Peristiwa tragis di dunia Islam pada abad ke 13 M
atau tahun 1258 M ini yang pernah diramalkan oleh Rasulullah ketika beliau
bermimpi melihat dinding Yakjuj dan Makjuj sudah terbuka. Mimpi nabi akan akhir
jaman ini menjadi kenyataan antara enam hingga tujuh abad kemudian yaitu
keluarnya bangsa Tartar Mongol yang dipimpin oleh Genghis Khan. Setelah itu
kekuasaan bangsa ini diteruskan oleh cucunya yang bernama Hulaghu Khan pada
abad ke-7 Hijriah.
Dalam inskripsi hadis yang lain, Nabi Muhammad
juga menggambarkan mengenai ciri-ciri fisik Yakjuj dan Makjuj. Mereka adalah
bangsa yang lebar dahinya, bermata sipit, rambuntnya merah menyala, berasal
dari dataran tinggi, dan wajahnya rata seperti dipukuli. Rasulullah pernah
berkhotbah ketika jari beliau dibalut karena disengat kalajengking, beliau
berkata :
“Kamu mengatakan tidak ada permusuhan, padahal
sesungguhnya kamu senantiasa memerangi musuh hingga datanglah Yakjuj dan
Makjuj, yang lebar dahinya, sipit matanya, menyala (merah) rambutnya, mereka
turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi , wajahnya seperti dipalu.”
Demikianlah, siapa yang teringat serbuan
besar-besaran bangsa Mongol Tartar atas negeri-negeri kaum Muslimin dan
Nasrani. Mereka merupakan keturunan Yakjuj dan Makjuj pada abad ke-7 H. Mereka
membawa kutukan mereka dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka membunuh
banyak orang, melakukan perampasan dan pencurian. Mungkin, peristiwa itu akan
terjadi lagi menjelang datangnya hari kiamat, sesuai firman Allah dalam Al-Qur’an.
Pertempuran Ain Jalut 658 H/1260 M
Pertempuran Ain Jalut 658 H/1260 M
Quthbuddin Al Yunaini di dalam Al Bidayah Wan Nihayah(bab 658 H) mengatakan : ” Qutuz (sebelum menjadi raja) pernah bermimpi, Rasulullah shallallahu alaihi wassalam mengatakan kepadanya bahwa dia akan menguasai Mesir dan memenangkan Perang melawan Tatar (Mongol)”
-
Setelah jatuhnya Kekhalifahan Abbasiyah serta dihancurkannya Baghdad dan dibunuhnya hampir 800.000 atau 1.800.000 kaum muslimin hingga saksi mata mengatakan hitamnya air sungai Tigris akibat tinta buku yang luntur dari penghancuran perpustakaan terbesar di Baghdad oleh Mongol. Semua itu terjadi dalam waktu 40 hari. Kemudian Bangsa Mongol di bawah Hulaghu Khan (cucu Genghis Khan dari Tolui saudara angkat Kwee Ceng) -fiksi- dalam Legend of Condor Heroes/Sia Tiaw Eng Hiong) meneruskan penaklukan ke bumi Syam/Syria yaitu ke arah kekuasaan Kesultanan Mamluk.
Pertempuran yang terjadi antara Al-Malik Al Muzhafar Saifuddin Qutuz dan Ruknuddin Baybars/Bibris vs Kitbugha/Katabgha Noyen (jabatan seperti KSAD), membawahi 1 tumen (10.000 tentara) dan Knights of Templars.
Pertempuran ini termasuk salah satu pertempuran yang penting dalam sejarah penaklukan bangsa Mongol di Asia Tengah dimana mereka untuk pertama kalinya mengalami kekalahan telak dan tidak mampu membalasnya dikemudian hari seperti yang selama ini mereka lakukan jika mengalami kekalahan.
Kejatuhan Syam/Syiria dan Palestina
Kejatuhan Baghdad bukan puncak bagi penderitaan umat pada ketika itu. Sebaliknya umat semakin menderita dengan sikap sebagian raja dan ulama’ Islam pada masa itu yang sanggup menggadaikan agama semata-mata untuk mendapat jaminan kehidupan dari Mongol dan Tartar.
Siapakah yang tidak sedih bila melihat sebagian raja Islam mengulurkan tangan persahabatan dengan Hulaghu/Holako sedangkan darah jutaan umat Islam masih lagi belum kering! Raja Mosul, Badruddin Lu’lu’ mengulurkan tangan persahabatan dengan Hulaghu.
