MELALUI MEDIA INI KITA SALING BERBAGI SUKA DAN DUKA MENYAMBUNG TALISILATURAHMI YANG KEKAL ABADI,INI ADALAH WADAH DARI PSHT RAYON JURUG SEKERTARIAT KIPAS 210 (Kekeluargaan Ing Paseduluran Anak Silat 210)RANTING WONOSARI,CABANG KLATEN MELALUI MEDIA INI KITA SALING BERBAGI SUKA DAN DUKA MENYAMBUNG TALISILATURAHMI YANG KEKAL ABADI,INI ADALAH WADAH DARI PSHT RAYON JURUG SEKERTARIAT KIPAS 210 (Kekeluargaan Ing Paseduluran Anak Silat 210)RANTING WONOSARI,CABANG KLATEN

Pengetahuan Tentang Takdir dan Penciptaan bagian ketiga

Posted by KIPAS 210 - -



Kerancuan Ittihad, Hulul dan Wahdah al-wujud
Sebelum membahas kerancuannya, marilah dilihat apa yang dimaksudkan dengan Ittihad, Hulul dan Wahdah al-wujud dalam versi mereka yang memakai dan mengamalkannya :

Pengalaman  ittihad   ini  ditonjolkan  oleh  Abu  Yazid  al Bustami   (w.  874 M).  Ucapan-ucapan  yang  ditinggalkannya menunjukkan  bahwa  untuk  mencapai ittihad diperlukan usaha yang keras dan waktu yang lama.  Seseorang  pernah  bertanya kepada   Abu  Yazid  tentang  perjuangannya  untuk  mencapai ittihad. Ia menjawab, "Tiga tahun," sedang umurnya waktu itu telah  lebih  dari  tujuh  puluh  tahun. Ia ingin mengatakan bahwa dalam usia tujuh puluh  tahunlah  ia  baru  sampai  ke stasion ittihad.

Sebelum  sampai  ke  ittihad,  seorang  sufi  harus terlebih dahulu mengalami fana' dan baqa'. Yang dimaksud dengan fana' adalah  hancur  sedangkan  baqa'  berarti  tinggal.  Sesuatu didalam diri sufi akan fana atau  hancur  dan  sesuatu  yang lain   akan  baqa  atau  tinggal.  Dalam  literatur  tasawuf disebutkan,  orang  yang  fana  dari  kejahatan  akan   baqa (tinggal)  ilmu  dalam dirinya; orang yang fana dari maksiat akan baqa (tinggal) takwa dalam  dirinya.  Dengan  demikian, yang  tinggal  dalam  dirinya sifat-sifat yang baik. Sesuatu hilang dari diri sufi dan  sesuatu  yang  lain  akan  timbul sebagai  gantinya. Hilang kejahilan akan timbul ilmu. Hilang sifat buruk akan timbul  sifat  baik.  Hilang  maksiat  akan timbul takwa.

Untuk   sampai   ke  ittihad,  sufi  harus  terlebih  dahulu mengalami al-fana' 'an al-nafs, dalam arti lafdzi kehancuran jiwa. Yang dimaksud bukan hancurnya jiwa sufi menjadi tiada, tapi kehancurannya akan menimbulkan kesadaran sufi  terhadap diri-Nya. Inilah yang disebut kaum sufi al-fana' 'an al-nafs wa al-baqa, bi 'l-Lah, dengan arti  kesadaran  tentang  diri sendiri  hancur  dan timbullah kesadaran diri Tuhan. Di sini terjadilah ittihad, persatuan atau manunggal dengan Tuhan.

Mengenai fana', Abu Yazid mengatakan, "Aku mengetahui  Tuhan melalui    diriku    hingga  aku   hancur,   kemudian   aku mengetahui-Nya melalui diri-Nya dan akupun hidup.  Sedangkan mengenai  fana dan baqa', ia mengungkapkan lagi, "Ia membuat aku gila pada diriku hingga aku mati.  Kemudian  Ia  membuat aku  gila  kepada  diri-Nya, dan akupun hidup." Lalu, diapun berkata lagi, "Gila pada diriku adalah fana' dan  gila  pada diri-Mu adalah baqa' (kelanjutan hidup)."

Dalam  menjelaskan  pengertian  fana',  al-Qusyairi menulis, "Fananya  seseorang  dari  dirinya  dan  dari  makhluk  lain terjadi  dengan  hilangnya  kesadaran  tentang  dirinya  dan makhluk lain. Sebenarnya dirinya tetap  ada,  demikian  pula makhluk  lain, tetapi ia tak sadar lagi pada diri mereka dan pada dirinya. Kesadaran sufi  tentang  dirinya  dan  makhluk lain  lenyap  dan  pergi  ke dalam diri Tuhan dan terjadilah ittihad."

Ketika sampai ke  ambang  pintu  ittihad  dari  sufi  keluar ungkapan-ungkapan  ganjil  yang  dalam  istilah sufi disebut syatahat (ucapan  teopatis).  Syatahat  yang  diucapkan  Abu Yazid,  antara  lain,  sebagai  berikut, "Manusia tobat dari dosanya, tetapi aku  tidak.  Aku  hanya  mengucapkan,  tiada Tuhan selain Allah."

Abu  Yazid  tobat  dengan  lafadz  syahadat demikian, karena lafadz itu menggambarkan Tuhan  masih  jauh  dari  sufi  dan berada  di belakang tabir. Abu Yazid ingin berada di hadirat Tuhan,  berhadapan  langsung  dengan  Tuhan  dan  mengatakan kepadaNya: Tiada Tuhan selain Engkau.

Dia  juga  mengucapkan,  "Aku  tidak  heran  melihat cintaku pada-Mu, karena aku hanyalah hamba  yang  hina.  Tetapi  aku heran  melihat  cinta-Mu  padaku,  karena Engkau adalah Raja Maha Kuasa."

Kara-kata ini menggambarkan bahwa cinta mendalam  Abu  Yazid telah  dibalas  Tuhan.  Lalu,  dia  berkata lagi, "Aku tidak meminta dari Tuhan kecuali Tuhan."

Seperti halnya Rabi'ah yang tidak meminta surga  dari  Tuhan dan  pula  tidak  meminta  dijauhkan  dari  neraka  dan yang dikehendakinya hanyalah  berada  dekat  dan  bersatu  dengan Tuhan.  Dalam  mimpi ia bertanya, "Apa jalannya untuk sampai kepadaMu?"

Tuhan menjawab, "Tinggalkan dirimu dan datanglah."  Akhirnya Abu Yazid dengan meninggalkan dirinya mengalami fana,  baqa' dan ittihad.

Masalah ittihad, Abu Yazid  menggambarkan  dengan  kata-kata berikut  ini,  "Pada  suatu  ketika  aku dinaikkan kehadirat Tuhan dan Ia berkata, Abu Yazid,  makhluk-Ku  ingin  melihat engkau.  Aku  menjawab,  kekasih-Ku,  aku  tak ingin melihat mereka.  Tetapi  jika  itu  kehendak-Mu,  aku  tak   berdaya menentang-Mu.  Hiasilah aku dengan keesaan-Mu, sehingga jika makhluk-Mu melihat aku,  mereka  akan  berkata,  telah  kami lihat  Engkau.  Tetapi  yang  mereka lihat sebenarnya adalah Engkau, karena ketika itu aku tak ada di sana."

Dialog antara Abu Yazid dengan Tuhan ini menggambarkan bahwa ia dekat sekali dengan Tuhan. Godaan Tuhan untuk mengalihkan perhatian Abu Yazid ke makhluk-Nya  ditolak  Abu  Yazid.  Ia tetap  meminta  bersatu  dengan  Tuhan.  Ini  kelihatan dari kata-katanya, "Hiasilah aku dengan  keesaan-Mu."  Permintaan Abu   Yazid   dikabulkan  Tuhan  dan  terjadilah  persatuan, sebagaimana  terungkap  dari  kata-kata  berikut  ini,  "Abu Yazid,  semuanya  kecuali  engkau adalah makhluk-Ku." Akupun berkata, aku adalah Engkau, Engkau adalah aku dan aku adalah Engkau."

Dalam  literatur  tasawuf  disebut bahwa dalam ittihad, yang satu memanggil yang lain dengan kata-kata: Ya ana (Hai aku). Hal  ini  juga  dialami  Abu  Yazid, seperti kelihatan dalam ungkapan selanjutnya, "Dialog  pun  terputus,  kata  menjadi satu,  bahkan  seluruhnya  menjadi satu. Maka Ia pun berkata kepadaku, "Hai Engkau, aku menjawab  melalui  diri-Nya  "Hai Aku."  Ia  berkata  kepadaku,  "Engkaulah  Yang  Satu."  Aku menjawab, "Akulah  Yang  Satu."  Ia  berkata  lagi,  "Engkau adalah Engkau." Aku menjawab: "Aku adalah Aku."

Yang  penting  diperhatikan  dalam  ungkapan  diatas  adalah kata-kata Abu Yazid "Aku menjawab melalui diriNya" (Fa qultubihi).   Kata-kata  bihi  -melalui  diri-Nya-  menggambarkan bersatunya Abu Yazid  dengan  Tuhan,  rohnya  telah  melebur dalam  diri  Tuhan.  Ia  tidak  ada  lagi, yang ada hanyalah Tuhan. Maka yang mengatakan "Hai Aku Yang  Satu"  bukan  Abu Yazid, tetapi Tuhan melalui Abu Yazid.

Dalam  arti  serupa  inilah  harus  diartikan kata-kata yang diucapkan lidah  sufi  ketika  berada  dalam  ittihad  yaitu kata-kata  yang  pada  lahirnya  mengandung  pengakuan  sufi seolah-olah ia adalah Tuhan. Abu  Yazid,  seusai  sembahyang subuh,  mengeluarkan  kata-kata,  "Maha  Suci Aku, Maha Suci Aku, Maha Besar Aku, Aku adalah Allah.  Tiada  Allah  selain Aku, maka sembahlah Aku."

Dalam  istilah  sufi,  kata-kata  tersebut  memang diucapkan lidah Abu Yazid, tetapi itu tidak berarti bahwa ia  mengakui dirinya  Tuhan. Mengakui dirinya Tuhan adalah dosa terbesar, dan sebagaimana dilihat pada  permulaan  makalah  ini,  agar dapat  dekat  kepada  Tuhan, sufi haruslah bersih bukan dari dosa saja, tetapi juga  dari  syubhat.  Maka  dosa  terbesar tersebut  diatas  akan membuat Abu Yazid jauh dari Tuhan dan tak dapat bersatu dengan Dia. Maka  dalam  pengertian  sufi, kata-kata  diatas  betul keluar dari mulut Abu Yazid. Dengan kata lain, Tuhanlah  yang  mengaku  diri-Nya  Allah  melalui lidah  Abu  Yazid. Karena itu dia pun mengatakan, "Pergilah, tidak ada di rumah ini selain  Allah  Yang  Maha  Kuasa.  Di dalam jubah ini tidak ada selain Allah."

Yang  mengucapkan  kata-kata  itu  memang  lidah  Abu Yazid, tetapi itu tidak mengandung pengakuan  Abu  Yazid  bahwa  ia adalah  Tuhan.  Itu  adalah  kata-kata  Tuhan yang diucapkan melalui lidah Abu Yazid.

Sufi lain  yang  mengalami  persatuan  dengan  Tuhan  adalah Husain  Ibn  Mansur  al-Hallaj  (858-922  M), yang berlainan nasibnya dengan Abu Yazid. Nasibnya malang  karena  dijatuhi hukuman  bunuh,  mayatnya  dibakar  dan  debunya  dibuang ke sungai Tigris. Hal ini karena dia mengatakan, "Ana  'l-Haqq" (Akulah Yang Maha Benar).

Pengalaman  persatuannya dengan Tuhan tidak disebut ittihad, tetapi hulul. Kalau Abu Yazid mengalami naik ke langit untuk bersatu   dengan  Tuhan,  al-Hallaj  mengalami  persatuannya dengan Tuhan turun ke bumi. Dalam  literatur  tasawuf  hulul diartikan,  Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk bersemayam  didalamnya  dengan   sifat-sifat   ketuhanannya, setelah  sifat-sifat  kemanusiaan  yang  ada dalam tubuh itu dihancurkan.

Di sini terdapat juga konsep fana, yang  dialami  Abu  Yazid dalam  ittihad  sebelum  tercapai  hulul. Menurut al-Hallaj, manusia mempunyai dua sifat dasar: nasut  (kemanusiaan)  dan lahut  (ketuhanan).  Demikian juga Tuhan mempunyai dua sifat dasar, lahut (ketuhanan) dan nasut  (kemanusiaan).  Landasan bahwa  Tuhan  dan  manusia sama-sama mempunyai sifat diambil dari hadits yang menegaskan  bahwa  Tuhan  menciptakan Adam sesuai dengan bentuk-Nya.

Hadits  ini  mengandung  arti  bahwa  didalam  diri Adam ada bentuk  Tuhan  dan  itulah  yang  disebut   lahut   manusia. Sebaliknya  didalam  diri  Tuhan  terdapat  bentuk  Adam dan itulah yang disebut nasut Tuhan. Hal ini terlihat jelas pada syair al-Hallaj sebagai berikut:

Maha Suci Diri Yang Sifat kemanusiaan-Nya Membukakan rahasia cahaya ketuhanan-Nya yang gemilang Kemudian kelihatan bagi makhluk-Nya dengan nyata Dalam bentuk manusia yang makan dan minum

Dengan  membersihkan  diri  malalui   ibadat   yang   banyak dilakukan,  nasut manusia lenyap dan muncullah lahut-nya dan ketika itulah nasut Tuhan turun bersemayam dalam  diri  sufi dan terjadilah hulul.

Hal itu digambarkan al-Hallaj dalam syair berikut ini:

Jiwa-Mu disatukan dengan jiwaku Sebagaimana anggur disatukan dengan air suci
Jika Engkau disentuh, aku disentuhnya pula Maka, ketika itu -dalam tiap hal- Engkau adalah aku.

Hulul juga digambarkan dalam syair berikut:

Aku adalah Dia yang kucintai Dan Dia yang kucintai adalah aku, Kami adalah dua jiwa yang menempati satu tubuh,

Jika Engkau lihat aku, engkau lihat Dia, Dan jika engkau lihat Dia, engkau lihat Kami.

Ketika mengalami hulul yang digambarkan diatas itulah  lidah al-Hallaj   mengucapkan,  "Ana  'l-Haqq" (Akulah  Yang  Maha Benar).

Tetapi sebagaimana halnya dengan Abu Yazid, ucapan itu tidak mengandung  arti  pengakuan al-Hallaj dirinya menjadi Tuhan. Kata-kata itu adalah kata-kata Tuhan yang Ia ucapkan melalui lidah al-Hallaj. Sufi yang bernasib malang ini mengatakan,

"Aku adalah rahasia Yang Maha Benar, Yang Maha Benar bukanlah Aku, Aku hanya satu dari yang benar, Maka bedakanlah antara kami."

Syatahat atau kata-kata teofani  sufi  seperti  itu  membuat kaum  syari'at  menuduh  sufi  telah menyeleweng dari ajaran Islam dan menganggap tasawuf bertentangan dengan Islam. Kaum syari'at yang banyak terikat kepada formalitas ibadat, tidak menangkap pengalaman  sufi  yang  mementingkan  hakekat  dan tujuan ibadat, yaitu mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan.

Dalam sejarah  Islam  memang  terkenal  adanya  pertentangan keras  antara  kaum  syari'at  dan  kaum hakekat, gelar yang diberikan kepada kaum sufi. Pertentangan ini mereda  setelah al-Ghazali  datang  dengan pengalamannya bahwa jalan sufilah yang dapat membawa orang kepada kebenaran yang  menyakinkan. Al-Ghazali  menghalalkan  tasawuf  sampai  tingkat ma'rifah, sungguhpun ia tidak mengharamkan tingkat  fana',  baqa,  dan ittihad. Ia tidak mengkafirkan Abu Yazid dan al-Hallaj, tapi mengkafirkan al-Farabi dan Ibn Sina.

Kalau filsafat,  setelah  kritik  al-Ghazali  dalam  bukunya Tahafut  al-Falasifah,  tidak berkembang lagi di dunia Islam Sunni, tasawuf  sebaliknya  banyak  diamalkan,  bahkan  oleh syariat  sendiri.  Dalam  perkembangan  selanjutnya, setelah pengalaman  persatuan  manusia  dengan  Tuhan  yang   dibawa al-Bustami  dalam  ittihad  dan  al-Hallaj dalam hulul, Muhy al-Din Ibn 'Arabi (1165-1240) membawa ajaran kesatuan  wujud makhluk dengan Tuhan dalam wahdat al-wujud.

Lahut  dan nasut, yang bagi al-Hallaj merupakan dua hal yang berbeda, ia satukan menjadi dua aspek. Dalam  pengalamannya, tiap makhluk mempunyai dua aspek. Aspek batin yang merupakan esensi, disebut  al-haqq,  dan  aspek  luar  yang  merupakan aksiden  disebut al-khalq. Semua makhluk dalam aspek luarnya berbeda, tetapi dalam aspek batinnya  satu,  yaitu  al-haqq. Wujud semuanya satu, yaitu wujud al-haqq.

Tuhan,  sebagaimana  disebut dalam Hadits yang telah dikutip pada permulaan, pada  awalnya  adalah  "harta"  tersembunyi, kemudian  Ia  ingin dikenal maka diciptakan-Nya makhluk, dan melalui makhluklah Ia dikenal. Maka, alam  sebagai  makhluk, adalah penampakan diri atau tajalli dari Tuhan. Alam sebagai cermin yang didalamnya terdapat gambar  Tuhan.  Dengan  kata lain,  alam  adalah  bayangan Tuhan. Sebagai bayangan, wujud alam tak akan ada tanpa wujud Tuhan. Wujud  alam  tergantung pada  wujud  Tuhan.  Sebagai  bayangan,  wujud  alam bersatu dengan wujud Tuhan dalam ajaran wahdat al-wujud.

Yang ada dalam alam  ini  kelihatannya  banyak  tetapi  pada hakekatnya  satu. Keadaan ini tak ubahnya sebagai orang yang melihat dirinya dalam beberapa  cermin  yang  diletakkan  di sekelilingnya.  Di  dalam  tiap cermin, ia lihat dirinya. Di dalam  cermin,  dirinya  kelihatan   banyak,   tetapi   pada hakekatnya  dirinya  hanya  satu.  Yang lain dan yang banyak adalah bayangannya.

Oleh karena itu ada orang yang mengidentikkan ajaran  wahdat al-wujud  Ibn  Arabi  dengan panteisme dalam arti bahwa yang disebut Tuhan adalah alam semesta.  Jelas  bahwa  Ibn  Arabi tidak  mengidentikkan  alam  dengan  Tuhan.  Bagi Ibn Arabi, sebagaimana halnya dengan sufi-sufi  lainnya,  Tuhan  adalah transendental  dan  bukan  imanen.  Tuhan berada di luar dan bukan di dalam alam. Alam hanya  merupakan  penampakan  diri atau tajalli dari Tuhan.

Ajaran  wahdat al-wujud dengan tajalli Tuhan ini selanjutnya membawa pada  ajaran  al-Insan  al-Kamil  yang  dikembangkan terutama  oleh  Abd  al-Karim  al-Jilli  (1366-1428).  Dalam pengalaman al-Jilli,  tajalli  atau  penampakan  diri  Tuhan mengambil  tiga  tahap  tanazul (turun), ahadiah, Huwiah dan Aniyah.

Pada tahap ahadiah, Tuhan dalam keabsolutannya  baru  keluar dari  al-'ama,  kabut  kegelapan, tanpa nama dan sifat. Pada tahap hawiah nama dan sifat Tuhan telah muncul, tetapi masih dalam  bentuk potensial. Pada tahap aniah, Tuhan menampakkan diri dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya pada  makhluk-Nya. Di   antara   semua   makhluk-Nya,   pada  diri  manusia  Ia menampakkan diri-Nya dengan segala sifat-Nya.

Sungguhpun manusia merupakan tajalli  atau  penampakan  diri Tuhan  yang  paling  sempurna  diantara  semua  makhluk-Nya, tajalli-Nya tidak sama pada  semua  manusia.  Tajalli  Tuhan yang  sempurna  terdapat  dalam  Insan Kamil. Untuk mencapai tingkat  Insan  Kamil,   sufi   mesti   mengadakan   taraqqi (pendakian)  melalui  tiga  tingkatan: bidayah, tawassut dan khitam.

Pada tingkat bidayah, sufi disinari  oleh  nama-nama  Tuhan, dengan kata lain, pada sufi yang demikian, Tuhan menampakkan diri dalam nama-nama-Nya, seperti  Pengasih,  Penyayang  dan sebagainya (tajalli fi al-asma). Pada tingkat tawassut, sufi disinari oleh sifat-sifat Tuhan, seperti hayat, ilmu, qudrat dll.   Dan  Tuhan  ber-tajalli  pada  sufi  demikian  dengan sifat-sifat-Nya. Pada tingkat  khitam,  sufi  disinari  dzat Tuhan  yang dengan demikian sufi tersebut ber-tajalli dengan dzat-Nya. Pada tingkat ini sufi pun menjadi Insan Kamil.  Ia menjadi  manusia  sempurna,  mempunyai  sifat  ketuhanan dan dalam  dirinya  terdapat  bentuk  (shurah)   Allah. Dialah bayangan  Tuhan  yang  sempurna.  Dan  dialah  yang  menjadi perantara antara manusia dan  Tuhan.  Insan  Kamil  terdapat dalam  diri  para  Nabi  dan  para wali. Di antara semuanya, Insan  Kamil  yang  tersempurna  terdapat  dalam  diri  Nabi Muhammad.

Demikianlah, tujuan sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Tuhan akhirnya tercapai malalui  ittihad  serta  hulul  yang mengandung pengalaman persatuan roh manusia dengan roh Tuhan dan melalui wahdat al-wujud yang mengandung arti  penampakan diri  atau  tajalli  Tuhan  yang  sempurna  dalam diri Insan Kamil.

Sementara itu tasawuf pada masa  awal  sejarahnya  mengambil bentuk tarekat, dalam arti organisasi tasawuf, yang dibentuk oleh murid-murid atau  pengikut-pengikut  sufi  besar  untuk melestarikan ajaran gurunya. Di antara tarekat-tarekat besar yang terdapat di Indonesia adalah Qadiriah yang muncul  pada abad  ke-13  Masehi  untuk  melestarikan  ajaran Syekh Abdul Qadir Jailani (w. 1166 M), Naqsyabandiah, muncul  pada  abad ke-14  bagi  pengikut  Bahauddin  Naqsyabandi  (w.  1415 M), Syattariah, pengikut  Abdullah  Syattar  (w.  1415  M),  dan Tijaniah   yang  muncul  pada  abad  ke-19  di  Marokko  dan Aljazair.  Tarekat-tarekat  besar  lain  diantaranya  adalah Bekhtasyiah  di  Turki,  Sanusiah  di  Libia,  Syadziliah di Marokko, Mesir dan Suria,  Mawlawiah  (Jalaluddin  Rumi)  di Turki, dan Rifa'iah di Irak, Suria dan Mesir.

