika dia sempat lalai mengambil keputusan yang dianggapnya ringan tanpa memohon petunjuk Allah lebih dulu, sayangnya sebelum dia sempat menyadari kekeliruannya ternyata ajal sudah menjemput, padahal keputusan yang telah diambilnya itu mulai menyebabkan kerusakan di sana-sini. Orang seperti inilah yang bisa disyafaati oleh Rasulullah sehingga masuk surga, padahal seharusnya dia itu masuk neraka akibat dari kesalahannya memilih takdir. Begitupun dengan para sahabat Rasulullah yang saling berselisih lantaran kesalahpahaman mereka, sehingga mereka salah dalam memilih takdir, dan akibatnya menyebabkan terjadinya kelunturan ajaran agama Islam sejati. Intinya adalah syafaat hanya diberikan kepada mereka yang sudah level tinggi, namun kalah dalam permainan. Dan tinggi rendahnya level bukanlah berdasarkan usia atau kedudukan sosial, namun berdasarkan nilai ketakwaannya kepada Allah. Karenanya tidak mustahil jika seorang pelajar miskin yang putus sekolah dan status sosialnya pun hanya sebagai pedagang asongan, namun dikarenakan dia pandai dalam memilih takdir bisa menjadikan levelnya lebih tinggi ketimbang seorang presiden yang tak mau memilih takdir dengan benar.

Pada dasarnya takdir terbagi dua, yaitu takdir baik dan buruk yang sudah tertulis di kitab Lauhul Mahfuzh. Takdir yang baik adalah segala hal yang pasti akan dipilih atau tidak akan dipilih oleh manusia, dan jika manusia memilihnya maka dampaknya adalah kebaikan untuk dirinya sendiri. Begitu pun sebaliknya.


 
QS-Adz Dzaariyaat 22. Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezkimu[1418] dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu[1419]. [1418]. Maksudnya: hujan yang dapat menyuburkan tanaman. [1419]. Yang dimaksud dengan apa yang dijanjikan kepadamu ialah takdir Allah terhadap tiap-tiap manusia yang telah ditulis di Lauhul mahfudz.

QS-Yusuf 67. Dan Ya'qub berkata: "Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri."

QS-Yusuf 68. Dan tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah, akan tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya'qub yang telah ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.

Karena itulah, manusia tidak mungkin bisa menyalahkan Allah jika ia ditimpa kecelakaan karena sebab takdir yang buruk, sebab sesungguhnya manusia itu bisa selamat dari takdir yang buruk jika ia mau berusaha, yaitu dengan cara menuntut ilmu, berdoa—memohon petunjuk dan perlindungan Allah dan berserah diri hanya kepada-Nya.

QS-Al Ahzab 17. Katakanlah: "Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?" Dan orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah.

QS-Ar Ra'd 39. Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh).

Maksud ayat di atas, Allah hanya akan menghapus pilihan takdir yang belum terjadi, kemudian menggantinya dengan pilihan takdir yang lain. Hal itu mudah bagi Allah, sebab Allah bisa meng-update Lauhul Mahfuz kapan saja. Perkara penghapusan ini adalah bagian dari sistem takdir, yaitu bagi siapa saja yang berdoa memohon kepada Allah agar takdirnya buruknya di hapus, maka ia harus meminta kepada-Nya. Guna sistem ini adalah agar kita bisa selamat dari takdir buruk lantaran kelalaian manusia saat memilih takdir, sebab Allah mengetahui kalau menusia itu memang tempatnya salah dan lupa.

Karena itulah, jelas sekali bahwa tidak ada seorang manusia pun yang bisa mengelak dari takdir buruk yang telah Allah tetapkan, kecuali dia memang mau memohon perlindungan kepada-Nya agar diberikan rahmat. Bahkan Rasulullah pun senantiasa memohon perlindungan Allah terhadap takdir buruk yang juga sudah digariskan kepadanya. Jadi pada hakekatnya, Allah tidak mengubah takdir seseorang lantaran doanya, namun menjalankan takdirnya sesuai dengan pilihan takdir yang dipilihnya sendiri atau oleh orang lain, yaitu pilihan takdir untuk berdoa.

Bukhari Muslim 1580. Diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a katanya: Nabi s.a.w selalu memohon perlindungan dari suratan takdir yang buruk, dari ditimpa kecelakaan, dari keghairahan musuh dan dari terkena bala.

Bukankah Allah SWT itu adalah Tuhan Yang Maha Adil, dan karenanyalah tidak mungkin Allah membedakan takdir kepada setiap hamba-Nya. Sesungguhnya sebelum manusia diciptakan, takdir manusia sudah ditentukan sama, yaitu sama-sama mempunyai potensi yang bisa membuatnya menjadi manusia mulia atau durjana, hidup bahagia atau menderita, masuk surga atau neraka. Sesungguhnya, yang membedakan hanyalah skenario individu, persis seperti pemilihan ras pada saat memulai game online. Dan semua itu tertulis di dalam kitab Lauhul Mahfuzh, yaitu dalam bentuk Matrix Takdir yang sangat rumit.

Matrix Takdir

Apa itu Matrix Takdir? Matrix Takdir adalah diagram alur yang berpangkal pada suatu kondisi yang akan membawa kepada pilihan kondisi berikutnya. Untuk lebih jelasnya, silakan perhatikan diagram alur yang berbentuk Matrix Takdir berikut ini:




 
Karena itulah, walau pada mulanya takdir manusia sudah ditentukan sama, namun akan menjadi berbeda setelah adanya berbagai campur tangan manusia lain dan juga takdir yang dipilihnya sendiri. Sebagai anak halal, bukan berarti kelak dia akan menjadi manusia mulia, begitu pun sebaliknya. Menjadi anak kaya, bukan berarti hidupnya akan bahagia, begitu pun sebaliknya. Sebagai anak orang beriman, bukan berarti kelak dia akan terus beriman dan masuk surga, begitupun sebaliknya. Sesungguhnya yang menjadikan dia kelak bahagia atau menderita, masuk surga atau neraka adalah karena usahanya sendiri dalam memilih takdir (berbagai soal ujian), yaitu apakah dia memilih takdir berdasarkan petunjuk Allah atau tidak. Jika ia memilih berdasarkan petunjuk Allah tentu ia akan selamat, begitupun sebaliknya. Dan karena itulah, manusia yang masuk surga itu semata-mata karena rahmat Allah yang mana telah memberikan petunjuk jalan yang lurus kepadanya. Intinya adalah manusia dituntut untuk bisa menyikapi hidup sesuai dengan skenario individu yang dipilihnya sendiri saat masih di alam roh.

Bukhari Muslim 1545. Diriwayatkan daripada Abdullah bin Mas'ud r.a katanya: Rasulullah s.a.w seorang yang benar serta dipercayai bersabda: Kejadian seseorang itu dikumpulkan di dalam perut ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari berikutnya terbentuklah segumpal darah beku. Manakala sudah genap empat puluh hari ketiga bertukar pula menjadi sebongkah daging. Kemudian Allah s.w.t mengutuskan malaikat untuk meniupkan roh serta memerintahkan supaya menulis empat perkara yaitu ditentukan rezeki, tempoh kematian, amalan serta nasibnya, baik mendapat kecelakaan atau kebahagiaan. Maha suci Allah s.w.t di mana tiada Tuhan selainNya. Seandainya seseorang itu melakukan amalan sebagaimana yang dilakukan oleh penghuni Syurga sehinggalah kehidupannya hanya tinggal sehasta dari tempoh kematiannya, tetapi disebabkan ketentuan takdir niscaya dia akan bertukar dengan melakukan amalan sebagaimana yang dilakukan oleh penghuni Neraka sehinggalah dia memasukinya. Begitu juga dengan mereka yang melakukan amalan ahli Neraka, tetapi disebabkan oleh ketentuan takdir nescaya dia akan bertukar dengan melakukan amalan sebagaimana yang dilakukan oleh penghuni Syurga sehinggalah dia memasukinya.

Pada riwayat hadits di atas, mengenai proses penciptaan manusia dan penulisan empat perkara itu sebetulnya juga sudah tertulis di Lauhul Mahfuzh (Entry Data At Design Time kalau dalam istilah pemprograman). Dan keterangan yang ada pada Hadits tersebut adalah (Update Data At Run Time kalau dalam istilah pemprograman) dengan tujuan memperbaharui data karakter yang sudah ditetapkan pada Lauhul Mahfuzh agar mengikuti keadaan orang tuanya. Misalkan pada saat perancangan karakter si A masih dalam keadaan masih standard (Masih dalam nilai default-nya kalau dalam istilah pemprograman), kemudian diperbaharui mengikuti kondisi terbaru. Misalkan kedua orang tuanya berdoa memohon agar anaknya yang masih dalam kandungan kelak menjadi anak yang sholeh, maka pada saat itulah update data itu dilakukan. Proses di atas mirip dengan pembuatan karakter baru pada saat memulai permainan Game Online, dimana kalau pada Game Online gamer bisa menentukan sendiri akan seperti apa karakternya kelak. Misalkan pada awalnya nilai Dexterity (dex) bernilai 10, kemudian gamer bisa menaikkannya menjadi 12 misalnya. Kemudian nilai Strange (str) bernilai 10, kemudian diturunkan menjadi 8. Dan tujuan gamer mengatur demikian adalah agar karakternya mempunyai bakat memanah yang tangguh misalnya. Dan masih ada lagi nilai-nilai lain yang bisa diubah menurut selera gamer. Karena itulah, dalam kepercayaan sebagian masyarakat Islam, di saat seorang ibu mengandung, maka orang tuanya akan berusaha membentuk karakter anaknya agar menjadi anak yang sholeh dan juga meminta skenario yang tidak terlalu sulit, yaitu dengan cara berdoa memohon kepada Allah. Intinya adalah karakter baru yang akan memasuki dunia permainan secara otomatis akan Allah sesuaikan menurut pilihan skenario individu pilihan roh dan pilihan kedua orang tuanya. Jadi, pilihan orang tua untuk mendoakan anaknya yang masih dalam kandungan adalah pilihan takdir yang dapat mempengaruhi takdir si anak.


Bukhari Muslim 1547 Diriwayatkan daripada Saidina Ali k.w katanya: Ketika aku mengiringi jenazah di perkuburan Baqi' al-Gharqad (di Madinah). Lalu Rasulullah s.a.w menghampiri kami lantas baginda duduk dan kami juga duduk di sekitarnya. Baginda memegang sebatang tongkat dan menghentakkan tongkat itu ke tanah. Baginda kemudian menggariskan tanah dengan tongkat tersebut dan bersabda: Setiap orang dari kamu, setiap jiwa yang bernafas telah ditentukan oleh Allah s.w.t tempatnya di Syurga atau di Neraka. Begitu juga nasibnya telah ditentukan oleh Allah s.w.t, apakah dia mendapat kecelakaan atau kebahagiaan. Saidina Ali k.w berkata: Seorang lelaki berkata: Wahai Rasulullah! Kenapa kita tidak menunggu ketentuan kita terlebih dahulu kemudian barulah memulai amal ibadat? Rasulullah s.a.w bersabda: Siapa saja yang termasuk dalam golongan yang mendapat kebahagiaan, sudah pasti dia mudah melakukan amalan golongan bahagia. Begitu juga siapa saja yang termasuk dalam golongan yang mendapat kecelakaan, dia juga sudah pasti mudah melakukan amalan golongan celaka. Baginda bersabda lagi: Lakukanlah amalan karena segala-galanya dipermudahkan. Golongan yang mendapat kebahagiaan akan dipermudahkan melakukan amalan golongan yang mendapat kebahagiaan. Manakala golongan celaka pula akan dipermudahkan melakukan amalan golongan celaka. Seterusnya baginda membaca ayat Yang bermaksud: Adapun orang yang memberikan apa yang ada padanya ke jalan kebaikan dan bertakwa dengan mengerjakan suruhan Allah dan meninggalkan segala larangannya serta dia mengakui dengan yakin akan perkara yang baik, maka sesungguhnya kami akan memberikan dia kemudahan untuk mendapat kesenangan Syurga. Sebaliknya orang yang bakhil daripada berbuat kebajikan dan merasakan cukup dengan kekayaannya dan kemewahannya serta dia mendustakan perkara yang baik, maka sesungguhnya kami akan memberikannya kemudahan untuk mendapat kesusahan dan kesengsaraan

Bukhari Muslim 1302. Diriwayatkan daripada Abdullah bin Abbas r.a katanya: Sesungguhnya Umar bin al-Khattab pergi ke Syam. Apabila sampai ke sebuah dusun yang bernama Sarghi, beliau telah dikunjungi oleh penduduk di sekitarnya, yaitu Abu Ubaidah bin al-Jarrah dan para pengikutnya. Mereka mengabarkan bahwa wabah (penyakit taun) telah berjangkit di Syam. Ibnu Abbas berkata setelah mendengar berita itu, Umar berkata: Coba panggilkan para Sahabat Muhajirin yang pertama. Aku melaksanakan perintah Umar. Umar mengajak mereka berbincang dan memberitahu kepada mereka bahwa wabah telah berjangkit di Syam. Mereka telah berbeda-beda pendapat mengenai berita tersebut. Sebagian di antara mereka berkata: Engkau pergi untuk suatu urusan yang besar, jadi kami tidak sependapat sekiranya engkau pulang. Sebagian yang lain pun berkata: Engkau diikuti oleh orang ramai dan para Sahabat Rasulullah s.a.w, jadi kami tidak setuju apabila engkau membawa mereka menuju ke wabah ini. Umar berkata: Tinggalkanlah aku! Kemudian beliau berkata lagi: Tolong panggilkan para sahabat Ansar. Aku pun memanggil mereka. Ketika mereka diminta berbincang, mereka telah berbeda-beda pendapat sebagaimana para sahabat Muhajirin. Umar berkata: Tinggalkanlah aku! Lalu beliau berkata lagi: Tolong panggilkan para pembesar Quraisy yang berhijrah sewaktu penaklukan dan sekarang mereka berada di sana. Aku memanggil mereka dan ternyata mereka telah sepakat kemudian berkata: Menurut kami, sebaik-baiknya engkau bawa saja mereka pulang dan tidak mengajak mereka memasuki kawasan wabah ini. Lalu Umar menyeru di tengah-tengah orang ramai: Aku akan memandu tungganganku untuk pulang, pulanglah bersamaku. Abu Ubaidah bin al-Jarrah bertanya: Apakah itu berarti lari dari takdir Allah? Umar menjawab: Harapnya bukan engkau yang bertanya wahai Abu Ubaidah! Memang Umar tidak suka berselisih pendapat dengan Abu Ubaidah. Ya, kita lari dari ketentuan (takdir) Allah untuk menuju kepada takdir Allah yang lain. Apakah pendapatmu seandainya engkau mempunyai seekor unta yang turun di suatu lembah yang mempunyai dua keadaan, satunya subur dan satu lagi tandus. Adakah jika engkau mengembalanya pada tempat yang subur itu bukan berarti engkau mengembalanya karena takdir Allah? Begitu pula sebaliknya, bukankah engkau mengembalanya karena takdir Allah juga? Lalu datanglah Abdul Rahman bin Auf yang baru saja tiba dari suatu keperluan. Beliau berkata: Sesungguhnya aku mempunyai pengetahuan mengenai masalah ini. Aku pernah mendengar Rasulullah s.a.w bersabda: Apabila kamu mendengar terdapat wabah di suatu daerah, maka janganlah kamu mendatanginya. Sebaliknya, kalaulah wabah itu berjangkit di suatu daerah sedangkan kamu berada di sana maka janganlah kamu keluar melarikan diri daripadanya. Mendengar kata-kata itu Umar bin al-Khattab memuji Allah, kemudian beredar meninggalkan tempat itu

Hadits di atas jelas sekali memperlihatkan perihal pilihan, bahwa manusia itu dengan segala pengetahuannya diperkenankan untuk memilih yang terbaik, dan pilihan yang terbaik itu haruslah dengan petunjuk Allah. Sebab, baik menurut manusia belum tentu baik menurut Allah. Karena itulah, sebagai manusia yang berakal tentu kini bisa menyimpulkan bahwa segala peristiwa yang kita alami, baik itu yang baik maupun yang buruk jelas merupakan takdir Allah. Dan semuanya itu adalah rentetan ujian yang membuat manusia betul-betul bisa lulus uji sebagai hamba Allah yang paling sempurna lagi mulia dan memang sangat pantas menyandang gelar khalifah. Sebab, sebelum manusia diciptakan jin lah yang lebih dulu diciptakan dan dipercaya menyandang gelar itu, namun ternyata tidak ada seorang jin pun yang teruji mampu menjadi khalifah. Karena itulah, akhirnya Allah menciptakan manusia untuk menggantikan peran jin sebagai khalifah. Dan karena itu pula, pada saat itu malaikat dan jin diperintah untuk bersujud kepada Adam. Namun, jin yang paling soleh dari golongannya pun akhirnya menjadi takabur, dan hal itu semakin membuktikan kalau golongan jin memang tidak pantas menyandang gelar itu. Sebab, seorang khalifah adalah pemimpin yang memimpin berdasarkan perintah Allah yang diakuinya sebagai pimpinan tertinggi. Dialah jin yang bernama Iblis, pimpinan bangsa jin yang terbukti memang tak pantas menyandang gelar khalifah.

Al Hijr 26. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.

Al Hijr 27. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas. Al Hijr 28. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk, Al Hijr 29. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud[796].

[796]. Dimaksud dengan sujud di sini bukan menyembah, tetapi sebagai penghormatan.

Al Kahfi 50. Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam [884], maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim.

884. Sujud di sini berarti menghormati dan memuliakan Adam, bukanlah berarti sujud memperhambakan diri, karena sujud memperhambakan diri itu hanyalah semata-mata kepada Allah.

Karenanyalah, manusia yang telah dipercaya sebagai khalifah tidak sepantasnya menjadikan Iblis sebagai pimpinan tertinggi, begitupun menjadikan manusia sebagai pimpinan tertinggi, yaitu dengan mengikuti segala aturan buatan manusia yang menyimpang dari aturan Allah. Sebab, manusia yang berani membuat aturan menyimpang dari aturan Allah adalah dari golongan syetan. Manusia yang lulus uji sebagai khalifah adalah manusia yang mampu memimpin berdasarkan aturan Allah, minimal dalam memimpin dirinya sendiri.

Al Baqarah 30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Ayat diatas menjelaskan perihal malaikat yang meragukan kalau makhluk yang dari tanah bisa menjadi khalifah. Sebab, jin saja yang terbuat dari api tidak mampu menjadi khalifah, apa lagi cuma dari tanah, dan yang pantas menjadi khalifah itu seharusnya malaikat karena mereka senantiasa bertasbih dengan memuji Allah dan mensucikan-Nya. Lantas Allah pun berfirman "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Al Baqarah 31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!" Al Baqarah 32. Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana[35]."

[35]. Sebenarnya terjemahan Hakim dengan Maha Bijaksana kurang tepat, karena arti Hakim ialah: yang mempunyai hikmah. Hikmah ialah penciptaan dan penggunaan sesuatu sesuai dengan sifat, guna dan faedahnya. Di sini diartikan dengan Maha Bijaksana karena dianggap arti tersebut hampir mendekati arti Hakim.

Al Baqarah 33. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"

Al Baqarah 34. Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah[36] kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.

[36]. Sujud di sini berarti menghormati dan memuliakan Adam, bukanlah berarti sujud memperhambakan diri, karena sujud memperhambakan diri itu hanyalah semata-mata kepada Allah.

Lantas untuk membuktikan kepada malaikat dan jin kalau manusia itu memang lebih pantas menyandang gelar itu, maka ujian pertama untuk manusia pun dimulai, yaitu Nabi Adam dan istrinya dilarang untuk mendekati sebuah pohon yang ada di surga.

Al Baqarah 35. Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini[37], yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.

[37]. Pohon yang dilarang Allah mendekatinya tidak dapat dipastikan, sebab Al Quran dan Hadist tidak menerangkannya. Ada yang menamakan pohon khuldi sebagaimana tersebut dalam surat Thaha ayat 120, tapi itu adalah nama yang diberikan syaitan.

Al Baqarah 36. Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu[38] dan dikeluarkan dari keadaan semula[39] dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan."

[38]. Adam dan Hawa dengan tipu daya syaitan memakan buah pohon yang dilarang itu, yang mengakibatkan keduanya keluar dari surga, dan Allah menyuruh mereka turun ke dunia. Yang dimaksud dengan syaitan di sini ialah Iblis yang disebut dalam surat Al Baqarah ayat 34 di atas.
[39]. Maksud keadaan semula ialah kenikmatan, kemewahan dan kemuliaan hidup dalam surga.

Al Baqarah 37. Kemudian Adam menerima beberapa kalimat[40] dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. [40]. Tentang beberapa kalimat (ajaran-ajaran) dari Tuhan yang diterima oleh Adam sebahagian ahli tafsir mengartikannya dengan kata-kata untuk bertaubat. Sesungguhnya taubat adalah pilihan takdir, dan karena Nabi Adam mau bertobat itu membuktikan bahwa akalnya masih dapat berfungsi dengan baik. Hal ini mengindikansikan bahwa manusia itu boleh saja salah, namun ia tidak boleh terlena dengan kesalahannya, melainkan harus segera bertobat dan tak mengulangi kesalahannya lagi. Menurut sebuah riwayat, sebetulnya Iblis pun bisa diampuni dosanya, asalkan ia mau bertobat kepada Allah dengan cara bersujud dimakam Nabi Adam. Namun lantaran Iblis memang dasar sombong, ia pun enggan untuk melakukannya. Al Baqarah 38. Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati."

Al Baqarah 39. Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Begitulah cara Allah hendak menguji manusia, dan semua kejadian itu sudah ditetapkan sejak 40 tahun sebelum Nabi Adam diciptakan, jika 40 tahun yang dimaksud itu adalah perhitungan akhirat maka akan menjadi 14400000 tahun menurut perhitungan kita (aslinya 1 tahun 360 hari bukan 365, yaitu sebelum terjadinya perubahan rotasi bumi), dan semua kejadian itu merupakan skenario penting yang Allah tetapkan guna memulai masa ujian manusia. Dan masa selama itu mengindikasikan adanya kehidupan mahluk lain sebelum Adam diciptakan, yaitu kehidupan Malaikat dan Jin.

Bukhari Muslim 1549 Diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Nabi Adam berhujah dengan Nabi Musa a.s, di mana Nabi Musa berkata: Wahai Adam, kamu adalah ayahku. Kamu menghampakan aku dan kamu keluarkan aku dari Syurga. Nabi Adam menjawab: Kamu Musa. Allah s.w.t telah memilihmu dengan kalamNya. Allah s.w.t menulis untukmu dengan tanganNya (kuasa). Apakah kamu akan mencelaku terhadap sesuatu yang berlaku dengan ketetapan Allah s.w.t, di mana ianya telah ditetapkan sejak empat puluh tahun sebelum aku di ciptakan. Nabi s.a.w bersabda: Akhirnya Nabi Adam a.s tetap berhujah (mengemukakan dalil) dengan Nabi Musa a.s. Akhirnya Nabi Adam a.s tetap berhujah (mengemukakan dalil) dengan Nabi Musa a.s

Al A'raaf 11. Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: "Bersujudlah kamu kepada Adam", maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud.

Al A'raaf 12. Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah."

Al A'raaf 13. Allah berfirman: "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina."

Al A'raaf 14. Iblis menjawab: "Beri tangguhlah saya[529] sampai waktu mereka dibangkitkan."

[529]. Maksudnya: janganlah saya dan anak cucu saya dimatikan sampai hari kiamat sehingga saya berkesempatan menggoda Adam dan anak cucunya. (Atau bisa juga diartikan Iblis ingin membuktikan keyakinannya bahwa manusia itu memang tidak lebih unggul darinya, dan dia pun ingin mengujinya sendiri. )

Al A'raaf 15. Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh."

Al A'raaf 16. Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus,
Al A'raaf 17. kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).

Al A'raaf 18. Allah berfirman: "Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan mengisi neraka Jahannam dengan kamu semuanya."

Al A'raaf 19. (Dan Allah berfirman): "Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan isterimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim."

Al A'raaf 20. Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)."

Al A'raaf 21. Dan dia (syaitan) bersumpah kepada keduanya. "Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasehat kepada kamu berdua",

Al A'raaf 22. maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: "Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: "Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?"

Al A'raaf 23. Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.

Al A'raaf 24. Allah berfirman: "Turunlah kamu sekalian, sebahagian kamu menjadi musuh bagi sebahagian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan."

Al A'raaf 25. Allah berfirman: "Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan.

Al A'raaf 26. Hai anak Adam[530], sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa[531] itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.
[530]. Maksudnya ialah: umat manusia [531]. Maksudnya ialah: selalu bertakwa kepada Allah.

Al A'raaf 27. Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

Karena itulah, pada suatu hari nanti akan ada pula seorang manusia biasa (bukan rasul) yang akan menjadi bukti kalau manusia itu memang pantas menyandang gelar khalifah. Dialah Al-Mahdi (pemberi petunjuk ke arah kebenaran) sang Khalifah yang akan memimpin umat manusia berdasarkan hukum Allah, seorang pemimpin yang memahami dunia ini hanyalah permainan yang sengaja diciptakan Allah guna memperlihatkan/membuktikan ilmu-Nya yang maha luas kepada kedua makhluk-Nya yang lain, yaitu malaikat dan jin. Ia (Al-Mahdi) menyadari sepenuhnya bahwa dirinya diciptakan adalah untuk menjadi bukti kalau perangkat akal manusia yang diciptakan Allah ternyata memang lebih unggul, dan karenanyalah manusia memang sudah sepantasnya dihormati oleh malaikat dan jin karena teruji mampu menjadi khalifah. Buktinya, dengan akalnyalah dia mampu menentukan pilihan untuk mengungkap siapa jati dirinya, dan juga apa yang harus dilakukannya, dan dengan akalnya pulalah dia mampu menentukan pilihan untuk mengungkap tujuan penciptaannya, yang mana semua itu adalah buah dari ketakwaannya kepada Allah, yang mana Allah akan selalu merahmati orang-orang yang selalu bertakwa kepada-Nya, yaitu dengan memberikan petunjuk jalan lurus kepadanya.

Al A'raaf 156. Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami."

Nah, kesadaran murni inilah yang dinamakan fase Akal adalah Aql, dimana Akal (nalar/pikiran lahiriah) sudah setaraf Aql (nalar/pikiran rohaniah) dalam hal keimanan kepada Allah. Aql inilah yang dulu mengambil keputusan untuk menerima perjanjian saat di alam roh, dan Allah telah menciptakan Aql dengan sempurna, yaitu ‘data basenya’ langsung Allah yang mengisinya, sehingga Aql langsung cerdas dan dapat mengenal penciptanya, sedangkan Akal adalah ‘program Artificial Inteligent’ (kecerdasan buatan) yang sedang diuji, atau Aql yang ‘data basenya’ sengaja dikosongkan dan dibiarkan terisi dengan sendirinya. Untuk lebih mempermudah pemahaman ini, bagaimana kalau kita ibaratkan Roh yang ber-Aql adalah manusia saat memainkan game online, dan Manusia yang ber-Akal adalah karakter dalam game online. Semoga dengan begitu anda bisa memahami perbedaan ‘Akal’ dengan ‘Aql’.