Begitu juga Kaikawis II dan Qalaj Arsalan, Raja Anadol/Anatolia, Raja Halab/Aleppo dan Damsyik/Damaskus, al-Nasir Yusuf juga mengambil langkah sama. Raja-raja itu telah membuka Iraq Utara, sebagian Syam dan Turki kepada Mongol tanpa peperangan. Tidak cukup dengan itu. Kepedihan umat semakin berat apabila menyaksikan sebagian ulama’ pada masa itu mengeluarkan fatwa mengharuskan perjanjian damai tersebut dengan hujah-hujah yang keliru.
Hanya seorang Raja di daerah tersebut yang menegakkan jihad (1). Raja tersebut adalah Al-Kamil Muhammad al-Ayubi, Raja Miyafarqin. Miyafarqin adalah kota yang terletak sekarang ini timur Turki menuju ke sebelah barat Turki. Tentara Raja Al-Kamil Muhammad al-Ayubi menguasai timur Turki, barat laut Iraq dan timur laut Syria.
Tetapi kegilaan Tartar mengatasi segala-galanya. Kota Miyafarqin dikepung dan akhirnya jatuh. Begitu juga dengan Kota Halab/Aleppo. Kota Damsyik juga jatuh. Puncaknya adalah penjajahan Mongol/Tartar ke atas bumi Palestina.
MESIR BUMI RIBAT (Benteng Islam)
Ketika Mongol memulai serangannya ke atas umat Islam, Mesir berada dalam krisis yang amat runcing. Ia berada di bawah pemerintahan kerajaan Mamalik (Mamluk) dan melalui satu pergolakan politik yang amat dahsyat. Kerajaan Mamalik Bahriah (salah satu fase dalam kerajaan Mamalik) menguasai Mesir selama 144 tahun. Dalam tempo tersebut Mesir diperintah oleh 29 orang sultan. Satu jumlah yang banyak untuk pemerintahan selama satu abad setengah. Pada 29 orang sultan tersebut, 10 diantaranya mati dibunuh dan 12 diantaranya digulingkan. Ini jelas menunjukkan kepada kita bahwa kekuatan dan kekerasan adalah asas perubahan di dalam kerajaan Mamluk.
Pasukan Kavaleri Mamluk
Setelah fase Mamalik Bahriah, menyusul pula fase Mamalik Muizziah/Burji. Pemerintah awal di fase ini adalah Raja Izzuddin Aibak. Beliau berhasil mengembalikan kestabilan politik Mesir. Tetapi kestabilan itu hanya bertahan selama tujuh tahun. Keadaan kembali kacau selepas pembunuhan beliau dan seterusnya pembunuhan isterinya, Syajarah ad-Dur. Setelah berganti pemerintahan, akhirnya Mesir diperintah oleh Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz.
Pembunuhan Raja Izzudin Aibak dan
isterinya telah membawa kepada perselisihan di antara Mamalik Bahriah
(pendukung kerajaan lama) dan Mamalik Muizziah (kerajaan baru yang diperintah
oleh Qutuz) dan hal ini masih berlangsung di jaman Qutuz. Sebagian pendukung
Mamalik Bahriah mengambil sikap berpindah ke bumi Syam dan lain-lain. Manakala
yang tinggal menetap di Mesir mengambil sikap mengasingkan diri. Ini menjadikan
Mesir lemah dari sudut pertahanan karena dasar pasukan Tentara Mesir adalah
pendukung Mamalik Bahriah.
Di masa yang sama, serangan Mongol ke atas bumi Syam telah memutuskan kontak antara Mesir dan Syam. Tiada hubungan di antara keduanya. Mesir juga tidak mendapat bantuan dari Sudan dan negara-negara di utara Afrika. Ini menjadikan Mesir seolah-olah sendirian di tengah-tengah krisis yang terjadi di seluruh negara Islam.
Di masa yang sama, serangan Mongol ke atas bumi Syam telah memutuskan kontak antara Mesir dan Syam. Tiada hubungan di antara keduanya. Mesir juga tidak mendapat bantuan dari Sudan dan negara-negara di utara Afrika. Ini menjadikan Mesir seolah-olah sendirian di tengah-tengah krisis yang terjadi di seluruh negara Islam.
Keadaan menjadi semakin buruk
apabila Mesir pada masa itu ditimpa krisis ekonomi. Perang Salib yang terjadi
sebelum itu telah melumpuhkan ekonomi Mesir, sebagian dari lokasi perang salib
adalah di bumi Mesir. Tentara Mesir juga adalah Tentara yang banyak terlibat di
dalam perang salib yang terjadi di tempat lain. Shalahudin Al-Ayubi menjadikan
Mesir sebagai salah satu benteng pertahanannya.