Dalam  tarekat,  ajaran-ajaran sufi besar tersebut terkadang diselewengkan,  sehingga  tarekat  menyimpang  dari   tujuan sebenarnya  dari sufi untuk menyucikan diri dan berada dekat dengan Tuhan. Tarekat ada yang telah menyalahi ajaran  dasar sufi  dan  syari'at  Islam,  sehingga timbullah pertentangan antara kaum syari'at dan kaum tarekat.

Sementara itu ada pula tarekat  yang  menekankan  pentingnya kehidupan  rohani  dan  mengabaikan  kehidupan  duniawi, dan disamping  itu  menekankan  ajaran  tawakal  sufi,  sehingga mengabaikan  usaha.  Dengan  kata  lain,  yang  dikembangkan tarekat adalah orientasi akhirat dan sikap tawakal.

Perlu ditegaskan bahwa sampai permulaan abad ke-20,  tarekat mempunyai  pengaruh  besar  dalam  masyarakat  Islam. Karena pengaruh besar itu, orang-orang yang ingin mendapat dukungan dari  masyarakat  menjadi  anggota tarekat. Di Turki Usmani, tentara  menjadi  anggota  tarekat   Bekhtasyi   dan   dalam perlawanan   mereka   terhadap   pembaharuan  yang  diadakan sultan-sultan,  mereka  mendapat   sokongan   dari   tarekat Bekhtasyi dan para ulama Turki.

Karena pengaruh besar dalam masyarakat itu orientasi akhirat dan sikap tawakal berkembang di  kalangan  umat  Islam  yang bekas-bekasnya  masih  ada  pada kita sampai sekarang. Untuk itu tidak mengherankan kalau  pemimpin-pemimpin  pembaharuan dalam  Islam  seperti  Jamaluddin  Afghani,  Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan terutama Kamal  Ataturk  memandang  tarekat sebagai  salah  satu  faktor  yang membawa kepada kemunduran umat Islam.

Dalam pada itu dunia dewasa ini  dilanda  oleh  materialisme yang  menimbulkan berbagai masalah sosial yang pelik. Banyak orang mengatakan bahwa dalam  menghadapi  meterialisme  yang melanda    dunia    sekarang,   perlu   dihidupkan   kembali spiritualisme. Disini tasawuf dengan ajaran  kerohanian  dan akhlak  mulianya  dapat  memainkan  peranan  penting. Tetapi untuk itu yang perlu  ditekankan  tarekat  dalam  diri  para pengikutnya  adalah  penyucian  diri  dan pembentukan akhlak mulia  disamping   kerohanian   dengan   tidak   mengabaikan kehidupan keduniaan.

Pada  akhir-akhir ini memang kelihatan gejala orang-orang di Barat  yang  bosan  hidup  kematerian  lalu  mencari   hidup kerohanian  di  Timur.  Ada  yang  pergi ke kerohanian dalam agama Buddha, ada ke kerohanian dalam agama  Hindu  dan  tak sedikit  pula  yang  mengikuti kerohanian dalam agama Islam, umpamanya aliran Subud di Jakarta.

Dalam hubungan itu kira-kira 30  tahun  lalu,  A.J.  Arberry dalam  bukunya  Sufism menulis bahwa Muslim dan bukan Muslim adalah makhluk Tuhan yang satu.  Oleh  karena  itu  bukanlah tidak  pada tempatnya bagi seorang Kristen untuk mempelajari ajaran-ajaran sufi yang telah  meninggalkan  pengaruh  besar dalam  kehidupan  umat  Islam  dan bersama-sama dengan orang Islam menggali kembali ajaran-ajaran sufi  yang  akan  dapat memenuhi kebutuhan orang yang mencari nilai-nilai kerohanian dan moral zaman yang penuh kegelapan dan  tantangan  seperti
sekarang. ------- Dicopas dari sebuah situs.

Membahas kerancuan hulul, ittihad atau wahdah al-wujud
Dalam tinjauan al-Hafiszh as-Suyuthi, keyakinan hulul, ittihad atau wahdah al-wujud secara hitoris awal mulanya berasal dari kaum Nasrani. Mereka meyakini bahwa Tuhan menyatu dengan nabi Isa, dalam pendapat mereka yang lain menyatu dengan nabi Isa dan ibunya; Maryam sekaligus. Hulul dan wahdah al-wujud ini sama sekali bukan berasal dari ajaran Islam. Bila kemudian ada beberapa orang yang mengaku sufi meyakini dua akidah tersebut atau salah satunya, jelas ia seorang sufi gadungan. Para ulama, baik ulama Salaf maupun Khalaf dan kaum sufi sejati dan hingga sekarang telah sepakat dan terus memerangi dua akidah tersebut. (as-Suyuthi, al-Hawî…, j. 2, h. 130, Pembahasan lebih luas tentang keyakinan kaum Nasrani dalam teori hulul dan Ittihad lihat as-Syahrastani, al-Milal Wa al-Nihal, h. 178-183).
Al-Imam al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi menilai bahwa seorang yang berkeyakinan hulul atau wahdah al-wujud jauh lebih buruk dari pada keyakinan kaum Nasrani. Karena bila dalam keyakinan Nasrani Tuhan meyatu dengan nabi Isa atau dengan Maryam sekaligus (yang mereka sebut dengan doktrin trinitas), maka dalam keyakinan hulul dan wahdah al-wujud Tuhan menyatu dengan manusia-manusia tertentu, atau menyatu dengan setiap komponen dari alam ini.
Demikian pula dalam penilaian Imam al-Ghazali, jauh sebelum as-Suyuthi, beliau sudah membahas secara gamblang kesesasatan dua akidah ini. Dalam pandangan beliau, teori yang diyakini kaum Nasrani bahwa al-lahut (Tuhan) menyatu dengan al-nasut (makhluk), yang kemudian diadopsi oleh faham hulul dan ittihad adalah kesesatan dan kekufuran (as-Suyuthi, al-Hawî…, j. 2, h. 130). Di antara karya al-Ghazali yang cukup komprehensif dalam penjelasan kesesatan faham hulul dan ittihad adalah al-Munqidz Min adl-Dlalal dan al-Maqshad al-Asna Fî Syarh Asma’ Allah al-Husna. Dalam dua buku ini beliau telah menyerang habis faham-faham kaum sufi gadungan. Termasuk juga dalam karya fenomenalnya, Ihya ‘Ulumiddîn.
Imam al-Haramain dalam kitab al-Irsyad juga menjelaskan bahwa keyakinan ittihad berasal dari kaum Nasrani. Kaum Nasrani berpendapat bahwa ittihad hanya terjadi hanya pada nabi Isa, tidak pada nabi-nabi yang lain. Kemudian tentang teori hulul dan ittihad ini kaum Nasrani sendiri berbeda pendapat, sebagain dari mereka menyatakan bahwa yang menyatu dengan tubuh nabi Isa adalah sifat-sifat ketuhanan. Pendapat lainnya mengatakan bahwa dzat tuhan menyatu yaitu dengan melebur pada tubuh nabi Isa laksana air yang bercampur dengan susu. Selain ini ada pendapat-pendapat mereka lainnya. Semua pendapat mereka tersebut secara garis besar memiliki pemahaman yang sama, yaitu pengertian kesatuan (hulul dan ittihad). Dan semua faham-faham tersebut diyakini secara pasti oleh para ulama Islam sebagai kesesatan. (as-Suyuthi, al-Hawî…, j. 2, h. 130, mengutip dari Imam al-Haramain dalam al-Irsyad).
Imam al-Fakh ar-Razi dalam kitab al-Mahshal Fî Ushuliddîn, menuliskan sebagai berikut:
“Sang Pencipta (Allah) tidak menyatu dengan lain-Nya. Karena bila ada sesuatu bersatu dengan sesuatu yang lain maka berarti sesuatu tersebut menjadi dua, bukan lagi satu. Lalu jika keduanya tidak ada atau menjadi hilang (ma’dum) maka keduanya berarti tidak bersatu. Demikian pula bila salah satunya tidak ada (ma’dum) dan satu lainnya ada (maujud) maka berarti keduanya tidak bersatu, karena yang ma’dum tidak mungkin bersatu dengan yang maujud” (as-Suyuthi, al-Hawî…, j. 2, h. 130, mengutip dari al-Fakh ar-Razi dalam al-Mahshal Fi Ushul al-Dîn).

Al-Qadlî ‘Iyadl dalam kitab al-Syifa menyatakan bahwa seluruh orang Islam telah sepakat dalam meyakini kesesatan akidah hulul dan kekufuran orang yang meyakini bahwa Allah menyatu dengan tubuh manusia. Keyakinan-keyakinan semacam ini, dalam tinjauan al-Qadlî ‘Iyadl tidak lain hanya datang dari orang-orang sufi gadungan, kaum Bathiniyyah, Qaramithah, dan kaum Nasrani (Al-Qadli ‘Iyadl, al-Syifa…, j. 2, h. 236). Dalam kitab tersebut al-Qadlî ‘Iyadl menuliskan:
“Seorang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, atau berkeyakinan bahwa Allah adalah benda, maka dia tidak mengenal Allah (kafir) seperti orang-orang Yahudi. Demikian pula telah menjadi kafir orang yang berkeyakinan bahwa Allah menyatu dengan makhluk-makhluk-Nya (hulul), atau bahwa Allah berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain seperti keyakinan kaum Nasrani” (Al-Qadli ‘Iyadl, al-Syifa…, j. 2, h. 236).

Imam Taqiyyuddin Abu Bakr al-Hishni dalam Kifayah al-Akhyar mengatakan bahwa kekufuran seorang yang berkeyakinan hulul dan wahdah al-wujud lebih buruk dari pada kekufuran orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani. Kaum Yahudi menyekutukan Allah dengan mengatakan bahwa ‘Uzair sebagai anak-Nya. Kaum Nasrani menyekutukan Allah dengan mengatakan bahwa Isa dan Maryam sebagai tuhan anak dan tuhan Ibu; yang oleh mereka disebut dengan doktrin trinitas. Sementara pengikut akidah hulul dan wahdah al-wujud meyakini bahwa Allah menyatu dengan dzat-dzat makhluk-Nya. Artinya dibanding Yahudi dan Nasrani, pemeluk akidah hulul dan wahdah al-wujud memiliki lebih banyak tuhan; tidak hanya satu atau dua saja, karena mereka menganggap bahwa setiap komponen dari alam ini merupakan bagian dari Dzat Allah, Na’udzu Billah. Imam al-Hishni menyatakan bahwa siapapun yang memiliki kemampuan dan kekuatan untuk memerangi akidah hulul dan akidah wahdah al-wujud maka ia memiliki kewajiban untuk mengingkarinya dan menjauhkan orang-orang Islam dari kesesatan-kesesatan dua akidah tersebut (Lihat al-Hushni, Kifayah al-Akhyar…, j. 1, h. 198).
Imam Ahmad ar-Rifa’i, perintis tarekat ar-Rifa’iyyah, di antara wasiat yang disampaikan kepada para muridnya berkata:
“Majelis kita ini suatu saat akan berakhir, maka yang hadir di sini hendaklah menyampaikan kepada yang tidak hadir bahwa barang siapa yang membuat bid’ah di jalan ini, merintis sesuatu yang baru yang menyalahi ajaran agama, berkata-kata dengan wahdah al-wujud, berdusta dengan keangkuhannya kepada para makhluk Allah, sengaja berkata-kata syathahat, melucu dengan kalimat-kalimat tidak dipahaminya yang dikutip dari kaum sufi, merasa senang dengan kedustaannya, berkhalwat dengan perempuan asing tanpa hajat yang dibenarkan syari’at, tertuju pandangannya kepada kehormatan kaum muslimin dan harta-harta mereka, membuat permusuhan antara para wali Allah, membenci orang muslim tanpa alasan yang dibenarkan syari’at, menolong orang yang zhalim, menghinakan orang yang dizhalimi, mendustakan orang yang jujur, membenarkan orang yang dusta, berprilaku dan berkata-kata seperti orang-orang yang bodoh, maka saya terbebas dari orang semacam ini di dunia dan di akhirat (lihat Sawad al-‘Ainain Fî Manaqib Abî al-‘Alamain karya al-Imam as-Suyuthi).

Al-Qadlî Abu al-Hasan al-Mawardi mengatakan bahwa seorang yang berpendapat hulul dan ittihad bukan seorang muslim yang beriman dengan syari’at Allah. Seorang yang berkeyakinan hulul ini tidak akan memberikan manfa’at pada dirinya sekalipun ia berkoar membicakan akidah tanzih. Karena seorang yang mengaku Ahl at-Tanzîh namun ia meyakini akidah hulul atau ittihad adalah seorang mulhid (kafir). Dalam tinjauan al-Mawardi, bukan suatu yang logis bila seseorang mengaku ahli tauhid sementara itu ia berkeyakinan bahwa Allah menyatu pada raga manusia. Sama halnya pengertian bersatu di sini antara sifat-sifat tuhan dengan sifat-sifat manusia, atau dalam pengartian melebur antara dua dzat; Dzat Allah dengan dzat makhluk-Nya. Karena bila demikian maka berarti tuhan memiliki bagian-bagian, permulaan dan penghabisan, serta memiliki sifat-sifat makhluk lainnya (as-Suyuthi, al-Hawî…, j. 2, h. 132).
Al-Hafizh as-Suyuthi dalam kutipannya dari kitab Mi’yar al-Murîdîn, berkata:
“Ketahuilah bahwa asal kemunculan kelompok sesat dari orang-orang yang berkeyakinan ittihad dan hulul adalah akibat dari kedangkalan pemahaman mereka terhadap pokok-pokok keyakinan (al-Ushul) dan cabang-cabangnya (al-furu’). Dalam pada ini telah banyak atsar yang membicarakan untuk menghindari seorang ahli ibadah (‘Abid) yang bodoh. Seorang yang tidak berilmu tidak akan mendapatkan apapun dari apa yang ia perbuatnya, dan orang semacam ini tidak akan berguna untuk melakukan suluk” (as-Suyuthi, al-Hawî…, j. 2, h. 133).

Seorang sufi kenamaan, Imam Sahl ibn ‘Abdullah at-Tustari, berkata:
“Dalil atas kesesatan faham kasatuan (ittihad) antara manusia dengan Tuhan adalah karena bersatunya dua dzat itu sesuatu yang mustahil. Dua dzat manusia saja, misalkan, tidak mungkin dapat disatukan karena adanya perbedaan-perbedaan di antara keduanya. Terlebih lagi antara manusia dengan Tuhan, sangat mustahil. Karena itu keyakinan ittihad adalah sesuatu yang batil dan mustahil, ia tertolak secara syara’ juga secara logika. Oleh karenanya kesesatan akidah ini telah disepakati oleh para nabi, para wali, kaum sufi, para ulama dan seluruh orang Islam. Keyakinan ittihad ini sama sekali bukan keyakinan kaum sufi. Keyakinan ia datang dari mereka yang tidak memahami urusan agama dengan benar, yaitu mereka yang menyerupakan dirinya dengan kaum Nasrani yang meyakini bahwa al-nasut (nabi Isa) menyatu dengan al-lahut (Tuhan)” (as-Suyuthi, al-Hawî…, j. 2, h. 134).

Dalam tinjauan Imam al-Ghazali, dasar keyakinan hulul dan ittihad adalah sesuatu yang tidak logis. Kesatuan antara Tuhan dengan hamba-Nya, dengan cara apapun adalah sesuatu yang mustahil, baik kesatuan antara dzat dengan dzat, maupun kesatuan antara dzat dengan sifat. Dalam pembahasan tentang sifat-sifat Allah, al-Ghazali menyatakan memang ada beberapa nama pada hak Allah yang secara lafazh juga dipergunakan pada makhluk. Namun hal ini hanya keserupaan dalam lafazhnya saja, adapun secara makna jelas berbeda. Sifat al-Hayat (hidup), misalkan, walaupun dinisbatkan kepada Allah dan juga kepada manusia, namun makna masing-masing sifat tersebut berbeda. Sifat hayat pada hak Allah bukan dengan ruh, tubuh, darah, daging, makanan, minuman dan lainnya. Sifat hayat Allah tidak seperti sifat hayat pada manusia.
Imam al-Ghazali menuliskan bahwa manusia diperintah untuk berusaha meningkatkan sifat-sifat yang ada pada dirinya supaya mencapai kesempurnaan. Namun demikian bukan berarti bila ia telah sempurna maka akan memiliki sifat-sifat seperti sifat-sifat Allah. Hal ini sangat mustahil dengan melihat kepada beberapa alasan berikut;
Pertama; Mustahil sifat-sifat Allah yang Qadîm (tidak bermula) berpindah kepada dzat manusia yang hadits (Baru), sebagaimana halnya mustahil seorang hamba menjadi Tuhan karena perbedaan sifat-sifat dia dengan Tuhan-nya.

Kedua; Sebagaimana halnya bahwa sifat-sifat Allah mustahil berpindah kepada hamba-Nya, demikian pula mustahil dzat Allah menyatu dengan dzat hamba-hamba-Nya. Dengan demikian maka pengertian bahwa seorang manusia telah sampai pada sifat-sifat sempurna adalah dalam pengertian kesempurnaan sifat-sifat manusia itu sendiri. Bukan dalam pengertian bahwa manusia tersebut memiliki sifat-sifat Allah atau bahwa dzat Allah menyatu dengan manusia tersebut (hulul dan ittihad).

Al-’Arif Billah al-‘Allamah Abu al-Huda ash-Shayyadi dalam kitab al-Kaukab al-Durri berkata:
“Barang siapa berkata: “Saya adalah Allah”, atau berkata: “Tidak ada yang wujud di alam ini kecuali Allah”, atau berkata: “Tidak ada yang ada kecuali Allah”, atau berkata: “Segala sesuatu ini adalah Allah”, atau semacam ungkapan-ungkapan tersebut, jika orang ini berakal, dan dalam keadaan sadar (shahî), serta dalam keadaan mukallaf maka ia telah menjadi kafir. Tentang kekufuran orang semacam ini tidak ada perbedaan pendapat di antara orang-orang Islam. Keyakinan tersebut telah jelas-jelas menyalahi al-Qur’an. Karena dengan meyakini bahwa segala sesuatu adalah Allah berarti ia telah menafikan perbedaan antara Pencipta (Khaliq) dan makhluk, menafikan perbedaan antara rasul dan umatnya yang menjadi obyek dakwah, serta menafikan perbedaan surga dan neraka. Keyakinan semacam ini jelas lebih buruk dari mereka yang berkeyakinan hulul dan ittihad. Dasar mereka yang berakidah hulul atau ittihad meyakini bahwa Allah meyatu dengan nabi Isa. Sementara yang berkeyakinan segala sesuatu adalah Allah, berarti ia mentuhankan segala sesuatu dari makhluk Allah ini, termasuk makhluk-makhluk yang najis dan yang menjijikan. Sebagian mereka yang berkeyakinan buruk ini bahkan berkata:

“Tidaklah anjing dan babi kecuali sebagai tuhan kita, sementara Allah tidak lain adalah rahib yang ada di gereja”.

Ini jelas merupakan kekufuran yang sangat mengerikan dan membuat merinding tubuh mereka yang takut kepada Allah. Adapun jika seorang yang berkata-kata semacam demikian itu dalam keadaan hilang akal dan hilang perasaannya (jadzab) sehingga ia berada di luar kesadarannya maka ia tidak menjadi kafir. Karena bila demikian maka berarti ia telah keluar dari ikatan taklif, dan dengan begitu ia tidak dikenakan hukuman. Namun demikian orang semacam itu mutlak tidak boleh diikuti. Tidak diragukan bahwa kata-kata semacam di atas menyebabkan murka Allah dan rasul-Nya. Ketahuilah bahwa kaum Yang Haq adalah mereka yang tidak melenceng sedikitpun, baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan, dari ketentuan syari’at. Cukuplah bagi seseorang untuk memegang teguh syari’at, dan cukuplah Rasulullah sebagai pembawa syari’at adalah sebaik-baiknya Imam dan teladan yang harus diikuti” (Lihat al-Shayyadi, al-Kaukab al-Durry Fi Syarh Bait al-Quthb al-Kabir, h. 11-12).

Dalam al-Luma’, as-Sarraj membuat satu sub judul dengan nama “Bab Fî Dzikr Ghalath al-Hululiyyah” (Bab dalam menjelaskan kesesatan kaum Hululiyyah). Beliau menjelaskan bahwa orang-orang yang berakidah hulul adalah orang yang tidak memahami bahwa sebenarnya sesuatu dapat dikatakan bersatu dengan sesuatu yang lain maka mestilah keduanya sama-sama satu jenis. Padahal Allah tidak menyerupai suatu apapun dari makhluk-Nya, dan tidak ada suatu apapun yang menyerupai-Nya. Kesesatan kaum hulul ini sangat jelas, mereka tidak membedakan antara sifat-sifat al-Haq (Allah) dengan sifat al-Khalq (makhluk). Bagaimana mungkin Dzat Allah menyatu dengan hati atau raga manusia?! Yang menyatu dengan hati dan menetap di dalamnya adalah keimanan kepada-Nya, menyakini kebenaran-Nya, mentauhidkan-Nya dan ma’rifah kepada-Nya. Sesungguhnya hati itu adalah makhluk, maka bagaimana mungkin Dzat Allah dan sifat-sifat-Nya akan bersatu dengan hati manusia yang notabene makhluk-Nya sendiri?! Allah maha Suci dari pada itu semua (as-Sarraj, al-Luma’…, h. 541-542).

Dari pernyataan para ulama sufi di atas tentang akidah hulul dan wahdah al-wujud dapat kita tarik kesimpulan bahwa kedua akidah ini sama sekali bukan merupakan dasar akidah kaum sufi.

Dzun-Nun berkata, "Tanda orang arif ada tiga macam: Cahaya ma'rifatnya tidak memadamkan cahaya wara'nya, tidak mempercayai batin dari ilmu yang dapat mengalahkan zhahir hukum, dan limpahan nikmat Allah tidak merusak tabir hal-hal yang diharamkan Allah."

"Batin dari ilmu yang dapat mengalahkan zhahir hukum", diisyarat-kan kepada orang-orang yang menyimpang, yang menisbatkan kepada perilaku, yang lebih mementingkan olah rasa dan wirid-wirid yang bertentangan dengan hukum syariat, yang berlaku di kalangan mereka dan tidak bisa lagi dihindari. Mereka meyakininya dan meninggalkan zhahir hukum. Contoh tentang hal ini amat banyak, dan semacam inilah yang dikritik para pemimpin golongan ini.