Al An'aam 165. Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Al Maa'idah 48. Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[421] terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu[422], Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,

[421]. Maksudnya: Al Quran adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam kitab-kitab sebelumnya.
[422]. Maksudnya: umat Nabi Muhammad s.a.w. dan umat-umat yang sebelumnya.

Al A'raaf 172. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",

Al Hadiid 8. Dan mengapa kamu tidak beriman kepada Allah padahal Rasul menyeru kamu supaya kamu beriman kepada Tuhanmu. Dan sesungguhnya Dia telah mengambil perjanjianmu jika kamu adalah orang-orang yang beriman[1457].
[1457]. Yang dimaksud dengan perjanjianmu ialah perjanjian ruh Bani Adam sebelum dilahirkan ke dunia bahwa dia mengakui (naik saksi), bahwa Tuhan-nya ialah Allah, seperti tersebut dalam ayat 172 surat Al A´raaf.

Dan jika sudah terbukti keunggulan akal manusia, yang mana telah mampu memilih sesuai dengan keinginan Allah dan juga memahami hakikat penciptaannya dengan sesadar-sadarnya (Aql sudah setaraf dengan Akal), maka akan segera berakhirlah masa ujian manusia. Karena itulah, saat kedatangan AL-Mahdi banyak orang akan mempunyai kesadaran murni sehingga mereka akan menyadari tujuan hidupnya, dan mereka akan saling berlomba-lomba dalam kebaikan. Saat itulah Islam mulai bangkit, hingga akhirnya seluruh umat manusia akan merasakan suatu masa keemasan Islam yang terbaik sepanjang sejarah, dan semua itu karena umat manusia sudah berhasil menjadi khalifah baik bagi dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Dan dipenghujung masa keemasan itu, banyak orang akan kembali sesat karena suatu sebab. Pada masa itu, orang-orang mulai meragukan kalau dunia ini hanyalah permainan, sehingga mereka pun akhirnya tak mau lagi berlomba-lomba dalam kebaikan dan akibatnya kehidupan dunia akan kembali kelam. Saat itulah kiamat akan tiba sesuai dengan skenarionya, dan setelah itu saatnyalah untuk memilah mana manusia yang sukses dengan akalnya dan yang tidak, yang sukses akan masuk surga karena telah memenuhi janji untuk beriman kepada Allah dalam mengungkap ilmu-Nya, dan yang tidak jelas sangat mengecewakan dan memang sudah sepantasnya diganjar hukuman. Sesuai dengan janji Allah kepada Iblis dalam surat Al A'raaf ayat 18.

Subhanallah… Ternyata manusia yang diciptakan dari tanah akhirnya terbukti mampu mengungguli kemampuan akal para makhluk yang terbuat dari cahaya (Malaikat) dan api (Jin). Dan semua perkara itu memang telah tergambar jelas dalam surat Al Baqarah 30-34, dan di beberapa surat lain yang serupa. Sesungguhnya Allah memang ingin membuktikan ilmu-Nya kepada Malaikat yang meragukannya, dan kepada jin yang tidak percaya. Konon ada dua malaikat yang meragukan ingin menguji akal mereka, lantas keduanya pun dilengkapi dengan ego dan nurani, dan ternyata keduanya pun gagal. Mereka tidak lulus uji untuk tidak mengajarkan sihir kepada jin dan manusia. Wallahu’alam…

Al Baqarah 102. Dan mereka mengikuti apa[76] yang dibaca oleh syaitan-syaitan[77] pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat[78] di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya[79]. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.

[77]. Syaitan-syaitan itu menyebarkan berita-berita bohong, bahwa Nabi Sulaiman menyimpan lembaran-lembaran sihir (Ibnu Katsir).
[78]. Para mufassirin berlainan pendapat tentang yang dimaksud dengan 2 orang malaikat itu. Ada yang berpendapat, mereka betul-betul Malaikat dan ada pula yang berpendapat orang yang dipandang saleh seperti Malaikat dan ada pula yang berpendapat dua orang jahat yang pura-pura saleh seperti Malaikat.
[79]. Berbacam-macam sihir yang dikerjakan orang Yahudi, sampai kepada sihir untuk mencerai-beraikan masyarakat seperti mencerai-beraikan suami isteri.

Karena itulah, sesungguhnya kehidupan di dunia ini jelas hanya permainan. Dan permainan yang diciptakan Allah ini bukanlah untuk main-main, melainkan lebih kepada bentuk penghambaan kepada Allah dalam upaya mengungkap ilmu-Nya, dimana seharusnya manusia mau lebih serius untuk membuktikan kebenaran ilmu Allah itu. Dan karenanyalah, Allah ‘sangat senang’ jika apa yang diciptakannya itu (Akal), yang dari semula tidak tahu apa-apa bisa jadi mengenal-Nya dan menghamba pada-Nya, semata-mata karena kemauan dan hasil usahanya sendiri dalam memilih takdir. Bukankah Allah telah menciptakan Aql dengan data base yang langsung beriman dan taat kepada Allah, dan setelah di kosongkan (menjadi Akal) ternyata masih mampu untuk beriman dan taat kepada-Nya. Hebat sekali bukan? Maka dengan begitu tidak akan ada lagi keraguan akan kebenaran Allah. Ya, itulah hakikat hidup yang sebenarnya kenapa kita diciptakan, dan itu semua demi memuaskan bangsa malaikat dan bangsa jin, agar mereka benar-benar yakin kalau Allah menyuruh mereka untuk sujud kepada manusia adalah perkara yang benar. Sungguh Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Maha adil lagi Maha Bijaksana.

Karena itulah taatlah hanya kepada Allah, dan buktikan kalau akal kita memang berfungsi dengan baik. Sesungguhnya akal kita itu adalah untuk memilah mana yang baik dan yang tidak. Memilih yang baik dan merasa senang karenanya berarti taat kepada Allah, namun jika tidak artinya durhaka kepada Allah. Karena itulah, taat merupakan takdir manusia menuju surga. Percayalah, kalau pada akhirnya semua ujian pasti akan berakhir dan Allah tidak akan menyia-nyiakan setiap hamba ciptaan-Nya yang berhasil.


Allah SWT berfirman.
Al 'Ankabuut 64. Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.

Al Hadiid 20. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.

Bukhari Muslim. Diriwayatkan daripada Anas bin Malik r.a katanya: Sesungguhnya Nabi s.a.w bersabda: Ya Allah! Tidak ada kehidupan yang kekal sama sekali kecuali kehidupan di Akhirat. Maka ampunkanlah orang-orang Ansar dan Muhajirin.

Jika manusia bisa memahami hal ini dengan baik, tentu dia tidak akan merasa sombong, dan tidak akan mau menyerah kalah di dalam permainan dunia ini. Bukankah tata cara memainkan permainan di dunia ini sebetulnya mudah, yaitu hanya mengenai takwa, yang misi dan semua peraturannya juga sudah jelas ada di dalam Al-Quran. Score-nya pun ada, yaitu pahala dan dosa, yang kelak akan menjadi penentu kita kalah atau menang. Kalau menang kita akan dihadiahkan surga, dan kalau kalah tentu akan dihadiahkan neraka. Walaupun di setiap permainan ada tingkat kesulitannya, namun tingkat kesulitan itu tidak akan melebihi kemampuan manusia, melainkan disesuaikan dengan tingkat kemuliaan manusia. Persis seperti tingkat kesulitan dalam game online, yang mana karakter level I jelas telah disediakan pula monster level I yang pasti bisa dibunuhnya. Dan di dalam setiap permainan, tentu dibutuhkan kejujuran, dan gamer yang jujur itulah yang pantas diberikan penghargaan. Gamer yang paling dibenci programmer adalah gamer yang tidak jujur, alias suka main curang. Kalau di dalam dunia game online dikenal dengan istilah cheater, yaitu orang yang meminta bantuan hacker untuk mengakali dunia game. Kalau di dunia kita, mereka itu adalah para tukang sihir, yaitu orang-orang yang meminta bantuan jin agar bisa memanipulasi hukum ketentuan Allah. Karena itulah Allah sangat membenci orang-orang yang mengerjakan sihir. Dan sihir itu merupakan pilihan takdir yang bisa dipilih atau tidak dipilih oleh manusia.

Bukhari Muslim 55 Diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a katanya: Rasulullah telah bersabda: Jauhilah tujuh perkara yang dapat membinasakan kamu yaitu menyebabkan kamu masuk Neraka atau dilaknati oleh Allah. Para Sahabat bertanya: Wahai Rasulullah! Apakah tujuh perkara itu? Rasulullah bersabda: Mensyirikkan Allah yaitu menyekutukanNya, melakukan perbuatan sihir, membunuh manusia yang diharamkan oleh Allah melainkan dengan hak, memakan harta anak yatim, memakan harta riba, lari dari medan pertempuran dan memfitnah perempuan-perempuan yang baik yaitu yang boleh dikawini serta menjaga maruah dirinya, juga perempuan yang tidak memikirkan untuk melakukan perbuatan jahat serta perempuan yang beriman dengan Allah dan RasulNya dengan fitnah melakukan perbuatan zina.

Lantas untuk melindungi orang beriman dari sihir, maka Allah pun mengajarkan manusia untuk melindungi dan melawan sihir dengan rukyah, dan mengaruniakan kelebihan kepada orang beriman untuk menyaingi sihir dengan karomah (untuk manusia biasa) dan Mukjizat (untuk para rasul).

Bukhari Muslim 1283 Diriwayatkan daripada Aisyah r.a katanya: Rasulullah s.a.w pernah di sihir oleh seorang Yahudi dari Bani Zuraiq yang bernama Labid bin al-A'sham sehingga Rasulullah s.a.w merasakan seolah-olah melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh baginda. Pada suatu hari atau pada suatu malam Rasulullah s.a.w berdoa dan terus berdoa, kemudiannya bersabda: Wahai Aisyah, apakah engkau merasa bahwa Allah memberiku pertunjuk mengenai apa yang aku tanyakan kepadaNya? Dua Malaikat telah datang kepadaku. Salah satu di antara keduanya duduk di samping kepalaku, kemudian yang satu lagi duduk dekat kakiku. Malaikat yang berada di samping kepalaku berkata kepada Malaikat yang berada dekat kakiku atau sebaliknya (bercakap-cakap): Apa sakit orang ini? Yang ditanya menjawab: Tersihir. Seorang lagi bertanya: Siapakah yang menyihirnya? Yang satu lagi menjawab: Labid bin al-A'sham Salah seorang bertanya: Di manakah sihir itu ditempatkan? Yang satu lagi menjawab: Pada sikat dan rambut gugur yang berada di sikat serta pundi-pundi yang diperbuat dari kurma jantan. Salah seorang bertanya: Di manakah benda itu diletakkan? Yang satu lagi menjawab: Di dalam telaga Zu Arwan. Aisyah menyambung lagi: Lalu Rasulullah s.a.w pergi ke telaga tersebut bersama beberapa orang Sahabat baginda. Kemudian baginda bersabda: Wahai Aisyah demi Allah, seakan-akan air telaga itu berwarna inai (berwarna kuning kemerah-merahan), kemudian pokok-pokok kurma yang ada di situ bagaikan kepala-kepala syaitan. Aku (Aisyah) bertanya: Ya Rasulullah, Mengapakah engkau tidak membakar saja benda itu? Rasulullah s.a.w menjawab: Tidak. Mengenai diriku, Allah telah berjanji menyembuhkanku dan aku tidak suka membuatkan orang ramai menjadi resah, kerana itulah aku menyuruh menanamnya.

Jika dicermati, hadits diatas merupakan skenario Allah untuk mengajarkan manusia perihal rukyah, yaitu melalui Nabi Muhammad S.A.W dengan menurunkan surat AL-FALAQ.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
  1. Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
  2. dari kejahatan makhluk-Nya,
  3. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
  4. dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul[1609],
  5. dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki."
[1609]. Biasanya tukang-tukang sihir dalam melakukan sihirnya membikin buhul-buhul dari tali lalu membacakan jampi-jampi dengan menghembus-hembuskan nafasnya ke buhul tersebut.



Karena itulah, tidak dibenarkan jika melawan sihir dengan sihir. Maklumlah, di dunia kita ini memang banyak sekali orang yang mengaku muslim atau bahkan pada tingkat pejabat tinggi, yang ternyata masih belum mempunyai kesadaran murni, sehingga mereka masih seenaknya bermain curang dengan yang namanya sihir. Dan sayangnya, para korban juga malah menggunakan sihir untuk melawannya. Contohnya ialah orang-orang yang menggunakan benda-benda bertuah atau jimat yang fungsinya adalah memanipulasi hukum ketentuan Allah. Juga yang menggunakan susuk, pengasihan, ilmu pelet, dan lain sebagainya yang tujuannya adalah memanipulasi hukum ketentuan Allah. Dan yang paling kejam adalah dengan menggunakan santet sehingga korban bisa sampai meninggal dunia. Maka akibat dari sihir yang dilakukan oleh manusia yang bersekutu dengan jin itu adalah membuat level yang semula mudah dilalui akan menjadi lebih sulit lantaran adanya kecurangan. Namun tingkat kesulitan karena pengaruh sihir itu masih belum seberapa, sebab masih bisa dieliminasi dengan rukyah. Sesungguhnya tingkat kesulitan yang paling tinggi di dalam permainan takwa ini adalah sikap tetap "konsisten", yang mana manusia dituntut untuk mau mengamalkan segala perbuatan baik yang telah diimaninya benar, lalu mau terus mengamalkannya hingga ajal menjemput. Sungguh hal itu bagaikan meniti langkah di atas helai rambut yang dibelah tujuh. Namun begitu, ada sebuah cara mempuni guna bisa melewatinya, yaitu dengan cara mengikuti petunjuk dari Game Master permainan ini, yaitu Baginda Muhammad Rasulullah S.A.W, yang mana beliau telah mengungkapkannya dalam bentuk perbuatan dan juga perkataan, yang mana bisa menjadi teladan untuk umat manusia. Salah satunya adalah dengan cara menegakkan syariat Islam agar orang bisa lebih mudah untuk bisa bertakwa.

Thaahaa 113. Dan demikianlah Kami menurunkan Al Quran dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali, di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) Al Quran itu menimbulkan pengajaran bagi mereka.

Al A'raaf 35. Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul daripada kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, maka barangsiapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Al A'raaf 36. Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Karena itulah, seharusnya apapun yang terjadi di dalam permainan takwa ini dapat dinikmati dengan tanpa beban sama sekali, kala suka ia akan bersyukur dan saat duka ia akan bersabar. Karenanyalah, untuk apa merasa sombong dengan berbagai hal yang cuma bagian dari permainan semu, dan untuk apa begitu kehilangan dan berputus asa terhadap sesuatu yang juga cuma bagian permainan semu. Seandainya manusia mau menyadari kalau semua perkara yang ada di dunia ini semu, tentulah manusia bisa menikmati permainan yang diciptakan Allah SWT ini dengan sebaik-baiknya, yaitu berusaha meraih kemenangan dengan cara bertakwa kepada Allah SWT. Karenanyalah, sebagai gamer (pemain) sejati seharusnya manusia memang berusaha untuk menang, yaitu dengan mengumpulkan point pahala sebanyak mungkin. Untuk itulah kita diharapkan bisa menjadi seorang gamer yang mampu memenangkan permainan di dunia ini dengan sebaik-baiknya. Sebab, tingkatan level yang diberikan kepada kita jelas sudah terukur dan mampu kita lewati.

Al Mu'minuun 62. Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran[1010], dan mereka tidak dianiaya. [1010]. Maksudnya: Kitab tempat malaikat-malaikat menuliskan perbuatan-perbuatan seseorang, biarpun buruk atau baik, yang akan dibacakan di hari kiamat (Lihat surat Al-Jatsiyah ayat 29). Al Jaatsiyah 29. (Allah berfirman): "Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan."

Al Qamar 49. Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. Al Furqaan 2. yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya[1053].

[1053]. Maksudnya: segala sesuatu yang dijadikan Tuhan diberi-Nya perlengkapan-perlengkapan dan persiapan-persiapan, sesuai dengan naluri, sifat-sifat dan fungsinya masing-masing dalam hidup.

Seandainya anda adalah seorang gamer yang pemula, anda bisa dengan mudah mengumpulkan point pahala sesuai dengan tingkatan level yang sesuai dengan tingkatan level anda. Misalkan saat anda mau makan atau minum, atau ketika melakukan aktifitas keseharian yang Allah ridhai dengan diawali membaca basmalah dan menyudahinya dengan hamdalah, maka anda akan mendapat point pahala. Juga ketika anda menemukan benda berbahaya di jalan, seperti duri, paku, beling, dan lain sebagainya. Karena khawatir bisa membahayakan gamer lain, lantas anda segera menyingkirkannya dengan niat mendapatkan pahala dari Allah SWT. Yaitu dengan mengucap, Bismilah… aku singkirkan benda berbahaya ini ikhlas karena Allah. Setelah benda itu kau singkirkan, lantas anda segera mengucap Alhamdulillah benda berbahaya itu berhasil kusingkirkan… maka dari usaha anda itu tentu akan mendapat point pahala. Dan jika anda mau berpartisipasi guna mengurangi dampak pemanasan global, yaitu dengan menanam sebuah pohon, baik di dalam pot maupun di pekarangan. Maka dari setiap kebaikan yang dihasilkan pohon itu tentulah untuk anda, baik itu pahala, keindahnya, maupun kemampuannya menyerap karbon dioksida dan mengeluarkan oksigen. Apalagi jika anda mau mengajarkan semua hal yang baik itu kepada teman anda, tentu anda juga akan mendapat point pahala jika teman anda itu mau melakukan perbuatan yang anda ajarkan itu. Dan jika teman anda itu mengajarkannya lagi kepada temannya yang lain, dan temannya itu juga melakukan perbuatan baik itu, maka anda akan mendapatkan point pahala yang sama seperti orang itu.

Itulah yang dinamakan investasi ilmu, layaknya matrix MLM saja. (pen: Multi level Marketing dalam sistem dagang dan jasa di dunia baik berbentuk pohon, ranting, piramid atau sebagainya, adalah terlihat seperti mengadopsi dari sistem penggandaan pahala sedekah dalam islam) Intinya adalah, semua perbuatan baik yang dilakukan dan diniatkan semata-mata mendapat pahala dari Allah, maka ia akan mendapatkan point pahala. Baik itu perbuatan ringan hingga sampai ke perbuatan yang mengorbankan jiwa raga. Begitupun dengan perbuatan jahat, akan mendapat point dosa, apalagi jika sampai mengajarkannya kepada orang lain, maka dia sudah berinvestasi ilmu untuk meningkatkan point dosanya. Misalkan ada seorang artis yang mempertontonkan auratnya, lantas dia dicontoh oleh seorang penggemarnya. Dan setiap kali si penggemar mempertontonkan auratnya, maka si artis akan mendapatkan point dosa sama seperti yang didapatkan oleh penggemarnya. Sebab, secara tidak langsung si artis sudah mengajarkan hal itu kepada para penggemarnya. Beruntung jika si artis mau segera bertobat, sehingga investasi dosanya bisa segera terhapus. Kalau tidak, bisa-bisa point dosa akan terus mengalir tanpa dia sadari. Rugi sekali kan? Dan yang mendapat dosa bukan saja si artis, tapi juga mereka yang ikut terlibat guna menyukseskan si artis pada pagelarannya di panggung maupun di televisi.

An Nisaa' 85. Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik[325], niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barangsiapa memberi syafa'at yang buruk[326], niscaya ia akan memikul bagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

[325]. Syafa'at yang baik ialah: setiap sya'faat yang ditujukan untuk melindungi hak seorang muslim atau menghindarkannya dari sesuatu kemudharatan.
[326]. Syafa'at yang buruk ialah kebalikan syafa'at yang baik.

Al Baqarah 110. Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.

Al Baqarah 261. Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (diadopsi oleh manusia menjadi sistem MLM)
[166]. Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain. (Sedangkan Ilmu adalah harta yang tak ternilai harganya).

Bukhari Muslim 448 Diriwayatkan daripada Abdullah bin Mas'ud r.a katanya: Rasulullah s.a.w pernah bersabda: Tidak boleh iri hati kecuali terhadap dua perkara yaitu terhadap seseorang yang dikurniakan oleh Allah harta kekayaan tapi dia memanfaatkannya untuk urusan kebenaran (kebaikan). Juga seseorang yang diberikan ilmu pengetahuan oleh Allah lalu dia memanfaatkannya (dengan kebenaran) serta mengajarkannya kepada orang lain.

Karenanya itulah, hanya gamer bodoh saja yang memainkan permainan dengan tidak serius alias cuma main-main, dia tidak mau mengumpulkan point pahala tapi justru mengumpulkan point dosa yang justru bisa membuatnya kalah. Gamer sejati adalah gamer yang produktif yang tidak mau menyia-nyiakan waktunya begitu saja. Dengan penuh semangat dia akan berusaha mengumpulkan point pahala sesuai dengan tingkatan levelnya.

Al An'aam 70. Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama[485] mereka sebagai main-main dan senda gurau[486], dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al-Quran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak pula pemberi syafa'at selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusanpun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu.

[485]. Yakni agama Islam yang disuruh mereka mematuhinya dengan sungguh-sungguh.
[486]. Arti menjadikan agama sebagai main-main dan senda gurau ialah memperolokkan agama itu mengerjakan perintah-perintah dan menjauhi laranganNya dengan dasar main-main dan tidak sungguh-sungguh.

Al Baqarah 148. Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Karenanyalah, gamer sejati akan berusaha untuk mengumpulkan point pahala dengan bersungguh-sungguh, baik dengan jalan ibadah ritual (menjalin hubungan dengan Allah SWT), maupun secara sosial (menjalin hubungan dengan sesama gamer). Dan hanya gamer yang bersyahadatlah yang akan mendapat point pahala, yaitu gamer yang mengakui Allah sebagai Tuhannya, dan Muhammad S.A.W sebagai rasul utusan-Nya.

Al Furqaan 23. Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan[1062], lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.

[1062]. Yang dimaksud dengan amal mereka disini ialah amal-amal mereka yang baik-baik yang mereka kerjakan di dunia Amal-amal itu tak dibalasi oleh Allah karena mereka tidak beriman.

Karena itulah, sebaiknya jangan sia-sia kan waktu anda untuk meningkatkan point pahala, Insya Allah dengan begitu anda akan menjadi seorang pemain yang memenangkan permainan yang Allah ciptakan ini.

Memahami Ajal, Usaha, Doa, Tawakal, Keajaiban, Syukur, Ujian, dan Sabar

Ketahuilah, bahwa sebelum manusia diciptakan, Allah telah menentukan waktu kematian bagi setiap hamba-Nya, dan itulah yang disebut ajal. Pada mulanya, waktu kematian manusia sudah ditentukan sama (Default Value kalau dalam istilah pemprograman), dan lamanya disesuaikan dengan zaman di mana dia hidup. Namun, waktu kematian itu bisa saja berubah, sesuai dengan takdir yang dipilih oleh manusia itu sendiri, baik itu pilihan manusia yang bersangkutan, maupun pilihan manusia lain. Misalkan manusia zaman sekarang diberi nilai awal untuk hidup selama 100 tahun, dan nilai itu akan berubah sesuai dengan takdir yang dipilihnya. Seorang yang bunuh diri misalnya, waktu kematiannya adalah akibat dari pilihan takdir yang dipilihnya sendiri. Begitu pun orang yang di bunuh, waktu kematiannya adalah akibat dari pilihan takdir yang dipilih oleh manusia lain. Selain itu, nilai 100 bisa saja berubah menjadi 110 misalnya, dan itu disebabkan pilihan manusia dalam menjaga kualitas kesehatan jasmani dan rohaninya, atau akibat dari pilihan orang lain yang mendoakan agar dia diberikan umur panjang.
Ajal terbagi dua, yaitu ajal yang diridhai Allah dan Ajal yang tidak diridhai Allah. Ajal yang diridhai Allah adalah proses kematian yang tidak akan dimintai pertanggungjawaban, sebab proses kematian itu memang diluar kesanggupan manusia dalam menghindarinya. Sedangkan Ajal yang tidak diridhai Allah adalah proses kematian yang harus dipertanggungjawabkan, sebab proses kematiannya bukan karena manusia tak mampu menghindarinya, namun dikarenakan kemalasan manusia dalam berusaha memilih takdir yang baik. Karena itulah, ketika seseorang menyebrang jalan, tidak cukup hanya dengan tengok kiri kanan, tapi juga perlu berdoa untuk memohon keselamatan dan bertawakal (mempasrahkan diri kepada Allah terhadap apa yang akan terjadi). Dengan begitu, seadainya ada mobil yang tiba-tiba lewat dengan kecepatan tinggi dan hampir menabraknya, maka secara otomatis dia akan dilindungi dari marabahaya yang akan menimpanya dengan perantara malaikat misalnya, itulah yang dinamakan keajaiban. Sebab, malaikat itu juga bagian dari sistem takdir yang sudah ditetapkan Allah, yaitu bilamana manusia sudah berusaha, berdoa dan bertawakal kepada Allah, maka sistem keajaiban ini akan bekerja. Karena itulah, manusia yang mendapat nikmat berupa keajaiban seperti itu sudah selayaknya untuk bersyukur kepada Allah. Sebetulnya, sistem keajaiban itu terbagi dua, yaitu keajaiban nyata dan kejaiban tersamar. Keajaiban nyata adalah peristiwa yang seperti contoh diatas, sedangkan keajaiban tersamar adalah keajaiban yang tanpa kita sadari sudah menolong kita. Misalkan ada seseorang sedang menyebrang jalan, dan sesuai dengan takdir yang sudah ditetapkan Allah, saat berada di tengah jalan dia pasti akan tertabrak mobil lantaran si pengemudi lalai karena terpana melihat gadis cantik bergaun mini yang berdiri dipinggir jalan misalnya.

Namun karena sebelum menyeberang dia sudah tengok kiri-kanan, kemudian juga sudah berdoa dan bertawakal, maka sistem keajaiban akan bekerja tanpa dia sadari. Misalkan, pada saat mobil itu masih dalam jarak 500 meter, entah dari mana datangnya, lantas di depan mobil itu melintas malaikat yang menyerupai orang tua misalnya, kemudian secara otomatis pengemudi mobil itu jadi terpaksa mengurangi kecepatannya lantaran takut menabrak orang tua tadi. Dan akibatnya, secara otomatis pula waktu orang tadi menyebrang dan waktu saat si pengemudi melihat wanita cantik tadi menjadi berubah, dan akhirnya orang yang menyebrang tadi pun selamat dari tertabrak. Itulah keajaiban tersamar, yang sudah seharusnya si penyeberang mesyukurinya karena kejaiban tersamar itu merupakan nikmat dari Allah, yaitu mengucapkan hamdalah setelah dia selamat sampai di seberang. Contoh keajaiban tersamar yang lain adalah, orang yang bunuh diri bisa saja tidak mati akibat dari pilihan orang lain yang mendoakan keselamatannya, begitupun orang yang di bunuh tidak akan mati akibat dari pilihannya mau berdoa dan orang lain yang mendoakan keselamatannya.