Disamping sebagian Tentara Salib yang
masih ada di bumi Islam, masalah ditambah lagi dengan kedatangan musuh baru
Islam yaitu Mongol.
Penyelamat Umat Islam
Qutuz ditunjuk sebagai gubernur
Mesir oleh Sultan Aybak. Dia tetap menjadi gubernur Mesir ketika Sultan Aybak
dibunuh pada tahun 1257 dan digantikan anaknya Al-Mansur Ali. Aybak dibunuh
oleh Keluarga Kerajaan dari Mamluk Bahri (Orang Turki Kipchaks dan berpusat di
air di Rodah/Rhode Island) sedangkan Aybak adalah Mamluk Burji (orang Turki
Cerkes yg berpusat di QAHIRA/KAIRO). Setelah kedatangan pasukan Mongol pada
tahun 1258, Qutuz melakukan kudeta dan merebut kekuasaan dari tangan Al-Mansur
Ali pada tanggal 12 November 1259. (2)
Qutuz menaiki tahta Mesir pada 24 Zulqaedah 657 H.
Qutuz menaiki tahta Mesir pada 24 Zulqaedah 657 H.
Sebelum beliau menaiki tahta Mesir,
Serangan pertama Mongol (617 H), serangan kedua Mongol (628 H) dan kejatuhan
Baghdad (656 H) telah terjadi dan meninggalkan kesan yang amat parah kepada
umat Islam di luar Mesir. Selepas beliau menaiki tahta Mesir pula, Halab jatuh
ke tangan Mongol pada Safar 658 H dan Damsyik jatuh pada Rabi’ul Awal 658 H
menjadikan keadaan di luar Mesir bertambah gawat. Kejatuhan Palestina
keseluruhannya juga terjadi pada masa yang sama. Mesir berbatasan dengan
Palestina di sebelah timur Mesir pada Kota Gaza.
Demikianlah kita melihat Qutuz
terbebani dengan satu masalah yang cukup berat. Sasaran Mongol seterusnya
adalah Mesir sedangkan Mesir tidak bersedia untuk menambah masalah baru
disamping masalah-masalah internal dan eksternal yang sudah ada.
Sikap yang ditunjukkan oleh Qutuz
amat membanggakan umat Islam pada ketika itu. Sikap itu terus menerus menjadi
puncak kepada keagungannya pada pandangan mata umat sepanjang jaman. Qutuz
mengambil keputusan untuk menghadapi Mongol dan tidak akan lari sebagaimana
yang dilakukan oleh sebagian umat Islam. Dia juga mengambil sikap tidak akan
mengulurkan perdamaian kepada Mongol sebagai mana yang menjadi pilihan sebagian
Raja-raja Islam ketika itu.
Tiga Langkah Awal Yang Jenius
Tiga Langkah Awal Yang Jenius
Qutuz mengambil tiga langkah awal
sebelum melancarkan peperangan ke atas Mongol. Ketiga-tiga langkah ini dilihat
amat berkesan dan menjadi sumber kekuatan kepada Tentara Islam pada ketika itu.
Langkah pertama yang diambil oleh
Qutuz adalah mengembalikan kestabilan keadaan internal Mesir. Beliau memanggil
golongan istana, pembesar-pembesar, menteri-menteri, ulama’-ulama’ dan golongan
berpengaruh di dalam masyarakat. Beliau berkata kepada mereka: “Apa yang aku
inginkan dari jabatan ini hanyalah agar kita bersatu untuk melawan Mongol.
Urusan itu tidak mampu diselesaikan tanpa Raja. Apabila kita berhasil keluar
dari masalah ini dan mengalahkan Mongol, urusan ini terletak di tangan kamu
semua. Pilihlah siapa saja yang kamu kehendaki untuk menjadi pemerintah.”
Ucapan Qutuz tersebut telah
meredakan ketamakan sebagian dari pembesar yang berniat untuk merampas tahta
Mesir dari tangan Qutuz.
Di masa yang sama beliau telah
memecat Menteri, Ibnu binti al-A’az dan menggantikannya dengan Zainuddin Ya’kub
bin Abd Rafi’. Ini karena beliau lebih meyakini kesetiaan Zainuddin Ya’kub
daripada Ibnu binti al-A’az. Kemudian beliau mengangkat Farisuddin Aqtai
as-Soghir sebagai panglima Tentara walau pun beliau adalah pendukung Mamalik
Bahriah.