Ada yang berkata, "Bergaul dengan orang arif dapat mengajakmu dari enam perkara ke enam perkara: Dari keraguan ke keyakinan, dari riya' ke ikhlas, dari lalai ke dzikir, dari keinginan terhadap dunia ke keinginan terhadap akhirat, dari takabur ke tawadhu' dan dari buruk sangka ke nasihat."

"Kalian sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulit kalian terhadap kalian, kalian mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kalian kerjakan. Dan, yang demikian itu adalah prasangka kalian yang telah kalian sangka terhadap Rabb kalian, prasangka itu telah membinasakan kalian, maka jadilah kalian termasuk orang-orang yang merugi."(Fush-shilat: 22-23).

Asy-Sya'by berkata, "Jika engkau membaca ayat, 'Semua yang ada di bumi itu akan binasa', janganlah engkau berhenti hingga engkau melanjutkan, 'Dan, tetap kekal Wajah Rabbmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan'." Ini menunjukkan kedalaman ilmu dan pemahamannya tentang Al-Qur'an. Sebab yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah pengabaran tentang kebinasaan apa pun yang ada di muka bumi dan ketetapan Wajah Allah. Redaksi ayat ini dimaksudkan hanya untuk memuji-Nya sebagai satu-satunya yang baqa' (tetap). Sementara tidak ada pujian yang layak diberikan jika hanya disebutkan kefana'an makhluk. Pujian diberikan kepada ketetapan-Nya setelah kefana'an makhluk-Nya.

Kefana'an yang mereka isyaratkan lewat ayat ini adalah kepergian hati, pengasingannya dari alam ini dan kebergantungannya kepada Dzat Yang Maha tinggi dan yang memiliki baqa' serta yang tidak dijamah kefana'an. Siapa yang membuat dirinya fana' dalam kecintaan dan ketaatan kepada-Nya serta menghendaki Wajah-Nya, maka kefana'an ini akan menghantarkannya kepada kedudukan baqa'. Ayat ini memberi isyarat bahwa hamba sangat perlu untuk tidak bergantung kepada siapa pun yang fana' dan tidak meninggalkan yang baqa', yaitu Dzat Yang memiliki kebesaran dan kemuliaan. Seakan-akan ayat ini mengatakan, "Jika engkau bergantung kepada yang fana', maka kebergantungan ini akan berakhir saat ia fana'. Namun jika engkau bergantung kepada yang baqa' dan tidak fana', maka kebergantunganmu kepadanya tidak akan terputus dan akan terus berlanjut." Kefana'an yang bisa diterjemahkan di sini adalah puncak dan akhir kebergantungan, yang berarti merupakan pemutusan dari selain Allah dari segala sisi. Karena itu Syaikh berkata, "Kefana'an dalam masalah ini adalah pelenyapan selain Allah secara ilmu, lalu pengingkaran, lalu kebenaran."

Fana' kebalikan dari baqa'. Yang baqa' bisa baqa' dengan sendirinya tanpa membutuhkan orang lain yang membuatnya baqa', tapi baqa'nya merupakan keharusannya. Yang seperti ini adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala semata, sedangkan selain-Nya menjadi baqa' karena baqa'nya Allah, yang dirinya tidak memiliki baqa' yang hakiki.

Namun di dalam Al-Qur'an, As-Sunnah maupun dalam perkataan para shahabat serta tabi'in tidak pernah disebutkan sanjungan atau pun celaan terhadap lafazh fana'.

Baqa’ bila dimaksud untuk penyifatan manusia, maka bila dimaksud tujuan berupa keharusan mengekalkan kekekalan dalam beribadah syariat dan ibadah batin, mengekalkan marifat kepada Allah (sudut pandang tauhid ihsan), mengekalkan pemahaman makna laa ilaha illallah, innalillahi wa inna ilaihi roji'un, la haula wala quwwata illa billah maka ia adalah sifat terpuji. Kekekalan ini bersifat pemberian karunia dan rahmat dari yang Maha kekal.

Namun begitu pemuka golongan ini, yaitu Al-Junaid pernah ditanya tentang tauhid. Maka dia menjawab, "Tauhid adalah menyendirikan yang qadim dari hal-hal yang baru." Dia mengisyaratkan bahwa penetapan tauhid tidak dianggap benar, begitu pula keadaan dan kedudukannya serta seorang hamba tidak dianggap ahli tauhid, kecuali jika dia menyendirikan yang qadim dari hal-hal yang baru. Sebab banyak orang yang menetapkan tauhid, tapi tidak menyendirikan Allah dari hal-hal yang baru. Siapa yang meniadakan perbedaan-Nya dengan makhluk-Nya, yang berada di atas 'Arsy, dan menjadikan-Nya ada di setiap tempat dengan Dzat-Nya, berarti dia tidak menyendirikan-Nya dari hal-hal yang baru, tetapi menjadikan-Nya sebagai suatu keadaan dalam hal-hal yang baru, ada di sana dengan Dzat-Nya. Orang-orang sufi dan para ahli ibadah di antara mereka adalah golongan Hululiyah, yang berkata, "Dengan Dzat-Nya Allah berada pada makhluk-makhluk." Mereka ini ada dua golongan: Pertama, mengatakan bahwa Allah menitis dalam segala yang ada. Kedua, mengatakan bahwa Allah menitis pada hal-hal tertentu tanpa yang lain."

Tapi menurut hemat saya, mereka ini ada dua golongan. Yang pertama menganggap bahwa Allah menetap di benda-benda yang indah dan bagus. Yang kedua menganggap bahwa Allah berada di dalam diri orang-orang yang sempurna, yaitu mereka yang bisa melepaskan diri dari nafsu, memiliki sifat-sifat keutamaan dan menjauhi hal-hal yang hina.

Kesaksian mempunyai empat tingkatan:
  • Ilmu, ma'rifat, keyakinan terhadap kebenaran yang diberi kesaksian dan penetapannya.
  • Pembicaraan dan penyampaiannya tentang siapa yang diberi kesaksian. Kalaupun dia tidak memberitahukannya kepada orang lain, tapi setidak-tidaknya dia membisiki dirinya sendiri. Dia bisa menyampaikannya atau menulisnya.
  • Memberitahukan orang lain tentang apa yang dipersaksikan, diberitahukan dan dijelaskannya.
  • Memerintahkan sesuai dengan kandungannya. Kesaksian Allah terhadap Diri-Nya dengan wahdaniyah dan menegakkan keadilan, mengandung empat tingkatan ini: Ilmu Allah tentang hal itu, pembicaraan, pemberitahuan dan pengabaran-Nya kepada makhluk tentang hal itu dan perintah-Nya untuk melaksanakannya.

Tentang tingkatan ilmu, maka kesaksian tentang yang haq amat urgen. Jika tidak, maka orang yang memberi kesaksian bisa memberi kesaksian tentang apa yang tidak diketahuinya. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk memberi kesaksian seperti saat mempersaksikan matahari yang tampak jelas.

Tentang tingkatan penyampaian, maka siapa yang membicarakan sesuatu dan mengabarkannya, berarti dia mempersaksikannya, sekalipun mungkin dia tidak mengucapkan lafazh kesaksian.

Firman Allah, "Dan, mereka menjadikan malaikat-malaikat, yang mereka itu adalah hamba-hamba Allah YangMaha Pemurah, sebagai orang-orang perempuan. Apakah mereka menyaksikan penciptaan malaikat-malaikat itu? Kelak akan ditulis persaksian mereka dan mereka akan dimintai pertanggung jawaban." (Az-Zukhruf: 19).

Perkataan mereka yang demikian dijadikan Allah sebagai kesaksian, meskipun mereka tidak mengucapkan lafazh kesaksian dan tidak memberikan kesaksian di hadapan orang lain. Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Kesaksian palsu sama dengan syirik kepada Allah." Kesaksian palsu artinya perkataan palsu dan dusta. Kaum Muslimin sudah sepakat bahwa jika orang kafir mengucapkan la ilaha illallah Muhammad rasulullah, maka dia sudah masuk Islam dan telah memberikan kesaksian secara benar. Islamnya tidak tergantung kepada lafazh syahadah.

Tentang tingkatan pemberitahuan dan pengabaran, maka dua macam: Pemberitahuan dengan menggunakan perkataan, dan pemberitahuan dengan menggunakan perbuatan juga tulisan. Begitulah yang dilakukan setiap orang yang ingin memberitahukan kepada orang lain tentang sesuatu, terkadang memberitahukannya dengan perkataan dan terkadang dengan perbuatannya. Maka siapa yang menjadikan tempat tinggal sebagai masjid, membuka pintunya bagi siapa pun yang masuk ke dalamnya, mengumandangkan adzan untuk shalat, berarti dia memberitahukan bahwa tempat tinggal itu menjadi wakaf, sekalipun dia tidak melafazhkannya.

"Tauhid ini ada tiga macam: Pertama, tauhid orang awam, yang menjadi benar dengan kesaksian", telah dijelaskan bahwa ini adalah tauhidnya orang-orang yang lebih khusus dari orang-orang yang khusus, dan tidak ada yang lebih darinya atau lebih khusus lagi. Al-Khalilani adalah orang yang paling sempurna tauhidnya. Perkataannya, "Menjadi benar dengan kesaksian", artinya dengan dalil-dalil, ayat dan bukti keterangan. Hal ini menunjukkan kepada kesempurnaan dan kemuliaan tauhid ini, yang didukung dengan dalil dan kesaksian, serta diperjelas dengan ayat dan bukti keterangan.Setiap tauhid yang tidak benar dengan kesaksian, maka bukanlah tauhid.

Hadis riwayat Mughirah bin Syu`bah ra.: Bahwa Nabi saw. mengerjakan salat sehingga kedua telapak kaki beliau membengkak, lalu beliau ditanya: Apakah engkau masih membebankan dirimu dengan beribadah seperti padahal Allah telah mengampuni dosamu yang terdahulu dan yang akan datang? Kemudian beliau menjawab: Apakah aku tidak ingin menjadi seorang hamba yang bersyukur. Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim [Bahasa Arab saja]: 5044

Tetap adanya ibadah syariat, tidak akan hilang selama hayat ada, harus tetap melakukan ibadah-ibadah fisik ini, ini membaqakan ibadah syariat hanya kepada Allah yang Maha kekal.

Dari abu rib'i handzalah bin robi' al usayyidiy; salah seorang sekretaris rasulullah saw ia berkata saya bertemu dengan abu bakar  ra, kemuda ia bertanya ; bagaimanakah keadaanmu hai handzalah? saya menjawab; handzalah kini telah munafik, Abu bakar berkata, SUBHANALLAH apa yang kamu katakan ? saya menjelaskan ; kalau kami dihadapan rasulullah saw , kemudian beliau menceritakan tentang surga dan neraka, maka seakan-akan kami melihat dengan mata kepala kami, tetapi bila kami pergi dari belia dan bergaul dengan istri dan anan-anak serta mengurusi berbagai  urusan  maka kami sering lupa ; abu bakar berkata ;Demi Allah kami juga begitu , kemudia saya dan abu bakar pergi menghadap rasulullah saw, lalu saya berkata; wahai rasulullah , handzalah telah munafik, Rasulullah saw bertanya; mengapa demikian? Saya berkata; Wahai rasulullah, apabila kami berada di hadapanmu kemudian engkau menceritakan neraka dan surga maka seakan-akan kami melihat dengan mata kepala kami, tetapi bila kami pergi dari beliau dan bergaul dengan istri dan anak-anak serta mengurusi berbagai urusan maka kami sering lupa; maka rasulullah saw bersabda; demi zat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya kamu tetap sebagaimana keadaanmu di hadapanku dan mengingatnya niscaya para malaikat akan menjabat tanganmu di tempat tidurmu dan di jalan, tetapi hai handzalah sesaat, dan sesaat, beliau mengulanginya sampai tiga kali (HR Muslim)

“Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dia pikirkan lalu Allah mengangkat derajatnya disebabkan perkataannya itu. Dan ada juga seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang membuat Allah murka dan tidak pernah dipikirkan
bahayanya lalu dia dilemparkan ke dalam jahannam.” (HR. Bukhari no. 6478)

Dan barangsiapa di antara mereka, mengatakan: "Sesungguhnya Aku adalah tuhan selain daripada Allah", maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim. Qs. Al Anbiyaa' : 29

….. Lalu beliau bersabda; “maukah kalian kuberitahu kunci dari semua itu '? Aku menjawab "mau, wahai rasulullah, maka beliau menunjukan lidahnya seraya bersabda, "kendalikan ini" Aku bertanya," wahai nabiyullah apakah kami akan diminta pertanggunghawaban dengan apa yang kami katakan? beliau bersabda,"Celakalah engkau hai Mu'adz, Bukankah yang menjerumukan manusia kedalam api neraka dengan wajah tersungkur adalah akibat lidah mereka? (HR Tirmidzi dan dia mengatakan ini adalah hadist hasan)

Maka jelaslah apa yang terucap atau ditulis oleh orang tersebut akan menjadikannya sebagai persaksian orang tersebut.

Seharusnya bila demikian adanya maka yang lebih berhak berkata seperti hulul adalah Rasulullah tapi terlihat bahwa tidak ada catatan tertulis atau pengabaran adanya perkataan-perkataan tersebut dari nabi dan umat terbaik, Anda bisa melihat riwayat sahabat-sahabat pula yaitu ambillah contoh dari sahabat-sahabat yang dijauhkan dari “fitnah hidup” yang tidak kalian pertentangkan, adakah perkataan yang serupa hulul tersebut dan tidak ada riwayat sama sekali.

Adakah ahli hakikat dari sahabat-sahabat berbeda dengan pemahaman syariat tabiin dan tabiut tabiin dan dipertentangkan oleh tabiin dan tabiut tabiin. Karena hakikat juga dibangun dari landasan syariat, bila demikian apa yang dilakukan ahli hakikat pada dasarnya bila ia suatu faham yang benar maka ia tidak akan ditentang oleh ahli syariat karena pengertiannya akan jelas dan sejalan dengan ahli syariat dan malahan ahli syariat dapat mengambil hikmahnya yang banyak dari ahli hakikat. Bila ahli hakikat dipertentangkan oleh ahli syariat maka bisa jadi ada yang salah pada sudut pandang hakikatnya dan bisa jadi juga karena pengertian yang kurang dari ahli syariat, tapi bila ahli hakikat menjelaskan kepada ahli syariat dengan dalil-dalil yang jelas haq, maka ia tidak akan menimbulkan pertentangan dengan ahli syariat, karena sudah keharusannya landasan hakikat dibangun daripada syariat cuma kedalaman pemahaman saja pada tingkat yang berbeda. Perlu juga diketahui bahwa pemahaman dalam memahami akan nash tidak selalu bernilai benar pada pemahaman orangnya, karena bisa jadi ada pula orang-orang yang tersesat arah akan pemahaman yang seharusnya benar dari nash, karena adanya pembengkokan dari jalan yang lurus dengan sebab penyesatan iblis dan penerimaan keyakinan salah dari orang itu sendiri.

Dan juga bila merujuk kepada pintu wara, maka seakan-akan orang yang mengucapkan hulul tersebut sebenarnya belum melewati pintu wara ini, jadi bagaimana dikatakan sebagai orang yang memiliki derajat tinggi atau apakah ia dengan sengaja meninggalkan pintu wara’ ini sementara tiap-tiap pintu saling terkoneksi dan saling melengkapi, walau kadang-kadang sesuai waktunya, ada yang lebih dominan terlihat tapi tidak menggugurkan pintu-pintu yang lainnya, seperti kadang yang dominan cinta dari pada harap dan takut dan kadang harap dominan dari cinta dan takut demikian pula kadang takut dominan dari harap dan cinta, dsb.

“Keutamaan menuntut ilmu itu lebih dari keutamaan banyak ibadah. Dan sebaik-baik agama kalian adalah sifat wara’” (HR. Ath Thobroni dalam Al Awsath, Al Bazzar dengan sanad yang hasan. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib 68 mengatakan bahwa hadits ini shahih lighoirihi).

“Wahai Abu Hurairah, jadilah orang yang wara’, maka engkau akan menjadi sebaik-baiknya ahli ibadah. Jadilah orang yang qona’ah (selalu merasa cukup dengan pemberian Allah), maka engkau akan menjadi orang yang benar-benar bersyukur. Sukailah sesuatu pada manusia sebagaimana engkau suka jika ia ada pada dirimu sendiri, maka engkau akan menjadi seorang mukmin yang baik. Berbuat baiklah pada tetanggamu, maka engkau akan menjadi muslim sejati. Kurangilah banyak tertawa karena banyak tertawa dapat mematikan hati.” (HR. Ibnu Majah no. 4217. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghimpun makna wara’ dalam satu kalimat yaitu dalam sabda beliau, “Di antara tanda kebaikan Islam seseorang yaitu meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.” Hadits ini dimaksudkan untuk meninggalkan hal yang tidak bermanfaat yaitu mencakup perkataan, pandangan, mendengar, bertindak anarkis, berjalan, berpikir, dan aktivitas lainnya baik lahir maupun batin. Hadits tersebut sudah mencukupi untuk memahami arti wara’.” (Madarijus Salikin, 2: 21)

Seperti jadikan hiburan itu ada dan tidak adanya sama saja, maka kalian juga bisa meninggalkan banyak hal yang tidak bermanfaat, sungguhnya sebagai musaffir di negeri asing, negeri yang seperti penjara ini, banyak beban yang dipikul oleh musaffir, maka peringankanlah beban yang tidak perlu untuk perjalanan kalian itu, janganlah membawa beban yang sebenarnya tidak terlalu bermanfaat. Dunia ini juga akan seakan-akan memang benar-benar terlihat seperti negeri asing adanya dalam pandangan musaffir ini, sudut pandangnya akan terasa aneh bila ia melihat kehidupan orang-orang diluaran (dunia).

Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. Qs. Al Furqaan: 72

Sikap wara’ juga seharusnya tercermin pula dengan kehati-hatiannya dalam mengatakan sesuatu agar orang lain tidak terjebak kepada pemahaman salah terhadap apa yang dikatakannya atau ditulisnya. Penulis pun kadang bingung untuk menuliskan sesuatu hal di dalam tulisan ini agar penempatannya sesuai dan nilai wara’ ada, agar orang lain yang membacanya tidak salah dalam pengertian dan pemaknaan dari maksud yang penulis tuliskan yang ingin dituju, apalagi pada keadaan diri sendiri, ucapan atau tulisan haruslah terlebih berhati-hati agar tidak memadamkan cahaya wara-nya sendiri dan agar orang lain pula yang menukilnya tidak terjebak hingga membuat pemadaman cahaya wara-nya pula.

Lihatlah doa-doa yang diajarkan oleh nabi, sampai sekarang penulis selalu terkagum-kagum akan keluasan makna ilmu pengetahuan didalamnya, nilai wara’ yang terkandung didalamnya dan perangkaian kata yang sangat tepat dan bermakna sangat dalam yang penulis seakan-akan merasa tak mampu dalam merangkai kata serupa tersebut untuk menyesuaikan dengan tujuan harapan yang diinginkan dalam doa tersebut atau menguraikannya sedalam-dalam maknanya, belajar dari makna doa dapat pula dilakukan dalam melihat kedalaman tingkatan ilmu yang dituju dalam harapan tersebut.

Hadis tentang Jibril yang mengajarkan tentang agama hanya menyatakan tentang rukun islam dan rukun iman, keyakinan akan hari akhir dan ihsan seakan-akan tauhid dibangun dari landasan ini, penulis tidak tahu apakah hadis ini keluar setelah nabi mendekati ajalnya atau setelah islam telah sempurna apa belum. Sangat tipis berbedanya ihsan (seolah-olah melihat Allah SWT) dengan mewujudkan Dzat Allah SWT.

Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata: Pada suatu hari, Rasulullah saw. muncul di antara kaum muslimin. Lalu datang seorang laki-laki dan bertanya: Wahai Rasulullah, apakah Iman itu? Rasulullah saw. menjawab: Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya, rasul-rasul-Nya dan kepada hari berbangkit. Orang itu bertanya lagi: Wahai Rasulullah, apakah Islam itu? Rasulullah saw. menjawab: Islam adalah engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun, mendirikan salat fardu, menunaikan zakat wajib dan berpuasa di bulan Ramadan. Orang itu kembali bertanya: Wahai Rasulullah, apakah Ihsan itu? Rasulullah saw. menjawab: Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Dan jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia selalu melihatmu. Orang itu bertanya lagi: Wahai Rasulullah, kapankah hari kiamat itu? Rasulullah saw. menjawab: Orang yang ditanya mengenai masalah ini tidak lebih tahu dari orang yang bertanya. Tetapi akan aku ceritakan tanda- tandanya; Apabila budak perempuan melahirkan anak tuannya, maka itulah satu di antara tandanya. Apabila orang yang miskin papa menjadi pemimpin manusia, maka itu tarmasuk di antara tandanya. Apabila para penggembala domba saling bermegah- megahan dengan gedung. Itulah sebagian dari tanda-tandanya yang lima, yang hanya diketahui oleh Allah. Kemudian Rasulullah saw. membaca firman Allah Taala:(Luqman:34) Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Kemudian orang itu berlalu, maka Rasulullah saw. bersabda: Panggillah ia kembali! Para sahabat beranjak hendak memanggilnya, tetapi mereka tidak melihat seorang pun. Rasulullah saw. bersabda: Ia adalah Jibril, ia datang untuk mengajarkan manusia masalah agama mereka. Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim [Bahasa Arab saja]: 10

Jadi bila dikatakan Allah berada di dalam hati, maka harusnya bernilai seolah-olah Allah ada di hati bukan mewujudkan wujud bahwa Allah benar-benar ada dihati, apalagi sampai dilafazhkan pada lidah maka ia menjadi kesaksian dari orang tersebut dengan pemaknaannya yang terlihat karena bukan menjadi “seolah-olah ada” tapi sudah mewujudkannya. Kelak ketika ditanya kau mengucapkan ini itu dan dalilmu dihati ini itu maka itulah menjadi persaksianmu. Toh juga kebanyakan umat Islam mempunyai kepercayaan untuk melafazhkan niat di mulut agar menguatkan niat di hati seakan-akan menggambarkan pula bahwa bila pengucapan “hulul” dari seseorang ini akan menjadi penguat apa yang ada di hatinya orang yang mengucapkannya, itulah persaksian mereka dan apa dalil mu, sudah tahukah dalil yang kau pegang itu agar persaksianmu kelak dapat dikuatkan dari dalilmu ini, namun tidak kau lafazhkan pun dalil di hatimu pun sudah nyata terlihat buat Allah. Nabi pun mengatakan agar menjaga kunci yaitu lidah ini teruntuk pada apa-apa yang jelas terlihat oleh orang lain, dan orang lain kelak bisa akan menjadi saksi tambahan pula dari apa yang ia dengar dari mulutmu.