Karena itulah, jangan pernah mengira kalau suatu bala yang menimpa manusia bukanlah akibat dari kesalahan manusia itu sendiri. Ketahuilah, jika saat menyebrang manusia tidak mau berhati-hati dan juga tidak mau berdoa dan bertawakal, maka jelas dia sudah salah memilih takdir. Sebab, sikap kehati-hatian, doa, dan tawakal adalah bagian dari pilihan takdir. Jika manusia memang sudah berusaha dengan baik dan juga sudah memohon perlindungan Allah dan bertawakal, namun ternyata ia masih juga celaka, maka itu adalah sebuah ujian tambahan untuknya (bonus scenario atau secret scenario kalau di dunia game), Bonus skenario atau secret scenario inilah yang dapat menghapuskan dosa dan meningkatkan level kemuliaan seseorang dengan lebih cepat. Namun jika ia sampai meninggal, maka itu adalah ajal yang memang sudah ditetapkan Allah atas dirinya lantaran Allah memang menghendakinya demikian. Sebab Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang mungkin saja begitu menyayanginya, sehingga dia tidak perlu lagi meneruskan ujian lantaran dianggap sudah lulus uji, seperti yang dialami para pelaku jihad fisabillilah. Mereka yang benar-benar ikhlas berjihad ternyata ada yang gugur dan ada yang tidak, dan mereka yang gugur dengan ridha Allah, jelas karena Allah mencintai mereka, yaitu mengabulkan keinginan mereka yang memang ingin meninggal sebagai syuhada, dan yang tidak gugur mungkin saja karena doa keluarganya yang memang belum siap untuk ditinggal selamanya, atau ada skenario penting yang masih perlu dilakoninya. Dan pengertian jihad itu sangat luas, contohnya seorang suami yang berjuang mencari nafkah halal untuk keluarganya semata-mata karena Allah adalah termasuk jihad juga, dan Ibu yang melahirkan semata-mata karena Allah adalah termasuk jihad juga. Atau bisa juga ada rahasia lain yang sangat penting, Wallahu’alam…

Jika ada manusia yang celaka karena sebuah ujian, kemudian ia mau bersabar terhadap ujian itu maka ia akan mendapat pahala yang besar. Berbeda dengan orang yang celaka akibat kemalasan memilih takdir yang baik, maka ia tidak akan mendapat ganjaran pahala sedikitpun, melainkan hanya berupa penderitaan yang harus ditanggungnya sendiri akibat dari kemalasannya itu. Kecuali jika ia mau segera bertobat dengan menyesali sikap malasnya itu, kemudian mau bersabar terhadap peristiwa yang sudah menimpanya, maka Allah-pun akan memberikan ganjaran pahala atas kesabarannya yang kemudian itu. Kini jelas sudah, betapa pentingnya sebuah usaha, doa, dan tawakal guna memilih takdir yang baik. Dan karena itulah, manusia yang mendapat musibah karena kemalasannya memilih takdir yang baik, tidak selayaknya mengatakan kalau itu adalah takdir Allah yang harus diterima, atau memang sudah menjadi ketentuan Allah yang tak dapat di bantah, padahal musibah itu adalah akibat dari kesalahannya sendiri yang memang belum berusaha dengan maksimal dalam memilih takdir. Ingatlah, kalau takdir itu adalah sebuah sistem pilihan yang mana manusia dituntut untuk bisa memilih sendiri dengan benar. Sebab, Allah memang sudah memberi kebebasan penuh bagi manusia untuk menentukan pilihan, dan Allah tidak akan pernah memaksa manusia yang sudah bisa berfikir dalam menentukan sebuah pilihan. Sebab, jika Allah sampai melakukan itu, maka kehidupan di dunia ini sudah tidak ada gunanya lagi. Ketahuilah, kalau campur tangan Allah dalam menentukan sebuah pilihan, hanya sebatas memberi petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan mengenai urusan memilih tetap merupakan hak istimewa manusia yang tak mungkin Allah paksakan.

Asy Syuura 8. Dan kalau Allah menghendaki niscaya Allah menjadikan mereka satu umat (saja), tetapi Dia memasukkan orang-orang yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Dan orang-orang yang zalim tidak ada bagi mereka seorang pelindungpun dan tidak pula seorang penolong.

Al Baqarah 272. Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).

Jadi, dengan demikian tidak ada lagi alasan bagi manusia yang malas memilih takdir yang baik untuk mengelak dari tanggung jawab dengan seenaknya mengatakan kalau apa yang sudah menimpanya adalah takdir, padahal ia sendiri belum berusaha. Contohnya seperti pengendara mobil/sepeda motor yang ngebut dan tidak mematuhi peraturan lalulintas. Juga seorang penyebrang jalan yang tidak menggunakan jembatan penyebrangan atau zebra cross yang telah disediakan, dan masih banyak lagi contoh lainnya mengenai kemalasan dalam memilih takdir yang baik, bahkan dengan entengnya mereka melakukan tindakan yang ceroboh itu. Seandainya banyak orang yang bisa memahami ini dengan baik, tentu mereka tidak akan berani melakukannya. Sebab, semua itu jelas akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang pengendara yang tidak mematuhi peraturan lalu lintas kemudian menyebabkan orang lain celaka maka ia telah menzolomi orang lain, dan jika seorang penyebrang jalan yang tidak menyebrang pada tempatnya jelas ia juga bisa menzolimi orang lain, misalkan ada pengendara yang membanting stir karena takut menabraknya, kemudian akibatnya pengendara itu menabrak pohon dan terluka, atau mungkin meninggal dunia, maka sudah barang tentu orang yang menyebrang itu harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Intinya adalah, siapa saja yang menjadi menyebab dari suatu akibat yang buruk, dan itu diakibatkan dari kemalasannya memilih takdir yang baik, maka sudah barang tentu ia akan dimintai pertanggungjawabannya.

Mari Bangkit Dengan Kesadaran Murni

Setelah kita "Memahami Hakikat Penciptaan Melalui Matrix Takdir Dalam Lauhul Mahfuzh " dan juga mengetahui apa itu kesadaran murni, marilah kita bangkit dengan kesadaran murni, yaitu saling berlomba-lomba dalam kebaikan dengan mengharap ridha Allah semata. Ingatlah! Baik menurut manusia belum tentu baik menurut Allah, karena itu ikutilah petunjuk AL-Quran dan Hadits, baik dalam beribadah kepada Allah, maupun di dalam kehidupan bersosial.

Nah… sejak itulah saya mulai bisa memahami hakikat sebuah permainan, dan saya berharap pembaca pun bisa memahaminya. Tujuan dari pemahaman ini adalah agar kita tidak terlena dengan kehidupan di dunia yang hanya sementara, dan karena itu pula kita seharusnya mau lebih bersemangat di dalam meningkatkan level kemuliaan kita dengan mencari nilai pahala sebanyak mungkin, yaitu berlomba-lomba dalam kebaikan yang diridhai-Nya. Dan kekuatan cinta yang mampu membawa kita pada keberhasilan adalah kekuatan cinta sejati, yaitu kekuatan cinta yang berlandaskan cinta kita kepada Allah, Sang Programmer permainan ini. 

Al 'Ankabuut 64. Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.

Al Hadiid 20. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari
Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.

Al An'aam 70. Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama[485] mereka sebagai main-main dan senda gurau[486], dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al-Quran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak pula pemberi syafa'at selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusanpun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu.
[485]. Yakni agama Islam yang disuruh mereka mematuhinya dengan sungguh-sungguh.
[486]. Arti menjadikan agama sebagai main-main dan senda gurau ialah memperolokkan
agama itu mengerjakan perintah-perintah dan menjauhi laranganNya dengan dasar main-main dan tidak sungguh-sungguh.

Al Baqarah 148. Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Karenanyalah, gamer sejati tentu akan berusaha untuk mengumpulkan nilai pahala dengan bersungguh-sungguh, baik dengan jalan ibadah ritual (menjalin hubungan dengan Allah SWT), maupun secara sosial (menjalin hubungan dengan sesama gamer). Untuk masa kini, hanya gamer yang bersyahadatlah yang akan mendapat nilai pahala, yaitu gamer yang mengakui Allah SWT sebagai Tuhannya, dan Muhammad SAW sebagai rasul utusan-Nya. Selain itu, gamer yang benar-benar belum mengetahui kebenaran Dinul Islam akan diberikan nilai pahala tersendiri, sesuai dengan kebijaksanaan Tuhan.

Al Furqaan 23. Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan[1062], lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.
[1062]. Yang dimaksud dengan amal mereka disini ialah amal-amal mereka yang baik-baik yang mereka kerjakan di dunia Amal-amal itu tak dibalasi oleh Allah karena mereka tidak beriman.

Dan mereka yang dimaksud pada ayat ini adalah, orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Sabiin yang sudah mengetahui tentang kebenaran Dinul Islam, namun mereka tidak mau beriman (Ketika Syiar Dinul Islam sudah menghampiri mereka, mereka bukannya merenungi tapi justru mengolok-olok).Dan karenanyalah ayat di atas tidak bertentangan dengan ayat berikut:

Al Baqarah 62. Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Maksudnya adalah orang-orang mukmin sekarang (yang masih setia mengikuti syariat Nabi Muhammad SAW dan hanya berserah diri kepada Allah SWT), orang-orang Yahudi yang mengikuti syariat Nabi Musa As (sebelum mereka menyekutukan-Nya dengan Samiri atau mereka yang belum mengetahui kebenaran ajaran Nabi Isa As), orang-orang Nasrani yang mengikuti syariat Nabi ISA As (sebelum mereka menyekutukan-Nya dengan Jesus dan Para Pendeta atau mereka yang belum mengetahui kebenaran ajaran Nabi Muhammad SAW). Orang-orang Shabiin yang mengikuti syari’at Nabi-nabi zaman dahulu. Dan mereka, orang-orang Yahudi, Nasrani dan Sabiin, yang belum mengetahui tentang kebenaran Dinul Islam, mereka juga termasuk.

Karena itulah, sebaiknya jangan sia-sia kan waktu kita untuk meningkatkan nilai pahala, Insya Allah dengan begitu kita akan menjadi seorang pemain yang memenangkan permainan yang Allah ciptakan ini. Nah… Agar kita bisa lebih memahami dan dapat diterapkan pada kehidupan kita, silakan simak kisah berikut. Diceritakan oleh sahabat Abu Hurairah r.a.

Fathimah az-zahra rha dan Gilingan Gandum

Suatu hari masuklah Rasulullah SAW menemui anandanya Fathimah az-zahra rha. Didapatinya anandanya sedang menggiling syair (butir gandum) dengan menggunakan sebuah penggilingan tangan dari batu sambil menangis. Rasulullah SAW bertanya pada anandanya, "apa yang menyebabkan engkau menangis wahai Fathimah?, semoga Allah SWT tidak menyebabkan matamu menangis". Fathimah rha. berkata, "ayahanda, penggilingan dan urusan-urusan rumahtanggalah yang menyebabkan ananda menangis". Lalu duduklah Rasulullah SAW di sisi anandanya. Fathimah rha. melanjutkan perkataannya, "ayahanda sudikah kiranya ayahanda meminta Ali (suaminya) mencarikan ananda seorang jariah (budak perempuan) untuk menolong ananda menggiling gandum dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di rumah". Mendengar perkataan anandanya ini maka bangunlah Rasulullah SAW mendekati penggilingan itu. Beliau mengambil syair dengan tangannya yang diberkati lagi mulia dan diletakkannya di dalam penggilingan tangan itu seraya diucapkannya "Bismillaahirrahmaanirrahiim". Penggilingan tersebut berputar dengan sendirinya dengan izin Allah SWT. Rasulullah SAW meletakkan syair ke dalam penggilingan tangan itu untuk anandanya dengan tangannya sedangkan penggilingan itu berputar dengan sendirinya seraya bertasbih kepada Allah SWT dalam berbagai bahasa sehingga habislah butir-butir syair itu digilingnya.

Rasulullah SAW berkata kepada gilingan tersebut, "berhentilah berputar dengan izin Allah SWT", maka penggilingan itu berhenti berputar lalu penggilingan itu berkata-kata dengan izin Allah SWT yang berkuasa menjadikan segala sesuatu dapat bertutur kata. Maka katanya dalam bahasa Arab yang fasih, "ya Rasulullah SAW, demi Allah Tuhan yang telah menjadikan baginda dengan kebenaran sebagai Nabi dan Rasul-Nya, kalaulah baginda menyuruh hamba menggiling syair dari Masyriq dan Maghrib pun niscaya hamba gilingkan semuanya. Sesungguhnya hamba telah mendengar dalam kitab Allah SWT suatu ayat yang berbunyi : (artinya)

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya para malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang dititahkan-Nya kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang dititahkan".

Maka hamba takut, ya Rasulullah kelak hamba menjadi batu yang masuk ke dalam neraka. Rasulullah SAW kemudian bersabda kepada batu penggilingan itu, "bergembiralah karena engkau adalah salah satu dari batu mahligai Fathimah az-zahra di dalam sorga". Maka bergembiralah penggilingan batu itu mendengar berita itu kemudian diamlah ia.

Rasulullah SAW bersabda kepada anandanya, "jika Allah SWT menghendaki wahai Fathimah, niscaya penggilingan itu berputar dengan sendirinya untukmu. Akan tetapi Allah SWT menghendaki dituliskan-Nya untukmu beberapa kebaikan dan dihapuskan oleh Nya beberapa kesalahanmu dan diangkat-Nya untukmu beberapa derajat. Ya Fathimah, perempuan mana yang menggiling tepung untuk suaminya dan anak-anaknya, maka Allah SWT menuliskan untuknya dari setiap biji gandum yang digilingnya suatu kebaikan dan mengangkatnya satu derajat.

Ya Fathimah perempuan mana yang berkeringat ketika ia menggiling gandum untuk suaminya maka Allah SWT menjadikan antara dirinya dan neraka tujuh buah parit. Ya Fathimah, perempuan mana yang meminyaki rambut anak-anaknya dan menyisir rambut mereka dan mencuci pakaian mereka maka Allah SWT akan mencatatkan baginya ganjaran pahala orang yang memberi makan kepada seribu orang yang lapar dan memberi pakaian kepada seribu orang yang bertelanjang. Ya Fathimah, perempuan mana yang menghalangi hajat tetangga-tetangganya maka Allah SWT akan menghalanginya dari meminum air telaga Kautshar pada hari kiamat.
Ya Fathimah, yang lebih utama dari itu semua adalah keridhaan suami terhadap istrinya. Jikalau suamimu tidak ridha denganmu tidaklah akan aku doakan kamu. Tidaklah engkau ketahui wahai Fathimah bahwa ridha suami itu daripada Allah SWT dan kemarahannya itu dari kemarahan Allah SWT?. Ya Fathimah, apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya maka beristighfarlah para malaikat untuknya dan Allah SWT akan mencatatkan baginya tiap-tiap hari seribu kebaikan dan menghapuskan darinya seribu kejahatan. Apabila ia mulai sakit hendak melahirkan maka Allah SWT mencatatkan untuknya pahala orang-orang yang berjihad pada jalan Allah yakni berperang sabil. Apabila ia melahirkan anak maka keluarlah ia dari dosa-dosanya seperti keadaannya pada hari ibunya melahirkannya dan apabila ia meninggal tiadalah ia meninggalkan dunia ini dalam keadaan berdosa sedikitpun, dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman sorga, dan Allah SWT akan mengkaruniakannya pahala seribu haji dan seribu umrah serta beristighfarlah untuknya seribu malaikat hingga hari kiamat.
Perempuan mana yang melayani suaminya dalam sehari semalam dengan baik hati dan ikhlas serta niat yang benar maka Allah SWT akan mengampuni dosa-dosanya semua dan Allah SWT akan memakaikannya sepersalinan pakaian yang hijau dan dicatatkan untuknya dari setiap helai bulu dan rambut yang ada pada tubuhnya seribu kebaikan dan dikaruniakan Allah untuknya seribu pahala haji dan umrah. Ya Fathimah, perempuan mana yang tersenyum dihadapan suaminya maka Allah SWT akan memandangnya dengan pandangan rahmat. Ya Fathimah perempuan mana yang menghamparkan hamparan atau tempat untuk berbaring atau menata rumah untuk suaminya dengan baik hati maka berserulah untuknya penyeru dari langit (malaikat), "teruskanlah amalmu maka Allah SWT telah mengampunimu akan sesuatu yang telah lalu dari dosamu dan sesuatu yang akan datang". Ya Fathimah, perempuan mana yang meminyak-kan rambut suaminya dan janggutnya dan memotongkan kumisnya serta menggunting kukunya maka Allah SWT akan memberinya minuman dari sungai-sungai sorga dan Allah SWT akan meringankan sakarotulmaut-nya, dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman sorga seta Allah SWT akan menyelamatkannya dari api neraka dan selamatlah ia melintas di atas titian Shirat".

Begitulah peran yang seharusnya Fathimah mainkan sebagai seorang gamer, yaitu mengikuti petunjuk Al-Quran dan Hadist Rasul, bukan yang lainnya. Sebab, Allah-lah yang telah menciptakan permainan ini lengkap dengan segala peraturannya, yaitu Al-Quran, yang mana telah dirinci oleh Game Master permainan ini yaitu Baginda Muhammad Rasulullah melalui Hadist-Hadist beliau. Karenanyalah, bisa dipastikan kalau Fathimah akan lebih memilih untuk menggiling sendiri ketimbang gilingan itu berputar dengan sendirinya lantaran mengetahui berapa besar nilai pahala yang bisa diraihnya. Dan jika banyak wanita bisa memahami apa yang dikatakan Rasulullah itu, tentulah mereka juga lebih memilih untuk mendapatkan nilai pahala yang besar itu ketimbang menyia-nyikannya begitu saja. Hal seperti itulah yang dimaksud dengan berlomba-lomba dalam kebaikan. Lalu bagaimana dengan wanita sekarang yang telah mengandalkan kemajuan teknologi. Jawabnya tidak mengapa, selama sisa waktu yang berlebih dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Misalkan dengan membaca Al-Quran atau mengerjakan pekerjaan lain yang jelas banyak manfaatnya, yaitu bisa mendatangkan banyak pahala. Sayangnya yang dilakukan oleh kebanyakan wanita sekarang justru sebaliknya, yaitu menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak mendatangkan pahala sama sekali. Misalkan bergosip, membaca bacaan atau menonton tontonan yang tidak bermutu (tidak menambah keimanan kepada Allah atau tidak membuat ahlaknya menjadi lebih baik), dan masih banyak lagi kegiatan lainnya yang justru semakin membuatnya lebih mencintai dunia. Parahnya lagi, tidak sedikit para wanita yang lebih memilih untuk menyerahkan semua pekerjaan kepada pembantunya, sementara dia sendiri justru berleha-leha atau memanjakan diri dengan hal-hal yang tidak bermanfaat untuk kehidupannya di akhirat. Dan itu artinya mereka memang belum memahami apa yang sudah Rasulullah sampaikan kepada anandanya.

"jika Allah SWT menghendaki wahai Fathimah, niscaya penggilingan itu berputar dengan sendirinya untukmu. Akan tetapi Allah SWT menghendaki dituliskan-Nya untukmu beberapa kebaikan dan dihapuskan oleh Nya beberapa kesalahanmu dan diangkat-Nya untukmu beberapa derajat.”

Sungguh, betapa ruginya wanita yang demikian lantaran telah menyia-nyiakan nilai pahala yang seharusnya bisa ia dapatkan dengan mudah. Dan hal mendasar yang menyebabkan semua itu lantaran mereka belum menyadari kalau mereka adalah seorang gamer yang sedang memainkan sebuah permainan. Yang mana permainan itu seharusnya dimainkan dengan penuh sesungguhan yang luar biasa guna mencari Ridha Allah, bukannya malah main-main mengikuti ego dan bujuk rayuan setan.

Nah… Setelah kita lebih memahami kehidupan ini hanyalah permainan, saatnya lah kita menikmati permainan ini. Dalam setiap permainan tentu ada kesenangan dan kesedihan, kemudahan dan kesulitan. Kita akan senang jika apa yang kita inginkan tercapai (menang), dan sedih rasanya jika kita gagal dan gagal lagi (kalah). Kita akan merasa senang jika rintangan dapat kita lewati dengan mudah, dan kita akan merasa sedih jika rintangan itu begitu sulitnya untuk dilewati. Namun begitu, karena rasa senang dan sedih, juga ada kemudahan dan kesulitan itulah kita bisa menikmati permainan sebagaimanamestinya. Bayangkan jika ada permainan yang begitu mudahnya dimainkan tanpa ada kesulitan sedikitpun, tentu akan terasa membosankan. Gamer sejati bisa menggerutu memainkan permainan yang seperti itu “Huh, permainan apa ini? Sama sekali tidak menantang, apa susahnya, membosankan.” Begitupun sebaliknya, jika ada permainan yang begitu sulit tanpa ada kemudahan sedikit pun. Gamer sejati juga bisa menggerutu, “Huh, permainan apa ini? Susahnya minta ampun, mending gak main deh, bete.” Namun karena adanya permainan yang dirancang dengan kemudahan dan kesulitan yang seimbang, permainan akan menjadi sangat mengasyikkan. Seorang gamer bisa senang saat mendapat kemudahan dan kesal sekali lantaran mendapat kesulitan, namun hal seperti itulah yang membuatnya semakin terpacu untuk main lagi dan lagi, penasaran ingin mengetahui level selanjutnya. Tidak percaya? Coba kamu mainkan sebuah permainan dengan jujur (dimana kemudahan dan kesulitannya tetap seimbang), kemudian memainkan permainan yang sama dengan menggunakan cheat (dimana kemudahannya akan lebih dominan). Saya yakin kamu akan bisa membedakan rasanya. Bermain dengan jujur akan terasa lebih memuaskan ketimbang main dengan cara curang (terasa lebih cepat membosankan).

Misalkan saat orang memainkan permainan simulasi kehidupan, kemudian dia melakukan cheat dengan cara memanipulasi uangnya menjadi sebanyak mungkin. Akhirnya dengan uang yang banyak itu dia bisa membeli semua yang diinginkannya, hingga akhirnya sudah tidak ada lagi yang bisa dibelinya. Dan akhirnya, berakhirlah kenikmatan permainan itu. Sebab, kenikmatan permainan itu terletak pada rasa penasaran lantaran ingin memiliki segala materi yang tersedia dalam permainan tersebut. Bersusah payah seorang gamer bermain meningkatkan karir karakter yang dimainkannya, berusaha mengumpulkan uang agar materi yang diinginkannya bisa terbeli. Setelah dia mampu membeli, produk baru pun muncul, lebih bagus dan canggih, dan dia akan berusaha lebih giat mencari uang untuk bisa mendapatkan produk baru tersebut. Begitulah seterusnya dan seterusnya, hingga akhirnya dia menjadi kaya raya dan bisa memiliki semua materi itu. Itulah salah satu kenikmatan yang disuguhkan oleh permainan simulasi kehidupan. Begitupun dalam kehidupan kita, Allah telah menyediakan segala materi yang bisa kita miliki. Uniknya dalam permainan kehidupan ini kita boleh menentukan sendiri cara mendapatkan uang tersebut, yaitu bisa dengan cara halal maupun haram, manusia bebas memilih. Cara halal nilainya pahala, cara haram nilai dosa. Dan Itulah inti dari permaian ini, yaitu nilai ditentukan berdasarkan cara mendapatkannya, bukan pada hasil yang didapatkannya.

Contohnya adalah seorang pejabat yang pergi haji dan seorang tukang bubur yang juga pergi haji. Si Pejabat berhaji dengan uang hasil korupsi, sedangkan tukang bubur berhaji dengan bersusah payah mengumpulkan uang dengan cara halal. Nah, apakah keduanya akan mendapat nilai yang sama? Jawabnya tentu saja tidak, sebab Allah menilai berdasarkan cara yang ditempuhnya, bukan berdasarkan hasil yang didapatnya. Dalam pandangan manusia, keduanya jelas sudah haji lantaran sama-sama pergi ketanah suci dan menunaikan ibadah haji, dan orang yang pergi haji tentulah mendapat pahala yang banyak. Namun dimata Allah tentu tidak demikian, nilai yang didapat si koruptor jelas berbeda dengan yang didapat si Tukang bubur lantaran adanya perbedaan cara mendapatkan uangnya.

Intinya adalah untuk apa berbangga hati pada materi mewah atau status sosial yang didapat dengan cara haram, mending punya materi atau status sosial yang biasa-biasa saja yang didapat dengan cara halal, selain tidak membuat sombong, tentunya juga  berkah. Dengan kata lain, nikmati dan syukuri saja segala materi dan status sosial yang sudah kita dapatkan dengan cara halal, tanpa perlu iri hati apalagi minder. Jika akhirnya kita mampu mendapatkan barang mewah dan berkualitas, juga status sosial yang baik dengan cara yang halal, tentulah kita dituntut untuk dapat menikmatinya dengan cara yang benar, yaitu tidak menjadikannya sebagai sesuatu yang perlu dipamerkan lantaran kesombongan kita, namun menjadikannya sebagai hal yang biasa saja, yang digunakan sesuai kebutuhan, dan menjadikannya sebagai media rasa syukur lantaran Allah telah menganugrahkan kenikmatan dunia yang benar-benar halal. Dan semua itu adalah bagian dari cara menikmati permainan kehidupan ini.

Nah… Apa jadinya jika kita tidak dapat menikmati permainan? Jawabnya adalah keputusasaan, alias tidak mau bermain lagi (menjadi gila atau bunuh diri). Hmm… apakah begitu sulitnya permainan ini sehingga kita harus berputus asa dalam memainkannya? Padahal jika kita mau sedikit berpikir, sebetulnya banyak sekali misi yang mudah dan bisa mendatangkan banyak pahala. Misalkan Kita adalah seorang gamer yang masih cupu, kita bisa dengan mudah mengumpulkan nilai pahala sesuai dengan tingkatan level yang kita miliki. Seperti saat kita mau makan atau minum, atau ketika melakukan aktifitas keseharian yang Allah ridhai dengan diawali membaca basmalah dan menyudahinya dengan hamdalah, maka kita akan mendapat nilai pahala. Juga ketika kita menemukan benda berbahaya di jalan, seperti duri, paku, beling, dan lain sebagainya. Karena khawatir bisa membahayakan gamer lain, lantas kita segera menyingkirkannya dengan niat mendapatkan pahala dari Allah SWT. Yaitu dengan mengucap, “Bismilah… aku singkirkan benda berbahaya ini ikhlas karena Allah.” Setelah benda itu berhasil disingkirkan, lantas kita segera mengucap “Alhamdulillah benda berbahaya itu berhasil aku singkirkan…” maka dari usaha kita itu tentu akan mendapat nilai pahala. Dan jika kita mau berpartisipasi guna mengurangi dampak pemanasan global, yaitu dengan menanam sebuah pohon, baik di dalam pot maupun di pekarangan. Maka dari setiap kebaikan yang dihasilkan pohon itu tentulah untuk kita, baik itu pahala, keindahnya, maupun kemampuannya menyerap karbon dioksida dan mengeluarkan oksigen. Apalagi jika kita mau mengajarkan semua hal yang baik itu kepada teman kita, tentu kita juga akan mendapat nilai pahala jika teman kita itu mau melakukan perbuatan yang kita ajarkan itu. Dan jika teman kita itu mengajarkannya lagi kepada temannya yang lain, dan temannya itu juga melakukan perbuatan baik itu, maka kita akan mendapatkan nilai pahala yang sama seperti orang itu.