Langkah kedua yang telah dilakukan
oleh Qutuz adalah memberikan pengampunan kepada semua pendukung Mamalik
Bahriah. Perselisihan yang terjadi sebelum ini yang berpuncak dari pembunuhan
Raja Izzuddin Aibak ingin segera dihentikan oleh Qutuz.
Mamalik Bahriah mempunyai pengalaman
yang luas di dalam medan peperangan. Di antara kehebatan yang pernah mereka
tunjukkan adalah kemenangan mereka di dalam Perang Mansurah (salah satu siri
perang Salib) pada tahun 648 H.
Pengampunan itu telah berhasil
membujuk mereka yang telah keluar meninggalkan Mesir untuk kembali ke Mesir.
Rombongan pendukung Mamalik Bahriah (termasuk Baybars) kembali berduyun ke
Mesir dari bumi Syam, Karak (di Jordan sekarang) dan bumi kerajaan Turki
Seljuk. Dengan itu Mesir berhasil mendapatkan kembali kekuatan tentaranya.
Langkah ketiga yang diambil oleh
Qutuz adalah mengusahakan penyatuan kembali antara Mesir dan Syam. Seperti yang
diceritakan sebelum ini, Raja Damsyik dan Halab (sebagian dari bumi Syam) yaitu
Raja Nasir al-Ayubi telah melakukan perjanjian damai dengan Mongol. Perjanjian
itu tidak berhenti dengan memohon perdamaian, bahkan Raja Nasir al-Ayubi pergi
lebih jauh dari itu dengan meminta bantuan Mongol untuk menjatuhkan Mesir.
Qutuz menulis surat kepada Raja
Nasir al-Ayubi (keturunan keluarga Al Ayubi) memohon penyatuan Mesir dengan
Syam. Bahkan beliau menyatakan kesanggupannya untuk duduk di bawah Raja Nasir
al-Ayubi. Malangnya surat tersebut tidak digubris
Tetapi apabila Damsyik dan Halab
ditawan oleh Mongol dan selepas Raja Nasir al-Ayubi lari menyelamatkan diri ke
Karak, Tentara Syam telah bergerak menuju ke Mesir dan bergabung dengan Tentara
Mamalik. Kesatuan ini menambahkan lagi kekuatan Mesir dan memberikannya satu
semangat yang cukup kuat untuk berhadapan dengan Mongol.
Ketiga-tiga langkah ini telah
memberikan Mesir satu kekuatan baru pada awal tahun 658 H. Di sini tampaklah
kepada kita kecekatan dan kesungguhan Qutuz. Ketiga-tiga langkah awal yang
mungkin memerlukan masa yang panjang untuk dicapai, telah berhasil diselesaikan
oleh Qutuz dalam masa tidak sampai tiga bulan saja dari masa beliau menaiki
tahta Mesir.
Disimpulkan bahwa keadaan dunia Islam
pada awal tahun 658 H adalah:
a. Mesir berhasil mendapatkan
kembali kekuatannya
b. Baghdad, Halab/Aleppo dan
Damsyik/Damaskus jatuh ke tangan Mongol disamping negara-negara lain yang telah
jatuh sebelumya (Daulah al-Khowarizmiah, Daulah Arminiah, Daulah Karjiah)
c. Palestina keseluruhannya jatuh ke tangan Mongol termasuk Gaza yang terletak hanya 35 kilometer dari batasan Mesir.
c. Palestina keseluruhannya jatuh ke tangan Mongol termasuk Gaza yang terletak hanya 35 kilometer dari batasan Mesir.
Surat Ancaman Hulaghu Khan
Hulaghu Khan pemimpin Mongol
mengirim utusan ke Qutuz dan meminta Qutuz menyerah saja daripada dihancur
leburkan dan dibantai seperti yang dialami kaum muslimin di Baghdad, Iraq pada
tahun 1258 M.
Ketika itu Mesir masih lagi di
peringkat awal untuk mempersiapkan dirinya, empat orang wakil Hulaghu telah
datang memberikan surat perutusan dari beliau. Wakil tersebut datang beberapa
hari selepas kejatuhan Halab (Safar 658 H), yaitu hanya tiga bulan selepas
Qutuz menaiki tahta Mesir (Zulqaedah 657 H).
Surat tersebut telah melecehkan
kekuatan tentara Islam dan memberikan 2 pilihan kepada mereka; menyerah atau
berperang. sebagian dari pembesar pada masa itu awalnya merasa takut dan ingin
menarik diri karena persiapan (wilayah dan jumlah pasukan) Mesir pada waktu itu
masih tidak seberapa jika dibandingkan dengan Mongol yang menguasai satu
kawasan jajahan yang cukup luas (dari Korea ke Polandia hari ini).