Dari abdillah bin utbah bin mas'ud, ia berkata; saya mendengar umar bin khatab ra berkata; sesungguhnya manusia pada masa rasulullah saw itu diberi keputusan dengan petunjuk wahyu, dan sekarang wahyu sudah terhenti. oleh karena itu, sekarang kami memberi keputusan kepada kalian sesuai dengan perbuatan yang nampak bagi kami. maka siapa saja yang nampak berbuat baik kepada kami niscaya kami mempercayai dan mendekatinya dan bagi kami tidak perlu mempermasalahkan urusan bathin, Allah lah yang memperhitungkannya, Dan siapa saja yang nampak berbuat jahat kepada kami niscaya kami tidak mempercayai dan membenarkannya walaupun ia mengatakan bahwa batinnya baik (HR Bukhari)

Siapakah yang sebenarnya dapat disebut waliullah atau kekasih Allah itu? Jawabnya: Dalam al-Quran, Allah berfirman: "Tidak ada yang dianggap sebagai kekasih Allah, melainkan orang-orang yang bertaqwa kepadaNya." Alangkah ringkasnya pengertian waliullah itu, tetapi benar-benar dapat menyeluruhi semua keadaan.

Dia (Yusuf) berkata: "Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang." Qs. Yusuf : 92

Maka mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, kemudian dia mengeluarkan piala raja itu dari karung saudaranya. Demikianlah Kami atur untuk (mencapai maksud) Yusuf. Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang raja, kecuali Allah menghendaki-Nya. Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui. Qs. Yusuf: 76

Bila kita katakan untuk penyifatan Tuhan bahwa diantara para penyayang ada yang Maha penyayang, di atas tiap-tiap orang pemaaf, ada lagi yang Maha pemaaf, di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui ini bisa bernilai benar namun bila berkata diantara fana ada Maha fana atau diantara orang-orang baqa ada Maha baqa ini bisa bernilai salah, yang tepat adalah diantara yang fana ada yang Maha baqa menunjukkan manunggalnya sifat Maha baqa kepada Allah SWT saja dan menjauhkan sifat fana ada padaNya.

Penyatuan sifat yang dimaksud adalah hal ini bahwa Allah SWT menyukai orang-orang yang memiliki contoh minimalis nilai yang dituju seolah-olah (bernilai ihsan saja) sifatNya walaupun nilai sifat yang Ia beri kemanusia itu ada batasannya atau terbatas dalam batasan manusia, bernilai minimalis sebagai contoh dan meneladani dalam melihat kesempurnaan sifat dan akhlak Allah SWT, bukankah kalian akan menyadari sifat apa yang dominan Anda punya dan sifat apa yang Allah suka dari kalian dan dapat melihat Maha sesempurna apa sifat Allah SWT, maka sempurnanya sifat-sifat ini disendirikan kepada Allah SWT sebagai pemilik Maha kesempurnaannya dan menyendirikan sifat yang memang khusus hanya ada padaNya sebagai kelayakannya sebagai Tuhan yang disembah yang tidak Ia beri kepada manusia dan menyendirikan sifat-sifat lainnya yang Ia ghaibkan dari pengetahuan manusia dan apapun yang Ia pakai/sandang/gelar atau Ia inginkan sebagai nama dan sifatNya. Contoh sifat minimalis yang terbaik tentu saja sifatnya nabi. Dan ini bukan bermaksud mensejajarkan sama besar dengan sifat-sifat yang telah Maha sempurna dari Allah SWT tetapi penyatuannya adalah mengikuti dan memilih garisan nilai yang dituju dalam sifat yang terbatas sebatas milik manusia ini menjadi akhlak baik yang diinginkan Allah SWT ada pada makhluk ciptaanNya, selayaknya Tuhannya yang mempunyai kedominanan Maha sempurna dari sifat-sifat itu namun harus tetap dinilai berbeda dari pengkhususan sifatNya. Sifat Allah SWT tidak dapat kita misalkan, menyerupakan, menyamakan, menilai besarannya dengan sifat makhlukNya apalagi hingga dapat diwujudkan pada diri sendiri. Kita hanya bisa berkata dalam batasannya seperti “di atas tiap-tiap penyayang, ada lagi yang Maha penyayang”. Yang batil adalah mensejajarkan sifat diri manusia sama besar dengan sifat sempurna Allah, seolah-olah manusia dapat pula mempunyai sifat yang sempurna dari penyifatan itu tanpa ada batasan sifat manusia tersebut, padahal sifat Allah sangat sempurna dan jauh cakupannya dari batasan yang diketahui manusia. Seakan-akan dengan demikian juga berarti mewujudkan Allah ada pada diri dengan meyakini adanya sifatNya pada diri dengan tidak mengkhususkan Maha sempurna sifatNya yang tidak dapat diserupai oleh makhluk ciptaanNya dan harusnya tidak dapat dicapai pula pada batasan akal atau pikiran dari makhluk ciptaanNya. Sifat manusia berbeda dengan hakiki sifat Allah, walaupun mungkin sebutan dan modeling sifat hampir serupa. Sebesar-besarnya akal dapat memikirkan dan memahami sifat Allah, Sifat Allah adalah tetap jauh lebih besar dari jangkauan akal makhlukNya.

Anda tidak bisa memungkiri bahwa Anda mempunyai sifat penyayang, pengasih, pemaaf, dsb yang memang ada karena diberi olehNya. Masing-masing manusia memiliki tingkat berbeda dengan jangkauannya yang berbeda juga pemanfaatannya yang berbeda. Tapi mengapa yang dominan adalah sifat pemarah, dengki, egoistis, dsb. Contoh dalam pengkodean game, dalam game yang temanya bertujuan untuk penyelamatan sahabatnya pada suatu misi, maka batasan tujuan atau cintanya pada sahabatnya sebatas apa yang telah dikodekan ini, hanya terkhusus pada tujuan cinta pada sahabatnya saja, jadi tidak ada tujuan lainnya. Jadi Anda sebenarnya tidak tahu batasan Maha sempurna sifat Allah dan seberapa besar tinggi/tingkatan aslinya, seperti apa Maha sempurna dari sebuah penyifatan itu yang hakiki dan hanya dimiliki Allah SWT dan yang Anda tahu adalah batasan sifat kalian sebatas peruntukannya pada manusia jadi konteksnya juga ihsan (seolah-olah melihat) dan tujuan sifat manusia ini bisa saja khusus peruntukannya buat manusia, tidak diberi lebih dan melebar dari banyaknya jenis kelengkapan satu sifat ini sesungguhnya, apalagi menganggap dapat menjangkau keluasan dan besaran terhakiki sifat Allah SWT. Nilai ihsan inilah yang harus menjadi bagian tauhid. Misalnya dalam batasan manusia kalian menganggap cinta tertinggi milik sendiri (egoistik) sedangkan ada yang menganggap tertinggi berkorban pada apa yang dicintai lebih tinggi, dsb dan padahal sifat cinta ini, disisi ilmu Allah SWT ada lagi yang lebih tinggi jenisnya dan lebih luas cakupannya bahkan bisa jadi ada lagi yang lebih tinggi dan sangat tinggi capaiannya dan luasnya dan mungkin misalkan saja (sekedar perumpamaan) batasan ini diberi buat makhlukNya yang lain (yang bertujuan ibadah, beriman, berakal, dan bernafsu) sementara batasan manusia seperti apa yang terlihat pada manusia hari ini pada jangkauan sifat cinta manusia. Definisi cinta sebatas pengertian definisi cinta yang manusia miliki sebatas definisi yang dapat dicapai manusia, bisa jadi definisi cinta ada yang mempunyai definisi lebih besar dari itu dan lebih luas maknanya dari batasan milik manusia itu dan tentu saja yang Maha besar adalah milikNya. Jadi Anda benar-benar tidak tahu seberapa besar sifat hakiki Allah SWT sesungguhnya lalu mengapa mengaku-ngaku dalam mewujudkanNya.

Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Qs. Al Mumtahanah: 7

Dalam batasan tertentu pada manusia, ada manusia yang mempunyai kuasa yang besar seperti raja, lebih kecil lagi tingkatan kuasa pejabat pemerintahan dan terkecil lagi kekuasaan dari rakyat biasa, demikian pula sifat pengampun dan sifat penyayang pada manusia, besarannya berbeda pada individu-individunya. Adalah lagi kuasa yang besar, seperti kuasa nabi Sulaiman as, tidak hanya berkuasa pada manusia dalam kerajaannya, menguasai/menaklukkan pula makhluk berakal, beriman dan bernafsu lainnya yaitu bangsa Jin, juga berkuasa kepada binatang-binatang dan beberapa makhluk lain. Jadi apa kalian bisa dapat tahu seberapa besar Maha kuasa itu?

Akhlak nabi pula dikatakan sebagai AlQuran berjalan toh kebanyakan isi Quran dalam hal sifat adalah banyak menuliskan sifat kesempurnaan Allah, berarti nabi mengambil batasan sifat yang diberi sebagai batasan tingkat akhlak Beliau yang mengambil teladan dari Quran. Dengan kata lain sifat manusia ini tidak hakiki dan sebatas hanya pada batasan sampai tingkatan apa yang diberiNya saja, hakiki sifat manusia hanya sebatas nilai hakikinya manusia pada batasan manusia, dan nilai hakiki sejati sifat Allah tak terbatas, sebanyak apa yang Allah punya dan inginkan, yang bernilai unlimited buat manusia dan infesible dapat dicapai manusia. Dan walau dhahir/tekstualnya seperti itu tapi sifat sempurnanya Allah ini tidak bisa dijelaskan secara tekstual pula makna tingkatannya dan juga tidak dimajazkan pula seperti apa capaiannya dan bagaimana lingkupnya, konsepnya sifat Allah adalah juga harusnya dilihat secara nilai ihsan, namun walau begitu akan tetap dapat dipahami oleh hati, tapi tidak membatasi nilainya karena batasan adalah hanya milik makhluk. Maka gambarannya hanya maha-, paling-, ter- dengan lingkup ihsan melebihi dan jauh lebih dari apapun tingginya batasan akal manusia.

Berbicara hakiki, berbicara ruang lingkup limited hingga unlimited, dari a sampai z, dari satu sisi hingga kesegala sisi, dari lingkup horizontal sampai kelingkup vertikalnya, dari yang terlihat sampai dengan yang ghaib dan dari batasan ilmu yang satu hingga kebatasan ilmu yang lain semuanya, dari timbal-balik keseluruhan sebab akibat dan timbal-balik semua yang ada.

Allah menciptakan Adam menurut bentuknya. Hadits ini tercantum dalam Shahih Bukhari dan Muslim.

Allah menciptakan Adam dalam bentuknya, tingginya 60 hasta. Ini adalah riwayat Bukhari dan Muslim.

Dari Muhammad bin Muslim: aku bertanya pada Abu Ja’far tentang hadits yang mereka riwayatkan, bahwa Allah menciptakan Nabi Adam dalam bentukNya, lalu menjawab: bentuk di sini adalah makhluk dan baru, dipilih oleh Allah dari sekian banyak bentuk yang ada, lalu menyandarkan bentuk itu pada Allah sendiri, sebagaimana menisbatkan ka’bah pada DiriNya, dan menisbatkan ruh pada DiriNya, Allah berfirman : baitiya, dan berfirman: wanafakhtu fiihi min ruuhii. Lihat Kitab At Tauhid, karya Syaikh Shaduq, Syarah Ushulul Kafi, Al Mazindarani, jilid 4 ha 125, Al Ihtijaj, jilid 2 hal 57, Biharul Anwar jilid 4 hal 13, Nurul Barahin jilid 1 hal 264, Mausu’at Ahadits Ahlulbait, Hadi An Najafi jilid  4 hal 314, Tafsir Nuruts Tsaqalain jilid 3 hal 11.

As Shaduq meriwayatkan dengan sanadnya, dari Abul Warad bin Tsumamah, dari Ali berkata: Nabi SAW mendengar seseorang mengatakan pada temannya : semoga Allah menjelekkan wajahmu, dan wajah yang sepertimu, lalu Nabi berkata: diam, jangan kamu katakan ini, karena Allah menciptakan Adam sesuai bentuknya. Kitab Tauhid, As Shaduq, hal 152

Penulis kitab Al Fawaaid Al Muntaqa min Syarhi Kitaabit Tauhiid berkata : Hadits ”Allah menciptakan Adam seperti bentuk-Nya” (HR. Bukhari dan Muslim), maksudnya salah satu dari dua kemungkinan berikut ini :

  1. Maknanya adalah seperti bentuk Ar Rahman (Allah), namun hal ini tidaklah melazimkan bahwa bentuk Adam sama dengan Allah. Sebagaimana (hadits) yang menjelaskan bahwa rombongan orang yang pertama kali masuk surga bentuknya seperti bulan purnama, namun hal ini tentunya tidak melazimkan sama seperti bulan.
  2. Hal ini termasuk bab menyandarkan makhluk kepada penciptanya, yaitu berdasarkan bentuk yang dipilih dan dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah menciptakan Adam itu seperti (sesuai) bentuknya. Demikianlah arti hadits Nabi SAW riwayat Imam Bukhari yang tertera sebagai judul dalam di atas.

Sebagian orang memahami bahwa lafadl `HI` pada akhir kata SHUURATIHI yang berarti `NYA`, diruju`kan (dikembalikan) kepada lafadz Allah, sehingga memberi pengertian: Seperti bentuk-NYA alias seperti bentuk Allah. Tentunya pemahaman seperti ini sangat sulit diterima oleh akal umat Islam, karena mengandung pemahaman Tajsiim/Mujassimah (Penisbatan jisim/tubuh kepada Dzat Allah).

Untuk memudahkan bagaimana cara memahami hadits tersebut, maka dalam kitab Tafsir Annaisaburi terdapat pembahasan yang lebih mudah dan gamblang, terdapat pada juz 1 halaman 8 sebagai berikut :

Sesungguhnya Allah menciptakan Adam itu seperti (sesuai) bentuknya. Di dalam memahami hadits ini, maka para ulama Ahlus sunnah wal jamaah meruju`kan (mengembalikan) lafadz `HI` itu bukan kepada lafadz Allah, melainkan kepada lafadz Adam, yaitu lafadz yang lebih dekat dengan `HI` itu sendiri.

Jadi artinya, bahwa Allah menciptakan Nabi Adam itu sesuai dengan bentuk yang direncanakan oleh Allah secara utuh (bentuk manusia sempurna), tanpa proses melalui pembentukan nuthfah dan darah yang berkembang menjadi janin lantas menyusu dan makan untuk menjadi tumbuh berkembang sebagai manusia dewasa, namun konon Allah menciptakan Nabi Adam itu sekaligus atau langsung dalam bentuk manusia dewasa.

Dalam hadits yang lain, Nabi SAW bersabda: Janganlah kalian mencela wajah (seseorang) karena Allah itu menciptakan Adam `alaa shuuratir rahmaan

Hadits ini juga, jika diartikan mengikuti bahasa kamus yang tekstual, maka lafadz `alaa shuuratir rahmaan memberi arti: Seperti bentuknya Arrahman (Allah). Namun para ulama mengatakan bahwa arti `alaa shuuratir rahmaan adalah `alaa shiifatir rahmaan (sesuai dengan sifat Allah) alias dalam bentuk yang sempurna karena sifat Allah itu Maha Sempurna.

Dalam bahasa Arab sering terdapat penggunaan kata seperti itu, contohnya : shuuratu haadzihil mas-alati kadza (sifatnya perkara ini adalah demikian). Jadi yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah, bahwa Allah menciptakan Nabi Adam seperti (sesuai) sifat yang diinginkan oleh Allah, yaitu berbentuk manusia yang dapat menjadi khalifah (pengatur) bumi dan pengelola  kehidupan duniawi. Hal ini sesuai dengan kehendak Allah yang secara hakikat telah mengatur seluruh kehidupan makhluk-Nya, antara lain menjadikan manusia sebagai khalifah (penguasa) bumi.

Tuhan menciptakan Adam dalam bentuknya, Fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhuts Al-’Ilmiyyah wal Ifta` (Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa)  Nomor 2331

Pronomina (kata ganti) yang terdapat dalam sabda Nabi “Dalam bentuk-Nya” kembali kepada lafadz jalalah (Allah), dalilnya terdapat di dalam riwayat lain yang derajatnya juga shahih,  “Dalam bentuk Allah Yang Maha Pengasih”  Ini jika ditinjau dari konteks hadits secara eksplisit. Makna ini tentunya tidak berimplikasi pada adanya tasybih (penyerupaan), karena Allah telah menamakan diri-Nya dengan nama-nama yang juga dipakai oleh makhluk-Nya, dan menyifati diri-Nya dengan sifat-sifat yang dipakai makhluk-Nya. Dan hal ini sama sekali tidak berimplikasi pada adanya penyerupaan.

Begitu juga dengan masalah bentuk. Ketika bentuk itu dinisbatkan kepada Alah tidaklah dengan serta merta ada penyerupaan terhadap makhluk-Nya, karena adanya kesamaan dalam nama dan arti secara umum tidak dengan serta merta berimplikasi pada adanya penyerupaan terhadap hal yang menyangkut kekhususan masing-masing dari keduanya, berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Semua itu akibat mereka memahami Al Qur’an dan As Sunnah dari sudut artinya saja atau memahaminya selalu berpegang pada nash secara dzahir (makna dzahir), Mereka kurang memperhatikan ilmu-ilmu untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah seperti ilmu tata bahasa Arab atau ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah  (ma’ani, bayan dan badi’) ataupun ilmu fiqih maupun ushul fiqih dan lain lain.

Hadits yang dipahami oleh mereka dengan makna dzahir adalah :
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rafi’ telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar dari Hammam bin Munabbih berkata: Inilah yang diceritakan oleh Abu Hurairah kepada kami dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam, ia menyebut beberapa hadits diantaranya: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: Allah ‘Azza wa Jalla menciptakan Adam dalam bentuknya, panjangnya enampuluh dzira’. Setelah menciptakannya, Allah berfirman: ‘Pergilah lalu ucapkan salam pada mereka itu, mereka adalah kelompok malaikat yang tengah duduk lalu dengarkan jawaban mereka, itulah salammu dan salam keturunanmu. Beliau bersabda: Adam pergi lalu mengucapkan: ‘ASSLAAMU’ALAIKUM? ‘ Mereka menjawab: ‘ASSALAAMU ‘ALAIKA WA RAHMATULLAAH’. Beliau bersabda: Mereka menambahi: ‘WA RAHMATULLAAH’. Beliau bersabda: Setiap orang yang masuk surga wujudnya seperti Adam, panjangnya enampuluh dzira’ dan setelahnya (Adam) postur tubuh (manusia) terus berkurang hingga sekarang.  (HR Muslim)

60 dzira = 60 hasta  ;  1 hasta = 45 cm   ;  1 hasta = 1.5 kaki  ; 1 kaki = 30 cm
60 dzira = 60 hasta = 90 kaki = 2700 cm = 27 meter

Apa Maksud Hadits: “Kholaqollohu Adama Ala Shurotihi”? (Allah menciptakan Adam dalam bentuknya)

Kemanakah kembalinya dhomir (kata ganti) hu (dia)?

Apakah kepada Allah Ta’ala atau kepada Adam alaihi salam?

Dhomir “Hu” tidak diragukan kembali kepada Adam –bukan kepada Allah- karena lafadz berikutnya menafsirkan dhomir Hu tersebut yaitu sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam “Thuluhu sittuna dziro’an” (Allah ciptakan Adam dalam bentuknya, tingginya enampuluh dzira) Sehingga dapat dipastikan dan tidak diragukan bahwa ukuran tinggi enampuluh dzira adalah sifat makhluq bukan sifat Allah Ta’ala.

“bahwasannya Allah menciptakan Adam memiliki beberapa sifat di antaranya: wajah, tangan, jari-jemari, mendengar, melihat, berilmu. Dan sebagian sifat-sifat ini ada pada Allah, akan tetapi tentunya berbeda antara sifat Allah dan sifat makhluq, sebagaimana telah diketahui bahwasanya persamaan nama tidak mengharuskan persamaan hakekat, tidakkah kita perhatikan bahwa semut punya kaki dan gajah punya kaki, keduanya memiliki sifat yang sama yaitu kaki akan tetapi kedua kaki mereka sangat berbeda. Jika dalam makhluk saja demikian maka bagaimana dengan Allah dan makhluk-Nya”

Semut punya kaki dan gajah punya kaki, keduanya memiliki sifat yang sama yaitu kaki akan tetapi kedua kaki mereka sangat berbeda. Mereka lupa bahwa sifat kaki bagi semut maupun gajah adalah untuk menopang sesuatu dan mempunyai suatu bentuk serta ukuran walaupun bentuk dan ukurannya berbeda.

Sifat kaki adalah suatu bagian yang menopang sesuatu dan mempunyai suatu bentuk serta ukuran. Jika tidak menopang sesuatu maka tidak disifatkan dengan kaki seperti kaki meja, kaki kamera dan lain lain. Bentuknya tidak serupa dengan makhlukNya.  Bentuk dan ukuran adalah sifat makhluq bukan sifat Allah Ta’ala.

Al-Imam Ali ibn Abi Thalib karamallahu wajhu berkata: “Barang siapa beranggapan (berkeyakinan) bahwa Tuhan kita berukuran maka ia tidak mengetahui Tuhan yang wajib disembah (belum beriman kepada-Nya)” (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aym (W 430 H) dalam Hilyah al-Auliya, juz 1, h. 72).

Yang pasti Allah tidak menyerupai suatu apapun dan nilai ini juga ihsan seperti Jibril yang mempertanyakan ihsan dalam mengajarkan agama seperti itulah adanya.

Di antara sifat yang tetap bagi Allah adalah: Kaki

Dalil hal tersebut adalah apa yang diriwayatkan oleh Bukhari, no. 6661 dan Muslim, no. 2848, dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam,  "(Neraka) jahanam masih saja berkata, 'apakah ada tambahan' hingga akhirnya Tuhan Pemiliki Kemuliaan meletakkan kaki-Nya. Kemudian dia berkata, cukup, cukup, demi kemuliaan-Mu, lalu. Lalu neraka satu sama lain saling terlipat."

Imam Bukhari, no. 4850 dan Muslim, no. 2847, dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, dia berkata, "Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,  'Surga dan neraka saling berdebat. Neraka berkata, 'Aku mendapatkan orang-orang yang sombong dan bengis.' Lalu surga berkata, 'Mengapa saya hanya dimasuki oleh orang-orang yang lemah dan rendah.' Allah Tabaraka wa ta'ala berkata kepada surga, 'Engkau adalah rahmat-Ku, denganmu aku rahmati hamba-Ku yang aku suka.' Lalu Dia berkata kepada neraka, 'Engkau adalah azab-Ku, denganmu aku mengazab hamba-Ku yang aku suka. Setiap dari keduanya akan penuh. Adapun neraka tidak akan penuh kecuali setelah Allah meletakkan kaki-Nya, baru dia berkata, 'cukup', 'cukup' maka ketika itu neraka akan penuh dan neraka satu sama lain akan terlipat, dan Allah tidak akan menzalimi makhluknya satupun. Adapun surga Allah akan ciptakan makhluk untuknya."