Sebetulnya, kesulitan yang manusia alami di permainan ini adalah karena kesalahan manusia itu sendiri dalam memilih takdirnya. Misalkan ada anak yang masih dibawah umur atau yang sudah dewasa sekalipun, sebetulnya agama melarang untuk pacaran melampaui batas (berdua-duaan), namun karena kurangnya ilmu dan juga sistem yang tidak mendukung, maka ia pun jadi salah memilih. Ia nekad pacaran dengan cara yang salah itu hingga berakhir dengan patah hati atau hamil diluar nikah, dan saat itulah ia merasakan susahnya hidup, dan tidak sedikit yang berakhir dengan tragis. Akibat dari pemaksaan kehendak ingin memasuki level yang bukan untuknya jelas akan menyulitkan diri sendiri. Dan masih banyak lagi kesalahan manusia dalam memilih takdir hingga akhirnya merasa susah sendiri lantaran tidak mampu mengukur diri, seperti salah memilih istri atau suami, salah memilih pekerjaan atau karyawan, salah memilih pimpinan atau bawahan, dan masih banyak lagi kesalahan memilih lainnya lantaran tidak mengikuti petunjuk Al-Quran dan Hadist. Karena itulah penting memahami kalau kehidupan ini hanyalah permainan, agar kita lebih berhati-hati dalam memilih, yaitu tidak menyimpang dari petunjuk Al-Quran dan Hadist. Sebab, memang itulah cara yang terbaik, kita tidak perlu merasa sok lebih tahu, atau merasa kuat iman sehingga berani melanggar perintah Tuhan. Yang terbaik adalah mempercayai petunjuk yang terpercaya (Al-Quran dan Hadist Rasul), yang jelas-jelas sudah mengabarkan berbagai peringatan agar kita jangan sampai nekad melakukan berbuatan yang dilarang. Tak jauh berbeda dengan para gamer game Online, mereka  yang mengikuti petunjuk permainan tentu akan merasa lebih mudah dan bisa menikmati permainan dengan lebih baik. Berbeda dengan gamer yang sama sekali tidak membaca petunjuk, mereka asal saja memainkan permainan itu, dan hasilnya sudah bisa diduga mereka akan menjadi pecundang. Karena itu, masihkah kita sok mau belajar dari pengalaman kita sendiri, padahal yang terbaik adalah belajar dari pengalaman orang lain. Beruntung jika hasilnya jauh lebih baik, namun jika sebaliknya, apa bukan kita sendiri yang akan menanggung kerugiannya? Pikirkanlah…

Nah… Jika kita bisa memahami semua ini dengan baik, tentu kita tidak akan mau menyerah kalah begitu saja di dalam permainan ini. Bukankah tata cara memainkan permainan di dunia ini sebetulnya mudah, yaitu hanya mengenai Takwa (Melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangnya-Nya), yang misi dan semua peraturannya juga sudah jelas ada di dalam Al-Quran dan Hadist. Score-nya pun ada, yaitu pahala dan dosa, yang kelak akan menjadi penentu kita kalah atau menang. Kalau menang kita akan dihadiahkan surga, dan kalau kalah tentu akan mendapatkan neraka. Walaupun pada setiap permainan ada tingkat kesulitan, namun tingkat kesulitan itu tidak akan melebihi kemampuan manusia, melainkan disesuaikan dengan tingkat kemuliaan manusia itu sendiri. Persis seperti tingkat kesulitan dalam game online, yang mana karakter level I jelas telah disediakan pula monster level I yang pasti bisa dibunuhnya.
Karena itulah, seharusnya apapun yang terjadi di dalam Permainan Takwa ini dapat dinikmati dengan tanpa beban sama sekali, kala suka ia akan bersyukur dan saat duka ia akan bersabar. Karenanyalah, untuk apa merasa sombong dengan berbagai hal yang cuma bagian dari permainan semu, dan untuk apa begitu kehilangan dan berputus asa terhadap sesuatu yang juga cuma bagian dari permainan semu. Seandainya manusia mau menyadari kalau semua perkara yang ada di dunia ini semu, tentulah manusia bisa menikmati permainan yang diciptakan Allah SWT ini dengan sebaik-baiknya, yaitu penuh kesabaran dan rasa syukur, terus berusaha meraih kemenangan dengan cara bertakwa kepada Allah SWT.

Karenanyalah, sebagai gamer (pemain) sejati seharusnya memang berusaha untuk menang, yaitu dengan mengumpulkan nilai pahala sebanyak mungkin. Untuk itulah kita diharapkan bisa menjadi seorang gamer yang mampu memenangkan permainan di dunia ini dengan sebaik-baiknya. Sebab, tingkatan level yang diberikan kepada kita jelas sudah terukur dan mampu kita lewati.

Al Mu'minuun 62. Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran[1010], dan mereka tidak dianiaya.
[1010]. Maksudnya: Kitab tempat malaikat-malaikat menuliskan perbuatan-perbuatan seseorang, biarpun buruk atau baik, yang akan dibacakan di hari kiamat (Lihat surat Al-Jatsiyah ayat 29). 

Al Jaatsiyah 29. (Allah berfirman): "Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan."

Al Qamar 49. Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.

Al Furqaan 2. yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya[1053].
[1053]. Maksudnya: segala sesuatu yang dijadikan Tuhan diberi-Nya perlengkapan-perlengkapan dan persiapan-persiapan, sesuai dengan naluri, sifat-sifat dan fungsinya masing-masing dalam hidup.

Begitulah… semuanya memang sudah terukur, dan setiap yang kita kerjakan jelas tercatat nilainya, sungguh tak jauh berbeda dengan permainan apa saja yang mungkin pernah kita mainkan. Demikianlah tulisan singkat mengenai hidup adalah permainan, dan mengenai kebenarannya Wallahu'alam................................................................................................
 http://bangbois.blogspot.com/2010/02/memahami-hakikat-penciptaan-melalui.html


Demikianlah capaian salah satu akal manusia, dan inilah yang akan menjadi batasan dari capaian manusia yang mendapatkan capaian tersebut, pemahaman takdir dan penciptaan baik dari melihat atau melewati cara sistem komputerisasi, sistem mekanika, sistem kimia, fisika, ilmu kedokteran, biologi, diri sendiri, alam semesta, dsb. Maka capaiannya akan menjadi batasannya.

Namun perlu diingatkan bahwa capaian manusia dengan akal adalah batasan capaian contoh yang bernilai minimalis, tidak akan bisa menjelaskan menyeluruh, misalnya saja saat melihat wanita cantik, sempurnanya satu sosok wanita akan terlihat dan berbeda dari sudut pandang pria-pria lain, dengan artian bahwa sempurnanya sosok wanita tergantung sudut pandang dan selera masing-masing pria, penilaian Anda dengan sahabat Anda terhadap satu sosok wanita yang lagi dilihat akan bisa berbeda dalam menilai nilai sempurna tersebut, demikian pula bila berbicara umur maka nilai sempurna mereka pun turut memudar senilai naiknya umur mereka J maka akan berbeda dengan pemaknaan terhadap Tersempurna, Paling sempurna dan Maha sempurna, maka untuk memahami bagaimana Maha sempurna tentunya Anda harus memahami nilai sempurna dari sudut pandang Anda dan sudut pandang manusia lainnya dahulu baru hati dapat membuka tabir makna Maha sempurna, maka hati Anda dapat memahami rana Maha sempurna yang sesungguhnya. Demikian pula pengkodean pada sistem komputerisasi, capaiannya bisa jadi akan berbeda pula di masa depan seiring penemuan kecanggihan-kecanggihan teknologi baru dalam sistem pengkodean tersebut karena pastinya akan lebih sempurna dari sempurnanya kemaren. Maka cukuplah capaian akal ini sebagai contoh, hikmah dan pelajaran berharga sebagai sample minimalisnya. Anggaplahh dunia ini adalah daerah asing dan Anda sebagai Musaffir yang tinggal sementara dan akan melewatinya.

Al-Muhamali menceritakan, dari Ahmad bin Miqdam dari Mu’tamar bin Sulaiman, ia menceritakan, aku pernah mendengar Abu Sufyan memberitahukan sebuah hadis dari Abdullah bin Umar, Rasulullah pernah menuturkan telah turun ayat, “maka diantara mereka ada yang sengsara dan ada yang bahagia.” Lalu Umar berkata, “ Wahai nabiyullah, atas dasar apa kita berbuat, atas suatu hal yang telah ditetapkan Allah atau yang belum ditetapkanNya?” Maka Beliau pun menjawab, “Atas dasar suatu hal yang telah dituliskan Qalam (pena), tetapi masing-masing diberikan kemudahan :
 “Adapun orang yang memberikan (hartanya dijalan Allah) dan bertakwa, serta membenarkan adanya pahala terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala yang terbaik (surga) maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sulit (Qs. Al-lail: 5-10) disebutkan oleh Al-Haitsami dalam buku Majma’uz Zawaid (VII/194) hadis dari Umar bin Khatthab. Ia mengatakan hadis ini diriwayatkan dari imam Thabrani dan Al-bazzar dan rijalnya shahih.

Maka takdir yang telah ditetapkan lebih awal ini dan pemberlakuannya kepada umat manusia ini melalui sebab-sebab. Dengan demikian, seorang hamba akan mendapatkan apa yang telah ditetapkan baginya sesuai dengan sebab yang telah ditetapkan dan dipersiapkan baginya. Jika ia telah memunculkan sebab itu, maka Allah SWT menyampaikannya pada takdir yang telah ditetapkan baginya dalam Lauhul mahfuz. Dan setiap kali usaha dan kesungguhannya bertambah dalam mencapai sebab itu, maka kesampaiannya pada takdir tersebut lebih dekat pula dengannya.

Dengan demikian haruslah dipahami dalam sudut pandang Allah SWT, takdir telah tetap termaksud sebab-sebab dan akibat-akibat yang akan terjadi pada diri manusia saat pengambilan keputusan manusia tersebut (dalam sudut pandang manusia dalam ruang dan waktunya).

Telahlah kering tinta Qalam dan Allah tidak akan merubah, mencoret, menghapus atau meng-upgrade database-nya, karena bila Allah SWT melakukan itu maka tidak ada nilai Maha sempurna kemampuan dan keilmuanNya, artinya ada batasan kemampuan sebagai Tuhan, ingatlah apapun yang ada batasan itu dinamakan makhluk, saat akal membatasi, maka yang dikenal akal itu adalah makhluk. Surga pun dikatakan berisi hal-hal yang melampaui akal dan pikiran, apalagi terhadap keilmuan dan Dzat Allah SWT itu sendiri, yang berarti haruslah terlebih jauh tidak dapat dijangkau atau dibatasi oleh akal dan pikiran manusia. Namun manusia bisa mendapatkan contoh mininya sebagai cakupan mengimani takdirNya.

Lalu bila semua telah ditetapkan, apakah ada pertentangan dengan ayat-ayat dibawah ini :

QS-Qaaf 29. Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku.

Dan

QS-Ar Ra'd 39. Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh).

Saya  lebih melihat bahwa takdir itu adalah ketentuan Allah. Dan ketentuan itu tidak akan mengalami perubahan ataupun kalaupun berubah, maka manusia “ditakdirkan” untuk tidak mampu mengamati perubahan dari takdir itu sendiri.

Allah berfirman :
QS 48. Al Fath 23. Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu.

Firman ini menegaskan bahwa kita tidak akan dapat menemukan perubahan (melalui pengamatan) bahwa takdir mengalami perubahan. Jadi apa saja yang kita akan jalani dalam kehidupan, termasuk mimpi-mimpi sekalipun berada dalam arena yang telah ditetapkan. Kemanapun kita melakukan pilihan melangkah, termasuk menghindari terantuk dari batu, atau memilih makanan pedas atau asin, semua adalah pilihan dari takdir.  Jadi kemanapun kita berjalan, kita akan memenuhi takdir kita !.

Jadi, bisakah manusia mengubah takdir?.
Pertanyaan yang aneh ?

Disini kita menangkap dua pengertian terhadap takdir dalam  masyarakat :
Pertama : Takdir sebagai suatu ketentuan yang tidak mengalami perubahan dan telah berlaku sejak dahulu, seperti disampaikan ayat di atas. Dalam pemahaman ini, tentunya bekerja aksi-reaksi, hukum-hukum alam atau hukum fisika yang diberlakukan sejak penciptaan pertama terhadap hukum-hukum alam semesta.
Kedua   : Takdir sebagai prosesi kejadian - Yang terjadi pada manusia.  Ketika manusia berada pada posisi beruntung, entah mendapat jodoh atau diterima untuk bekerja, maka yang bersangkutan mencapai suatu posisi dari pilihan takdirnya.
Kembali ke pertanyaan awal : Dapatkah manusia mengubah takdir?.

Pertanyaan ini sulit juga ya dijawabnya.  Kok ditanya lagi !, bukankah kita "tidak akan" mampu melihat perubahan takdir.  Tapi, jelas pula bahwa Allah juga tidak menyebutkan bahwa takdir itu tidak akan berubah, takdir bisa berubah, namun manusia tidak mampu menemukan perubahannya.  Kalau begitu, bagaimana manusia tahu bahwa telah terjadi perubahan takdir !.

Bisakah mengubah  takdir? Banyak orang malas yang menjadikan takdir sebagai dalih atas kemalasannya. Padahal, takdir itu bisa diubah. 'Memang, tidak semua takdir bisa diubah'. Misalnya, jika kita ditakdirkan sebagai seorang laki-laki, tidak bisa diubah menjadi seorang perempuan ( walaupun ada yang merubah dari laki-laki jadi perempuan ini bukan merubah takdir tapi mendustai takdir).

Lalu bagaimana cara kita mengubah takdir?
Cara yang benar dan tepat, tentu saja harus bersumber dari Pembuat takdir yang tiada lain Allah SWT melalui Al Quran dan Hadits Nabi saw.

Bagi Anda yang belum tahu, bahwa takdir bisa diubah, silahkan simak hadist berikut:
Hadits dari Imam Turmudzi dan Hakim, diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, bahwa Nabi SAW Bersabda :
“Barangsiapa hatinya terbuka untuk berdo’a, maka pintu-pintu rahmat akan dibukakan untuknya. Tidak ada permohonan yang lebih disenangi oleh Allah daripada permohonan orang yang meminta keselamatan. Sesungguhnya do’a bermanfa’at bagi sesuatu yang sedang terjadi dan yang belum terjadi. Dan tidak ada yang bisa menolak taqdir kecuali do’a, maka berpeganglah wahai hamba Allah pada do’a”. (HR Turmudzi dan Hakim)

Cara Mengubah Takdir
Yang pertama Yaitu dengan berdo’a. Dalilnya ialah hadits diatas.

Yang kedua Yaitu Bersedekah. Rasulullah SAW pernah bersabda : “Silaturrahmi dapat memperpanjang umur dan sedekah dapat merubah taqdir yang mubram” (HR. Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, Imam Ahmad).

Yang ketiga yaitu Bertasbih. Ada hadits yang diriwayatkan dari Sa’ad Ibnu Abi Waqosh, Rasulullah bersabda : “Maukah kalian Aku beritahu sesuatu do’a, yang jika kalian memanfa’atkan itu ketika ditimpa kesedihan atau bencana, maka Allah akan menghilangkan kesedihan itu?  Para sahabat menjawab : “Ya, wahai Rasululullah, Rasul bersabda “Yaitu do’a “Dzun-Nun : “LA ILAHA ILLA ANTA SUBHANAKA INNI KUNTU MINADH-DHOLIMIN” (Tidak ada Tuhan selain Engkau, maha suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk diantara orang-orang yang dholim”). (H.R. Imam Ahmad, At-Turmudzi dan Al-Hakim).

Yang keempat yaitu Bershalawat ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ubay Ibnu Ka’ab, bahwa ada seorang laki-laki telah mendedikasikan semua pahala sholawatnya untuk Rasulullah SAW, maka Rasul berkata kepada orang tersebut : “Jika begitu lenyaplah kesedihanmu, dan dosamu akan diampuni” (H.R Imam Ahmad At-Tabroni)

“Tidak ada yang mengubah takdir kecuali do’a”
Dalam sebuah hadits Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjelaskan bahwa taqdir yang Allah ta’aala telah tentukan bisa berubah. Dan faktor yang dapat mengubah takdir ialah doa seseorang.
Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam:
“Tidak ada yang dapat menolak taqdir (ketentuan) Allah ta’aala selain do’a. Dan Tidak ada yang dapat menambah (memperpanjang) umur seseorang selain (perbuatan) baik.” (HR Tirmidzi 2065)

Subhanallah…! Betapa luar biasa kedudukan do’a dalam ajaran Islam. Dengan do’a seseorang bisa berharap bahwa taqdir yang Allah ta’aala tentukan atas dirinya berubah. Hal ini merupakan sebuah berita gembira bagi siapapun yang selama ini merasa hidupnya hanya diwarnai penderitaan dari waktu ke waktu. Ia akan menjadi orang yang optimis. Sebab keadaan hidupnya yang selama ini dirasakan hanya berisi kesengsaraan dapat berakhir dan berubah. Asal ia tidak berputus asa dari rahmat Allah ta’aala dan ia mau bersungguh-sungguh meminta dengan do’a yang tulus kepada Allah ta’aala Yang Maha Berkuasa.

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah ta’aala mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).”
(QS Az-Zumar 53-54)

Demikianlah, hanya orang yang tetap berharap kepada Allah ta’aala saja yang dapat bertahan menjalani kehidupan di dunia betapapun pahitnya taqdir yang ia jalani. Ia akan senantiasa menanamkan dalam dirinya bahwa jika ia memohon kepada Allah ta’aala dalam keadaan apapun, maka derita dan kesulitan yang ia hadapi sangat mungkin berakhir dan bahkan berubah.
Sebaliknya, orang yang tidak pernah kenal Allah ta’aala dengan sendirinya akan meninggalkan kebiasaan berdo’a dan memohon kepada Allah ta’aala. Ia akan terjatuh pada salah satu dari dua bentuk ekstrimitas. Pertama, ia akan mudah berputus asa. Atau kedua, ia akan lari kepada fihak lain untuk menjadi sandarannya demi merubah keadaan. Padahal begitu ia bersandar kepada sesuatu selain Allah ta’aala –termasuk bersandar kepada dirinya sendiri- maka pada saat itu pulalah Allah ta’aala akan mengabaikan orang itu dan membiarkannya berjalan mengikuti situasi dan kondisi yang tersedia. Sedangkan orang tersebut dinilai sebagai seorang yang mempersekutukan Allah ta’aala dengan yang lain. Berarti orang tersebut telah jatuh ke dalam kategori seorang musyrik…!

“Dan Tuhanmu berfirman, “Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.”
(QS Al-Mu’min 60)

Dan yang tidak kalah pentingnya bahwa seorang muslim tidak boleh pernah berhenti meminta kepadaNya, karena sikap demikian merupakan suatu kesombongan yang akan menjebloskannya ke dalam siksa Allah ta’aala yang pedih. Maka Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda:
“Barangsiapa tidak berdo’a kepada Allah ta’aala, maka Allah ta’aala murka kepadaNya.” (HR Ahmad 9342)

Saudaraku, janganlah berputus asa dari rahmat Allah ta’aala. Bila Anda merasa taqdir yang Allah ta’aala tentukan bagi hidup Anda tidak memuaskan, maka tengadahkanlah kedua tangan dan berdo’alah kepada Allah ta’aala. Allah ta’aala Maha Mendengar dan Maha Berkuasa untuk mengubah taqdir Anda. Barangkali di antara do’a yang baik untuk diajukan sebagai bentuk harapan agar Allah ta’aala mengubah taqdir ialah sebagai berikut:
“Ya Allah, perbaikilah agamaku untukku yang mana ia merupakan penjaga perkaraku. Perbaikilah duniaku yang di dalamnya terdapat kehidupanku. Perbaikilah akhiratku untukku yang di dalamnya terdapat tempat kembaliku. Jadikanlah hidupku sebagai tambahan untukku dalam setiap kebaikan, serta jadikanlah matiku sebagai istirahat untukku dari segala keburukan.” (HR Muslim 4897)



Seperti penulis telah singgung diawal-awal bahwa, kapankah doa itu dikabulkan atau tidak dikabulkan? Bisa pula dijelaskan pengkabulan atau tidaknya jauh hari sebelum kalian memintanya atau jauh hari sebelum kalian diciptakan. Maka dengan keilmuan Allah SWT, Allah telah melihat dan menerawang semuanya dan menuliskannya di kitab dan seakan-akan berjalan sejajar pada waktu dan ruang sesuai perbuatan manusia akan kejadiannya.

Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah. Qs. Faathir : 11

Padahal kematian/ajal atau katakanlah mencakup umur ditetapkan didalam kandungan sedangkan silaturrahmi pula dapat memperpanjang umur seseorang dan setiap tahun Anda didoakan orang lain panjang umur dan tapi di awal telah ditetapkan pula di Lauh Mahfuzh.

Jadi bagaimana dengan kandungan ayat ini : QS-Ar Ra'd 39. Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh).

Serupa yang diatas, Bila dimaknai dengan ayat sebelumnya :

QS-Ar Ra'd 38. Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu)

Dapat diartikan hal tersebut berkenaan pada kejadian di waktu dan ruang manusia, dalam contoh diatas tentang masa waktu pergantian kitab-kitab, pengalihan, perubahan, penambahan dan penyempurnaannya sesuai dengan kehendak dan keinginan Allah SWT untuk menghapusnya atau dan menetapkan gantinya, dan sebagainya terhadap nilai perubahan kitab-kitab yang diinginkanNya, dan ini hak Absolut Allah SWT. Toh ternyata Quran pun telah ada pula di Lauh mahfuzh.

Bila ayat didirikan sendiri, bisa bermakna bahwa “menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki)”, lebih awal terjadi sebelum penulisan Lauh mahfuzh, melihat konteks urutan teks ayat “dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh)” berada dibelakang dan ini hak Absolut Allah SWT. Kita harusnya bisa melihat maha kesempurnaan ilmuNya tersebut. Jadi sebenarnya penulis telah menyinggung hal ini diawal-awal pembahasan. Bahwa manusialah yang kelak akan mencoret, menghapus, mengupgrade database dirinya sendiri yang akan sesuai kejadian dan kenyataan hasilnya dengan apa yang Allah kehendaki dan telah ditulisnya di Qalam jauh sebelum manusia itu ada. “Atas dasar suatu hal yang telah dituliskan Qalam (pena), tetapi masing-masing diberikan kemudahan” (kemudahan mencapai dalam takdir baik atau takdir buruk berdasarkan penerawang Allah SWT terhadap hakekat kecendrungan/kecondongan tabiat seluruh ciptaanNya dan kelak menjadi “sebab” memenuhi pemenuhan kemerdekaan pilihan manusia berdasarkan keinginan tabiat manusia tersebut dengan tidak menggugurkan adanya hak absolut Allah SWT bila Ia inginkan namun rahmatNya pastilah mengalahkan murkaNya). Kita harus melihat hubungan timbal-baliknya dalam sudut pandang Allah SWT dan dalam sudut pandang manusia di dalam waktu dan ruangnya. Dan keilmuan Allah SWT adalah MAHA lebih hebat dari sekedar capaian akal ini.

Penjelasan singkat cara menuju Allah SWT

Sumber literatur
Perdebatan-perdebatan tentang Tuhan hanya terjadi pada tahap syariat dan tarekat, disana memang keras, kering dan tidak ada santan apalagi minyak. Memperdebatkan sesuatu yang tidak ada akan membuang energi, tapi manusia memang senang melakukannya. Ketika telah sampai ke alam hakikat dan Makrifat maka disana tidak ada lagi perdebatan, disana tidak ada lagi mempelihatkan kehebatan dan kelebihan karena orang-orang yang telah sampai disana sedang sibuk menikmati apa yang di dapat, sibuk menikmati keindahan pemandangan yang belum pernah di dapat seumur hidup. Karena semua telah memandang maka tidak aka nada lagi perdebatan, semua telah menjadi NYATA.

Perdebatan tentang Gajah hanya ada pada orang buta yang belum pernah melihat Gajah, tapi bagi pawang gajah atau orang-orang yang kesehariannya selalu bersama gajah, mereka tidak lagi berdebat tentang gajah, mereka sudah sibuk dengan melihat gajah yang ada di depan matanya.
Syariat ibarat orang yang mempelajari tentang cara melakukan perjalanan, menghapal rambu-rambu jalan, belajar cara mengendarai kenderaan dan semua aturan yang ada di dalamnya, namun tidak pernah melakukan perjalanan, hanya mempelajari saja. Tarekat yang bermakna jalan dan perjalanan adalah orang yang sedang berjalan menuju ke suatu tempat. Orang yang hanya menghapal cara berkendaraan dan rambu-rambu jalan dan belum pernah berjalan pada umumnya bersifat sok tahu dan merasa pandai. Perdebatan antara orang yang sudah berjalan dengan orang yang hanya menghapal tentang perjalanan sering kali terjadi, berselisih dari zaman Rasul sampai akhir zaman.

Ketika musafir yang telah mempelajari tentang perjalanan dan kemudian berjalan sampai mencapai tujuan maka inilah orang yang telah sampai ke tahap hakikat dan makrifat. Karena terlalu lelah dalam perjalanan dan terlena dengan pemandangan yang menakjubkan maka biasanya tidak lagi berselera untuk berdebat, bagi dia semua sudah jelas dan terang benderang.
Bagi yang masih senang mencari kesalahan orang lain, merasa benar sendiri, silahkan meneruskan perjalanan atau silahkan memulai perjalanan, bisa jadi belum pernah melangkahkan kaki tapi merasa sudah sampai, ini penyakit kebanyakan manusia. Tapi ada hal yang sangat penting yang harus anda ingat, Jangan pernah berjalan sendiri karena akan tersesat di jalan. Carilah seorang pemandu yang ahli yang sudah pernah bolak balik ke tempat tujuan, yang hapal luar kepala seluk beluk jalan, tikungan tajam, lembah yang terjal, pendakian yang membahakan semua sudah diketahui oleh pemandu, itulah cara teraman untuk selamat sampai ke tempat tujuan. Ketika sampai ke tempat tujuan, maka nikmatilah pemandangan yang indah, minumlah di telaga keabadian, disana hanya ada senyuman. Jangan banyak bersuara, karena orang-orang yang berada disana sedang menikmati kesunyian dan kesendiriannya bersama SANG PEMILIK TEMPAT.