Pameo yang terkenal di dunia pada
saat itu “jika kamu mendengar Mongol dikalahkan, jangan percaya” Hal ini
terjadi karena saking tidak pernah kalahnya Pasukan Mongol setiap bertempur
Qutuz mengumpulkan pembesar-pembesar dan panglima-panglima perangnya lalu berkata kepada mereka:
Qutuz mengumpulkan pembesar-pembesar dan panglima-panglima perangnya lalu berkata kepada mereka:
“Wahai
pimpinan muslimin! Kamu diberi gaji dari Baitul Mal sedangkan kamu tidak suka
berperang. Aku akan pergi berperang. Barangsiapa yang memilih untuk berjihad,
temannya aku. Barangsiapa yang tidak mau berjihad, pulanglah ke rumahnya. Allah
akan memerhatikannya. Dosa kehormatan muslimin yang dicabuli akan ditanggung
oleh orang yang tidak turut berjihad.”
Kata-kata beliau telah menyentak dan menyadarkan kembali pembesar-pembesar Mesir ketika itu. Mereka bukan berhadapan dengan dua pilihan yang diberikan oleh Hulaghu, tetapi mereka berhadapan dengan pilihan yang diberikan oleh Allah terhadap mereka. Jihad pada ketika itu adalah fardhu ain dan mereka tidak ada pilihan selain dari itu.
Kata-kata beliau telah menyentak dan menyadarkan kembali pembesar-pembesar Mesir ketika itu. Mereka bukan berhadapan dengan dua pilihan yang diberikan oleh Hulaghu, tetapi mereka berhadapan dengan pilihan yang diberikan oleh Allah terhadap mereka. Jihad pada ketika itu adalah fardhu ain dan mereka tidak ada pilihan selain dari itu.
Surat Hulagu Khan ini berbunyi :
Dari Raja Di Raja di Timur dan Di Barat, Khan Yang Agung Kepada Qutuz si Mamluk yang lari dari pedang-pedang kami!
Kamu seharusnya berpikir mengenai apa yang telah berlaku ke atas negara-negara yang lain dan menyerah kepada kami. Kamu telah mendapat kabar berita bagaimana kami telah menghancurkan kekhalifahan yang begitu besar, menyucikan bumi ini dari kerusakan yang mencacatkannya. Kami telah menawan kawasan yang luas dan membunuh semua manusia dengan kejam. Kamu tidak akan terlepas dari kerakusan dan kekejaman tentara kami!
Ke mana lagi kamu ingin lari? Jalan mana lagi yang kamu akan gunakan untuk melepaskan diri dari kami? Kuda-kuda kami berlari kencang, anak-anak panah kami tajam, pedang-pedang kami bagaikan guruh yang menakutkan, hati-hati kami keras bagaikan gunung, laskar-laskar kami banyak tak terbilang. Benteng-benteng kokoh tidak akan dapat menghalang kami, senjata-senjata tidak akan dapat membendung kami. Doa kamu tidak akan membawa apa-apa pengaruh ke atas kami. Kesedihan dan ratapan tidak kami pedulikan. Hanya mereka yang merayu untuk perlindungan kami akan selamat.
Bersegeralah dalam membalas surat ini sebelum api peperangan dimulai. Jika kamu melawan, maka pasti kamu akan menderita dan tersiksa dengan kehancuran yang dahsyat. Kami akan menghancurkan masjid-masjid kamu dan memperlihatkan kelemahan Tuhan kamu. Kemudian kami akan membunuh anak-anak kamu dan orang-orang tua di kalangan kamu.
Kini, hanya kamulah satu-satunya musuh yang perlu kami hadapi.
Setelah menerima surat tersebut, Saifuddin Qutuz tidak gentar sedikitpun. Malah beliau dengan berani menghina delegasi tersebut dan membunuh mereka dan kepala mereka di gantung di pintu kota Mesir.
(Catatan : Islam tidak membenarkan membunuh delegasi asing yang diutuskan. Kebanyakan ahli sejarah menyatakan bahwa tujuan kedatangan delegasi tersebut bukanlah semata- mata sekadar mengantarkan surat Hulagu Khan, tetapi telah bertindak sebagai mata- mata tentara Mongol. Hal ini biasa dilakukan Mongol sebelum berperang seperti yang mereka lakukan-mata2- terhadap Hongaria oleh Jenderal Subotai.