Dalam redaksi Muslim disebutkan, "Adapun neraka, tidak penuh kecuali setelah dia meletakkan kaki-Nya di atasnya."

Maka hal ini menunjukkan ditetapkannya kaki bagi Allah Ta'ala.

Ibnu Abbas radhiallahu anhu berkata, "Al-Kursy adalah tempat kedua kaki, sedangkan Arsya tidak ada seorang pun yang dapat memperkirakan ukurannya."  (Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam kitab 'At-Tauhid' (1/248, no. 154) Begitu pula Ibnu Abi Syaibah dalam 'Al-Arasy' (61), Ad-Darimi dalam 'Ar-Radd  Alal-Muraisy', Abdullah bin Imam Ahmad dalam 'As-Sunah', Al-Hakim dalam 'Al-Mustadrak' (2/282). Dia (Al-Hakim) menyatakan shahih berdasarkan syarat kedua syaikh (Bukhari dan Muslim) serta disetujui oleh Adz-Dzahabi, dishahihkan oleh Al-Albany dalam 'Mukhtashar Al-'Uluw', hal. 102, Ahmad Syakir dalam 'Umdatu Tafsir' (2/163)

Abu Musa Al-Asy'ari radhiallahu anhu berkata, 'Al-Kursy adalah tempat kedua kaki, dia memiliki suara gesekan seperti seperti suara gesekan kendaraan tunggangan.'  Diriwayatkan oleh Abdullah bin Imam Ahmad dalam kitab 'As-Sunah', Ibnu Abi Syaibah dalam 'Al-Arasy' (60), Ibnu Jarir, Baihaqi dan lainnya. Sanadnya dinyatakan shahih oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (8/47) serta oleh Al-Albany dalam 'Mukhtashar Al-Uluw', hal. 123-124.

Kedua atsar di atas menunjukkan ditetapkannya kedua kaki bagi Allah Ta'ala. Dan itulah yang dipegang oleh Ahlussunnah.

Imam Abu Ubaid Al-Qasim rahimahullah berkata, "Hadits-hadits yang didalamnya dinyatakan, 'Tuhan kami tertawa dengan keputusasaan hamba-Nya padahal sedikit lagi Allah akan merubahnya (kepada yang lebih baik)' dan bahwa 'Neraka jahanam tidak penuh sebelum Tuhanmu meletakkan kaki-Nya padanya', 'Al-Kursy adalah tempat kedua kaki'. Hadits-hadits yang diriwayatkan ini menurut kami adalah haq/benar, disampaikan oleh orang tsiqah (benar keimanan dan ketakwaannya serta kuat hafalannya) kepada orang yang tsiqah hingga seterusnya. Hanya saja jika kami ditanya tentang penafsirannya, maka kami tidak akan menafsirkannya dan tidak kami dapati seorang pun yang menafsirkannya." (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam 'Al-Asma wa Ash-Shifat', 2/198, Ibnu Abdil Barr dalam 'At-Tamhid, 7/149)

Dalam Fatawa Lajnah Da'imah (2/376), 'Yang wajib adalah menetapkan apa yang telah Allah tetapkan untuk dirinya, seperti kedua tangan, kedua kaki, jari jemari dan sifat lainnya yang disebutkan dalam Al-Quran dan Sunah dengan kedudukan yang sesuai dengan kemuliaan Allah Ta'ala, tanpa dirubah, dibagaimanakan, diserupakan (dengan makhluk) dan digugurkan. Berdasarkan firman Allah Ta'ala, “Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

Dan Firman-Nya: "Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat." (QS. Asy-Syura: 11)

Itu semua adalah hakikat, bukan majaz (kiasan). Adapun berlebihan menetapkan apa yang tidak ditetapkan dalam Al-Quran dan Sunah, maka seharusnya ditinggalkan.

Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts wal Ifta Bakar Abu Zaid, Abdul Aziz Alu Syaikh, Shalih Al-Fauzan, Abdullah bin Ghudayyan, Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Syekh Abdurrahman Al-Barrak hafizahullah berkata, "Dalam hadits ini terdapat penetapan kaki bagi Allah Ta'ala. Ahlussunnah menetapkan bagi Allah apa yang telah ditetapkan dalam hadits berdasarkan hakikatnya, sebagaimana mereka menetapkan seluruh sifat. Sebagaimana mereka menetapkan kedua tangan, kedua mata bagi Allah Ta'ala, lalu mereka berkata, 'Allah Ta'ala memiliki kedua kaki, sebagaimana terdapat dalam atsar yang masyhur dari Ibnu Abbas dalam tafsir Al-Kursy bahwa dia adalah tempat kedua kaki, yaitu kedua kaki Allah Ta'ala.

Penetapan dalam masalah kedua kaki dan kedua tangan adalah sama, tidak dapat dibedakan." Syarh Wasithiyah, hal. 172.

Maka riwayat yang tetap adalah bahwa Allah Ta'ala meletakkan kakinya di atas neraka. Kita beriman terhadap hal tersebut dan berhenti sampai disitu serta tidak melampauinya. Tidak boleh kita katakan, 'meletakkan kedua kakinya' dengan dalil bahwa mufrad (tunggal) yang disandarkan bersifat umum. Sebagaiman kita tidak boleh mengatakan 'Dia menulis Taurat dengan kedua tangan-Nya'. Tapi hendaknya kita membatasi sebagaimana adanya yang terdapat dalam nash. Karena sifat Allah dasarnya adalah tauqifi (wahyu).

Ada beberapa ayat Quran yang mengatakan tentang Allah yang Bersemayam di atas 'Arsy, maka ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan kesucian-Nya, tidak bisa dijabarkan bagaimana keadanya atau seperti apa caranya baik secara tekstual melihatnya atau dengan menggunakan kiasan, karena ini sesuatu yang ditabirkan jadi cukuplah batasannya apa yang ada seperti pernyataan itu. Tetaplah dapat mengimani dalam batasan tabir ini.

Sebagian sahabat radhiyallahu ‘anhum berkata, “Wahai Rasulullah, apakah Rabb kami itu dekat sehingga kami cukup bersuara lirih ketika berdo’a ataukah Rabb kami itu jauh sehingga kami menyerunya dengan suara keras?” Lantas Allah Ta’ala menurunkan ayat di dibawah. (Majmu’ Al Fatawa, 35/370)

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah: 186)

Keadaan kita yang paling dekat dengan Allah Ta’ala adalah ketika sujud maka sempurnakanlah sujud kita. Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Keadaan paling dekat seorang hamba dari rabbnya adalah ketika dia dalam keadaan sujud, maka perbanyak doa (di dalamnya).” (HR. Muslim)

Jadi dimana Allah, cukuplah nash seperti itu, seperti itulah adanya. Urusannya terserah sama Allah SWT, yang pasti seolah-olah Allah ada tiap detiknya, tiap saatnya dan tetap ada terawal hingga terakhir sebagai yang Maha kekal, dan terserah Allah dimanapun Allah menginginkan hadirNya karena segala sesuatu milikNya, ciptaanNya.

“Dia yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, lalu dia bersemayam di atas arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya. Dan dia bersamamu dimana saja kamu berada. Dan Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S Al Hadiid 57: 4)

Bila Allah berkata bersemahyam diatas arsy maka demikianlah adanya, bila Allah berkata dekat dikala hambaNya sujud, demikianlah adanya. Namun bukan dalam sudut pandang, menempatkan atau mengadakan dzatNya dan sifatNya dapat diwujudkan pada apapun makhlukNya, dan bukan dalam sudut pandang membatasi kesempurnaan kemampuan dan keilmuan Allah SWT dan sudut pandang yang tepat adalah ihsan.

Salah satu masalah yang dianjurkan dalam al-Qur’an dan sebagian riwayat adalah supaya manusia memikirkan tentang penciptaan makhluk-makhluk Allah. Seperti pada ayat, “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka surah.” (Qs. Ali Imran [3]: 191)

Adapun terkait dengan zat Allah Swt, manusia dilarang untuk memikirkannya. Seperti misalnya dalam sebuah hadis Rasulullah Saw bersabda, “Pikirkanlah tentang penciptaan Allah Swt, namun jangan memikirkan tentang zat Allah Swt.” Mas’ud bin Isa, Warram bin Abi Firas, Majmu’at Warrâm, jil. 1, hal. 250, Maktabat al-Faqiyyah, Qum, Cetakan Pertama, Tanpa Tahun.

Rasulullah Saw dalam riwayat yang lain, sehubungan dengan sebab dan falsafah pelarangan memikirkan zat Allah Swt, bersabda, “Karena kalian sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk memahami keagungan Tuhan.” Ibid.

Dengan demikian, berpikir dalam penciptaan bukan hanya tidak dilarang bahkan dianjurkan. Yang dilarang hanyalah memikirkan tentang zat Allah Swt.

Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." Mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil".

Mereka menjawab: " Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu".
(Bila tabir (keghaibannya) dibatasi Allah SWT sampai disini cukuplah ini menjadi batasan untuk Kita terima.)

Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya". Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya."
(Bila tabir dibatasi dengan tambahan pembukaan tabir baru sampai keadaan seperti ini, cukuplah ini menjadi batasan untuk Kita menerima apa yang diberiNya.)

Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)."

Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya." Mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya". Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu. QS. Al-Baqarah : 67-71
(Bila tabir telah dibuka sepenuhnya oleh Allah SWT cukuplah ini menjadi batasan untuk Kita meng-Aamiin-kannya. Allah SWT akan memberi segala sesuatu dengan takarannya yang pas pada waktu dan kondisi yang tepat, entah di tingkat tabir pertama sebagai contoh, atau di tingkat pembukaan tabir lain sebagai contoh kedua atau di tingkat pembukaan keseluruhan hal ghaib tersebut sebagai contoh model ketiga.)

Dan pada intinya apa yang dimaksud dalam memahami dzat dan sifat Allah SWT telah dijelaskan dan diajarkan Jibril dalam satu tingkatan tauhid yaitu nilainya ihsan.

“Maafkanlah dosa orang yang murah hati, kekeliruan seorang ulama dan tindakan seorang penguasa yang adil. Sesungguhnya Allah Ta’ala membimbing mereka apabila ada yang tergelincir." ( HR. Al Bukhari fii Al Adaab )

Setelah agama Islam sempurna, kemudian nabi banyak melakukan taubat dan istighfar hingga ajal Beliau menjemput. Taubat ini ada disetiap pintu-pintu dalam perjalanan menuju Allah SWT dan ia pintu pendamping atau anak kunci dari tiap pintu-pintu tersebut atau juga sebagai koneksi tiap pintu.

Kita selalu butuh akan ampunan Allah karena kita adalah hamba yang tidak bisa lepas dari dosa. Dosa ini bisa gugur dengan taubat dan ucapan istighfar. Terlihat kedua amalan ini sama. Namun ada sedikit perbedaan mendasar yang perlu dipahami. Taubat lebih sempurna dan di dalamnya terdapat istighfar. Namun istighfar yang sempurna adalah jika diiringi dengan taubat.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz –rahimahullah- menjelaskan, Taubat berarti, “Menyesali (dosa) yang telah lalu, kembali melakukan ketaatan dan bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut lagi.” Inilah yang disebut taubat.

Sedangkan istighfar bisa jadi terdapat taubat di dalamnya dan bisa jadi hanya sekedar ucapan di lisan. Ucapan istighfar seperti “Allahummaghfirlii” (Ya Allah, ampunilah aku) atau “Astaghfirullah”  (Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu).

Adapun taubat itu sendiri dilakukan dengan menyesali dosa, berhenti dari maksiat dan bertekad tidak akan mengulanginya. Ini disebut taubat, kadang pula disebut istighfar. Istighfar yang bermanfaat adalah yang diiringi dengan penyesalan, berhenti dari dosa dan bertekad tidak akan  mengulangi dosa tersebut lagi. Inilah yang kadang disebut istighfar dan kadang pula disebut taubat. Sebagaimana hal ini diisyaratkan dalam firman Allah Ta’ala, “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun (beristighfar) terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (QS. Ali Imran: 135-136).

Yang dimaksud istighfar pada ayat di atas adalah menyesal dan tidak terus menerus berbuat dosa. Ia mengucapkan ‘Allahummaghfirlli, astaghfirullah’ (Ya Allah, ampunilah aku. Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu), lalu disertai dengan menyesali dosa dan Allah mengetahui hal itu dari hatinya tanpa terus menerus berbuat dosa bahkan disertai tekad untuk meninggalkan dosa tersebut. Jadi, jika seseorang ‘astaghfir’ atau ‘Allahummaghfir lii’ dan dimaksudkan untuk taubat yaitu disertai penyesalan, kembali taat dan bertekad tidak akan mengulangi dosa lagi, inilah taubat yang benar. [Sumber Mawqi’ Syaikh Ibnu Baz]

Ya Allah, terimalah taubat kami dan tutupilah setiap dosa kami dengan istighfar.

Kaum musyrik itu sebenarnya mengenal Allah SWT itu dijelaskan dalam nash, dengan cara berbeda Firaun juga mengenal Allah SWT, bahkan ia tahu konsep ketuhanan dan pengendalian alam semesta sebagaimana Firaun punya kemudahan untuk mengetahui itu karena memang ia adalah raja dalam kaumnya, namun toh tetap juga masih bisa tersesat arah dari jalan yang lurus. Adakah hikmah yang bisa dipetik dari ini?

Perkataan Imamnya para mufassir Ibnu Jarir At-Thobari (224 H-310 H), beliau berkata di tafsirnya (18/439): "Perkataan tentang tafsir firman Allah : Dan Sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?" tentu mereka akan menjawab: "Allah", Katakanlah: "Segala puji bagi Allah", tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya) (QS Al-'Ankabuut : 63)

Allah berkata kepada NabiNya Muhammad –shallallahu 'alaihi wa sallam- : Jika engkau –wahai Muhammad- bertanya kepada mereka yaitu orang-orang yang muyrik kepada Allah dari kaummu "Siapakah yang menurunkan air dari langit –yaitu air hujan yang Allah turunkan dari awan-, lalu dengan air tersebut Allah menumbuhkan bumi dengan menumbuhkan tumbuhan??..."

Sungguh mereka (kaum musyrikin Arab -red) akan menjawab : Allahlah yang telah melakukan semua itu"…

Maka karena kebodohan mereka, mereka menyangka bahwasanya dengan ibadah yang mereka lakukan kepada sesembahan-sesembahan mereka selain Allah maka mereka akan meraih kedekatan di sisi Allah. Mereka tidak tahu bahwasanya dengan ibadah mereka tersebut menyebabkan kebinasaan mereka, menjadikan mereka kekal di dalam api neraka" (Tafsir At-Thobari 18/439)

Para pembaca yang budiman dari perkataan Ibnu Jarir At-Thobari di atas sangatlah jelas dua perkara :

  • Ibnu Jarir menyatakan bahwa kaum musyrikin Arab di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengakui bahwa Allah-lah yang menurunkan air hujan dan menumbuhkan tanaman di bumi
  • Ibnu Jarir menyatakan bahwasanya kesyirikan kaum musyrikin Arab yaitu mereka menjadikan sesembahan-sesembahan mereka sebagai sarana untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah.

Dan sebagaimana telah berlalu nukilan perkataan Ibnu Jarir At-Thobari diatas tatkala menafsirkan QS Yusuf : 106 dimana beliau dengan sangat tegas menjelaskan bahwasanya kaum musyrikin dahulu mengakui bahwasanya Allah adalah pencipta mereka dan pemberi rizki kepada mereka. Bahkan beliau menegaskan bahwa pendapat ini adalah pendapat para ahli tafsir. Dan Ibnu Jarir tidak menyebutkan adanya khilaf diantara para ahli tafsir dalam hal ini. Padahal kebiasaannya Ibnu Jarir jika ada khilaf diantara para ahli tafsir maka ia akan menyebutkannya.

Gambaran sekedar kulit luar dari dalam apa yang dimaksud mendapatkan segala sesuatu dalam permasalahan kenapa ada karomah :

Dari Anas bin Malik, beliau berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allahumma laa sahla illa maa ja’altahu sahlaa, wa anta taj’alul hazna idza syi’ta sahlaa” [artinya: Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali yang Engkau buat mudah. Dan engkau menjadikan kesedihan (kesulitan), jika Engkau kehendaki pasti akan menjadi mudah]. Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya (3/255). Dikeluarkan pula oleh Ibnu Abi ‘Umar, Ibnus Suni dalam ‘Amal Yaum wal Lailah. (Lihat Jaami’ul Ahadits, 6/257, Asy Syamilah)

Sesungguhnya kalian tidak tahu nikmat mana yang lebih baik buat kalian, apa nikmat yang Allah beri atau nikmat yang Allah jauhkan dari kalian, dan kalian juga tidak tahu yang mana lebih baik nikmat yang disegerakanNya atau nikmat yang ditundaNya.

Penulis coba mengambil salah satu ilmu ilmiah dalam saint yaitu motivasi dan hipnotis sebagai sekedar contoh, ingatlah bahwa ini hanya contoh perbandingan yang bernilai serupa namun tidak sama dan tidak dapat menjelaskan menyeluruh, sifatnya hanya gambaran saja, karena sudut pandangnya yang satu akal yang dapat dipengaruhi apa-apa di hati dan yang satu lagi sudut pandang hati yang hampir-hampir tanpa noda namun jangan jadikan ini alasan untuk memunculkan terapi hipnoterapi/hipnotis ala islam, hipnotis ya hinotis saja yaa… dan bila ada keluarga Anda wanita mengikuti terapi hipnotis sebaiknya minta dibolehkan dikawal dan harus dirundingkan kata-kata apa yang dipakai di dalam sugesti tersebut dan motivasi juga harus di dasarkan syariat. Dan contoh ini hanyalah bentuk feeling dari penulis karena penulis mengatakan bahwa sebagai orang awam, sekali lagi hanya feeling saja, anggaplah bisa bernilai benar atau salah, so ambil hikmahnya bila ada sedikit manfaatnya, pemahaman lebih dalam dari sekedar gambaran ini dibutuhkan, klo tidak jauhkan saja.

Sebelumnya kita lihat 2 pendapat dalam pandangan orang islam akan hipnotis

Pertama :
Hipnosis merupakan salah satu bentuk perdukunan yang menggunakan jin yang dipakai oleh juru hypnosis (hypnotist) untuk menguasai kliennya sehingga orang itu berbicara dengan lisannya dan terkadang memberikannya sebuah kekuatan untuk beberapa pekerjaan dikarenakan penguasaannya itu.

Jika jin itu berkawan dengan si juru hypnosis maka ia akan tunduk kepadanya sebagai kompensasi dari apa-apa yang telah dilakukannya dengan bertaqarrub kepadanya sehingga jin itu menjadikan si klien yang dihipnotis tunduk kepada keinginan si juru hypnosis untuk melakukan suatu perbuatan atau memberikan informasi dengan bantuan jin tersebut.

Karena itu penggunaan hipnosis dan menjadikannya sebagai salah satu cara atau sarana untuk menunjukkan lokasi pencurian, kehilangan. pengobatan terhadap suatu penyakit atau untuk melakukan berbagai pekerjaan lainnya adalah tidaklah diperbolehkan bahkan termasuk perbuatan syirik karena ia telah meminta perlindungan kepada selain Allah swt.. (al Lajnah ad Daimah li al Buhuts al Ilmiyah wa al Ifta juz I hal 383)

Kedua :
Saudaraku, perlu diketahui bahwa hipnotis yang ada di masyarakat secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian:

1. Hipnotis Klasik
Hipnotis klasik ialah kemampuan untuk menyelami lalu mempengaruhi pikiran orang lain atau bahkan diri sendiri yang diperoleh dengan berbagai metode yang sarat dengan upacara klenik, misalnya sesajian, membakar kemenyan, ramu-ramuan tertentu dan lainnya. Tidak diragukan perbuatan semacam ini bertentangan dengan syari’at islam, bahkan dapat menghantarkan pelakukan kepada jurang kesyirikan kepada Allah Ta’ala. Karena mungkin saja di antara ritual yang ia lakukan ialah dengan mengajukan korban atau sesajian kepada setan. Tentu perbuatan ini adalah syirik yang mengancam keislaman pelakunya.

Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya, (dan Allah berfirman): “Hai golongan jin (syaitan), sesungguhnya kamu telah banyak (menyesatkan) manusia.” Lalu berkatalah kawan-kawan mereka dari golongan manusia: “Ya Rabb kami, sesungguhnya sebahagian dari pada kami telah dapat kesenangan dari sebahagian (yang lain) dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami.” Allah berfirman: “Neraka itulah tempat diam kamu, sedang kamu kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain)” Sesungguhnya Rabbmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al An’am: 128)

Ulama’ ahli tafsir menjelaskan bahwa jin dan manusia saling memanfaatkan. Jin memanfaat manusia dengan sesajian yang dipersembahkan oleh manusia untuk mereka. Sebaliknya manusia memanfaatkan jin dengan mendapatkan berbagai layanan istimewa yang diberikan oleh jin kepada para penyembahnya. (At Tamhid Syarah Kitab At Tauhid 374)

Akan tetapi bisa saja ramu-ramuan yang ia lakukan hanya sekedar kombinasi dedaunan yang aromanya dapat mempengaruhi akal sehat seseorang, misalnya daun ganja atau yang serupa, maka bila ini yang terjadi maka itu hanya sebatas perbuatan haram dan tidak sampai menjadikan pelakunya keluar dari keislaman.

2. Hipnotis Moderen
Hipnotis mederen inilah yang sekarang ini banyak dikembangkan dan diajarkan oleh berbagai lembaga pelatihan di masyarakat. Hipnotis moderen ini sejauh yang saja ketahui adalah pengembangan dan menejeman fungsi otak kanan dan otak kiri. Mereka menamakan otak kiri dengan pikiran sadar, sedangkan otak kanan dengan pikiran bawah sadar.

Walau demikian melalui training dan pelatihan, seseorang dapat mengoptimalkan otak kanannya, sehingga dapat bekerja seimbang dengan otak kiri, sehingga bekerja di bawah kesadaran kita.

Ilmuan zaman sekarang telah berhasil mengetahui pola kerja kedua otak manusia; kanan dan kiri. Mereka menjelaskan bahwa otak kiri berfungsi untuk memikirkan hal-hal yang bersifat logika, dan memiliki ciri senantiasa bekerja di bawah kesadaran kita. Sedangkan otak kanan, berfungsi sebagai penanggung jawab tentang segala yang berkaitan dengan rasa, seni, dan berfungsi sebagai bank data bagi berbagai data, kejadian, perasaan yang pernah dialami oleh manusia.