Pengenalan hakiki manusia terhadap dirinya akan menggiringnya untuk mengenal Allah Swt yang merupakan wujud kesempurnaan mutlak. Akan tetapi perlu diperhatikan pula bahwa untuk mengenal wujud Allah Swt, tidak bisa dengan menggunakan sarana atau alat materi, melainkan dengan menggunakan pemahaman, makrifat dan merenungi tanda-tanda kebesaran-Nya. Sama seperti ketika kita merasakan panas pada sebuah benda yang menjadi sumber panas, begitu pula dengan sumber-sumber cahaya, suara dan lain-lain. Oleh karena itu, manusia juga dapat mencapai makrifat wujud Allah Swt dengan merenungi dan memahami berbagai tanda kebesaran Allah Swt di alam semesta. Di antara sekian banyak tanda-tanda kebesaran Allah Swt, tidak ada yang lebih baik untuk dipahami manusia kecuali wujudnya sendiri. Jika seseorang tidak dapat mengenali dirinya, maka dia juta tidak akan pernah mengenal yang lain.

Keyakinan bahwa manusia adalah makhluk paling unggul dan ada tujuan di balik pemilihan keunggulannya tersebut, akan menciptakan sebuah pengaruh pada dirinya. Dengan mengenal hakikatnya, manusia akan terdorong untuk mencapai kesempurnaan dan menjauhkan dirinya dari segala keburukan.

Manusia akan menemukan hakikat paling esensial dalam dirinya. Penyingkapan hakikat tersebut secara otomatis akan mendorongnya untuk menghindari kehinaan dan kelemahan. Ketika dia memahami nilainya, maka sekali pun dia tidak mengijinkan noda kenistaan pada wujudnya. Setelah itu, dia akan mampu mengubah esensi setiap kecenderungan dalam dirinya. Kecenderungan seperti kecintaan pada harta, kedudukan, jabatan, kekuatan dan popularitas.

Yang pasti, manusia yang telah menyadari bahwa dirinya adalah khalifah Allah Swt di muka bumi, akan mengerahkan seluruh daya dan potensi dalam dirinya untuk mencapai tujuan yang bernilai. Manusia seperti ini, jika menerima sesuatu, tidak akan menggunakannya untuk pribadi melainkan demi mewujudkan tujuan-tujuan penciptaannya. Di sisi lain, ketika kehilangan sarana maupun kekayaan materi, dia tidak merasa kehilangan dan kesedihan. Karena dia telah memiliki ruh dan makrifat yang sangat berharga dan bernilai. Seperti ini pula penjelasan jika manusia telah mengenal dirinya maka dia telah mengenal Tuhannya

Mengenal diri itu adalah "Anak Kunci" untuk Mengenal Allah. Ada yang mengatakan; 'Siapa yang kenal kenal dirinya akan Mengenal Allah".

Firman Allah Taala;
"Kami akan tunjukkan kepada mereka tanda-tanda Kami dalam dunia ini dan dalam diri mereka sendiri, supaya Hakikat itu boleh terzhohir kepada mereka" (Al-Fusilat:53)

Tidak ada perkara yang lebih hampir dari diri sendiri.  Jika anda tidak kenal diri sendiri,  bagaimana anda hendak tahu perkara-perkara yang lain?  Yang dimaksudkan dengan Mengenal Diri itu bukanlah mengenal bentuk lahir anda,  badan,  muka,  kaki,  tangan dan lain-lain anggota anda itu.  Kerana mengenal semua perkara itu tidak akan membawa kita mengenal Allah.  Dan bukan pula mengenal setakat perkara dalam diri anda iaitu bila anda lapar anda makan,  bila dahaga anda minum,  bila marah anda memukul dan sebagainya.  Jika anda bermaksud demikian,  maka binatang itu sama juga dengan anda.  Yang dimaksudkan sebenar mengenal diri itu ialah;

Apakah ada dalam diri anda itu?
Dari mana anda datang?
Kemana anda pergi?
Apakah tujuan anda berada dalam dunia fana ini?
Apakah sebenarnya bahagian dan apakah sebenarnya derita?

Sebahagian daripada sifat-sifat anda adalah bercorak kebinatangan. Sebahagian pula bersifat Iblis dan sebahagian pula bersifat Malaikat. Anda hendaklah tahu sifat yang mana perlu ada;  dan yang tidak perlu. Jika anda tidak tahu, maka tidaklah anda tahu di mana letaknya kebahagian anda itu.

Kerja binatang ialah makan,  tidur dan berkelahi.  Jika anda hendak jadi binatang,  buatlah itu sahaja.  Iblis dan syaitan itu sibuk hendak menyesatkan manusia,  pandai menipu dan berpura-pura.  Kalau anda hendak menurut mereka itu,  buatlah sebagaimana kerja-kerja mereka itu.  Malaikat sibuk dengan memikir dan memandang Keindahan Ilahi.  Mereka bebas dari sifat-sifat kebinatangan.  Jika anda ingin bersifat dengan sifat KeMalaikatan,  maka berusahalah menuju asal anda itu agar dapat anda mengenali dan memikirkan Allah Yang Maha Tinggi dan bebas dari belenggu hawa nafsu.  anda hendaklah tahu kenapa anda dilengkapi dengan sifat-sifat kebintangan itu.  Adakah sifat-sifat kebinatangan itu akan menaklukkan anda atau adakah anda menakluki mereka?.  Dan dalam perjalanan anda ke atas martabat yang tinggi itu,  anda akan gunakan mereka sebagai tunggangan dan sebagai senjata.

Langkah pertama untuk mengenal diri ialah mengenal yang anda itu terdiri dari bentuk yang zhohir,  iaitu badan;  dan perkara yang batin iaitu hati atau Ruh.  Yang dimaksudkan dengan "HATI" itu bukanlah seketul daging yang terletak dalam sebelah kiri badan.  Yang dimaksudkan dengan "HATI" itu ialah satu perkara yang menggunakan semua keupayaan;   yang lain itu hanyalah sebagai alat dan kakitangannya.  Pada hakikat hati itu bukan termasuk dalam bidang Alam Nyata(Alam Ijsam) tetapi adalah termasuk dalam Alam Ghaib.  Ia datang ke Alam Nyata ini ibarat pengembara yang melawat negeri asing untuk tujuan berniaga dan akhirnya kembali akan kembali juga ke negeri asalnya.  Mengenal perkara seperti inilah dan sifat-sifat itulah yang menjadi "Anak Kunci" untuk mengenal Allah.

Sedikit idea tentang hakikat Hati atau Ruh ini bolehlah didapati dengan memejamkan mata dan melupakan segala perkara yang lain kecuali diri sendiri.  Dengan cara ini,  dia akan dapat melihat tabiat atau keadaan "diri yang tidak terbatas itu".  Meninjau lebih dalam tentang Ruh itu adalah dilarang oleh hukum.  Dalam Al-Quran ada diterang;
Mereka bertanya kepadamu tentang Ruh.  Katakanlah Ruh itu adalah dari Amar(perintah atau urusan) TuhanKu". (Bani Israil:85)

Demikianlah sepanjang yang diketahui tentang Ruh itu dan ia adalah jauhar yang tidak boleh dibahagi-bahagi atau dipecah-pecahkan dan ia termasuk dalam "Alam Amar".  Ianya bukanlah tidak ada permulaan.  Ia ada permulaan dan diciptakan oleh Allah.  Pengetahuan falsafah yang tepat berkenaan dengan Ruh ini bukanlah permulaan yang mesti ada dalam perjalanan Agama,  tetapi adalah hasil dari disiplin diri dan berpegang teguh dalam jalan itu;  seperti tersebut di dalam Al-Quran;

"Siapa yang bersungguh-sungguh dalam jalan Kami,  nescaya Kami akan pimpin mereka ke jalan yang benar itu". (Al-Ankabut:69)

Untuk menjalankan perjuangan Keruhanian ini,  bagi mencapai pengenalan kepada diri dan Tuhan,  maka :

badan itu bolehlah diibaratkan sebagai sebuah Kerajaan,
Ruh itu ibarat Raja.
Pelbagai deria(senses) dan keupayaan(fakulti) itu ibarat satu ketumbukan tentera,
Aqal itu bolehlah diibaratkan sebagai Perdana Menteri.
Perasaan itu ibarat Pemungut Hasil.
Marah itu ibarat Pegawai Polis.  Dengan pakaian Pemungut Hasil,  perasaan itu berterusan ingin hendak merampas dan merabuk.  dan marah sentiasa cenderung kepada kekasaran dan kekasaran.
Kedua-dua mereka ini perlu ditundukkan ke bawaah perintah Raja.  Bukan dibunuh atau dimusnahkan kerana mereka ada tugas yang perlu mereka jalankan,  tetapi jika perasaan dan marah menguasai Aqal,  maka tentulah Ruh akan hancur.

Ruh yang membiarkan keupayaan-keupayaan yang bawahnya menguasai keupayaan-keupayaan yang atas adalah ibarat orang orang yang menyerahkan malaikat kepada kekuasaan Anjing atau menyerahkan seorang Muslim ke tangan orang Kafir yang zalim.  Orang yang menumbuh dan memelihara sifat-sifat iblis atau binatang atau Malaikat akan menghasilkan ciri-ciri atau watak yang sepadan den dengannya iaitu iblis atau binatang atau Malaikat itu.  Dan semua sifat-sifat atau ciri-ciri ini akan dizhohirkan dengan bentuk-bentuk yang kelihatan di Hari Pengadilan.

Orang yang menurut hawa nafsu terzhohir seperti babi,
orang yang garang dan ganas seperti anjing dan serigala,
dan orang yang suci seperti Malaikat.

Tujuan disiplin akhlak(moral) ialah untuk membersihkan Hati dari karat-karat hawa nafsu dan marah,  sehingga ia jadi seperti cermin yang bersih yang akan membalikkan Cahaya Allah Subhanahuwa Taala.

Mungkin ada orang bertanya;
"Jika seorang itu telah dijadikan dengan mempunyai sifat-sifat binatang,  Iblis dan juga Malaikat,  bagaimanakah kita hendak tahu yang sifat-sifat Malaikat itu adalah jauharnya yang hakiki dan yang lain-lain itu hanya sementara dan bukan sengaja?"

Jawabannya ialah jauhar atau zat sesuatu makhluk itu ialah dalam sifat-sifat yang paling tinggi yang ada padanya dan khusus baginya.  Misalnya keledai dan kuda adalah dua jenis binatang pembawa barang-barang,  tetapi kuda itu dianggap lebih tinggi darajatnya dari keledai kerana kuda itu digunakan untuk peperangan.  Jika ia tidak boleh digunakan dalam peperangan,  maka turunlah ke bawah darajatnya kepada darajat binatang pembawa barang-barang. sahaja.

Begitu juga dengan manusia;  keupayaan yang paling tinggi padanya ialah ia boleh berfikir iaitu ia ada Aqal.  Dengan fikiran itu dia boleh memikirkan perkara-perkara Ketuhanan.  Jika keupayaan berfikir ini yang meliputi dirinya,  maka bila ia mati(bercerai nyawa dari badan),  ia akan meninggalkan di belakang semua kecenderungan pada hawa nafsu dan marah,  dan layak duduk bersama dengan Malaikat.  Jika berkenaan dengan sifat-sifat Kebinatangan,  maka manusia itu lebih rendah tarafnya dari binatang,  tetapi Aqal menjadikan manusia itu lebih tinggi tarafnya,  kerana Al-Quran ada menerangkan bahawa;  "Kami telah tundukkan segala makhluk di bumi ini kepada manusia" (Luqman:20)

Jika sifat-sifat yang rendah itu menguasai manusia,  maka setelah mati,  ia akan memandang terhadap keduniaan dan rindukan kepada keseronokan di dunia sahaja. Ruh manusia yang berakal itu penuh dengan kekuasaan dan pengetahuan yang sangat menakjubkan. Dengan Ruh Yang Berakal itu manusia dapat menguasai segala cabang ilmu dan Sains; dapat mengembara dari bumi ke langit dan balik semula ke bumi dalam sekelip mata, dapat memeta langit dan mengukur jarak antara bintang-bintang. Dengan Ruh itu juga manusia dapat menangkap ikan ikan dari laut dan burung-burung dari udara,  dan menundukkan binatang-binatang untuk berkhidmat kepadanya seperti gajah,  unta dan kuda. Lima deria(pancaindera) manusia itu adalah ibarat lima buah pintu terbuka menghadap ke Alam Nyata(Alam Syahadah) ini.  Lebih ajaib dari itu lagi ialah ia ada Hati.  Hatinya itu ada sebuah pintu yang terbuka menghadap ke Alam Arwah(Ruh-ruh) yang ghaib.  Dalam keadaan tidur,  apabila pintu-pintu deria tertutup,  pintu Hati ini terbuka dan manusia menerima khabaran atau kesan-kesan dari Alam Ghaib dan kadang-kadang membayangkan perkara-perkara yang akan datang.  Maka hatinya adalah ibarat cermin yang membalikkan(bayangan) apa yang tergambar di Luh Mahfuz.  Tetapi meskipun dalam tidur,  fikiran tentang perkara keduniaan akan menggelapkan cermin ini.  Dan dengan itu gambaran yang diterimanya tidaklah terang.  Selepas bercerai nyawa dengan badan(mati),  fikiran-fikiran tersebut hilang sirna dan segala sesuatu terlihatlah dalam keadaan yang sebenar.  Betullah firman Allah dalam Al-Quran; "Kami telah buangkan hijab dari kamu dan pandangan kamu hari ini sangatlah terang dan nyata". (Surah Qaf:22). --- pen  : baca kimia kebahagiaan – Imam Al-Ghazali

Baiklah penulis akan mencoba sedikit membedah gambaran-gambaran terhadap apa yang penulis bisa simpulkan secara kacamata awam dari penulis untuk tahapan untuk memudahkan dalam pencapaian hakikat pengenalan Allah SWT.

Ada orang-orang yang dianugrahkan ilmu dan mereka melihat berdasarkan ilmu yang mereka pahami, orang-orang awam seperti penulis ini melihat berdasarkan harapan melihat “petunjuk” dan ada pula orang-orang yang melihat berdasarkan ilmu dan petunjuk dan beruntunglah orang-orang seperti mereka.

Sebagaimana pada keadaan akhir zaman, bahwa ilmu agama telah diangkat dengan mewafatkan para ulama, dimana kemudian buku-buku karya mereka pun turut susah dicari dan tidak menyebar secara luas, hanya dikalangan tertentu, ditambah manusia sendiri mulai jarang membaca buku-buku agama dimana bermunculan banyak ragam jenis buku hiburan dan hobby yang lebih memikat, namun seiring perkembangan dunia informasi dan internet, buku-buku karya mereka kembali bermunculan, maka sebagaimana hal tersebut :

"Hikmah, atau kebaikan, adalah barang berharga milik orang beriman, dimana dan darimanapun dia menemukan, dialah yang paling berhak untuk memanfaatkan" (HR. Tirmizi).

Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya. QS. Al Kahfi: 17

Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. QS. Al Qashash: 56

Seorang beragama lain masuk islam (menjadi Muallaf) hanya karena membaca teks terjemahan AlQuran, padahal ia belumlah tahu ilmu-ilmu keagamaan, namun Siapakah yang dapat memberi petunjuk? Ada pula orang yang memahami ilmu-ilmu keagamaan ternyata makin teralihkan dari petunjuk, maka Siapakah yang dapat memberi petunjuk? Oleh karenanya Kami berharap mendapat petunjuk dari ilmu-ilmu keagamaan yang telah tersebar dimana-mana, mengumpulkan serpihan-serpihannya dan berharap Allah SWT memberi petunjuk “jalan yang lurus”. Kalaulah tidak mendapatkan petunjuk maka itu kehendak dan hikmahNya, kalaulah mendapatkan petunjuk, itu karena karunia dan rahmatNya yang besar dan Siapakah yang lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk? Bilakah Imam Mahdi datang dari satu kelompok lain, akankah Anda mau mengikutinya?, padahal ia bukan dari golongan/kelompok Anda, bilakah ia datang dari seorang awam, akankah yang merasa memegang keilmuan, akan mau menerimanya sebagai Khalifahnya? Dan bilakah ternyata perawakannya bukanlah serupa orang arab namun masih berdarah turunan nabi, akankah Anda mempercayainya? dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.

Maka apapun yang penulis akan tulis dibawah ini, bila ia adalah kesalahan, berarti penulislah yang tidak mendapat petunjuk, Allah kemudian RasulNya berlepas dari apa yang penulis tuliskan ini, semata-mata hanya kesalahan dari penulis.

Mengenal diri sendiri
Sifat dasar manusia : Mengenal dan memperbaiki sifat dasar manusia “ ….Wahai hambaku semua kalian adalah sesat kecuali siapa yang Aku beri hidayah, maka mintalah hidayah kepada-Ku niscaya Aku akan memberikan kalian hidayah. Wahai hambaku, kalian semuanya kelaparan kecuali siapa yang aku berikan kepadanya makanan, maka mintalah makan kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian makanan. Wahai hamba-Ku, kalian semuanya telanjang kecuali siapa yang aku berikan kepadanya pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian pakaian. Wahai hamba-Ku kalian semuanya melakukan kesalahan pada malam dan siang hari dan Aku mengampuni dosa semuanya, maka mintalah ampun kepada- Ku niscaya akan Aku ampuni. Wahai hamba-Ku sesungguhnya tidak ada kemudharatan yang dapat kalian lakukan kepada-Ku sebagaimana tidak ada kemanfaatan yang kalian berikan kepada- Ku …” (hadis qudsi).

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Qs, An Nuur: 21

Ada yang mempertegas menjadi 15 dasar sifat berdasarkan Quran :

Pertama, manusia itu LEMAH, “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu dan manusia dijadikan bersifat lemah” (Q.S. Annisa; 28),

kedua, manusia itu GAMPANG TERPERDAYA, “Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah” (Q.S Al-Infithar : 6)

ketiga, manusia itu LALAI, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” (Q.S At-takaatsur 1)

keempat manusia itu PENAKUT / GAMPANG KHAWATIR,  “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Q.S Al-Baqarah 155)

kelima, manusia itu BERSEDIH HATI, “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin , siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah , hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (Q.S Al Baqarah: 62)

keenam, manusia itu TERGESA-GESA, Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa. (Al-Isra’ 11)

ketujuh, manusia itu SUKA MEMBANTAH, “Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata.” (Q.S. an-Nahl 4)

kedepalan, manusia itu SUKA BERLEBIH-LEBIHAN, “Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (Q.S Yunus : 12)

“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas” (Q.S al-Alaq : 6)

kesembilan, manusia itu PELUPA , "Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: “Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka.” (Q.S Az-Zumar : 8 )

kesepuluh, manusia itu SUKA BERKELUH-KESAH, “Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah” (Q.S Al Ma’arij : 20)

“Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan.” (Q.S Al-Fushshilat : 20)

“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa” (al-Isra’ 83)

kesebelas, manusia itu KIKIR , "Katakanlah: “Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya.” Dan adalah manusia itu sangat kikir.” (Q.S. Al-Isra’ : 100)

keduabelas, manusia itu SUKA MENGKUFURI NIKMAT, Dan mereka menjadikan sebahagian dari hamba-hamba-Nya sebagai bahagian daripada-Nya. Sesungguhnya manusia itu benar-benar pengingkar yang nyata (terhadap rahmat Allah). (Q.S. Az-Zukhruf : 15)

sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, (Q.S. al-’Aadiyaat : 6)

ketigabelas, manusia itu DZALIM dan BODOH, “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh, ” (Q.S al-Ahzab : 72)

keempatbelas, manusia itu SUKA MENURUTI PRASANGKANYA, “Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (Q.S Yunus 36)

kelimabelas, manusia itu SUKA BERANGAN-ANGAN, “Orang-orang munafik itu memanggil mereka (orang-orang mukmin) seraya berkata: “Bukankah kami dahulu bersama-sama dengan kamu?” Mereka menjawab: “Benar, tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri dan menunggu (kehancuran kami) dan kamu ragu-ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah;dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (syaitan) yang amat penipu.” (Q.S al Hadid 72)

itulah 15 sifat manusia yang disebutkan dalam al-Quran. Mengerikan bukan? Adapun islam, sudah memberikan solusi untuk segala sifat buruk manusia ini. Sungguh nikmat iman dan islam ini bukanlah sesuatu yang kita dapat dengan murah!!!

solusi pertama, tetap berpegang teguh kepada tali agama dan petunjuk-petunjuk dari Allah

Kami berfirman: “Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Q.S al-Baqarah : 38)

solusi kedua, tetap berada dalam ketaatan sesulit apapun situasi yang melanda
tetap berada dalam ketaatan disini, berarti bersegera menyambut amal-amal kebaikan. Mungkin seperti syair yang dilantunkan Abdullah bin Rawahah untuk mengembalikan semangatnya saat nyalinya mulai ciut di perang mut’ah ketika dua orang sahabatnya yang juga komandan pasukan pergi mendahuluinya. “wahai jiwa, jika syurga sudah di depan mata mengapa engkau ragu meraihnya”

pun Allah berfirman, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” (Q.S. Ali Imran : 133)

solusi ketiga, jaga keimanan kita,  adalah hal yang wajar, iman seseorang naik turun dan berfluktuatif. Sama mungkin seperti yang dikhawatirkan sahabat Hanzalah, ketika ia curhat kepada abu Bakar bahwa ia termasuk orang yang celaka. Mengapa demikian? karena ia merasa Imannya turun ketika jauh dari Rasulullah. Ternyata itu pula yang dirasakan lelaki dengan iman tanpa retak itu. Hinga mereka berdua akhirnya menghadap Rasulullah. Mendengar permasalahn mereka, Rasulullah hanya tersenyum dan menjawab, “selangkah demi selangkah Hanzalah!”

Tetapi sungguh, iman seorang mukmin yang baik, akan tetap memiliki trend yang menanjak.

Disinilah mungkin loyalitas kita kepada Allah diuji. Apakah kita bisa, belajar mencintai Allah diatas segala sesuatu, belajar mencintai sesuatu karena Allah, serta belajar membenci kekufuran!!!

solusi keempat, Berjama’ah , manusia itu lemah ketika sendiri dan kuat ketika berjama’ah. Adakah yang meragukannya?

Tugas dasar manusia : menjadi khalifah di muka bumi dan beribadah hanya kepada Allah SWT, sudah ada gambaran dari penjelasan-penjelasan diawal.

Penyakit dasar manusia : semua yang termakna dalam penyakit hati, haruslah bisa menghilangkan penyakit-penyakit ini :

Penyakit Hati Sombong, Iri, dan Dengki dan Cara Mengobatinya
Hati (bahasa Arab Qalbu) adalah bagian yang sangat penting daripada manusia. Jika hati kita baik, maka baik pula seluruh amal kita:
Rasulullah saw. bersabda, “….Bahwa dalam diri setiap manusia terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka baik pula seluruh amalnya, dan apabila ia itu rusak maka rusak pula seluruh perbuatannya. Gumpalan daging itu adalah hati.” (HR Imam Al-Bukhari)

Sebaliknya, orang yang dalam hatinya ada penyakit, sulit menerima kebenaran dan akan mati dalam keadaan kafir.

“Orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya yang telah ada dan mereka mati dalam keadaan kafir.” [At Taubah 125]

Oleh karena itu penyakit hati jauh lebih berbahaya daripada penyakit fisik karena bisa mengakibatkan kesengsaraan di neraka yang abadi.

Kita perlu mengenal beberapa penyakit hati yang berbahaya serta bagaimana cara menyembuhkannya.

Sombong
Sering orang karena jabatan, kekayaan, atau pun kepintaran akhirnya menjadi sombong dan menganggap rendah orang lain. Bahkan Fir’aun yang takabbur sampai-sampai menganggap rendah Allah dan menganggap dirinya sebagai Tuhan. Kenyataannya Fir’aun adalah manusia yang akhirnya bisa mati karena tenggelam di laut.

Allah melarang kita untuk menjadi sombong:
“Janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” [Al Israa’ 37]

“Janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” [Luqman 18]

Allah menyediakan neraka jahannam bagi orang yang sombong:
“Masuklah kamu ke pintu-pintu neraka Jahannam, sedang kamu kekal di dalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang sombong .” [Al Mu’min 76]

Kita tidak boleh sombong karena saat kita lahir kita tidak punya kekuasaan apa-apa. Kita tidak punya kekayaan apa-apa. Bahkan pakaian pun tidak. Kecerdasan pun kita tidak punya. Namun karena kasih-sayang orang tua-lah kita akhirnya jadi dewasa.

Begitu pula saat kita mati, segala jabatan dan kekayaan kita lepas dari kita. Kita dikubur dalam lubang yang sempit dengan pakaian seadanya yang nanti akan lapuk dimakan zaman.

Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya’ “Uluumuddiin menyatakan bahwa manusia janganlah sombong karena sesungguhnya manusia diciptakan dari air mani yang hina dan dari tempat yang sama dengan tempat keluarnya kotoran.

Bukankah Allah mengatakan pada kita bahwa kita diciptakan dari air mani yang hina:
“Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina?” [Al Mursalaat 20]

Saat hidup pun kita membawa beberapa kilogram kotoran di badan kita. Jadi bagaimana mungkin kita masih bersikap sombong?

‘Ujub (Kagum akan diri sendiri)
Ini mirip dengan sombong. Kita merasa bangga atau kagum akan diri kita sendiri. Padahal seharusnya kita tahu bahwa semua nikmat yang kita dapat itu berasal dari Allah.

Jika kita mendapat keberhasilan atau pujian dari orang, janganlah ‘ujub. Sebaliknya ucapkan “Alhamdulillah” karena segala puji itu hanya untuk Allah.

Iri dan Dengki
Allah melarang kita iri pada yang lain karena rezeki yang mereka dapat itu sesuai dengan usaha mereka dan juga sudah jadi ketentuan Allah.

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [An Nisaa’ 32]

Iri hanya boleh dalam 2 hal. Yaitu dalam hal bersedekah dan ilmu.
Tidak ada iri hati kecuali terhadap dua perkara, yakni seorang yang diberi Allah harta lalu dia belanjakan pada jalan yang benar, dan seorang diberi Allah ilmu dan kebijaksaan lalu dia melaksanakan dan mengajarkannya. (HR. Bukhari) [HR Bukhari]

Jika kita mengagumi milik orang lain, agar terhindar dari iri hendaknya mendoakan agar yang bersangkutan dilimpahi berkah.