Otak kanan biasanya bekerja di bawah kesadaran kita. Misalnya, semasa anda duduk di bangku sekolah SD, SMP, lalu SMA, banyak memiliki teman. Akan tetapi bila sekarang ini, pada saaat anda membaca tulisan ini, saya minta anda menyebutkan 50 nama teman semasa SD, 50 teman semasa SMP, 50 teman semasa SMA, saya yakin anda cukup kerepotan untuk menyebutnya. Akan tetapi sekedar anda bertemu dan bertatap muka dengan mereka, anda langsung ingat, bukan sekedar nama, bahkan berbagai pengalaman anda dengannya spontan teringat, seakan-akan anda kembali hidup pada masa lampau anda. Bukankah demikian?

Dimanakah data tentang teman-teman anda itu tersimpan? Menurut para pakar, data-data itu tersimpan di otak kanan anda, atau yang diistilahkan oleh para ahli hipnoterapi otak bawah kesadaran.

Inilah yang dimanfaatkan oleh para hipnoterapi, mereka mengotak-atik kerja otak kanan dan kiri, serta berusaha memanfaatkan bebagai memori pahit atau manis yang pernah dialami oleh pasiennya. Yang demikian itu, karena sering kali penyakit yang menimpa seseorang disebabkan oleh trauma atau suatu persepsi tentang suatu hal yang kurang baik. Seorang praktisi hipnoterapi berusaha merubah peta pikiran pasiennya tentang kejadian yang menjadikanya trauma, atau menderita penyakit tersebut, atau mungkin juga berusaha memindahkan kerja otaknya dari yang sebelumnya terpusat pada otak kanan berpindah menjadi terpusat di otak kiri atau sebaliknya.

Sebagai contoh: Bila anda menderita penyakit mag, mungkin saja anda menjadi takut untuk makan cabe, karena meyakini bahwa cabe dapat menyebabkan mag anda kambuh. Atau bila anda menderita hipertensi, mungkin anda takut untuk makan sate kambing, karena anda meyakini bahwa daging kambing dapat menjadikan darh tinggi anda kambuh dan berakibal fatal. Bukankah demikian?

Akan tetapi apa pendapat dan perasaan anda, andai mengetahui bahwa kandungan vitamin C pada cabe melebihi kandungan buah-buahan berwarna kuning? Dan diyakini bahwa vitamin C membantu meningkatkan ketahanan tubuh dari serangan penyakit. Sebagaimana kandungan kolesterol pada daging kambing adalah yang paling rendah bila dibanding dengan daging sapi, onta, kerbau, dan kuda? Akankah anda tetap menjauhi daging kambing dan tetap makan daging sapi?

Demikianlah kira-kira gambaran singkat serta contoh sederhana tentang kerja hipnoterapi.

Pada suatu hari, saya pernah bepergian bersama keluarga dengan mengendarai bus umum antar kota. Di tengah perjalanan putri pertama saya yang berumur 6,5 tahun mengeluhkan pusing, dan selanjutnya perut mual. Karena kota tujuan masih lumayan jauh, sayapun menjadi sedikit panik. Saya berusaha memijit punggung dan tengkuknya, menggoleskan minyak kayu putih ke tubuhnya dan meminumkan sedikit tolak angin sirup kepadanya. Hasilnya tetap nihil, tidak ada perubahan. Sayapun menjadi bertambah panik, khawatir anak saya mabok perjalanan sehingga muntah-mutah, tentu ini merepotkan sekali. Selang berapa saat saya teringat bahwa otak manusia terbagi menjadi dua; kanan dan kiri, dan kerjanya bersilang, otak kanan bertanggung jawab atas kerja tubuh bagian kiri, dan sebaliknya otak kiri bertanggung jawab atas kerja tubuh bagian kanan. Sebagaimana seperti dijelaskan di atas, bahwa otak kiri fokus kerjanya masalah logika, sedangkan kerja otak kanan berhubungan dengan perasaan dan seni.

Memanfaatkan penemuan moderen tentang kerja otak manusia, saya berusaha menghubungkan antara pusing anak putri saya dengan pola kerja otak manusia. Sayapun memerintahkan putri saya untuk menutup hidung kiri dengan jari tangan kiri pula, seterusnya saya memintanya untuk membuat hitung-hitungan, dari 30 mundur ke belakang; 30, 29, 28 dan seterusnya. Tentu hitung-hitungan mundur seperti ini cukup merepotkan anak kecil, sehingga memaksa kerja otaknya berpindah dari otak bagian kanan yang sedang merasakan pusing, ke otak bagian kiri yang bertanggung jawab tentang logika untuk. Hasilnya, luar biasa berhitung mundur baru mencapai angka 18, ia berkata: sudah hilang pusingnya. Dan wajahnyapun kembali ceria dan berseri-seri. Mungkin pengalaman pribadi saya ini dapat menjadi contoh simpel lain dari cara kerja para ahli hipnotis moderen.

Akan tetapi karena ilmu ini adalah hasil penelitian orang dan hingga kini terus dikembangkan oleh masyarakat luas, masing-masing dengan caranya sendiri-sendiri. Terlebih-lebih pada tataran prakteknya ilmu ini sering dihubung-hubungkan dengan mitos, atau idiologi atau tradisi masyarakat setempat, sebagai sarana untuk masuk ke dalam pikiran bawah sadar (memori otak kanan) pasien, akibatnya banyak ditemukan perbedaan dan bahkan mungkin saja hal-hal yang bertentangan dengan agama Islam, terlebih-lebih bila yang mengembangkan dan mempraktekkannya adalah orang kafir, atau orang yang tidak paham tentang prinsip-prinsip akidah agama Islam. Inilah yang menjadikan banyak ulama; mengharamkan ilmu ini. Kebanyakan ahli hipnoterapi tidak memahami akidah islam, sehingga pada prakteknya ia sering mengatakan atau melakukan hal-hal yang tidak selaras dengan agama Islam, inilah yang menjadikan banyak ulama’ sekarang mengharamkan hipnotis.

Terlebih-lebih dalam ilmu hipnotis dikenal apa yang disebut dengan filter atas setiap “saran” atau bisikan atau masukan yang sampai kepada pikiran anda. Dan filter ini beraneka ragam wujudnya, dimulai dari filter bahasa, ideologi, perasaan, tradisi, pola pikir dan lainnya. Mungkin saja pada tahapan ini seorang hipnoterapi dapat mengubah atau mempengaruhi ideologi anda, guna menuntut anda kepada keadaan yang ia inginkan.

Misalnya: Agar dapat masuk ke pikiran bawah sadar (atau otak kanan) anda mungkin saja seorang ahli hipnotis akan membisikkan kepada anda: bahwa malam jum’at kliwon adalah malam yang angker, dedemit bergentayangan, hantu yang penampilannya menyeramkan, bertaring besar, mata bersinar merah, berbulu lebat, berkuku tajam nan panjang, bersuara menggelegar, dan berbau busuk menyengat. Kata-kata ini sengaja ia gunakan guna membuka pintu pikiran bawah sadar anda. Bila mendengar gambaran hantu yang begitu menyeramkan ini anda berubah penampilan dan nampak ketakutan, berarti pintu pikiran bawah sadar anda telah terbuka lebar-lebar, selanjutnya ia dapat membisikkan berbagai “saran” atau kata-kata yang bertujuan mengendalikan pikiran dan syaraf dan tubuh anda.

Sebagai orang yang beriman, tentu anda akan berkata ahli hipnotis di atas berbau klenik atau syirik, maka andapun dapat menghukumi bahwa perbuatannya itu haram, atau syirik.

Akan tetapi bila ahli hipnotisnya adalah orang yang bertauhid, maka ia dengan mudah mengubah kata-kata di atas. Misalnya, coba anda bayangkan: malaikat pencabut nyawa sekarang ini telah berada di atas kepala anda, penampilannya menyeramkan, suaranya menggelegar bagaikan petir, dan di belakangnya telah berbaris para malaikat yang membawa kain dari neraka yang sangat kasar, berbau busuk menyengat. Selanjutnya malaikat maut menghardik anda: “Wahai jiwa yang buruk, keluarlah engkau menuju kepada kebencian dan kemurkaan Allah.”
Tentu mendengar ucapan yang demikian, anda sebagai seorang mukmin, akan berkata: “Ini adalah ucapan yang benar dan tidak masalah, sehingga praktek hipnoterapi yang ia lakukanpun tidak ada yang perlu dipermasalahkan.”

Permisalannya sama dengan ilmu Kung Fu, ada yang mengembangkannya sebatas kemahiran gerak tangan, kaki dan refleks, dan tidak jarang yang disertai dengan magic, sehingga hasil dan hukumnyapun berbeda. Inilah yang mendasari banyak ulama’ dahulu mengharamkan Kung Fu, akan tetapi sekarang, seakan fatwa haram itu menjadi sirna bersama perkembangan pemahaman masyarakat tentang ilmu Kung Fu itu sendiri.

Saudaraku! Pembagian hipnoterapi atau hipnotis menjadi dua bagian ini mungkin sering kali hanya sebatas teori saja, karena mungkin saja di lapangan banyak dari ahli hipnotis menggunakan kedua-duanya, atau bahkan mencampurkan kedua jenis hipnotis di atas, klasik & moderen. Walau demikian, kita tidak boleh menutup kemungkinan adanya sebagian dari mereka yang tidak mencampurkannya, dan hanya menggunakan jenis kedua yang benar-benar memanfatkan keja otak kanan dan otak kiri (otak sadar dan otak bawah sadar).

Oleh karena itu saya tidak dapat memberikan jawaban yang baku tentang hipnoterapi atau hipnotis atau hipnosis yang ada di masyarakat. Akan tetapi seyogyanya setiap kejadian dan setiap ahli hipnoterapi dikaji secara tersendiri, guna diberikan keputusan hukum yang selaras dengannya. Bila padanya terdapat hal-hal yang bertentangan dengan agama, maka yang kita larang sesuai dengan tingkat pelanggarannya. Sebaliknya, bila bila tidak ada yang menyelisihi prinsip agama, maka tidak masalah.

Semoga jawaban singkat ini dapat sedikit menyingkap tabir tentang hukum praktek hipnoterapi yang mulai banyak diajarkan dan dipraktekkan di masyarakat. Wallahu a’alam bisshawab.
Dijawab oleh Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.

Pandangan dari ahli profesional hipnotis - Ditulis dengan garis miring
Apa itu hipnotis? Hipnotis adalah penembusan area kritis dan diterimanya sugesti tertentu. Apakah area kritis itu? Untuk detailnya bisa Anda baca pada bagian yang membahas cara kerja pikiran tapi untuk sementara anggaplah dia itu satpam yang menjaga toko. Dia bisa membiarkan Anda masuk ke dalam toko tapi tidak akan membiarkan Anda masuk pada bagian-bagian tertentu di toko tersebut.

Dan penembusan area kritis seseorang salah satu caranya adalah menggunakan sesuatu yang paling dipercayai oleh orang tersebut. Nah karena orang Indonesia percaya betul dengan hal-hal yang berbau mistis maka kadang dia lebih cepat menguasai dan lebih percaya diri kalau menggunakan ritual-ritual tertentu. Dan rasa percaya diri tersebut dapat mempengaruhi orang lain.

Secara pribadi saya tidak setuju menggunakan ritual-ritual tersebut. Selain membuat salah persepsi terhadap hipnotis tapi juga hal tersebut membuat ribet. Kalau saya sih lebih suka yang simpel-simpel saja

Ini bisa membuat orang lain salah jalan karena bisa membuat orang lain percaya dan menganggap adanya hal mistis tersebut dan tidak diragukan perbuatan semacam ini bertentangan dengan syari’at islam, bahkan dapat menghantarkan pelakukan kepada jurang kesyirikan kepada Allah Ta’ala, harus dijauhkan teknik itu walaupun orang tersebut, klien itu percaya dengan ritual tersebut.

Jika mengacu dengan arti yang saya anut tadi maka fenomena kondisi hipnotis sering terjadi disekitar kita. Ingatkah Anda ketika seseorang merasa benar-benar marah maka dia mudah sekali terprovokasi meski yang disampaikan oleh orang lain tersebut mungkin bohong. Ingatkah Anda ketika seseorang benar-benar jatuh cinta maka dia mudah sekali mempercayai omongan pasangannya meski itu suatu kebohongan. Ingatkah Anda ketika melihat iklan di TV Anda ingin produk yang diiklankan tersebut meski Anda tahu kalau yang namanya iklan itu lebih banyak di dramatisir.

Ya, hipnotis memang sesederhana itu. Lewati area kritis dan berikan sugesti/saran. Contoh diatas menggunakan emosi untuk melewati area kritis dan kemudian memberikan saran.

Ini adalah hal natural manusia, tinggal dilihat baik atau buruknya.

yang jelas hipnotis tidak bisa membuatkan makanan untuk Anda ataupun membuat Anda jadi terlihat lebih imut (yang ini sudah saya buktikkan T_T). Jangan berharap berlebihan terhadap hipnotis karena ini hanya fenomena biasa yang sering terjadi.

Jangan berharap ketika bisa menguasai hipnotis Anda menjadi sakti (kalau terlihat “sakti” sih bisa). Atau berharap dengan menguasai hipnotis dalam sekejap mata Anda berubah menjadi pribadi yang baru. Dan paling utama hipnotis tidak bisa membuat Anda memaksakan kehendak Anda kepada orang lain

Dan paling utama hipnotis tidak bisa membuat Anda memaksakan kehendak Anda kepada orang lain – dalam sudut pandang ilmiah hipnotis ia adalah kuasa yang terjadi di otak, dalam sudut pandang islam ada lagi yang lebih dalam dari itu yaitu adanya “hati”, filter utama ini adalah “hati” bila ia bersih kuatlah filternya, bila ia gelap dengan noda hitamnya, berabelah urusannya, hati ini bukan yang dimaksud hati yang berbentuk fisik. Dan lagi-lagi ini berhubungan dengan faktor kepercayaan atau nilai religi masing-masing individu. Berbedanya hati dapat membuat seseorang menjadi pribadi baru.

Inilah yang bisa dilakukan oleh hipnotis :

  • Hipnotis bisa membuat orang lain terhibur dengan permainan yang Anda lakukan seperti permainan lupa angka, lupa nama, joget, merayu kursi dan lain-lain
  • Hipnotis bisa juga membuat Anda kena masalah karena pemahaman yang salah dari masyarakat ataupun karena Anda menggunakan permainan yang berbahaya ke orang yang Anda hipnotis.
  • Hipnotis bisa membuat orang terbantu ketika dia mempunyai masalah dengan emosi ataupun pikirannya. Dan bisa juga membantu orang untuk memperbaiki dirinya.
  • Hipnotis juga bisa membuat Anda kena masalah lagi ketika Anda menggunakan hipnotis untuk terapi tapi dari sisi kemampuan dan pengetahuan psikologi manusia Anda kurang.
  • Hipnotis bisa membuat Anda menjadi pribadi lebih baik. Karena Anda paham dengan mekanisme kerja pikiran bagaimana suatu kepercayaan itu terbentuk.
  • Hipnotis bisa juga membuat Anda menjadi pribadi yang lebih buruk. Arogan, sombong, merasa bisa segalanya karena punya kelebihan, ceroboh dengan melakukan terapi ke orang padahal belum kompeten.

Ya, hipnotis itu seperti ilmu lainnya yang mempunyai kelebihan dan kekurangan. Semuanya itu tergantung dari orang yang mempelajarinya termasuk sikap, persepsi dan pengetahuan. Jadi mau seperti apakah Anda?

yang kita hipnotis itu adalah manusia yang juga mempunyai pola pikiran yang unik. Jadi teknik yang kita gunakan untuk mereka tidak harus baku. Jika dia percaya dengan mistik maka gunakan “mistik” untuk memulainya, jika dia lebih percaya sains maka gunakan pengetahuan sains untuk masuk ke dalam pikirannya. Seorang praktisi yang baik adalah praktisi yang bisa flexible dalam mempraktekkan apa yang dikuasai sesuai dengan situasi. Jadi ketika Anda berhadapan dengan tipe orang yang seperti ini Anda lebih mudah berkomunikasi dengan dia. Dan lebih mudah menggunakan prosedur hipnotis sesuai dengan kepercayaan dia.

Harusnya menjelaskan metodanya tersebut kenapa ia berbuat dengan teknik tanda kutip “kepercayaan” pasien sesudah hipnotis, sekalian dakwah lah! Namun lebih baik memakai teknik yang tidak bertentangan dengan hal natural manusia alias harus yang juga tidak menyalahi syariat. Karena ini sudah mendekati cara-cara syirik.

Mereka melakukan penilaian terhadap hipnotis hanya berdasarkan apa yang tampak diluar. Mereka tidak melihat prosedur yang dilakukan oleh si penghipnotis tersebut. Karena hipnotis adalah ilmu yang memanfaatkan psikologi manusia. Ilmu yang benar-benar murni menggunakan cara kerja pikiran manusia, gak pake embel-embel transfer energi atau pake bantuan jin.

Tergantung sudut apa dalam metodanya dan bagaimana hasil prosesnya. Sementara hati yang bersih dari tutupan-tutupan hati dapat memahami dan membaca psikologi diri dan orang lain, karena ia mengenal diri sendiri maka ia mengenal juga orang lain, dapat pula memperkuat kerja otak dan mengambil lebih banyak kegunaan otak termaksud mengakses alam bawah sadar lebih banyak dan secukupnya, dimana alam bawah sadar ini yang disinyalir menyimpan banyak kemampuan akal sesungguhnya, dapat memahami cara kerja pikiran dan alam semesta dan dapat sangat dekat dengan Tuhannya, intinya sebenarnya dapat membuat orang islam itu lebih pintar dari orang-orang lainnya, jadi stop! Berkata islam itu orang bodoh. Karena disinilah kemampuan segala sesuatu didapat, ilmu pengetahuan dalam genggaman dan kearifan menjadi dominan. Hati yang dimaksud berbeda dengan dasar hati tanpa iman dan taqwa. Karena ada pula orang lain dengan ritual tertentu, dengan teknik tertentu, dengan belajar tertentu ia bisa memiliki pengetahuan lebih dan dapat mengakses bawah sadarnya, tentu saja sebatas apa-apa yang malahan kelak akan menjadi sumber penyakit dan kerusakan pada dirinya. Segala sesuatunya adalah bernilai tidak hakiki bila tanpa filter yang tepat dari isi hati dan tanpa tujuan ibadah hanya kepada Allah SWT.

Tapi ketika dia menyadari kesalahannya bahwa si pasien tidak tertidur melainkan terfokus pada satu hal maka dia mengganti istilah hypnosis dengan istilah monoideaisme (satu ide/pikiran). Ya memang benar penghipnotis sering sekali menggunakan kata tidur ketika menghipnotis orang terutama dalam hipnotis panggung/hiburan. Ini karena kata tersebut merupakan kata yang paling efektif untuk mewakili perintah tutup mata dan buat diri kamu menjadi rileks.

Apakah kata ini selalu dipakai dalam menghipnotis seseorang? Tentu saja tidak. Dalam praktek terapi kata ini sangat jarang dipakai atau ketika melakukan waking hypnosis (hipnotis dengan kondisi mata subyek terbuka). Kata “tidur” lebih sering digunakan kalau si penghipnotis itu menggunakan teknik shocking induction atau melewati kritikal area dengan cara mengejutkan si subyek.

Perlu diingatkan berarti dalam teknik ilmiah saja, seperti hipnotis ini, bisa saja orang dalam keadaan sadar dapat mengakses potensi otaknya lebih banyak, jadi pegangannya bukan hanya sufi, para saintis dan teknik kepercayaan atau teknik khusus lain pun dapat saja melakukan hal ini, membuka potensi otak/pikiran lebih banyak tapi tetap saja ada sedikit bedanya pada kalangan tertentu dari ahli agama islam yang mengalami flashback (kilas balik cepat) keilmuan dunia akhiratnya karena faktor penyandarannya adalah yang Maha kekal, Pemilik segala sesuatu, Allah SWT.

Tapi apakah hipnotis bisa membongkar aib seseorang? Secara pribadi saya akan menjawab bisa iya bisa tidak. Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya hipnotis adalah mengenai apa yang subyek percayai. Jika dia sangat mempercayai kalau dihipnotis dia tidak berdaya dan bisa terdorong untuk membongkar rahasianya maka itu akan terjadi. Apakah yang dia katakan adalah benar-benar aib dia? Jawabannya adalah belum tentu. Dalam kondisi trance dia masih bisa bohong atau yang dia ceritakan itu adalah khayalan dia. Oleh sebab itu hipnosis tidak bisa dijadikan alat bukti dalam pengadilan. Meski dalam kondisi terhipnotis si subyek masih bisa menolak sugesti yang kita berikan. Dia bisa langsung membuka matanya (meski ini akan membuat kepala dia pusing) atau dia hanya diam dan tidak mau menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda.

Lagi-lagi dijelaskan bahwa teknik hipnotis juga masih rentan terhadap apa yang ada di hati, perlulah diingat dihati ada (Nafsu, Iman dan akal) sisi Iblis, sisi Malaikat dan sisi Roh/Manusia, sisi Iblis dan sisi Malaikat ini bisa mempengaruhi keputusan yang diambil oleh sisi Roh/Manusia. Ingatlah selalu bahwa sisi Iblis, tiap detiknya akan selalu berusaha menyesatkan manusia.

Area Pikiran Sub Sadar/Bawah Sadar
Area ini sudah ada sejak mulai dalam kandungan ibu. Bahkan dalam teori hipnotis area ini memiliki peran lebih dari 80% atas diri kita. Di area ini tempat tersimpannya memori kita sejak kecil, kebiasaan kita, sifat dan pola pikir kita. Karena peran yang lebih dari 80% inilah yang membuat kita susah untuk mengubah kebiasaan kita secara sadar. Atau ketika ingin merubah sifat kita yang kurang kondusif untuk perkembangan diri kita.

Di area ini juga tersimpannya program diri yang bisa menyabotase kesuksesan kita. Misalnya saja keinginan kita untuk memiliki uang yang banyak tapi kita menganggap uang itu susah dicari atau uang itu sumber kejahatan. Ingin kaya tapi menganggap orang kaya itu pelit atau orang kaya keluarganya pasti berantakan.

Selama program-program tersebut tidak diubah maka kita akan sangat sulit mencapai apa yang kita inginkan tersebut. Merubahnya secara sadar sangat kurang efektif karena peran pikiran sadar yang kalah jauh dengan pikiran bawah sadar.

Masa-masa paling efektif untuk pembentukan program-program yang memberdayakan adalah ketika anak berumur 0-4 tahun. Karena secara teori pada usia tersebut si anak menyerap semua apa yang dia pelajari, pelajaran yang baik maupun buruk.

Dalam perkembangan menuju dewasa Pikiran Bawah Sadar terus menerus memegang peranan penting. Ia adalah tempat penyimpanan habit atau kebiasaan, emosi-emosi terpendam sejak masa kecil, program-program perilaku dan persepsi, value atau nilai dasar, rekaman-rekaman penglihatan dan pendengaran yang bermuatan emosi negatif maupun positif, dan lain sebagainya.

Perilaku, cara berpikir, dan cara merasa manusia adalah hasil proyeksi dari apa yang ada di alam bawah sadarnya. Misalkan, seorang anak yang dari kecil sering dipukuli dan dibentak, di pikiran bawah sadarnya akan tersimpan ketidakpuasan dan rasa takut yang berlebih, ini akan mempengaruhi perilaku dan cara berpikir dan cara merasa dia di masa depan. Hal yang dapat terjadi, dia bisa saja menjadi orang yang minder, takut berlebihan, tidak mudah percaya orang, negatif thinking, kurang semangat juang, dan lain sebagainya. Namun bisa saja justru dengan semua ketidakpuasan itu di pikiran bawah sadarnya, ia malah menjadi orang yang sangat agresif, ia menjadi orang yang keras, pemarah, dan menyakiti orang lain juga.

Bila pikiran bawah sadar kita lumayan kondusif dan positif, maka baik pula kehidupan kita.

Dan ternyata Pikiran Bawah Sadar manusia juga punya kekuatan untuk menciptakan, contohnya:

Saat seseorang terlalu cemas akan kesehatannya, bila ia tidak menghentikan kecemasan itu, penyakit yang ia takuti malah bisa terjadi secara real.

Orang yang meyakini bahwa ia tidak mampu, maka sesuai dengan keyakinannya terjadi pula ketidakmampuan tersebut, yang sebenarnya adalah klise.

Orang yang sering mengeluh “aduuuh capek…” “capek bangettt” “capek yahhh” “capekkk dehh..” dan lain sebagainya, akhirnya ia akan mengalami psikosomatis dimana ia akan sering capek jasmaniah meskipun tidur cukup, makan cukup, kerja tidak berat, karena alam bawah sadarnya telah tertanam program capek. Berhati-hatilah akan apa yang telah, sedang, atau akan anda tanam di pikiran bawah sadar anda. Tanamlah yang baik maka akan menerima dan merasakan yang baik pula.

Contoh kekuatan pikiran bawah sadar yang luar biasa adalah sebagai berikut:
Dulu waktu kecil mungkin anda pernah dibilang bahwa kalau lagi sakit perut dan tidak ada toilet di tempat dimana berada maka genggam sebuah batu atau taruh di saku celana, maka akan hilang atau reda sakit perut itu. Tahukah anda sesungguhnya hal ini hanya sugesti saja, tidak benar bahwa batu itu punya magic tertentu. Kita sering didoktrin bahwa dengan menggenggam batu maka sakit perut bisa reda, keyakinan ini masuk ke alam bawah sadar, lalu diciptakan realitasnya oleh si alam bawah sadar itu. Ini adalah bukti bahwa alam bawah sadar ada kekuatannya. Di dalam diri kita ada potensi terpendam yaitu di bawah sadar kita, hanya sedikit orang yang menyadari hal ini.

Seseorang sedang sakit dan merasa lemah sekali, misalkan sakit tipes, namun ia mendapat kabar bahwa ternyata istrinya yang telah 10 tahun menikah belum punya anak, telah berhasil hamil, ketika mendapatkan kabar ini, ia bisa mendadak sembuh.

Supaya lebih memahami, contoh mudah lainnya adalah saat seseorang dikejar oleh anjing galak ia dapat berlari dengan sangat cepat hingga melompati pagar yang tinggi, namun setelah selesai ia berusaha melompati pagar itu secara sadar malah tidak sanggup. Apakah ini kekuatan gaib? tidak ! ini adalah kekuatan pikiran bawah sadar anda.

Saat sedang berbunga-bunga jatuh cinta, anda dapat menahan lapar dengan mudah, lapar dan badan yang lemah bukanlah masalah bagi anda. Ini kalau masih cinta-cintanya loh ya, soalnya kalau cinta sudah pudar maka kekuatan pikiran bawah sadar juga tenggelam. Saat sedang cinta-cintanya seorang pria dapat dengan luar biasa berkorban tanpa merasa lelah yang berarti, karena potensinya sedang keluar.

Masih banyak lagi contoh-contoh lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, namun yang pasti adalah masukkan sugesti-sugesti yang positif ke alam bawah sadar, maka ia akan menunjang suksesmu. Sudah terbukti ilmiah!.

Dan ternyata, pikiran bawah sadar dapat menarik keajaiban, menciptakan keberuntungan. Pikiran bawah sadar dapat membantu kita merealisasikan impian kita. Dalam hal ini sudah agak berbau spiritual, contohnya adalah sebagai berikut:
  • Bila anda sangat-sangat merindukan seseorang, orang itu dapat merasakan resah atau turut merindukan anda.
  • Bila anda meniatkan dan benar-benar meyakini untuk dapat tempat parkir, maka bisa terjadi keajaiban anda benar-benar menemukannya.
  • Saat anda sangat-sangat ingin mencari suatu informasi, anda kemudian terdorong untuk membuka sebuah koran yang tidak pernah mau anda baca selama ini. Saat membuka secara random (sembarangan) malah bisa persis ketemu dengan informasi yang anda butuhkan tadi.
  • Seorang ibu bisa merasakan keresahan bila terjadi hal-hal kurang baik pada anak atau suaminya.
  • Saat pengen banget mau makan durian, eh kok bisa kebeneran ada yang menawarkan untuk makan durian.
  • Orang yang selalu berprasangka negatif maka tanpa ia sadari pikiran bawah sadar dia juga menarik hal-hal yang negatif untuk terjadi.
  • Orang yang punya prasangka bahwa jodohnya susah, maka ia akan mengalami hal itu.
  • Orang yang menganggap dirinya tidak berguna dan tidak dibutuhkan orang lain, maka tanpa ia sadari akan menarik kejadian-kejadian yang semakin membuat dia yakin bahwa hal itu memang benar.
  • Orang yang berprasangka bahwa mencari rejeki itu susah sekali, orang kaya hanyalah orang-orang pilihan Tuhan saja, maka pikiran bawah sadarnya selalu menghindarkan ia dari jalan rejeki yang besar, padahal sesungguhnya tersedia jalan kemudahan. Namun prasangka yang ia miliki membuat ia tidak dapat melihat kesempatan, atau masih melihat namun tidak berani mengambil kesempatan itu.

Area Pikiran Sadar
Area ini mulai optimal berkembang ketika anak berusia 4 tahun. Si anak sudah mulai kritis terhadap yang terjadi disekitarnya. Area ini banyak kita pakai ketika kita sedang melakukan analisa terhadap sesuatu. Area ini merupakan tempat tersimpannya ingatan jangka pendek seperti ingatan apa yang kita lakukan hari ini. Ketika Anda mempelajari hal baru, belajar mengemudikan mobil misalnya, kita lebih banyak menggunakan area ini.

Area Kritis (Critical Area)
Area ini sering saya sebut-sebut sebelumnya. Area ini bisa dibilang seperti buah simalakama hehehe…. Kalau dia ada kita susah melakukan perubahan terhadap sikap ataupun mental yang tidak mendukung perkembangan kita. Tapi kalau dia tidak ada kita juga bakalan kesusahan karena kita tidak mempunyai filter yang berfungsi untuk memilah-milah apa yang pantas masuk ke dalam area pikiran bawah sadar dan mana yang tidak pantas. Kita bakalan jadi orang yang plin-plan yang mudah sekali dipengaruhi oleh keadaan ataupun orang lain.

Tugas utama critical area adalah sebagai filter atas data yang kita terima (Pikiran Sadar). Jika sesuai dengan program yang sudah ada di pikiran bawah sadar maka data tersebut akan memperkuat program sebelumnya (kebiasaan, mindset, emosi dll). Tapi jika tidak sesuai maka akan ditolak oleh critical factor.

Area ini mulai berkembang secara optimal ketika anak berumur 4 tahun. Dan semakin menebal dengan bertambahnya usia anak tersebut. Dan hal ini membuat anak menjadi semakin kritis terhadap kondisi sekitar.

Nah repotnya jika ada program yang tertanam dalam bawah sadar sudah tidak sesuai dengan kondisi dia yang sekarang dan perlu dirubah, kita memerlukan usaha yang sangat keras untuk merubahnya. Karena kalau merubahnya hanya mengandalkan pikiran sadar maka kita akan berhadapan dengan tembok pembatas yang sangat kuat. Tembok yang bertugas untuk melindungi apa yang ada di baliknya (pikiran bawah sadar) agar tidak berubah-ubah.

Agar bisa merubah program tersebut maka kita perlu mencari cara agar bisa melewati tembok tersebut dan hipnotis adalah salah satunya. Ya, hipnotis hanyalah salah satu cara. Masih ada beberapa cara agar tembok ini bisa kita lewati.

Pikiran atau kesadaran kita itu seperti bawang yang berlapis-lapis. Secara garis besar manusia
punya satu pikiran/kesadaran yang terdiri dari dua bagian, yaitu pikiran sadar dan bawah sadar. Pikiran Sadar adalah proses mental yang bisa Anda kendalikan dengan sengaja. Pikiran Bawah Sadar adalah proses mental yang berfungsi secara otomatis sehingga Anda tidak menyadarinya dan sulit untuk dikendalikan secara sengaja.



Pada gambar tersebut kita dapat melihat ketika kita memberikan sugesti tanpa melakukan bypass (melewati) critical area maka sugesti tersebut akan ditolak oleh critical area kita. Ini juga termasuk jika sugesti atau saran tersebut bertentangan dengan program yang sudah ada dalam pikiran bawah sadar. Meskipun sugesti tersebut datang dari kita dan untuk diri kita tetap akan ditolak jika critical area menilai kalau sugesti yang kita berikan tidak sesuai dengan program yang sudah ada. Ini juga alasan menurut saya repetisi itu kurang efektif karena memerlukan tenaga (usaha) yang sangat besar agar critical area bisa tertembus. Ketika critical area dapat kita lemahkan melalui kelima cara yang sudah saya sebutkan sebelumnya maka sugesti dapat masuk ke pikiran bawah sadar. Melalui cara ini juga kita dapat melakukan modifikasi program pikiran yang sudah ada sebelumnya.

Tentu saja tidak semua sugesti akan dieksekusi oleh pikiran bawah sadar. Jika sugesti tersebut bertentangan dengan nilai moral dia baik itu moral agama maupun lingkungan sekitar maka sugesti tersebut masih bisa ditolak. Ini juga alasan kegagalan Anda jika Anda menghipnotis sesama jenis Anda untuk mencintai Anda hehehe…. Tentu saja dengan catatan kalau orang tersebut bukan penyuka sesama jenis

Beberapa cara membuka area kritis :

1. Hipnotis
Untuk bagian ini sepertinya tidak perlu saya bahas disini karena ebook ini juga mengenai penggunaan hipnotis.

2. Repetisi/pengulangan
Jika Anda familiar dengan buku pengembangan diri atapun mengikuti MLM pasti pernah mendengar ini. Untuk menanamkan mindset positif kita disuruh untuk mengucapkan affirmasi sesering mungkin. Affirmasi seperti “Saya adalah orang yang percaya diri” atau “Semua orang senang dengan saya” dan sebagainya.

Dan affirmasi itu diucapkan dari bangun tidur sampai mau tidur. Setiap kali ada waktu senggang terus diucapkan. Menurut penelitian terbaru jika kita melakukan hal yang sama secara terus menerus maka akan terbentuk jalur baru dalam otak kita. Seperti inilah cara terbentuknya suatu kebiasaan baru, pada awalnya susah terbentuk tapi jika dilakukan terus menerus maka kita jadi terbiasa melakukan kebiasaan tersebut.

Demikian juga dengan affirmasi yang dibaca terus menerus bisa saja akan mewujud dalam diri kita. Tapi karena adanya area kritis teknik ini cukup melelahkan apalagi kalau affirmasiny sangat bertentangan dengan program yang sudah ada sebelumnya.

Segala jenis ibadah fisik dan batin juga bisa bernilai pengulangan untuk membersihkan hati dan mengakses banyak kemampuan alam bawah sadar.

3. Saran dari figur yang sangat kita hormati
Jika Anda mempunyai tokoh yang sangat Anda hormati maka secara tidak sadar Anda menurunkan tembok critical area Anda. Apa yang Beliau ucapkan bisa jadi Anda anggap 90% adalah kebenaran.

Ini juga alasan banyak tentang sikap orang yang fanatik terhadap aliran tertentu. Mereka hanya mendengar omongan dari orang yang dihormati dalam aliran tersebut tanpa menghiraukan omongan orang lain ketika apa yang disampaikan oleh Tetua tersebut salah.

Mereka akan membela mati-matian Tetua tersebut dengan berbagai argumen jika ada pihak luar berbeda pendapat. Dari argumen yang masuk akal, terlihat seperti masuk akal sampai argumen yang tidak masuk akal.

Pada area inilah paranormal juga bekerja. Ketika seorang pasien sangat mempercayai apa yang diucapkan oleh paranormal tersebut maka dia secara tidak sadar telah memberikan sugesti pada diri sendiri. Dan akhirnya terciptalah apa yang dinamakan dengan Self Fulfilling Prophecy atau Ramalan Yang Terwujud Karena Diri. Karena pasien tidak mengetahui cara kerja pikiran maka dia langsung menganggap kalau paranormal tersebut sakti mandraguna.

Apa hikmah yang bisa kalian petik dari hal ini?

4. Identifikasi kelompok termasuk keluarga
Seperti yang diatas ketika menjadi fanatik pada kelompok tertentu kita menjadi lebih mudah menerima saran dari kelompok tersebut. Dan ketika ada pendapat yang berseberangan dengan pendapat kelompok maka kita lebih mempercayai pendapat kelompok kita.

Dari pengamatan saya ini juga terjadi di umat Islam Indonesia. Ketika adanya foto yang tersebar tentang terjadi pembantaian di umat Muslim di Rohingya maka tanpa pikir panjang menganggap itu foto memang benar dan kemudian ikut menyebarkan foto-foto tersebut tanpa melakukan cross check. Padahal setelah diteliti ternyata itu foto dari arsip yang lama dan mayat-mayat yang sedang digotong oleh para biksu tersebut adalah korban gempa bumi. Ada juga kasus pemakaman seorang ustadz selebritis yang dibilang ada foto langit seperti orang sedang berdo’a. Dan ketika itu media social menjadi heboh dan banyak yang mempercayai hal tersebut. Usut punya usut ternyata foto tersebut sudah ada sebelum ustadz tersebut meninggal.

Apa hikmah yang bisa kalian petik dari hal ini?

5. Emosi yang intens
Ketika Anda sedang mengalami emosi yang luar biasa Anda menjadi sangat mudah diprovokasi oleh orang lain tanpa memikirkan akibatnya. Tidak juga memikirkan apakah yang disampaikan oleh orang yang memprovokasi kita itu benar atau bohong.

Area ini juga dilakukan oleh para pengiklan di televisi. Mereka menampilkan suatu gambaran betapa menyenangkan hidup Anda setelah Anda memakai produk mereka. Dan betapa menderitanya Anda sebelum memakai produk mereka.

Area ini juga dipakai oleh para penipu untuk melewati critical area. Emosi yang mereka gunakan kebanyakan adalah keserakahan dan perasaan takut. Banyak kasus penipuan dengan modus menawarkan barang yang kalau aslinya harganya mahal tapi karena alasan yang terdengar logis dia menjualnya dengan sangat murah.

Apa hikmah yang bisa kalian petik dari hal ini?

Selain yang saya sebutkan diatas ada lagi kondisi trance yang bisa terjadi dalam hipnotis yaitu Esdaile State atau yang biasa dikenal dengan nama Coma State. Kondisi ini pertama kali ditemukan oleh dokter James Esdaile ketika beliau masih bertugas di rumah sakit tahanan di india. Pada saat itu masih belum ada penemuan obat bius sehingga untuk melakukan operasi para dokter harus membuat si pasien mabuk atau tidak sadarkan diri. Dengan metode ini hanya sekitar 50% saja pasien yang berhasil diselamatkan. Ketika itu dokter esdaile melakukan eksperiman menggunakan metode dari mesmer untuk melakukan operasi. Dan keberhasilan dari operasi tersebut lebih dari 90% bahkan itu termasuk operasi besar seperti pembedahan perut. Eksperimen-eksperimen tersebut didokumentasikan dalam buku yang berjudul “Mesmerisme In India”. Buku ini merupakan buku penggunaan hipnotis pertama kali yang terdokumentasikan dengan baik.

Dengan cara berbeda, contohnya seperti kekhusyuan, seperti Umar saat terkena panah, ketika sholat, panah dicabut tanpa Beliau mengalami perasaan sakit, disini terlihat bahwa Umar sebenarnya sadar tidak dalam kondisi coma state tapi ia kondisi khusus yang bolehlah kita namakan kekhusyuan yang hanya bisa terjadi pada orang-orang pilihan (islam) berbeda dengan teknik hipnotis dalam menghilangkan rasa sakit, phobia tertentu, motivasi kepada satu hal, melenyapkan keyakinan atau membuat keyakinan baru, dsb. Hal lain ia lah ketika ia memakan sesuatu yang tidak halal, ia dapat tahu bahwa apa yang ia makan tidak halal bahkan bisa memuntahkannya, dsb. Dan keputusan ini ada pada saat ia sadar tidak dalam kondisi tersugesti atau seperti contoh yang terjadi pada hipnotis. Mengapa hal itu dapat terjadi?

Meski area kritis sudah lemah tapi dia tetap berfungsi. Jika sugesti yang anda berikan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dia pegang teguh maka maka sugesti tersebut tetap ditolak. Jadi anda tidak bisa menghipnotis orang yang dalam kehidupan sehari-hari ceria untuk melakukan aksi bunuh diri, kecuali kalau dia memang merasa tidak berharga mungkin bisa (mungkin ya..). Atau anda menyuruh wanita yang memegang norma masyarakat Indonesia secara teguh untuk melakukan tarian striptise (tarian vulgar/telanjang), kecuali dia memang ada bibit untuk melakukan hal itu. Jadi meski dalam kondisi terhipnotis kita masih mempunyai “pengaman” agar sugesti yang diberikan oleh orang lain tidak membuat kita celaka.

Hipnoterapi adalah jenis terapi mental, pikiran dan emosi serta perilaku yang dilakukan dalam keadaan hipnotis. Artinya, terapi ini mutlak menggunakan keadaan trance yang diinduksikan agar maksud dari terapi tersebut dapat tercapai. Untuk masuk ke dalam keadaan trance tersebut maka sangat diperlukan kerjasama dan saling kepercayaan antara klien dan hipnoterapis. Tanpa kerjasama dan saling percaya maka maksud dan tujuan terapi tidak akan tercapai sehingga akan membuang-buang waktu dan tenaga antara kedua belah pihak.

Saya sangat menekankan sekali adanya kerjasama. Demikian pula hipnoterapis lain pasti akan sangat menekankan adanya kerjasama antara kedua belah pihak ini. Hipnoterapi bukanlah pertarungan mental. Bukan berarti anda yang tidak dapat masuk dalam keadaan hipnotis maka berarti anda hebat atau mental anda kuat. Justru sebaliknya. Kenapa? Sebab, secara normal seharusnya semua manusia normal dapat masuk kedalam kondisi/keadaan hipnotis, kecuali; orang-orang yang mentalnya kurang atau tidak memiliki kecerdasan yang cukup (moron, imbecile, idiot dsb), orang yang memang dalam keadaan koma/hampir mati, serta orang-orang yang kurang memiliki kecakapan komunikasi atau dengan kata lain kemampuan verbal-nya kurang.

Hipnotis pun sama sekali bukan pertarungan mental, melainkan kerjasama. Sejauh ini, saya sering mendapati orang yang merasa tidak bisa dihipnotis atau orang yang merasa tidak ada yang mampu menghipnotisnya. Dan tentu saja orang-orang ini tentu tidak akan dapat dihipnotis karena memang seperti itulah, jika anda tidak menginginkan/tidak mengizinkan dihipnotis maka siapa pun juga tidak akan dapat menghipnotis anda. Itu sudah rumusnya seperti itu. Sebab hipnotis memerlukan kerjasama antara penghipnotis dengan orang yang dihipnotis.

Hipnotherapi telah terbukti memiliki beragam kegunaan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang berkenaan dengan emosi dan perilaku. Bahkan beberapa kasus medis serius seperti kanker dan serangan jantung, hipnotherapi mempercepat pemulihan kondisi seorang penderita. Hal ini sangat dimungkinkan karena hipnotherapi diarahkan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan memprogram ulang penyikapan individu terhadap penyakit yang dideritanya.

Hypnosis sangat berguna dalam mengatasi beragam kasus berkenaan dengan kecemasan, ketegangan, depresi, phobia dan dapat membantu untuk menghilangkan kebiasaan buruk seperti ketergantungan pada rokok, alkohol dan obat-obatan. Dengan memberi sugesti, seseorang terapis dapat membangun berbagai kondisi emosional positif berkenaan dengan menjadi seorang bukan perokok dan penolakan terhadap rasa ataupun aroma rokok.

Khusus untuk phobia, hypnotherapy digunakan untuk mereduksi kecemasan yang mengambil alih kontrol individu atas dirinya. Hal ini dapat diwujudkan dengan menciptakan suatu gambaran nyata tentang kondisi yang menyebabkan phobia namun individu tetap dalam kondisi relax, sehingga membantu mereka untuk menyesuaikan ulang reaksi mereka pada kondisi yang menyebabkan phobia menjadi normal dan respon yang lebih tenang.

Kisah-kisah penyembuhan ajaib sering kita dengar di masyarakat kita. Banyak orang sembuh dari penyakit kronis setelah mengunjungi atau meminum air yang ada di tempat-tempat yang dianggap suci atau keramat. Para penyembuh alternatif, selain menggunakan obat herbal, umumnya mereka adalah orang yang pandai memberi sugesti dan diyakini oleh masyarakat punya "daya batin". Terlepas kontroversi tentang pengobatan alternatif, faktanya banyak orang telah tersembuhkan secara ajaib dengan cara pengobatan yang tidak masuk akal. Menurut Dr. Joseph Murphy, kesembuhan itu terjadi bukan semata-mata karena "daya batin" penyembuh atau karena tuah tempat keramat, melainkan keyakinan dan kekuatan pikiran bawah sadar pasien sendiri.

Anda pernah mendapatkan motivasi? Yah, kurang lebih hampir sama hubungan antara hipnosis/ hipnotis dengan suntikan motivasi. Persamaanya keduanya sama-sama mengarahkan pasien untuk melakukan tindakan, perilaku atau habit tertentu.