Apabila seorang melihat dirinya, harta miliknya atau saudaranya sesuatu yang menarik hatinya (dikaguminya) maka hendaklah dia mendoakannya dengan limpahan barokah. Sesungguhnya pengaruh iri adalah benar. (HR. Abu Ya’la)

Dengki lebih parah dari iri. Orang yang dengki ini merasa susah jika melihat orang lain senang. Dan merasa senang jika orang lain susah. Tak jarang dia berusaha mencelakakan orang yang dia dengki baik dengan lisan, tulisan, atau pun perbuatan. Oleh karena itu Allah menyuruh kita berlindung dari kejahatan orang yang dengki: “Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” [Al Falaq 5]

Kedengkian bisa menghancurkan pahala-pahala kita.
Waspadalah terhadap hasud (iri dan dengki), sesungguhnya hasud mengikis pahala-pahala sebagaimana api memakan kayu. (HR. Abu Dawud)

Penyakit hati
“Di dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah menambah penyakit tersebut, dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih akibat apa yang mereka dustakan“. (QS. Al-Baqarah: 10)

Ada beberapa pelajaran dari ayat di atas, di antaranya:

Pertama: Menurut al-Baidhowi di dalam tafsirnya (1/166), sakit adalah sesuatu yang mengganggu keseimbangan badan sehingga membuat kerusakan di dalam beraktifitas. Sakit dibagi menjadi dua, sakit hati dan sakit fisik. Adapun sakit hati meliputi: sakit ragu-ragu, nifak, ingkar dan dusta. (lihat tafsir al-Qurthubi: 1/138). Penyakit –penyakit hati seperti inilah yang menimpa orang-orang munafik.

Selain itu, terdapat penyakit hati dalam bentuk lain, seperti sakit hasad, dengki, iri, dan dendam yang kadang juga menimpa sebagian orang-orang Islam. Oleh karenanya, kita diperintahkan untuk berlindung kepada Allah dari penyakit hati tersebut, sebagaimana firman Allah dalam Qs. al-Falaq: 5, “Dan aku berlindung dari kejahatan orang yang hasad jika dia hasad“

Kedua: Penyakit hati jauh lebih berbahaya dari penyakit fisik, hal itu karena beberapa sebab:

1. Allah mencela orang yang mempunyai penyakit hati dan tidak pernah mencela orang yang mempunyai penyakit fisik.

2. Penyakit hati, seperti iri, dengki dan dendam bisa menyebabkan munculnya penyakit fisik, seperti stress, sesak nafas, pusing, jantung, tekanan darah tinggi dan kanker.

3. Penyakit hati menyebabkan orang celaka dunia dan akhirat, berbeda dengan penyakit fisik yang tidak menyebabkan celaka di akherat.

Ketiga: Allah menyebutkan: “Di dalam hati mereka ada penyakit“ ini menunjukkan bahwa penyakit tersebut sudah masuk ke dalam tubuh secara permanen, sehingga menjadi akut dan susah untuk dihilangkan, karena berada di dalam hati. Berbeda kalau menyebut: “ Mereka sakit“, mungkin masih bisa disembuhkan.

Keempat: “Maka Allah menambah penyakit tersebut“, menunjukkan bahwa kekafiran, kenifak-an dan kemaksiatan itu bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana juga keimanan itu bisa bertambah dan berkurang. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

Kelima: Ayat di atas juga menunjukkan bahwa kesesatan seorang hamba berasal dari perbuataannya sendiri. Jadi, Allah tidak mendzoliminya, tetapi hamba itulah yang mendzalimi dirinya sendiri. Orang-orang munafik telah membuat penyakit di dalam hati mereka sendiri dan pada hakekatnya mereka tidak menginginkan kebenaran dan kebaikan. Maka, Allah menambah penyakit tersebut sebagai hukuman atas perbuatan mereka sendiri. Berkata Ibnu Katsir di dalam tafsirnya (1/179): “Hukuman sesuai dengan perbuatan”. Hal yang serupa telah dijelaskan Allah di beberapa ayat-Nya, seperti dalam Qs. al-Baqarah: 10, Qs. al-Maidah: 49, Qs. al-An’am: 110 dan Qs. ash-Shof: 5.

Keenam: Penyakit hati terdiri dari penyakit syahwat dan syubhat. Penyakit syahwat berhubungan dengan maksiat anggota badan, seperti berzina, membunuh, berbohong dan mencuri. Sedang penyakit syubhat berhubungan dengan hati dan pemikiran, seperti meragukan kebenaran Islam, menolak hadist shahih dan menyakini adanya nabi setelah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam. Penyakit syubhat inilah yang lebih menonjol dalam diri orang munafik, (Ibnu Qayyim, Ighatsatu al-Lahfan: 165-166) dan ini lebih berbahaya dari penyakit syahwat. Karena penderitanya susah untuk disembuhkan. Lihat Qs. an-Nisa : 137 dan Qs. al-Munafiqun: 3.

Ketujuh: Penyakit syubhat bisa mengeluarkan seseorang dari keimanan sehingga menjadi kafir, seperti orang–orang liberal yang meragukan keaslian al-Qur’an dan menolak kebenaran ajaran Islam serta menyatakan bahwa semua agama benar dan mengantarkan penganutnya ke dalam Syurga. Begitu juga kelompok Ahmadiyah yang menyakini adanya nabi seteIah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga kelompok Ingkar Sunnah yang menolak keberadaan as-Sunnah sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an.

Kedelapan: Untuk mengobati penyakit syhubhat, seseorang hendaknya belajar dan mencari ilmu syar’i, sebagaimana firman Allah di dalam Qs. Muhammad: 19; “Maka ketahuilah bahwa tiada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah“. Adapun untuk mengobati penyakit syahwat, seseorang hendaknya sering mengingat kematian dan menyakini bahwa dunia ini adalah fana, kesenangan di dalamnya adalah kesenangan sedikit dan menipu. Sedangkan kesenangan abadi hanyalah di akhirat kelak. Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda: “Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan (kematian)”. HR. Tirmidzi “.

Kesaksian dasar atas Tindakan Hamba
Ada tiga belas kesaksian terhadap tindakan hamba:
1. Unsur hewani dan mengumbar nafsu
2. Memenuhi ilustrasi naluri dan tuntutan instink
3. Berbuat di luar kehendak
4. Takdir tidak mempunyai campur tangan
5. Hikmah
6. Taufik dan penelantaran
7. Tauhid
8. Asma' dan sifat
9. Iman dan pendukung-pendukungnya
10.Rahmat
11.Kelemahan dan ketidak berdayaan
12.Kehinaan, kepasrahan dan kebutuhan
13.Kecintaan dan ubudiyah.

Empat yang pertama merupakan kesaksian dari orang-orang yang menyimpang, delapan yang lainnya dari orang-orang yang istiqamah, dan yang tertinggi adalah kesaksian kesepuluh.  – pen: Baca : Madarijus Salikin – Ibnu Qayyim

Isi hati
Di dalam hati ada 3 hal yang bisa ditemukan, yaitu : Iman, Nafsu dan akal, penulis sendiri biasanya menyebut sisi Malaikat, sisi Iblis dan sisi Roh/Manusia. Bila Anda bisa merasakan dan coba mengamati bisikan-bisikan hati ini, maka Anda bisa menemukan bahwa sisi Iblis bukan hanya satu suara melainkan ia datang bisa lebih dari satu suara yang seakan-akan datang dari depan, belakang, kanan, kiri, atas dan bawah atau segala penjuru yang ada, kadang ia halus, kadang keras, kadang lembut dan kadang tergesa-gesa. Kekhusyuan dapat Anda temukan dari penyatuan ketiga hal ini, namun bila tidak bisa, tidaklah masalah karena Firman Allah, QS.12 Yusuf :53 Dan aku tidak membebaskan diriku [dari kesalahan], karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Semoga Allah SWT berkenan memberi “nafsu yang diberi rahmat oleh Allah SWT” kepada Anda kelak. Dan Allah SWT lebih mengenali hati dan niat Anda.

“Sesungguhnya sholat itu memang berat kecuali bagi mereka yang khusyu’ yaitu mereka yang yakin akan berjumpa dengan Tuhan mereka, dan sesungguhnya mereka akan kembali kepadaNya”. (QS. Al-Baqarah 2 : 45).

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mendatangi pekuburan lalu bersabda: “Semoga keselamatan terlimpahkah atas kalian penghuni kuburan kaum mukminin, dan sesungguhnya insya Allah kami akan bertemu kalian, sungguh aku sangat gembira seandainya kita dapat melihat saudara-saudara kita”. Para Sahabat bertanya, “Tidakkah kami semua saudara-saudaramu wahai Rasulullah? “ Beliau menjawab dengan bersabda: “Kamu semua adalah sahabatku, sedangkan saudara-saudara kita ialah mereka yang belum berwujud”. Sahabat bertanya lagi, “Bagaimana kamu dapat mengenali mereka yang belum berwujud dari kalangan umatmu wahai Rasulullah? “ Beliau menjawab dengan bersabda: “Apa pendapat kalian, seandainya seorang lelaki mempunyai seekor kuda yang berbulu putih di dahi serta di kakinya, dan kuda itu berada di tengah-tengah sekelompok kuda yang hitam legam. Apakah dia akan mengenali kudanya itu?”’ Para Sahabat menjawab, “Sudah tentu wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda lagi: ‘Maka mereka datang dalam keadaan muka dan kaki mereka putih bercahaya karena bekas wudlu. Aku mendahului mereka ke telaga. Ingatlah! Ada golongan lelaki yang dihalangi dari datang ke telagaku sebagaimana dihalaunya unta-unta sesat‘. Aku memanggil mereka, ‘Kemarilah kamu semua‘. Maka dikatakan, ‘Sesungguhnya mereka telah menukar ajaranmu selepas kamu wafat‘. Maka aku bersabda: Pergilah jauh-jauh dari sini. (HR Muslim 367)

Ibnu Abbas r.huma. Bahwasannya ia berkata, "Dawud a.s dalam munajatnya berkata, "Wahai tuhanku, siapakah orang yang tinggal di rumah-Mu dan siapakah yang Engkau terima shalatnya?' Lalu Allah mewahyukan kepadanya, 'Hai dawud! yang tinggal di rumah-Ku dan yang aku terima shalatnya hanyalah orang yang merendahkan diri akan keagungan-Ku, ia lewakan siangnya dengan ingat kepada-Ku, ia menahan nafsunya dari syahwat karena Aku, ia memberi makan kepada orang yang lapar, ia memberi tempat bagi orang asing(dalam perjalanan), dan menyayangi orang yang tertimpa bencana. Itulah orang yang cahayanya bersinar di langit seperti matahari. Jika ia berdo'a kepada-Ku niscaya Aku kabulkan. Dan jika ia memohon kepada-Ku niscaya Aku akan memberinya. Aku berikan kepadanya sifat santun ketika yang lain dalam kebodohan, Dzikrullah ketika yang lain dalam kegelapan.

Ibnu  Abbas r.huma berkata, "Dua raka'at yang sederhana dengan penuh penghayatan adalah lebih baik daripada ibadah semalam suntuk sementara hati lalai."

Aisyah r.ha berkata, "Rasulullah saw. biasa berbincang-bincang dengan kami. Lalu bila datang waktu shalat maka seolah-olah beliau tidak kenal kami dan tidak kami kenal."(1) Karena sibuk dengan keagungan Allah Ta'ala.

- Ali bin Abi Thalib r.a. Apabila datang waktu shalat maka ia gemetar dan air mukanya berubah. Makaditanyakan kepadanya, "Apa yang terjadi denganmu,hai Amirul-Mu'minin!" Ia menjawab, "Telah datang waktu melaksanakan amanat yang pernah ditawarkan oleh Allah kepada langit dan bumi lalu langit dan bumi itu enggan untuk memikulnya dan khawatir akan mengkhianatinya. Sedangkan aku memikul amanat itu."

- Ali bin Husain. Bahwasannya apabila ia berwudhu maka wajahnya berubah menjadi pucat pasi. Lalu keluarganya bertany kepadanya, "Apakah yang terjadi padamu ketika berwudhu?" Ia menjawab, "Tahukah kalian di hadapan siapa aku akan berdiri?"

Mengenal sifat yang diberikan ke manusia, memahami takdir dan penciptaan dari kejadian di alam semesta, bumi dan makhluk didalamnya dan dari ciptaan manusia itu sendiri. Tugas per individu, masing-masing berbeda cara menemukanNya, toh banyak jalan menuju Roma, bila satu jalan tertutup, kenapa tidak mencoba melewati jalan yang lain.

Namun janganlah pula tertipu diri sendiri karena sebaik-baik Engkau mengenal dirimu maka lebih sangat mengenal lagi Allah SWT kepadamu dan kepada hakekatmu. 

Tuhanmu lebih mengetahui tentang kamu. Dia akan memberi rahmat kepadamu jika Dia menghendaki dan Dia akan meng'azabmu, jika Dia menghendaki. Dan, Kami tidaklah mengutusmu untuk menjadi penjaga bagi mereka. Qs. Al Israa': 54

Hakikat Awal Nur Muhammad
Hakikat Awal Nur Muhammad. Pamahaman tentang hakikat Nur Muhammad pada umumnya dimulai dari kajian asal yaitu ketika, seluruh alam belum ada dan belum satu pun makhluk diciptakan Allah swt. Pada saat itu yang ada hanya zat Tuhan semata-mata, satu-satunya zat yang ada dengan sifat Ujud-Nya. Banyak dari kalangan sufi memahami bahwa pada saat itu zat yang ujud yang bersifat qidam tersebut belumlah menjadi Tuhan karena belum bernama Allah, Untuk bisa dikatakan sebagai tuhan, sesuatu itu harus dan wajib ada yang menyembahnya. Apabila tidak ada yang menyembah maka tidak bisa sesuatu itu disebut Tuhan, demikianlah Logikanya.
Karena  zat yang ujud-Nya besifat qidam tersebut pada saat itu hanya berupa zat, maka pada saat itu Dia belum menjadi Tuhan dan Dia belum bernama Allah, karena kata Allah sendiri dipakai dan diperkenalkan oleh Tuhan sendiri setelah ada makhluk yang akan menyembahnya serta hakikat makna dari kata Allah itu sendiri berarti yang disembah oleh sesuatu yang lebih rendah dari padanya. (untuk  pembahasan ini kita cukup memahaminya seperti itu)

Setelah itu, barulah diciptakan Muhammad dalam ujud nur atau cahaya yang diciptakan atau berasal dari Nur atau Cahaya Zat yang menciptakannya (sebagai perbandingan kalimat Adam Diciptakan dari Tanah). Yaitu Nur yang cahanya terang benderang lagi menerangi. (kemudian nur tersebut difahami sebagai Nur Muhammad). Nur itulah yang kemudian mensifati atau memberi sifat akan Zat yaitu sifat Ujud yang berati ada dan mustahil bersifat tidak ada karena sudah ada yang mengatakan “ ada “ atau meng-“ada”-kan yaitu Nur Muhammad.

Jabir ibn `Abd Allah r.a. berkata kepada Rasullullah s.a.w: “Wahai Rasullullah, biarkan kedua ibubapa ku dikorban untuk mu, khabarkan perkara yang pertama Allah jadikan sebelum semua benda.” Baginda berkata: “Wahai Jabir, perkara yang pertama yang Allah jadikan ialah cahaya Rasulmu daripada cahayaNya, dan cahaya itu tetap seperti itu di dalam KekuasaanNya selama KehendakNya, dan tiada apa, pada masa itu ( Hr : al-Tilimsani, Qastallani, Zarqani ) `Abd al-Haqq al-Dihlawi menguatkan bahwa Hadist ini Sahih. biarkan kedua ibubapa ku dikorban untuk mu, rancu rasanya bersumpah dengan memakai orang lain apalagi orang tua sendiri, seakan-akan melepaskan beban sendiri dan memberi mudharat kepada orang lain.

Ali ibn al-Husayn daripada bapanya daripada kakeknya berkata bahwa Rasullullah s.a.w berkata: “Aku adalah cahaya dihadapan Tuhanku selama empat belas ribu tahun sebelum Dia menjadikan Adam a.s. (HR.Imam-Ahmad,Dhahabi,dan-al-Tabrani)

Kerancuan Akan Hakikat Aqidah Nur Muhammad
Di antara keyakinan keliru yang digagas oleh aqthâb (tokoh) Sufi, disebarkan dan dibela oleh mereka, adalah aqidah Nur Muhammad. Mereka pun membakukan ushul (landasan-landasan) untuk membenarkan aqidah ini dalam kitab-kitab yang mereka tulis dan dalam syair-syair yang mereka susun. Hanya, meski cukup terkenal aqidah ini, namun para Ulama mereka belum satu kata dalam mendefinisikannya secara detail dan jelas. Masing-masing menyampaikannya sesuai dengan perasaan dan apa yang terbetik pada firasatnya (?!).

Mereka mengatakan, “(Yang dimaksud Nur Muhammad) bahwa Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam diciptakan dari cahaya, dan yang pertama kali diciptakan oleh Allâh Ta'âla adalah cahaya Muhammad; dan bumi seisinya diciptakan karena Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam, kalaulah tidak ada beliau, maka bumi tidak akan pernah ada dan diciptakan”.

Yûsuf Ismâil an-Nabhâni salah satu pembela ideologi ini menjelaskan makna istilah yang aneh ini dengan berkata, “Ketahuilah, bahwasanya tatkala kehendak al-Haq (Allâh) berhubungan dengan penciptaan para makhluk-Nya, Allâh Ta'âla telah menampakkan haqiqat Muhammad dari cahaya-cahaya-Nya, kemudian dengan sebabnya tersingkaplah seluruh alam dari atas hingga bawahnya …….kemudian terpancarlah darinya sumber ruh-ruh, sedangkan dia (Muhammad) merupakan jenis (ruh) yang paling tinggi di atas segala jenis dan sebagai induk terbesar bagi seluruh makhluk yang ada.” [1]

Ini mengandung pengertian bahwasanya Allâh Ta'âla menciptakan Muhammad dari cahaya-Nya dan bahwa Dia Ta'âla menciptakannya sebelum penciptaan Adam, bahkan sebelum menciptakan seluruh alam. Dan bahwa segala sesuatu diciptakan dari cahaya Muhammad.

Salah satu dari tokoh mereka juga mengatakan, “Kalaulah tidak ada dia (Muhammad), matahari, bulan… bintang, lauh, dan Qolam tidak akan pernah diciptakan”.[2]

Meluruskan Aqidah Nur Muhammad
Apa yang mereka sampaikan di atas, adalah anggapan-anggapan yang batil dan pernyataan-pernyataan yang tidak memiliki bukti (dasar) dari al-Qur`ân maupun Hadits Nabi yang shahih. Dan tatkala mereka dimintai dalil yang shahih dan jelas serta tidak kontradiktif dengan nash-nash yang ada, mereka malah berhujjah dengan hadits-hadits yang seluruhnya berderajat maudhû (palsu). Di antaranya:

1.Kalau tidak ada kamu, bintang-bintang tidak Ku ciptakan[3]

2.Aku menjadi nabi, sedang Adam, air dan tanah belum ada[4]

3.Sesungguhnya dia (Muhammad) dulu adalahcahaya yang ada di sekeliling Arsy.Kemudian beliau bersabda, “Wahai Jibril, aku dulu adalah cahaya itu”[5]

Hadits-hadits ini berderajat palsu, sementara sanad (para perawi yang meriwayatkannya) dan matannya (teks haditsnya) pun munkar. Sungguh aneh, mereka menggunakan hadits-hadits palsu ini untuk menguatkan aqidah Nur Muhammad. Apakah pantas hadits-hadits seperti ini dijadikan hujjah (dasar) dalam agama?! Bagaimana mereka bisa menggunakan hadits-hadits tersebut sebagai hujjah padahal bertentangan dengan firman Allâh Ta'âla:

 Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
(QS. ad-Dzâriyât/51:56)

Sungguh Allâh Ta'âla telah menjelaskan dalam ayat ini bahwa Dia Ta'âla tidak menciptakan jin dan manusia seluruhnya termasuk Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam kecuali untuk tujuan ibadah kepada-Nya saja.

Mereka mengadopsi kesesatan ini, agar dapat menghilangkan makna tauhid. Bagaimana bisa khurofat ini melekat pada sebagian akal kaum Muslimin, seolah-olah mereka belum pernah membaca ayat di atas. Mungkin saja, karena kebodohan (tentang agama) yang terlalu parah telah mempermainkan akal mereka.

Tentang keyakinan mereka bahwa Nabi Muhammad berasal dari cahaya, bukan seperti manusia dalam hal penciptaannya, keyakinan tersebut bertentangan dengan nash-nash yang telah ada dalam al-Qur`ân, seperti firman Allâh Ta'âla :

 Katakanlah, “Maha suci Rabbku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?” (QS. al-Isrâ/16:93)

Dan juga menyelisihi firman Allâh Ta'âla berikut yang menyatakan adanya nabi dan rasul sebelum beliau:

Katakanlah, “Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul”.
(QS. al-Ahqâf/46:9)

Barang siapa yang mengingkari Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam sebagai manusia dan meyakininya berasal dari cahaya yang tidak memiliki bayangan, sungguh orang tersebut telah menghina Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam, walaupun sebenarnya ia ingin mengagungkan beliau.

Syaikh Ibnu Bâz rahimahullâh berkata tentang aqidah Nur Muhammad, “Sehubungan dengan perkataan sebagian orang dan khurofi, serta kalangan Sufi bahwa beliau (Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam) diciptakan dari cahaya atau yang pertama kali diciptakan adalah cahaya Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam, ini semua kabar (riwayat) yang tidak ada asalnya, seluruhnya kebatilan, merupakan berita palsu yang tidak ada dasarnya (sama sekali) sebagaimana telah disebutkan di muka”.

Beliau rahimahullâh juga mengatakan, “(Pernyataan) bahwa : 
dunia diciptakan karena (Nabi) Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam, kalau tidak ada Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam maka dunia tidak akan pernah ada, juga tidak akan diciptakan makhluk (lainnya), ini merupakan kebatilan, tidak ada asalnya, ini perkataan yang rusak.

Allâh Ta'âla menciptakan dunia agar Dia Ta'âla dikenal, diketahui dan diibadahi (oleh makhluk, manusia). Allâh Ta'âla menciptakan dunia dan seluruh makhluk agar dikenal melalui nama-nama dan sifat-sifat-Nya, kekuasaan dan ilmu-Nya, agar diibadahi, tidak ada sekutu bagi-Nya, bukan karena (Nabi) Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam, (Nabi) Nuh 'alaihissalam, ataupun (Nabi) Isa 'alaihissalam maupun nabi lainnya. Allâh Ta'âla menciptakan seluruh makhluk agar mereka beribadah kepada-Nya.

Allâh Ta'âla berfirman:
 Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
(QS. ad-Dzâriyât/51:56)

Di sini, Allâh Ta'âla menjelaskan bahwa Dia menciptakan mereka agar beribadah kepada-Nya, bukan karena Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam. Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam termasuk dalam kandungan ayat di atas, diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Hal ini sebagaimana firman Allâh Ta'âla :

Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal) (QS. al-Hijr/15:99)

Allâh Ta'âla berfirman:
Allâh-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allâh berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allâh Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allâh ilmu- Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. (QS. ath-Thalâq/65:12)

Allâh Ta'âla berfirman:
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah
(QS. Shâd/38:27)

Beliau rahimahullâh juga mengatakan: “Ini semua yang engkau dengar (ada di tengah masyarakat) merupakan kebatilan, tidak ada dasarnya sama sekali (dalam Islam), Allâh Ta'âla tidak menciptakan makhluk, tidak jin, manusia, langit dan bumi dan makhluk lainnya lantaran Muhammad, bukan juga karena rasul yang lain. Akan tetapi, Allâh Ta'âla menciptakan semua makhluk dan dunia dengan tujuan agar Allâh Ta'âla diibadahi dan menjadi sarana mengenal nama-nama dan sifat-sifat- Nya”.[6]

Dengan demikian, sudah jelas, penyimpangan aqidah Nur Muhammad yang diyakini oleh sebagian orang (kaum Sufi). Sebuah keyakinan yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad kepada umat Islam. Maka, harus disingkirkan jauh-jauh dari umat Islam.

[1] Al-Anwâr al-Muhammadiyyah hlm. 9 [2] Tanbîhul Hudzdzâq hlm. 27, nukilan dari Huqûqin Nabiyyi, DR. Muhammad Khalîfah at-Tamîmi, 2/714 [3] As-Silsilah adh-Dha’îfah hadits no. 282 [4] As-Silsilah adh-Dha’îfah hadits no. 303 [5] As-Silsilah adh-Dha’îfah hadits no. 1/474 [6] Fatâwa Nûr ‘ala ad-Darb 1/96-100

Ada riwayat dimana menjelaskan bahwa saat pengambilan manusia dari sulbi nabi Adam as, ada manusia yang terlihat bercahaya seperti cahaya purnama, ada yang bercahaya seperti bintang yang berkelipan dan ada pula yang gelap. Aura/cahaya Allah SWT berbeda dengan makna “cahaya” yang dimaksud buat makhlukNya.

Telah penulis katakan sebelumnya bahwa apapun yang dapat dibatasi oleh akal itu adalah makhluk, Tuhan jauh lebih maha dari batasan akal/pikiran. Apapun jenis persatuan wujud atau mewujudkan Dzat Allah SWT maka sama saja menyekutukan Allah dengan sesuatu selainNya. Bila Anda membatasi Allah dengan akal/pikiran maka Anda tidak akan dapat mengenalnya lebih jauh. Bila Anda melebihkan kemampuanNya dari batasan akal/pikiran maka bisa jadi Anda dibukakan tabir-tabir baru yang belum terbayangkan sebelumnya oleh akal/pikiran Anda dan Anda mencapai batasan akal/pikiran Anda yang baru dan lebih dalam, dan Allah tetap lebih jauh Maha dari batasan akal/pikiran tersebut.

Ada 3 pandangan pada rana kesufian, pertama, Manusia dan alam semesta dan segala isinya berada di dalam Allah SWT biasanya digambarkan bulat dengan rincian berturut-turut Allah, cahaya Allah SWT, Nur Muhammad, Arsy, dsb. Kedua, Allah SWT berada di luar dari segala isi alam semesta, 7 langit, surga-surga, neraka-neraka, dsb. Ketiga, Allah kadang berada diluar dan kadang berada didalam.

Bila dikatakan Nur Muhammad sebagai penyebab segala sesuatu di alam semesta ini ada, maka hal ini juga tidak menjelaskan atau seakan-akan tidak menggambarkan kehebatan keilmuan Allah SWT yang dengan Maha kesempurnaanNya bisa saja dapat membuat alam semesta lain dimasa sebelumnya atau sesudahnya dari alam semesta ini, kasihan Muhammad yang harus ditugaskan terus-menerus tiap alam semesta, kapan Beliau bisa hadir disurga menunggu kalian, bila alam semesta ini telah dikiamatkan, bukankah Nur Muhammad harus ada untuk pembentukan alam semesta baru yang bila Allah kehendaki adanya (baca di bab awal-awal ebook ini tentang nisnas). Bila dikatakan adanya alam semesta paralel pada masa ini, maka Nur Muhammad harus hadir tiap alam semesta paralel tersebut, namun perlu diketahui seumpama manusia dapat membuat kloning manusia pula, tentu rohnya akan berbeda, karena roh diciptakan oleh Allah SWT dan masing-masing individu bertanggung jawab pada diri sendiri. Seperti anda bermain game dengan karakter sama, akan berbeda pengendalinya dan juga teknik bermainnya dengan temanmu yang sama-sama memakai karakter game itu. Jadi keparalelan alam semesta, haruslah pula terdiri dari roh-roh serupa manusia yang berbeda-beda pula dan yang dimaksud juga hal tersebut adalah makhluk berfisik atau yang disifati serupa manusia (makhluk berakal, bernafsu dan beriman), bukan sama benar pengertian Adam dengan Adam atau Nisnas berjenis lain yang ditugaskan menjadi khalifah di “serupa bumi”-nya. Demikian pula bila dikatakan alam semesta berada di dalam Allah SWT, hal ini tidak jauh berbeda dengan penemuan fisikawan dalam penemuan mereka terhadap partikel higgs (partikel Tuhan) yang hingga dianggap Allah lah tempat melekatnya segala materi/alam semesta yang telah disinggung di bagian atas tulisan ini. Yang bisa jadi itu adalah rana “Kursi” atau “Kursi” tempat melekatnya langit dan langit tempat melekatnya benda-benda angkasa. Makna yang tepat adalah tidak ada satupun yang menyerupai Allah SWT namun Allah dapat dekat dengan manusia, tempat yang paling dekat dikala sujud.

Abdurrazzaq meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada shahabat Jabir bin `Abdilla al-Anshariy radhiyallahu `anhu, dia mengatakan: “Saya bertanya: ‘Wahai Rasulullah, Demi bapak dan ibu saya sebagai tebusan bagimu, kabarkan kepada saya tentang makhluk yang pertama Allah ciptakan sebelum Dia menciptakan selainnya.’ Beliau menjawab: ‘Wahai Jabir, makhluk yang pertama Allah ciptakan adalah cahaya Nabimu yang Dia ciptakan dari cahaya-Nya. Kemudian Dia menjadikan cahaya tersebut berputar dengan kuat sesuai dengan kehendak-Nya. Belum ada saat itu lembaran, pena, surga, neraka, malaikat, nabi, langit, bumi, matahari, bulan, jin, dan juga manusia. Ketika Allah hendak menciptakan, Dia membagi cahaya tersebut menjadi 4 bagian. Kemudian, Allah menciptakan pena dari bagian cahaya yang pertama; lembaran dari bagian cahaya yang kedua; dan `Arsy dari bagian cahaya yang ketiga. Selanjutnya, Allah membagi bagian cahaya yang keempat menjadi 4 bagian lagi. Lalu, Allah menciptakan (malaikat) penopang `Arsy dari bagian cahaya yang pertama; Kursi dari bagian cahaya yang kedua; dan malaikat yang lainnya dari bagian cahaya yang ketiga. …[di akhir hadits beliau mengatakan] Beginilah permulaan penciptaan Nabimu, ya Jabir.”

Wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki kita ke jalan-Nya, ketahuilah bahwasanya sanad (silsilah orang-orang yang meriwayatkan hadits) merupakan bagian dari agama kita, yang dengannya Allah menjaga agama ini. `Abdullah bin Mubarak mengatakan: “Sanad merupakan bagian dari agama. Kalau tidak ada sanad, tentu orang akan seenaknya berkata (tentang agama ini).”

Syaikh Dr. Shadiq Muhammad Ibrahim (salah seorang yang telah melakukan penelitian terhadap hadits ini) mengatakan: “Semua kitab-kitab sufi yang terdapat di dalamnya hadits ini, tidak ada yang menyebutkan sanad dari hadits tersebut. Mereka hanya menyebutkan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh `Aburrazzaq. Saya telah mencari hadits tersebut dalam kitab-kitab yang ditulis oleh `Abdurrazzaq dan saya tidak menemukan hadits tersebut.”

`Abdullah al-Ghamariy (seorang pakar hadits) mengatakan: “Hadits tersebut merupakan hadits maudhu` (palsu). … Bersamaan dengan itu, hadits tersebut juga tidak terdapat dalam kitab Mushannaf `Abdurrazzaq, Tafsir-nya, dan tidak juga dalam Jami`-nya. … Maka shahabat Jabir bin `Abdullah radhiyallahu `anhu (perawi hadits menurut mereka) berlepas diri dari menyampaikan hadits tersebut. Demikian juga `Abdurrazzaq, dia tidak pernah menulis hadits tersebut (dalam kitabnya). Orang yang pertama menyampaikan hadits ini adalah Ibnu Arabi. Saya tidak tahu dari mana dia mendapatkannya.”

Ibnu `Arabi… Nama tersebut tidak asing lagi ditelinga kita. Siapakah dia? Dia merupakan salah satu tokoh sufi yang gencar dalam mempopulerkan keyakinan ini. Karena keyakinannya ini (wihdatul wujud) para ulama telah mengkafirkannya, mulai dari ulama yang sejaman dengannya, hingga ulama yang hidup saat ini. Di antara ulama-ulama besar yang mengkafirkannya adalah Ibnu Hajar al-`Atsqalany, Ibnu Katsir, Ibnu Shalah, dan al-Qasthalany, semoga Allah merahmati mereka semua. (lihat Muasuu`atur radd `ala shufiyyah)

Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani, “Apakah Anda pernah melihat Tuhan?” Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?” “Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali. Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”

Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. Bagaimana anda melihat-Nya? dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Hafsh dari Abdul Malik dari ‘Atha’ dari Ibnu Abbas dia berkata, “Beliau melihat dengan mata hatinya.” (HR Muslim 257)

Jika belum dapat bermakrifat yakinlah bahwa Allah Azza wa Jalla melihat kita.
Rasulullah bersabda yang artinya “jika kamu tidak melihat-Nya (bermakrifat) maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Muslim 11)

Ubadah bin as-shamit ra. berkata, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata: “Seutama-utama iman seseorang, jika ia telah mengetahui (menyaksikan) bahwa Allah selalu bersamanya, di mana pun ia berada“

Rasulullah shallallahu alaihi wasallm bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)

Muslim yang menyaksikan Allah ta’ala dengan hati (ain bashiroh) adalah muslim yang selalu meyakini kehadiranNya, selalu sadar dan ingat kepadaNya.

Imam Qusyairi mengatakan “Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi)”
Munajat Syaikh Ibnu Athoillah, “Ya Tuhan, yang berada di balik tirai kemuliaanNya, sehingga tidak dapat dicapai oleh pandangan mata. Ya Tuhan, yang telah menjelma dalam kesempurnaan, keindahan dan keagunganNya, sehingga nyatalah bukti kebesaranNya dalam hati dan perasaan. Ya Tuhan, bagaimana Engkau tersembunyi padahal Engkaulah Dzat Yang Zhahir, dan bagaimana Engkau akan Gaib, padahal Engkaulah Pengawas yang tetap hadir. Dialah Allah yang memberikan petunjuk dan kepadaNya kami mohon pertolongan“

Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany menyampaikan, “mereka yang sadar diri senantiasa memandang Allah Azza wa Jalla dengan qalbunya, ketika terpadu jadilah keteguhan yang satu yang mengugurkan hijab-hijab antara diri mereka dengan DiriNya. Semua bangunan runtuh tinggal maknanya. Seluruh sendi-sendi putus dan segala milik menjadi lepas, tak ada yang tersisa selain Allah Azza wa Jalla. Tak ada ucapan dan gerak bagi mereka, tak ada kesenangan bagi mereka hingga semua itu jadi benar. Jika sudah benar sempurnalah semua perkara baginya. Pertama yang mereka keluarkan adalah segala perbudakan duniawi kemudian mereka keluarkan segala hal selain Allah Azza wa Jalla secara total dan senantiasa terus demikian dalam menjalani ujian di RumahNya”.

Sifat dan Asma Allah SWT

Sesungguhnya Allah adalah nama zat dari Tuhan swt yang diperkenalkan sendiri oleh-Nya. Selain sebagai nama bagi zat Tuhan swt,  Allah adalah juga tempat terkumpulnya atau terhimpunnya seluruh sifat yang dikandung zat-Nya, sehingga  Allah  sebagai sebutan yang utama untuk Tuhan sudah meliputi Tuhan secara keseluruhan yang terdiri dari zat dan sifat-Nya.
Hubungan antara zat dan sifat pada hakikatnya adalah hubungan sebab akibat yang saling terkait dan saling menerangkan antara keduanya. Keberadaan sifat disebabkan karena adanya zat dan keberadaan zat hanya bisa dinyatakan dengan adanya sifat, sehingga melalui hubungan tersebut Tuhan telah membukakan satu celah yang bisa dimasuki oleh akal manusia untuk mengetahui hakikat zat-Nya dengan benar.

Sebelum melanjutkan kepada kajian tentang pemahaman sifat Allah, yang pertama yang harus diyakini tentang kajian sifat Allah itu adalah bahwa sifat yang dimiliki Allah adalah sifat yang maha sempurna yang tidak dimiliki oleh selain Allah.

Karena apabila terjadi persamaan antara sifat yang dimiliki oleh Allah dengan sifat yang dimiliki oleh selain Allah, maka sifat tersebut bukan lagi menjadi sifat Allah, karena Allah tidak bisa dipersandingkan dengan apapun sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Quran :

”dan tidak ada sesuatupun yang setara dengan Dia.” ( QS : 112 : Surat : Al Ikhlash Ayat 04 )

Setelah prinsip dasar tersebut difahami dan diyakini secara sungguh-sungguh dengan hati yang sabar dan ikhlas, baru bisa dilanjutkan dengan kajian tentang sifat-sifat Allah.

Bila tidak, kajian tentang sifat-sifat Allah itu akan melahirkan pemahaman yang sesat seperti  faham serba Tuhan yang berkeyakinan bahwa semuanya alam ini adalah perwujudan dari zat Tuhan , atau  faham yang menyakini bahwa makhluk setelah melewati fase-fase pemahaman tertentu bisa melakukan penyatuan dengan Tuhan  dan beberapa pemahaman lain yang dikatagorikan sebagai faham yang menyimpang.

Keyakinan yang benar dibangun di atas ketetapan Al-Quran dan Sunah berdasarkan pemahaman salafushaleh dari kalangan para shahabat, tabiin dan para imam terpercaya. Mereka semua sepakat bahwa sifat milik Allah yang tertera dalam Kitab dan Sunah ditetapkan tanpa takyif (dirinci bagaimananya) tanpa tamtsil (diserupakan dengan makhluk), tanpa ta'thil (digugurkan/tidak diakui)  dan tanpa ta'wil (dicarikan makna lainnya di luar makna bahasanya). Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara sifat dzat, sifat maknawiyah, sifat khabar dan logika. Maka, seluruh berita yang shahih tentang-Nya, wajib ditetapkan milik Allah Ta'ala.

Al-Quran dan Sunah diturunkan untuk mengenalkan kepada para hamba tentang sifat-sifat dzat yang mereka sembah. Hal ini tidak dapat terwujud kecuali memahami perkataan berdasarkan hakikatnya, sebagaimana halnya tersebut merupakan landasan dalam pembicaraan. Al-Quranul Adzim telah disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan lafaz dan maknanya. Tidak ada satu huruf pun yang dikutip dari beliau bawah ada sifat-sifat yang selayaknya atau seharusnya ditakwil, atau bahwa yang dimaksud bukanlah zahirnya, atau bahwa sifat tersebut boleh diserupakan dengan makhluk, atau ungkapan semacam itu yang sering dilontarkan oleh pendukung ta'thil dan ta'wil. Ini merupakan sikap yang mencederai Al-Quran, juga mencederai Rasulullah yang diperintahkan untuk menyampaikan dan menjelaskannya. Karena, jika apa yang mereka sebutkan benar-benar ada, niscaya beliau wajib menjelaskannya dan tidak boleh menyembunyikannya. Bagaimana hal itu dapat terjadi, padahal terdapat sejumlah hadits shahih yang disepakati keshahihannya yang menetapkan sifat-sifat tersebut, ditambah lagi dengan sifat-sifat yang lain, seperti 'turun' 'kaki', 'tertawa', 'gembira', tanpa disertai satu kalimat pun yang mengalihkan makna kalimat tersebut dari makna zahirnya dan tanpa ada seorang sahabat pun yang merasa aneh dari maknanya yang zahir dan logis. Seandainya zahir kalimat tersebut mengandung makna cacat atau menyerupai (Allah dengan makhluk), dan hal itu tidak mungkin terjadi pada Al-Quran dan Sunah, niscaya beliau (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam) sudah memperingatkannya, dan niscaya para shahabat sudah merasa aneh dengannya, sementara mereka dikenal orang yang sangat kuat berpegang pada kebaikan dan sangat menggemari serta komitmen padanya. 

Ketika berbagai bid'ah bermuncuan, lalu ada yang mengatakan, "Sesungguhnya sifat-sifat tersebut bukan hakikat, akan tetapi majaz (kiasan), sebagaimana ucapan Jahmiah, Mu'tazilah dan siapa yang setuju dengan mereka, maka para tokoh ulama salaf menjelaskan bahwa sifat-sifat Allah adalah hakikat, bukan majaz. Pandangan mereka seperti itu sangat banyak dan masyhur. Akan kami kutipkan di sini sejumlah ucapan mereka. Di antaranya;

1- Imam Utsman bin Said Ad-Darimy rahimahullah (280 H) berkata, "Kami telah mengetahui, alhamdulillah, dari bahasa Arab bentuk-bentuk kiasan (majaz) yang mereka jadikan landasan dengan keliru dari orang-orang bodoh yang dengan itu mereka menafikan hakikat sifat-sifat dengan alasan bahwa sifat-sifat itu adalah majaz (kiasan). Maka kami katakan, "Jangan hukumi sebuah kalimat dengan makna lain dalam bahasa Arab sebagai makna asal. Akan tetapi kita pahami dengan makna asal hingga ada dalil yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dari kata tersebut adalah maknanya yang lain. Inilah mazhab yang adil dan lebih dekat pada kebenaran. Jangan sampai menolak sifat-sifat Allah yang telah dikenal dan diterima oleh mereka yang berpandangan lurus, namun kita alihkan maknanya dengan alasan majaz." (Naqdu Ad-Darimi Ala Bisyri Al-Muraisy, 2/755)

2- Imam Abu Ja'far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari rahimahullah (310H) berkata, "Jika ada ada seseorang yang bertanya kepada kami, 'Mana yang benar dalam masalah makna sifat-sifat yang telah disebutkan, sebagian dinyatakan dalam wahyu (Al-Quran) dan sebagian dinyatakan oleh sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam?' Ada yang mengatakan bahwa pendapat yang benar di kalangan kami tentang masalah ini adalah; Kita menetapkannya sebagai hakikat sebagaimana yang kita ketahui, baik dari sisi itsbat (penetapan) ataupun nafy tasybih (tidak menyerupai)  sebagaimana hal itu ditiadakan oleh Allah Ta'ala sendiri, "Tidak ada suatupun yang menyerupainya, Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat)." Hingga beliau berkata, "Maka semua makna yang terkandung dalam sifat-sifat yang telah kami sebutkan bersumber dari khabar (hadits) dan Al-Quran, kami tetapkan sebagaimana dipahami secara akal, yaitu dengan menetapkan hakikatnya dan meniadakan keserupaan. Maka kami katakan: Allah yang maha Agung mendengar suara-suara, bukan dengan gendang telinga, atau dengan anggota tubuh seperti bani Adam. Demikian pula, Dia melihat makhluknya dengan penglihatan yang tidak menyerupai penglihatan bani Adam yang menjadi anggota tubuh mereka. Dia memiliki dua tangan dan jari jemari, akan tetapi dia bukan anggota tubuh. Dia adalah kedua tangan yang selalu terbentang dengan nikmat yang diberikan kepada makhluk-Nya, tidak digenggam untuk menahan kebaikan. Dia memiliki wajah yang tidak seperti anggota tubuh bani Adam yang terdiri dari daging dan darah. Kami katakan, Dia tertawa terhadap makhluknya yang Dia kehendaki. Tidak kita katakan bahwa tawanya seperti makhluk jahat yang bertaring. Dia  turun di setiap malam ke langit dunia." (At-Tabshir fi Ma'alimiddin, hal. 141-145)

3- Imam Abu Ahmad bin Muhamad bin Ali bin Muhammad Al-Karji, lebih dikenal dengan sebutan Al-Qashshab rahimahullah (360H) berkata dalam Al-I'tiqad Al-Qadiri yang ditulis untuk Amirul Mukminin Al-Qadir bi Amrillah, tahun 433H yang direkomendasi oleh para ulama saat itu dan kemudian risalah Al-Qadiriah ini diisi ke penjuru negeri: "(Allah) tidak disifati kecuali dengan sifat yang telah Dia tetapkan untuk diri-Nya sendiri atau sifat yang telah ditetapkan oleh nabi-Nya. Sifat yang telah Dia tetapkan untuk diri-Nya sendiri atau yang ditetapkan oleh Rasul-Nya adalah hakikat, bukan sifat majaz. Seandainya sifat-sifat itu majaz, maka dia harus ditakwil. Maka harus dikatakan, 'Makna bashar (melihat) adalah begini, makna 'sam'u' (mendengar) adalah begitu... dan harus ditafsirkan dengan sesuatu yang terpikirkan oleh pemahaman sebelumnya. Karena mazhab salaf menetapkan sifat-sifat Allah tanpa takwil, maka dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat tersebut tidak dapat dipahami sebagai majaz (kiasan), akan tetapi dia merupakan hakikat yang jelas." (Dikutip dari kitab Al-Muntazam, Ibnu Jauzi dalam Al-Muntazam dalam kejadian tahun 433, Siyar A'lam An-Nubala, 16/213)

4- Imam Al-Hafiz Abu Abdillah Muhamad bin Ishaq bin Mandah (395H) dalam hal menetapkan kedua tangan milik Allah Ta'ala, dia berkata, "Bab tentang firman Allah Ta'ala, "Apa yang mencegahmu untuk sujud kepada (Adam) yang Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku" (QS. Shaad: 75), kemudian dia menyebutkan dengan dalil-dalil yang dikemukakan dari sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwa Allah Azza wa Jalla menciptakan Adam alaihissalam dengan kedua tangan secara hakikat." Dia berkata dalam hal menetapkan wajah bagi Allah Ta'ala, "Bab firman Allah Ta'ala, " Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajah Allah." (QS. Al-Qashash: 88) Beliau menyebutkan berdasarkan riwayat shahih dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa sifat itu adalah hakikat." (Ar-Rad alal-Jahmiyah, 68-94) 

5- Imam Hafiz Al-Maghrib Abu Umar Yusuf bin Abdullah bin Abdul Barr Al-Andalusy Al-Qurthuby Al-Maliky (463 H), "Hak sebuah kalimat adalah dipahami sebagai hakikat hingga umat sepakat bahwa yang dimaksud adalah majaz. Karena tidak ada jalan untuk mengikuti apa yang diturunkan kepada kita dari Tuhan kita kecuali dengan cara seperti itu. Hanya saja, Kalamullah Azza wa Jalla dipahami dengan makna yang sudah dikenal dari berbagai sisi, selama tidak ada halangan dari hal tersebut yang menuntut adanya penyerahan diri. Seandainya pengakuan majaz dibuka kepada siapa saja, maka tidak akan ada satupun kata yang dapat ditetapkan. Allah maha Agung, Dia menyampaikan firman-Nya dengan apa yang dipahami oleh bangsa Arab dalam kebiasaan pembicaraan mereka dan maknanya dianggap benar oleh orang yang mendengarnya. Istiwa dalam sudah diketahui dan dapat dipahami maknanya dari segi bahasa, yaitu tinggi di atas sesuatu serta kokoh serta mantap padanya."

Dia berkata dengan mengutip kesepatakan (ijmak) Ahlussunnah tentang hal itu, "Ahlussunnah sepakat menetapkan seluruh sifat yang dinyatakan dalam Al-Quran dan Sunah serta mengimaninya. Kemudian memahaminya berdasarkan hakikat, bukan berdasarkan majaz. Hanya saja mereka tidak merinci bagaimananya sedikitpun serta tidak menentang sifat-sifat yang sudah tertentu. Adapun ahi bid'ah dan Jahmiyah, mu'tazilah serta khawarij, mereka seluruhnya mengingkarinya dan tidak memahaminya sebagai hakikat. Mereka menuduh bahwa siapa yang menetapkan sifat-sifat bagi Allah berarti dia menyerupai Allah dengan makhluk. Mereka menafikan sifat-sifat yang ditetapkan oleh mereka yang menetapkannya, bahwa itu ada pada dzat yang disembah. Yang benar adalah apa yang dikatakan  dalam Kitabulah dan sunah rasul-Nya. Mereka adalah para imam jamaah (kaum muslimin), alhamdulillah." (Tamhid, 7/131-145)

6. Imam Al-Hafiz Az-Zahabi, seteleh menukil ucapan Al-Qashshab sebelumnya, berkata, 'Seandainya sifat-sifat tersebut bermakna majaz, niscaya dia akan batal sebagai sifat-sifat Allah. Akan tetapi, sesungguhnya dia adalah sifat bagi yang disifati, dia ada dan bersifat hakikat, bukan majaz. Sifat-sifat-Nya bukan majaz. Seandainya Allah tidak ada yang menyerupainya dan tidak ada yang menandinginya, maka sifat-sifat tersebut harus tidak ada yang menyerupainya dan tidak ada yang menandinginya."

Beliau juga berkata tatkala berkomentar atas ucapan Ibnu Abdul Barr sebelumnya, "Demi Allah, beliau telah benar. Karena siapa yang menta'wil seluruh sifat dan kemudian menggiringnya kepada makna majaz dalam perkataan, maka tindakan tersebut berarti menggugurkan rabb (Tuhan), atau menyerupainya dengan sesuatu yang tidak ada. Sebagaimana dinukil dari Hamad bin Zaid, bahwa dia berkata, 'Seperti Jahmiah. Seperti sebuah kaum mereka berkata, 'Di rumah kami ada pohon kurma' Lalu dikatakan kepadanya, 'Apakah ada pelepahnya?' Mereka berkata, 'Tidak' Lalu ditanyakan lagi, 'Apakah dia memiliki bunga?' Mereka berkata, 'Tidak' Lalu ditanyakan lagi, 'Apakah dia memiliki ruthab (kurma mentah)?' Mereka berkata, 'Tidak' Lalu ditanyakan lagi, 'Apakah dia memiliki batang?' Mereka berkata, 'Tidak'. Maka dikatakan kepadanya, 'Kalau begitu yang ada di rumah kalian bukanlah pohon kurma." (Al-Uluww, hal. 239)

Kutipan dalam masalah ini cukup banyak. Perhatikan kitab 'Al-Asyaa'irah fii Mizan Ahlissunnah, oleh Syekh Faishal bin Quzaz Al-Jasim. Di dalamnya terdapat kutipan yang sangat banyak dari kalangan salaf.

Syeh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan makna ayat, 'Tangan Allah di atas tangan mereka.' (QS. Al-Fath: 10)

Ayat ini juga harus dipahami sesuai zahir dan hakikatnya. Karena tangan Allah di atas seluruh tangan orang-orang yang berbai'at. Karena tangannya termasuk sifat-Nya. Dia berada di atas mereka di Arasy-Nya. Maka tangannya di atas tangan mereka. Ini merupakan zahir dan hakikat lafaz tersebut. Hal itu untuk menguatkan bahwa orang-orang yang berbaiat kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam pada hakikatnya dia sedang berbaiat kepada Allah Azza wa Jalla. Hal itu tidak harus berarti bahwa tangan Allah yang langsung membai'at mereka. Bukankah anda memahami jika dikatakan 'Langit di atas kami' padahal langit jauh di atas kita. Maka tangan Allah di atas tangan para shahabat yang berbaiat kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, sementara kedudukannya berbeda dan lebih tinggi di atas mereka." (Al-Qawa'idul Mutsla, yang terdapat dalam kitab kumpulan fatwa beliau, 3/331)

Adapun firman Allah  (فإنك بأعيينا) sebagian salaf menafsirkan dengan makna 'Sesungguhnya engkau dalam pemantauan kami.' Ini merupakan penafsiran yang telah menjadi kelaziman (tafir billazim). Maka ayat tersebut menetapkan adanya sifat melihat dan mata.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata dalam kitab Syarh Al-Washitiyah, 'Jika ada yang berkata, 'Dengan apa engkau menafsirkan (بـ) dalam firman-Nya (بأعيننا) ?

Kami katakan, 'Kami menafsirkannya (huruf بـ) sebagai mushahabah (mendampingi). Jika anda mengatakan (أنت بعيني) maksudnya adalah bahwa mataku selalu mendampingimu dan melihatmu, tidak pernah luput. Maka makna ayat tersebut artinya, 'Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berkata kepada Nabi-Nya, 'Bersabarlah menyampaikan hukum Allah, karena Kami selalu meliputi engkau dengan perhatian dan pengihatan Kami kepadamu dengan mata, agar engkau tidak mendapatkan celaka dari seseorang."

Dan tidak mungkin (بـ) dalam kalimat ini diberi makna 'kata tempat' (ظرفية), karena jika demikian, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berada 'di mata Allah'. Itu mustahil.
Begitu juga, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, disampaikan demikian tatkala beliau berada di muka bumi. Jika kalian mengatakan bahwa beliau berada di mata Allah, maka berarti petunjuk Al-Quran itu dusta. Sebelum itu beliau berkata, 'Jika ada yang mengatakan, 'Di antara salaf ada yang menafsirkan firman Allah Ta'ala (بأعيننا) dengan ucapan, 'berdasarkan penglihatan kami.' Penafsiran seperti itu dilakukan oleh para imam salaf yang terkenal, sedangkan kalian mengatakan bahwa merubah makna diharamkan dan dilarang. Apa jawabannya?

Jawabnya adalah bahwa mereka menafsirkannya dengan kelaziman dengan tetap mengakui asalnya, yaitu mata. Pihak yang merubah makna berkata, 'Dengan pemeliharaan Kami' tanpa mereka menetapkan mata (bagi Allah). Sedangkan Ahlussunnah wal Jamaah berkata, makna (بأعيننا) adalah 'Dengan pemeliharaan Kami' dengan tetap meyakini sifat 'mata' (bagi Allah)." (Majmu Fatawa Syekh Utsaimin, 8/264)

Syekh Shaleh Al Syekh, hafizahullah berkata, "(فإنك بأعيننا) maknanya adalah 'Sesungguhnya engkau berada dalam pemeliharaan dan pandangan Kami, dipelihara dan dilindungi."

Ini merupakan penafsiran salah tentang ayat tersebut. Hal tersebut karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam bukan berada di mata Allah yang menjadi sifat-Nya, akan tetapi dia berkata dalam pendampingan 'mata-mata' Allah, yang dia akibat dari kedua mata Allah yang menjadi sifat-Nya."

Karena itu, Ahlussunah ketika menafsirkannya dengan makna demikian, mereka menganggapnya sebagai bab 'tadhammun' (maknanya terkandung dalam sebuah kata). Tadhammun merupakan salah satu petunjuk sebuah lafaz. Karena sebuah lafaz memiki beberapa petunjuk; Dengan penyesuaian (muthabaqah), mengambil makna yang terkandung di dalamnya (tadhammun) dan kelaziman (luzuum).

Mereka berkata, 'Maknanya adalah bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam berada dalam penglihatan, penjagaan dan pemeliharaan dari Allah Azza wa Jalla. Hal tersebut karena makna itu yang terkandung dalam firman-Nya (بأعيننا).

Dengan demikian, ini bukan termasuk takwil sebagaimana tuduhan orang yang tidak mengerti. Tapi ini termasuk bab tadhamun. Tadhammun merupakan petunjuk sebuah kata dalam bahasa Arab yang jelas.

Para salaf berkata, 'Hal ini dengan tetap meyakini adanya dua mata (bagi Allah). Karena kalangan salaf, kadang menafsirkannya dengan tadhammun, atau kadang dengan kelaziman, kemudian ada yang mengira bahwa itu adalah bentuk takwil. Pendapat ini keliru. Karena tadhammun ada satu hal, sedangkan kelaziman adalah hal lain. Dan itu semua merupakan petunjuk sebuah lafaz. Adapun takwil, artinya dia menghapus petunjuk dari sebuah lafaz." (Syarh Wasithiyah).

Dari penjelasan sebelumnya, jelaslah bahwa kedua ayat tersebut bersifat hakikat. Di dalamnya terdapat penetapan 'tangan' dan 'mata'. Tidak masalah menafsirkan ayat tersebut dengan makna kelaziman dan keterkandungan (lazim dan tadhammun), tanpa menafikan sifat yang disebutkan dalam masalah tersebut. Inilah yang tampaknya anda rasakan sesuai dengan selera sastra anda, maksudnya adalah makna umum yang tak lain merupakan makna keterkandungan dan kelaziman dari lafaz tersebut. Akan tetapi merupakan kekeliruan kalau hal tersebut dikatakan sebagai majaz yang dapat berakibat menafikan sifat dari Allah Ta'ala atau menafikan petunjuk dari nash tersebut.

ali as berkata, “ Hakikat zat Tuhan tidak dapat dipahami melainkan melalui kashaf (pemandangan syuhudi), dan juga tidak dapat dipahami melainkan dengan jalan penyucian, yaitu kita mensucikan zat Tuhan dari segala sesuatu yang pernah kita bayangkan dan lihat.”
Amirul Mukminin Ali as, menambahkan, “ Manusia harus mengetahui bahwa Tuhan bukanlah yang ada dalam angan-angan dan khayalannya. Apa yang ada di dalam angan-angan dan khayalan (imajinasi) seorang manusia, bukanlah Tuhan, akan tetapi itu adalah makhluknya (yang diciptakannya).”

Amirul Mukminin Ali as, melanjutkan bahwa ketika seseorang dapat terbebas dari alam khayal dan angan-angan, dan masuk ke dalam ilmu dan ruangan batin yang murni, dimana di dalamnya sama sekali tak ada angan-agan dan khayal, maka dalam kondisi itu, seseorang dapat melihat hakikat. Karena angan-angan dan khayalan (imajinasi) merupakan penghalang batin guna menemukan sebuah hakikat. 

Bahasa awam penulis adalah sederhana, bila ihsan sebagai keimanan tertinggi, maka seolah-olah melihat Allah SWT, maka demikian pula bila melihat sifat-sifat hakekat Allah SWT, seolah-olah melihat 'turun', 'kaki', ‘tangan’,'tertawa', 'gembira', ‘mata’, dsb. tanpa membentuk image di akal dan pikiran sebuah wujud Allah dan bagaimana bisa hal tersebut dapat diwujudkan, seumpama membayangkan tanganNya seperti manusia, maka ada batasan kemampuan tangan Allah SWT sebatas kemampuan tangan kita, begitupun seperti tangan hewan atau tumbuhan, maka ada batasan kemampuan, sementara Allah SWT telah Maha sempurna sifat-sifatNya.

Namun berbeda dengan sifat asma yang juga diturunkan kemanusia sebagai contoh minimalisnya agar dapat memahami sifat asma maha, seperti manusia memiliki rasa pemaaf, memaafkan seseorang yang mencuri uang berbeda tingkat dan nilai besarannya dengan memaafkan seseorang yang telah membunuh anak kandung semata wayang pencari rezeki seorang ibu, maka kita dapat belajar memahami bagaimana Maha pemaafnya Allah SWT, contoh lain bila RahmatNya mengalahkan murkaNya, untuk memahami tingkat atas ini, maka kita harus pula memahami tingkat kita dimana dengan cara kasih sayang kita dapat mengalahkan kemarahan kita pada sesama, dsb. Demikianlah banyak sifat bayangan Allah SWT yang diturunkan pula kemanusia untuk memahami dan mengenal Allah SWT itu sendiri, namun dalam hal ini adapula sifat asma yang menyendiri teruntukNya, juga menyendirikan teruntukNya sifat asma Maha yang sifat asma itu ada diberi kemanusia.
Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan
mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbatas memberikan
khutbah, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta
kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Ku wariskan dua perkara
pada kalian, Al-Qur’an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku,
bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk
syurga bersama-sama aku.” Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata
Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu.
Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun
menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang dan Ali
menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah
tiba. “Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” keluh hati semua sahabat
kala itu. Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia.
Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap
Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari
mimbar. Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti
akan menahan detik-detik berlalu.
Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di
dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang
berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
“Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk,
“Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan
menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah
membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?”
“Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur
Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang
menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak
dikenang. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah
yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut,” kata
Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril
tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya
sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu
dunia ini.
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasululllah
dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para
malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti
kedatanganmu,” kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah
lega, matanya masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar khabar
ini?” Tanya Jibril lagi. “Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”
“Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman
kepadaku: ‘Ku haramkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah
berada di dalamnya,” kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh
Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh,
urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.”
Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya
menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku,
hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat
pengantar wahyu itu. “Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut
ajal,” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, kerana
sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat nian maut ini,
timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. “Badan
Rasulullah mulai dingin , kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan
telinganya “Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku”,
peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.” Di luar
pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah
menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke
bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.”Ummatii, ummatii, ummatiii?” -
“Umatku, umatku, umatku” Dan berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi
sinaran itu.

Rasulullah telah mengorbankan segalanya agar ummatnya selamat di dunia dan utama di akhirat,
Kecintaan Rasulullah pada kita, umat di akhir jaman ini terlukis dan terekam begitu indah, baik ketika menjelang wafat Rasulullah maupun ketika Rasulullah dibangkitkan di Hari Kiamat,
Rasulullah begitu mengkhawatirkan dan mempertanyakan nasib kita semua.
Kala hari Kebangkitan itu tiba, belumlah lagi ummatnya mencari Beliau, ketika Rasulullah dibangkitkan yang pertama,
Bukanlah keluarga, anak-anak …. atau istri-istri Beliau, yang Rasulullah cari….
Dari lisan yang terindah di seluruh alam ini, yang Rasulullah ucapkan " Ummatii ... Ummatii… Ummatiii … Bagaimanakah dengan ummatku ……
Tidak istri-istri Beliau, anak-anak Beliau, keluarga Beliau, yang terawal Rasulullah cari…. adalah……… dirimu …….. ummati…… Bagaimanakah dengan ummatku ……

Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli ‘ala
Muhammad wa baarik wa salim ‘alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

Apa Kau menangis membaca ini? ……..

Bagaimana Kau dapat tahu besarnya cinta Allah SWT kepadamu, sementara Kau tidak tahu cinta sejati seorang anak manusia …. Rasulullah.

Ia hanya mewariskan dua perkara padamu, Al-Qur’an dan sunnahku
Memberi tahumu segala kebaikan hingga ajalnya, Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu
menanggung semua siksa maut ini kepadanya, katanya…. : jangan pada umatku
dan ….. ia mencintaimu lebih dari keluarganya …. Kau… kau yang tidak dikenalnya … diberikannya syafaat yang ia diberi Tuhannya.

Dapatkah kau tahu besarnya cinta Allah kepadamu???

Inginkah kau mendapat segala sesuatu …..

Intropeksi diri lah , dirikan sholat …. Dan jadilah orang-orang yang bertakwa

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. Qs. Al Ahzab: 21

Keluarkanlah tangis tobatmu itu, bukalah tutupan-tutupan yang ada di hatimu
Masihkah kau tidak tahu cinta Allah dan Rasul mu….
Dapatkah kau mencintai orang lain selain keluargamu…
Hanya di dunia ini kau dapat berkasih sayang, anak mu, istri mu, ayah ibuu mu, keluarga dan sahabat mu, dan yang lain … iya…, kalau satu tempat di surga, kalau tidak, gmana?
Hanya di dunia ini kau dapat menyayangi mereka, belumlah tentu kau berada satu tempat dengan mereka di … akhirat.

Kondisi Perjalanan
Ada berbagai tingkat/kondisi yang telah dijabarkan oleh ulama-ulama terdahulu dalam capaian tingkat pemahaman dalam perjalanan menuju Allah SWT.

Sesuai bahasa awan dari penulis maka penulis hanya memberi 3 kondisi,

Pertama, adanya keresahan, dimana seakan-akan sesorang yang lagi berada dalam tahap ini, merasa dirinya tiap hari melakukan dosa, ketakutan yang sangat besar kepada Allah SWT. seperti perkataan yang dikatakan dari Umar, “Andai seperti batu, enak tidak ada hisab”, atau riwayat yang mengatakan tentang Ibnu Taimiyyah, yang dikatakan kala itu Beliau sering menyepi ke gurun, bila kegelisahannya telah memuncak.

Kedua, adanya cahaya pengungkapan, dimana keadaan ini menggambarkan seorang yang mulai menemukan ketenangan dan sedang dalam tahap melakukan perjalanan, melihat tabir pintu-pintu yang satu per satu terbuka, kadang bergantian cepat datangnya, kadang butuh waktu untuk menemukan lanjutan pintunya. Meninggalkan gemerlapnya jalan dunia, menuju jalan lurus yang sunyi dengan penghuninya.

Ketiga, ketenangan

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “sesungguhnya ada di antara hamba Allah (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan bukan pula para Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat karena kedudukan (pangkat) mereka di sisi Allah Swt seorang dari sahabatnya berkata, siapa gerangan mereka itu wahai Rasulullah? Semoga kita dapat mencintai mereka. Nabi Saw menjawab dengan sabdanya: Mereka adalah suatu kaum yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan karena ada hubungan kekeluargaan dan bukan karena harta benda, wajah-wajah mereka memancarkan cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti manusia merasakannya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka cita”. (HR. an Nasai dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)

Hadits senada, dari ‘Umar bin Khathab ra bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya diantara hamba-hambaku itu ada manusia manusia yang bukan termasuk golongan para Nabi, bukan pula syuhada tetapi pada hari kiamat Allah ‘Azza wa Jalla menempatkan maqam mereka itu adalah maqam para Nabi dan syuhada.”Seorang laki-laki bertanya : “siapa mereka itu dan apa amalan mereka?”mudah-mudahan kami menyukainya. Nabi bersabda: “yaitu Kaum yang saling menyayangi karena Allah ‘Azza wa Jalla walaupun mereka tidak bertalian darah, dan mereka itu saling menyayangi bukan karena hartanya, dan demi Allah sungguh wajah mereka itu bercahaya, dan sungguh tempat mereka itu dari cahaya, dan mereka itu tidak takut seperti yang ditakuti manusia, dan tidak susah seperti yang disusahkan manusia,” kemudian beliau membaca ayat : ” Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Yunus [10]:62 )

Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai; lalu masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku  (QS al-Fajr [89]: 27-30).

Kalian gimana, Apa kalian sudah merasa tenang?

Bagaimana menurut kalian, bila seseorang yang memang sangat-sangat layak masuk surga karena kelayakannya dapat dikatagorikan sebagai orang yang dijamin surga, tapi Allah SWT berkehendak, memintanya dan memasukkannya ke neraka, apa kalian akan ridho pada perintahNya tersebut?

Inilah tingkat keridhoan orang tersebut, bila Allah SWT menghendaki demikian. Ia mungkin hanya berkata, “samina wa watona... saya dengar dan saya patuh”. Demikianlah ketenangan datang padanya, dunia yang seperti penjara ini menjadi surga pula buatnya. Namun tenang saja, Adakah cinta yang telah datang, akan rela membuat seseorang yang dicintainya menderita. Ini hanya gambaran tingkat keridhoan orang tersebut saja. Sungguh ia telah melihat Allah SWT.

Bila di alam semesta cerkung/cersil, digambarkan 2 saudara perguruan yang memiliki kitab ilmu sama, dan belajar bersama, namun akhirnya tingkat ilmu dan jurusnya berbeda, walau jurus-jurusnya terlihat sama. Seseorang pendekar kelas atas memiliki ilmu dengan jurus-jurus tipu yang hebat dan teramat aneh perubahannya, tapi bila ia telah menjadi master/guru, maka jurus-jurusnya terlihat kembali sederhana, dimana dari jurus sederhana ini mengalir kekuatan hebat dan mengandung 1001 macam perubahan jurus yang sulit dielakkan. Seorang yang memiliki pemaham tinggi (orang khusus diantara orang khusus), umumnya terlihat sederhana, tidak terduga adanya, dan mereka juga tidak memamerkan karomah bila ia dianugrahi/memilikinya, kecuali tidak sengaja dilihat orang lain. Ia bisa tetap berada diantara orang-orang banyak, namun dapat dikatakan jalan yang ditempuhnya sunyi karena kebanyakan manusia adalah orangnya hidup namun hatinya mati serupa mayat hidup yang berjalan sedangkan yang hidup adalah orangnya hidup, hatinya hidup pula.

Beribadah tanpa perantara dan penghalang
“Hanya kepadamu kami menyembah dan hanya kepadamu kami meminta pertolongan maka tunjuklah kami jalan yang lurus”, beribadah dahulu, baru minta pertolongan.

Tawassul yang Disyariatkan
Ada beberapa macam tawassul yang disyari’atkan dan dicontohkan oleh Rasulullah, yaitu:

1. Bertawassul dengan nama-nama Allah ta‘ala, sifat-sifat-Nya dan perbuatan-Nya(Firman Allah, yang artinya)
“Hanya milik Allah asmaaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu …” (QS. Al Anfaal: 18)

Di antara tawassul dengan nama-nama Allah adalah ucapan Rasulullah:
Ya Allah, aku adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu yang laki-laki dan anak hamba-Mu yang perempuan. Ubun-ubunku ada di tangan-Mu. Hukum-Mu telah berlaku atasku. Ketentuan-Mu telah adil bagiku. Aku memohon kepada-Mu, ya Allah, dengan semua nama yang Engkau miliki yang Engkau namakan diri-Mu dengannya. Atau yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu. Atau yang Engkau ajarkan kepada salah seorang dari hamba-Mu. Atau yang Engkau khususkan dalam ilmu ghaib di sisi-Mu. Jadikanlah Al Qur’an Al Adhim sebagai penyejuk hatiku, cahaya dadaku, penghilang kesedihan dan kegelisahanku. (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)

Di antara tawassul dengan menyebutkan sifat-Nya adalah doa beliau:
Aku berlindung dengan kemuliaan dan kekuasaan Allah dari kejelekan yang aku jumpai dan aku takuti. (HR. Muslim)

Dan di antara tawassul dengan perbuatan-perbuatan Allah adalah shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah yang dikenal dengan shalawat Ibrahimiyah yaitu:
Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada Ibrahim dan keluarganya.
Kalimat “kama Shallaita” dalam hadits di atas yang artinya “sebagaimana Engkau memberi shalawat” merupakan salah satu perbuatan Allah.

2. Bertawassul dengan keimanan kepada Allah dan rasul-Nya
(Firman Allah, yang artinya)“Ya Rabb kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Rabb-mu", maka kami pun beriman. Ya Rabb kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.” (QS. Ali Imran: 193)

Dari ayat di atas disebutkan bahwa dengan sebab keimanan kami kepada rasul-Mu maka ampunilah dosa kami. Maka jadilah iman kepada Allah dan rasul-Nya menjadi wasilah atau sebab diampuni dosa-dosa.

3. Bertawassul dengan keadaan orang yang berdo’a.
Yaitu seorang yang berdo’a bertawassul dengan keadaannya, seperti pernyataan seseorang ketika berdo’a:
Ya Allah, sesungguhnya aku ini faqir sangat membutuhkanmu. Ya Allah sesungguhnya aku ini tawanan (budak) milikmu….

Adapun dalilnya adalah firman Allah (yang artinya):
"Ya Rabb-ku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku." (QS. Al Qashash: 24)

4. Bertawassul dengan do’anya orang yang mungkin dikabulkan doanya.
Adapun dalilnya adalah ketika seseorang yang meminta Rasulullah untuk berdo’a kepada Allah agar diturunkan hujan, orang itu berkata: “Wahai Rasulullah, telah binasa harta benda kami dan terputus jalan-jalan maka mohonkanlah kepada Allah agar menurunkan hujan”. Maka Rasulullah mengangkat kedua tangannya, lalu berdoa: “Ya Allah turunkanlah hujan, ya Allah turunkanlah hujan”. (HR. Muslim)

Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa syarat orang yang diminta untuk berdo’a adalah:
1. Hadir atau dapat mendengar permintaan orang tersebut.
2. Masih hidup dan dapat melakukan do’a tersebut.
3. Hati harus tetap yakin bahwa Allah-lah yang akan menentukan segala sesuatunya. Tidak ada kecenderungan hati kepada selain-Nya.

Adapun meminta dido’a-kan atau meminta disampaikan keinginannya kepada orang yang telah mati atau kepada kuburan-kuburan, atau kepada orang yang tidak hadir dan tidak mendengar walaupun masih hidup, maka yang demikian merupakan kesyirikan yang nyata.

5. Bertawassul dengan amal shalih
Yakni menyebutkan dalam do’anya amal shalih yang pernah dikerjakannya. Hal itu seperti yang ditunjukkan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar, bahwa ada 3 orang laki-laki yang terkurung di dalam gua. Kemudian mereka berdoa dengan menyebutkan amalan shalihnya masing-masing agar dibukakan pintu gua tersebut dari batu yang menutupinya. Akhirnya Allah mengabulkan doa mereka, dan mereka dapat keluar dari gua tersebut.

Tawassul yang terlarang dapat dikelompokkan menjadi:
1.   Tawassul kepada orang-orang yang sudah mati, meminta berbagai hajat dari mereka, dan meminta pertolongan kepada mereka sebagaimana realitas hari ini. Mereka menyebutnya sebagai tawassul, padahal bukan demikian. Karena tawassul ialah meminta kepada Allah dengan perantara yang disyariatkan, seperti iman, amal shalih dan Asma’ullah al-Husna. Sementara berdoa kepada orang-orang yang sudah mati adalah berpaling dari Allah, dan itu termasuk syirik besar; berdasarkan firmanNya:
“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa’at dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian itu) maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim.” (QS. Yunus: 106).
2.   Adapun tawassul dengan jaah (kedudukan) Rasul, seperti ucapan Anda: Wahai Rabb, dengan jaah Muhammad berilah pertolongan kepadaku.” Ini adalah bid’ah, karena para sahabat tidak pernah melakukannya, dan karena Khalifah Umar bertawassul dengan al-Abbas semasa hidupnya dengan doanya. Umar tidak bertawassul dengan Rasul setelah kematiannya, ketika meminta turun hujan. Sedangkan hadits: “Bertawassullah dengan jaah (kedudukan)ku” adalah hadits yang tidak punya asal (la ashla lahu), sebagaimana dinyatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Tawassul bid’ah bisa membawa kepada syirik. Yaitu jika ia meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala membutuhkan perantara, seperti halnya seorang amir dan hakim. Karena ini sama halnya menye­rupakan Khaliq dengan makhlukNya. Abu Hanifah berkata, “Aku tidak suka memohon kepada Allah dengan (perantara) selain Allah.”
3.   Adapun meminta doa kepada Rasul setelah kematiannya, seperti ucapan Anda: “Wahai Rasulullah, berdoalah untukku!” maka ini tidak boleh. Karena para sahabat tidak pernah melakukannya. Dan juga berdasarkan sabda beliau:
“Jika manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang senantiasa mendoakannya.” (HR. Muslim).
Namun bila bertawassul dengan orang shalih yang masih hidup, dengan doa mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan cara meminta agar dia mendoakan dirimu kepadaNya, maka hal ini diperbolehkan di dalam syariat dan telah dilakukan oleh para shahabat Rasulullah kepada beliau dan telah dilakukan pula oleh Umar bin Khaththab kepada paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muththalib radhiyallahu ‘anhu.

Ada yang berkata menghadap raja, harus terlebih dahulu menemui perdana menteri, bagaimana bila Malaikat-Malaikat dan Jin-Jin ditiadakan di dunia ini, apakah Allah SWT tidak dapat mengatur segala urusan alam semesta dengan masih sangat mudahnya? Bila Anda, berkata tidak dapat, berarti Anda membatasi kelayakanNya sebagai Tuhan, lantas apakah penciptaan Malaikat dan Jin adalah sebuah kesia-siaan, tentu tidak, selalu ada hikmah dibalik penciptaan, dan ciptaan bisa pula akan jadi batu ujian buat ciptaan yang lain.

Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): "Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan", tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan. Qs. Al An'aam: 100

Akankah anda kelaut akan meminta ijin lagi dengan penghuninya/tuan rumah/penguasanya/penjaganya/pemiliknya  atau kehutan dengan meminta ijin penghuninya, lalu siapakah pemilik sesungguhnya yang berhak atas ijin tersebut? Kecuali Anda memasuki kebun orang lain atau sejenis maka bisa ada ijin pula dari pemilik tanah itu (sosok orang pula)

Ingatlah tingkatan tauhid tertinggi adalah langsung menghadap Allah SWT tanpa penghalang atau perantara, Dalam urusan duniawi, perantara datang setelah usaha dan doa di waktu tak terduga. Ada kisah tentang nabi Ibrahim as yang bisa jadi teladan.

Ketika Nabi Ibrahim a.s. akan dilempar oleh Raja Namrud ke dalam kawah api yang akan membakarnya, tiba-tiba Malaikat Jibrail datang untuk menawarkan pertolongan. "Wahai Ibrahim! Apakah engkau memerlukan pertolongan ku?" tanya Malaikat Jibrail. "Kalau dari mu, aku tidak perlu sebarang pertolongan. Cukuplah penolongku hanya Allah semata-mata, dan Allah adalah sebaik-baik Penolong". jawab Nabi Ibrahim a.s. Kemudian datang pula Malaikat Mikail menawarkan bantuan. Malaikat Mikail berkata: "Wahai Ibrahim, apabila engkau inginkan, aku akan padamkan api ini kerana kunci-kunci hujan dan air berada dalam genggamanku". "Kalau pertolongan darimu, tidak ku perlukan". jawab Nabi Ibrahim a.s. Datang lagi Malaikat lain yang bertugas meniup angin menawarkan bantuan. Katanya: "Wahai Ibrahim, kalau engkau inginkan, aku akan tiupkan angin yang boleh memadamkan api itu". "Tidak darimu", jawab Nabi Ibrahim a.s. Maka, Malaikat Jibrail datang lagi dan berkata: "Kalau begitu, mohonlah dari Allah S.W.T". "Hanya kepadaNya dan hanya dariNya tempat aku bermohon; dan Dia Maha Mengetahui tentang keadaanku....." jawab Nabi Ibrahim a.s. Allah S.W.T. berfirman (yang bermaksud): "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim". (al-Anbiya (21) : 69). Akhirnya dia pun keluar dari api itu dengan selamat dan terhindar dari tipu muslihat kaum durjana itu. Allah S.W.T. berfirman (yang bermaksud): "Maka Allah adalah sebaik-baik Penjaga dan Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang". (Yusuf (12) : 64).

Kalian masih dalam prasangka, siapa perantara sebagai perdana menteri itu, sementara nabi Ibrahim as telah melihat malaikat saja, masih berharap pertolongan langsung dari Allah SWT, padahal malaikat menawari bantuan, tanpa diminta lagi tapi Beliau masih ingin pertolongan langsung dari Allah SWT. Sebagai perantara pertolongan walaupun hal yang terjadi pada nabi Ibrahim as dapat dibenarkan perantara pertolongan malaikat ini (karena malaikat ada dan hadir dihadapannya sebagai perantara dan nabi Ibrahim as melihatnya, klo kalian tentu tidak berhak seperti ini, malaikat tidak tampak karena tabirnya dan Anda tidak tahu hadirnya, seperti contoh diatas adalah nabi yang dimintai mendoakan orang dihadapannya untuk berdoa agar hujan turun)

Etape/Pintu-pintu perjalanan
Penulis lebih condong menyebut ilmu hati dan tingkatan-tingkatan pencapaiannya tiap etape/pintu, Telah dijabarkan dengan sangat indah dan baiknya oleh Ibnu Qayyim didalam kitabnya Madarijus Salikin, silahkan Anda cari, Download dan baca.

Taubat Sebagai Persinggahan Pertama dan Terakhir
Kesaksian atas Tindakan Hamba.
Inabah kepada Allah
Tadzakkur dan Tafakkur
I'tisham
Firar dan Riyadhah
Sima'
Hazan
Khauf
Isyfaq
Khusyu'
Ikhbat
Zuhud
Wara'
Tabattul
Raja'
Ri'ayah
Muraqabah
Mengagungkan Apa-apa Yang Dihormati di Sisi Allah
Ikhlas
Tahdzib dan Tashfiyah
Istiqamah
Tawakkal
Tafqidh :
Keyakinan terhadap Allah
Sabar
Ridha
Syukur
Malu-
Shidq :
Itsar
Tawadhu'
Futuwwah
Muru'ah
Azam
Iradah
Adab
Yaqin
Dzikir
Fakir
Kaya
Ihsan
Ilmu
Hikmah
Firasat
Pengagungan
Sakinah
Thuma'ninah
Himmah
Mahabbah
Cemburu
Rindu
Keresahan
Haus
Al-Barqu
Memperhatikan
Waktu
Kejernihan
Kegembiraan
Rahasia
Napas
Ghurbah
Tamakkun
Mukasyafah
Musyahadah
Hayat
Al-Basthu
As-Sukru
Ittishal
Ma'rifat
Al-Fana'
Al-Baqa'
Wujud
Al-Jam'u
Tauhid

SALAM PERSAUDARAAN....!!!
Kirimkan kritik dan saran untuk kebaikan bersama.

  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK PLAY
  • KLIK UNTUK PLAY
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK PLAY DAN DOWNLOAD
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK DOWOLOAD
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MELIHAT DAN MEMBACA
  • KLIK UNTUK MELIHAT
  • KLIK UNTUK MELIHAT

Chatting Temu Kangen Sedulur,
Salam Persaudaraan...!!!"