Nah sebelum membahas lebih detail hubungan keduanya, mari kita bahas apa itu motivasi. Pembahasan berasal dari referensi dunia psikologi.

Anda pernah menonton acara Golden Ways? Saya yakin sebagian besar pembaca pernah menyaksikan acara yang dipandu oleh Mario Teguh, dan tidak sedikit yang menjadi penggemar motivator ulung yang satu ini. Mario Teguh seakan mampu ‘menghipnotis’ penonton dengan kata-kata bijaknya. Nah mungkin anda bertanya-tanya kenapa anda suka sekali dengan acara tersebut? Apa sih pengaruh dan manfaatnya bagi anda. Jawabannya mungkin anda ingin ada perubahan yang lebih baik dari kehidupan anda yang sekarang ini.

Motivasi merupakan suatu tenaga yang terdapat dalam diri manusia yang menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasi tingkah laku (Perilaku). Perilaku ini timbul karena adanya dorongan faktor internal dan faktor eksternal. Perilaku dipandang sebagai reaksi atau respons terhadap suatu stimulus.

Woodhworth (dalam Petri, 1981)* mengungkapkan bahwa perilaku terjadi karena adanya motivasi atau dorongan (drive) yang mengarahkan individu untuk bertindak sesuai dengan kepentingan atau tujuan yang ingin dicapai. Karena tanpa dorongan tadi tidak akan ada suatu kekuatan yang mengarahkan individu pada suatu mekanisme timbulnya perilaku. Dorongan diaktifkan oleh adanya kebutuhan (need), dalam arti kebutuhan membangkitkan dorongan, dan dorongan ini pada akhirnya mengaktifkan atau memunculkan mekanisme perilaku.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa motivasi sebagai penyebab dari timbulnya perilaku menurut konsep Woodworth mempunyai 3 (tiga) karakteristik, yaitu :
  • Intensitas; menyangkut lemah dan kuatnya dorongan sehingga menyebabkan individu berperilaku tertentu;
  • Pemberi arah; mengarahkan individu dalam menghindari atau melakukan suatu perilaku tertentu;
  • Persistensi atau kecenderungan untuk mengulang perilaku secara terus menerus.
Dengan kata lain, jika ketiga hal tersebut lemah, maka motivasi tak akan mampu menimbulkan perilaku.

Pandangan lain dikemukakan oleh Hull (dalam As’ad, 1995)* yang menegaskan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh motivasi atau dorongan oleh kepentingan mengadakan pemenuhan atau pemuasan terhadap kebutuhan yang ada pada diri individu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa perilaku muncul tidak semata-mata karena dorongan yang bermula dari kebutuhan individu saja, tetapi juga karena adanya faktor belajar. Faktor dorongan ini dikonsepsikan sebagai kumpulan energi yang dapat mengaktifkan tingkah laku atau sebagai motivasional faktor, dimana timbulnya perilaku menurut Hull adalah fungsi dari tiga hal yaitu : kekuatan dari dorongan yang ada pada individu; kebiasaan yang didapat dari hasil belajar; serta interaksi antara keduanya.

Berdasarkan uraian di atas, baik konsep yang dikemukakan Woodhworth maupun Hull menjelaskan bahwa motivasi berkaitan erat dengan perilaku. Motivasi merupakan suatu konstruk yang dimulai dari adanya need atau kebutuhan pada diri individu dalam bentuk energi aktif yang menyebabkan timbulnya dorongan dengan intensitas tertentu yang berfungsi mengaktifkan, memberi arah, dan membuat persisten (berulang-ulang) dari suatu perilaku untuk memenuhi kebutuhan yang menjadi penyebab timbulnya dorongan itu sendiri. Nah, bagi anda penggemar Mario Teguh atau suka sekali membaca kata-kata motivasi, pastikan beberapa hal diatas terpenuhi agar perubahan perilaku yang anda harapkan menjadi nyata.

Nah begitulah hubungan antara motivasi dengan perilaku. lalu apa hubungannya dengan hypnosis? Erat sekali. nanti akan dibahas lain waktu. Dalam hal ini saya hendak menyampaikan kepada pembaca bahwa "Doa dan Ibadah" adalah penyuntik motivasi sekaligus hipnosis diri sendiri yang luar biasa dahsyat efeknya.

Peranan Hypnosis Dalam Motivasi dan Empowerment
Akhir-akhir ini banyak sekali pelatihan motivasi mulai dari Anthony Robbins yang terkenal dengan Fire Walking nya, Get Your AlphaPower yang diselenggarakan oleh Mind Technology,  pelatihan NLP (Neuro Language Program), Ari Ginanjar dengan ESQ nya, dari yang menggunakan pola pendekatan moderen sampai dengan spiritual religius, di mana semua pelatihan tersebut bertujuan untuk membangkitkan motivasi dan pemberdayaan diri manusia.

Dan apa yang rata-rata diperoleh dari pelatihan tersebut? Meningkatnya rasa percaya diri,  kita menjadi orang yang selalu berpikir positif, berpikir lebih bijak dalam menghadapi "kenyataan". Dapat menstimulasi diri sendiri untuk lebih 'kuat'  dalam menghadapi situasi (apapun) yang mungkin tidak menguntungkan dengan cara yang lebih arif. Selain itu juga, mampu memberdayakan diri sendiri untuk menghadapi masalah penyakit medis dan non medis.

Tujuan umum dalam pembangkitkan motivasi dan empowerment (pemberdayaan diri) adalah agar terjadi suatu keselarasan atau keseimbangan pikiran, jiwa maupun mental dalam diri kita sehingga kita mampu mengimbangi situasi dan kondisi lingkungan sehari-hari yang mungkin dapat mempengaruhi perilaku kita. 'Selaras', sehingga mental kita lebih kuat dan bijak dalam menyikapi masalah kehidupan sehari-hari.  Kita dapat lebih tenang dalam berpikir maupun bertindak. Selalu berpikir positif. Meskipun dalam situasi lingkungan yang tidak mendukung, perilaku dan aktivitas kita tidak terganggu.

Mengenai motivasi itu sendiri secara bebas mungkin dapat dikatakan sebagai suatu 'iming-iming' atau sasaran yang membuat kita dengan segenap pikiran, jiwa dan raga kita akan berusaha apapun untuk medapatkan 'iming-iming' tersebut.

Setiap orang pasti mempunyai motivasi, positif maupun negatif, kecuali dia memiliki problem  kejiwaan (sakit jiwa). yang dimaksud dengan 'positif' adalah sesuai dengan kaidah, tatanan, etika yang berlaku umum saat itu, dan sesuai dengan ajaran-ajaran yang mengajarkan kebajikan seperti agama, budi pekerti dsb.  Sedangkan yang dimaksud dengan 'negatif' adalah kebalikannya atau bertentangan dengan hal di atas.

Dalam suatu masalah perilaku atau mental (diluar aspek etika, keagamaan, budi pekerti dll.), asalkan dia mengerti motivasi sebenarnya dan dia melakukan tindakan sesuai motivasinya, maka orang ini tidak akan bermasalah secara kejiwaan ataupun mental.

Setiap masalah motivasi selalu dikaitkan dengan perilaku atau tindakan. Ada empat kategori untuk hal itu:

Pertama:
Keadaan yang ideal. Kita mengetahui motivasi kita yang sebenarnya dan sehingga tindakan/ perilaku kita sesuai dengan motivasi kita.
("Saya tahu apa yang saya mau")

Contoh:
Seorang pegawai yang akhir-akhir ini selalu bekerja lembur karena termotivasi karena istrinya akan melahirkan anak pertama sehingga membutuhkan biaya persalinan. Si pegawai tidak bermasalah meskipun dia harus bekerja lembur, karena terbayang di pikirannya suatu kebahagiaan untuk memiliki anak pertama. Dia akan bekerja sukarela dan dengan senang hati. Orang-orang di sekelilingnya pun tidak ada masalah dengan dirinya.

Seorang mafioso melakukan pembunuhan dan perampokan di mana-mana, karena termotivasi untuk mendapatkan uang yang banyak dan kekuasaan. Sang mafioso juga tidak ada masalah dengan mental atau perilakunya, karena meskipun dia melakukan pembunuhan, motivasinya adalah berkuasa dengan cara seperti ini. Pada dasarnya dia memang menyukai hal itu. Jelas, dia tidak diterima oleh lingkungan, tetapi untuk lingkungan kecil atau kalangan bandit mungkin dia diterima. 

Kedua:
Kita mengetahui motivasi kita yang sebenarnya namun oleh karena berbagai macam hal, tindakan/ perilaku kita tidak sesuai dengan motivasi kita, atau tindakan/ perilaku kita tidak sesuai dengan tatanan yang berlaku atau salah. (dalam bahasa jawa dikatakan 'nyeleneh').
("Saya tahu tetapi sulit")

Contoh:
Seorang remaja ingin bebas dari masalah tekanan dari orang tuanya maka dia melarikan diri ke narkoba agar masalahnya selesai. Motivasinya benar bahwa dia ingin bebas, namun tindakannya selah sehingga menyebabkan suatu permasalahan.

Seorang mencuri uang karena ingin membahagiakan istrinya. Sudah benar bahwa motivasinya ingin membahagiakan istri, namun tindakannya tidak benar.

Orang terpaksa bekerja di tempat yang menurutnya tidak sesuai dengan hati nuraninya Dia terpaksa melakukannya karena motivasi ekonomi.

Seseorang ingin menurunkan berat badan, tetapi tetap saja makan berlebihan.

Ketiga:
Kita tidak mengetahui motivasi kita yang sebenarnya. Yang kita pikirkan hanya proses tindakannya saja. Yang penting tindakannya tidak negatif.
("Saya dapat bertindak apa saja asalkan benar dan tidak negatif meskipun saya tidak tahu saya mau apa, pokoknya kerjakan saja" - untung-untungan)

Untuk kategori ini mungkin tidak akan menjadi masalah kalau dia merasa bahwa apapun yang terjadi memang demikianlah adanya (pasrah). Syukur-syukur kalau berhasil, tetapi kalau gagal memang demikian adanya terima saja.

Pada orang-orang tertentu mungkin tidak dapat seperti ini. Meskipun dimulut mengatakan bahwa kalau gagal memang demikian adanya, tetapi dalam hatinya bergejolak luar biasa.

Seperti anak ayam kehilangan induknya, dia akan menciap-ciap terus karena tidak tahu harus apa.

Kategori ini berpotensi untuk mengalami masalah perilaku yang muncul (biasanya terjadi belakangan) bila si pelaku mengalami guncangan emosional. 

Contoh:
Seorang bersedia bekerja apapun meskipun dia harus kerja siang malam tanpa henti. Jika ditanyakan mengapa dia bekerja seperti itu, dia akan menjawab "Ya ..., entahlah, senang saja". Dia merasa tidak ada masalah dengan tindakannya karena hanya berorientasi pada proses tindakannya saja. 

Sekarang bayangkan, jika suatu saat terjadi suatu pemutusan hubungan kerja di tempat kerjanya. Jika dia pasrah terhadap keadaan, maka perubahan apapun dalam lingkungan kerjanya tidak akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dan dia mungkin akan mencari pekerjaan lain.

Ternyata, tidak semua orang dapat pasrah dengan keadaan itu. Dia akan 'sakit', dimana perilakunya akan terganggu seperti menjadi stress, depresi atau masalah yang lainnya.  Dia akan menjadi orang 'pesakitan'. Setiap waktu hanya mengeluh, mengeluh, dan mengeluh.

Bayangkan kalau dia tidak kuat menghadapi hal tersebut (ini kasus yang sering terjadi), secara penampilan mungkin tidak terlihat, tetapi mulai saat itu dia mulai terjangkit penyakit medis seperti diabetes atau darah tinggi dan sebagainya.

Keempat:
Kita tidak mengetahui motivasi kita sebenarnya sehingga tindakan/ perilaku kita pasti salah karena tidak sesuai dengan motivasi kita sebenarnya.  Kalaupun terlihat tindakannya benar, sebenarnya hanya kamuflase saja karena belum tentu kita merasa benar-benar puas.
("Saya tidak tahu apa yang saya mau" - terlalu berandai-andai, berasumsi, dan 'untung-untungan')

Umumnya kategori ini juga berpotensi menimbulkan masalah baru sehingga membuat permasalahan yang tadinya sederhana menjadi lebih kompleks dan rumit.

Contoh:
Seseorang istri mengurangi makannya secara berlebihan supaya kurus karena dia beranggapan bahwa kalau makan banyak berarti tidak sehat. Setelah dilakukan terapi, ternyata motivasinya untuk kurus karena ingin  menjadi pusat perhatian dengan bentuk badan yang baru. 

Secara pribadi, orang dalam kategori pertama, baik secara jiwa, mental dan perilaku, sama sekali tidaklah bermasalah. Tidak peduli motivasinya positif atau negatif. Perbedaannya, jika dia motivasinya positif, dia akan diterima lingkungan. Sedangkan jika motivasinya negatif mungkin hanya diterima pada kalangan atau lingkungan tertentu saja tetapi dia tetap nyaman.

Demikian pula dalam hal medis. Seseorang yang secara medis terkena diabetes, dia tahu bahwa hidup ini harus dijalani apa adanya dan sadar bahwa manusia memang banyak cobaan. yang penting bagi dia adalah hidup berbahagia. Oleh karena dia tahu motivasinya ingin bahagia, dia tidak terlalu memikirkan diabetesnya. Dia berobat seperti biasa, dan perilakunya pun tidak terpengaruh. Dia tetap seperti biasanya, aktivitasnya normal-normal saja tanpa ada rasa stress atau depresi.

Pada kategori kedua, ketiga dan keempat inilah biasanya terjadi suatu masalah mental dan perilaku seperti contoh-contoh di atas. Sangat berbeda jika orang dalam contoh kasus di atas, seperti pada kategori tiga, dia mengetahui motivasi dia sebenarnya. Tentunya dia tidak perlu menjadi orang "pesakitan" yang tiap hari selalu mengeluh. Dia akan segera berpikir ke depan dan positif untuk berusaha yang lainnya dimana motivasinya adalah untuk hidup bahagia.

Lihat seperti contoh kasus yang muncul sejak tahun 1998, banyak sekali orang yang terkena PHK malahan dapat menjadi pengusaha yang sukses karena mempunyai motivasi positif yang jelas dan mampu memberdayakannya.

Apa yang mempengaruhi motivasi sehingga berakibat pada perilaku kita?
Situasi dan kondisi kota besar dan kemajuan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi suasana dan kondisi lingkungan sekitar kita. Secara langsung atau tidak, baik ataupun buruk, hal ini mempengaruhi mental dan perilaku kita.  Akibatnya, mungkin saja secara tidak sadar motivasi jadi berubah, atau kita tidak sempat/ tidak mampu untuk memberdayakan motivasi kita yang sebenarnya. Sekarang,  tergantung pada sikap kita sendiri, mampukah kita mengatasi/ mengimbanginya tanpa adanya perubahan mental dan perilaku karena kita tetap berpendirian teguh pada motivasi kita sebenarnya? atau “tune in” dalam lingkungan itu sehingga perilaku dan sikap kita tidak terganggu dalam menghadapinya meskipun kita tetap mengacu pada motivasi kita yang sebenarnya? atau kita dapat memandang hal itu dengan sikap bijak? atau kita hanyut dengan kondisi tersebut karena sudah tidak peduli dengan motivasi awal kita? atau kita tidak mampu mengimbangi dan selaras sehingga kita frustasi terhadap keadaan ini karena kita terlalu bersikukuh dengan motivasi kita sebenarnya?.

Banyak masalah-masalah mental dan perilaku yang muncul karena adanya pengaruh langsung maupun tidak langsung dari lingkungan sekeliling kita. Seseorang menjadi stress karena merasa tidak tepat berada di lingkungan kerjanya atau lingkungan tempat tinggalnya, tetapi dia tidak dapat melepaskan diri dari pekerjaannya karena adanya tuntutan ekonomi sehingga mau tidak mau dia harus berada di sana.

Mungkin masalah-masalah tersebut tidak terjadi jika kondisi kita berada dalam suatu lingkungan yang amat kondusif, sangat aman, tentram dan nyaman seperti pada suatu pedesaan yang tenang, aman, tentram seperti di cerita-cerita dongeng.  Tetapi apakah kehidupan di era globalisasi, terutama di kota besar, dapat seperti itu? Manusia dituntut untuk saling bersaing bagaimanapun bentuk dan caranya, sehingga rasa cemas, rasa stress, atau depresi dapat muncul kapan saja.

Lalu harus bagaimana? Apa yang terjadi bila tidak mampu untuk 'selaras' dengan lingkungan ? Dan bagaimana caranya agar 'selaras'?

Motivasi dan pemberdayaan diri sendiri menjadi modal utama. Dengan patokan ini kita berupaya agar kita tidak merasa tertekan, tidak merasa stress, atau tidak frustasi dalam menghadapi situasi lingkungan yang seperti itu, yang penuh dengan kompetisi (sehat maupun tidak sehat), sesuai atau tidak sesuai dengan hati nurani.

Kalau tidak mampu, maka kita menjadi “sakit” yang disebabkan oleh karena lingkungan itu sendiri.

Dan mungkin kita akan berkata 'lingkungan kita sangat ganas'. Tetapi dengan kemampuan kita selaras dengan lingkungan membuat kita seolah-olah merasa sudah 'menjinakkan' lingkungan tersebut sehingga mental dan perilaku kita tidak ada masalah.

Dalam hal ini, motivasi dan pemberdayaan diri ini menjadi penting dalam proses 'pencegahan dan penyembuhan' suatu “penyakit" perilaku dan mental. Dengan memiliki motivasi yang jelas (bagi diri sendiri) membuat kita menjadi bijak.

Dengan kepala dingin kita dapat menyelesaikan suatu masalah dengan lebih baik karena kita  dapat memilah antara mana yang efeknya akan merugikan dan menguntungkan diri kita,  memilah mana yang negatif dan mana yang positif, baik atau buruk dan seterusnya sehingga kita dapat menentukan tindakan apa yang sesuai dengan diri dan motivasi kita. 

Selain "penyakit perilaku dan mental", motivasi dan empowerment juga menjadi penting dalam hal proses penyembuhan suatu penyakit medis.  Seperti telah dijelaskan dalam tulisan sebelumnya mengenai “Hypnotherapy sebagai alat bantu proses penyembuhan”, proses penyembuhan akan berjalan lancar jika motivasi untuk sembuh juga besar. Dengan kejelasan suatu motivasi, "Saya ingin sembuh dari penyakit ini karena saya termotivasi ingin membuat keluarga saya tetap bahagia", maka secara otomatis kita akan melakukan pemberdayaan diri sendiri untuk sembuh dan mencapai motivasi yang diharapkan.  

Pertanyaan selanjutnya, “Bagaimana motivasi dan empowerment itu dibangkitkan lalu dipertahankan?”

Beberapa keluhan yang sering muncul adalah berasal dari kategori kedua, ketiga dan keempat diatas.

“Kepala saya pening terus. Saya ingin sembuh dan ingin aktivitas saya tidak terganggu oleh hal ini, saya sudah mencobanya tetapi sulit sekali”, “Saya ingin bebas dari masalah yang mengganggu aktivitas saya, namun sulit sekali”.  Dan semakin sulit untuk mengatasinya, biasanya orang tersebut semakin frustasi, sehingga menimbulkan masalah yang lebih kompleks, bahkan bisa merambat ke arah penyakit medis seperti darah tinggi, asam urat, dan sebagainya.

Pada kasus lainnya, seseorang ingin menurunkan berat badan tetapi sulit sekali karena masih senang makan banyak. Umumnya dia sendiri tidak mengetahui apa motivasi sebenarnya (ini kasus yang sering muncul) yang membuat dia ingin menurunkan berat badan. Motivasinya telah  tertutupi oleh keinginan makan yang banyak.

Memang, sangat mudah mengatakannya di mulut ‘”Saya ingin bebas dari masalah ini”, namun tindakannya tidak mencerminkan keinginan tersebut. Mencari pelarian dalam rangka membebaskan diri dari masalah tersebut mungkin dapat dilakukan, seperti makan yang berlebihan, narkoba, minuman keras, dan lain-lainnya. Tetapi perlu diperhatikan, pelarian tersebut belum tentu membebaskan dia dari masalah utamanya sehingga di lain waktu "penyakit" itu kambuh lagi. Selain itu juga berbahaya karena ditengarai kemungkinan timbulnya masalah baru yang menyebabkan permasalahan yang sebenarnya sederhana menjadi lebih kompleks.

Hal yang sering terjadi, dimulut bilang A di hati ternyata Z.
Berbeda dengan seseorang yang sangat jelas dan paham motivasi dirinya. Secara otomatis dia akan melakukan suatu pemberdayaan sedemikian rupa sehingga mencapai apa yang diinginkannya.

Seorang yang ingin menurunkan berat badan karena motivasinya ingin menyenangkan pasangannya. Secara otomatis, dia akan bertindak atau berperilaku apapun yang membuat pasangannya senang termasuk untuk menurunkan berat badannya.

Atau, seperti contoh kasus dalam kategori tiga di atas, jika orang tersebut mengerti bahwa misalkan motivasinya adalah ingin membahagiakan keluarganya, tentunya dia akan memberdayakan dirinya untuk segera mencari pekerjaan lainnya. Dapat kita lihat berapa contoh, banyak orang-orang yang malahan sukses setelah masa krisis tahun 1998.

Atau dalam hal medis, sesesorang atlit ingin segera sembuh dari penyakitnya saat ini, karena termotivasi bahwa bila dia sembuh akan dapat bertanding dalam suatu kejuaraan yang sudah lama dia idam-idamkan. Si atlet tentunya akan melakukan pemberdayaan sedemikian rupa, seperti melakukan latihan ringan yang dapat membantu mengobati penyakitnya, mengikuti saran dokternya dan sebagainya. Bayangkan kalau dia tidak termotivasi, mungkin si atlet akan malas melakukan hal itu semua.

Dalam hal sehari-hari, seorang anak rajin ke sekolah karena termotivasi untuk bertemu pacarnya di sekolah bukan untuk belajar. Dan masih banyak lagi.

Sebenarnya, membangkitan motivasi dan memberdayakannya dapat dilakukan oleh kita sendiri kalau kita dapat berpikir jernih, pikiran kita sedang tenang maupun santai. Namun apakah kondisi lingkungan kita dapat membuat kita berpikir jernih dan tenang kalau setiap hari kita selalu diburu-buru oleh pekerjaan dan aktivitas kita? Tidak semua orang dapat melakukannya.

Dalam suatu proses hypnotherapy oleh seorang Hypnotherapist profesional, melalui teknik dan metoda tertentu, seorang klien diberikan terapi agar dia benar-benar 'clear' dengan motivasi dirinya yang sebenarnya.  Dengan kejelasan motivasi ini, maka klien, tanpa perasaan kritis dan analitis dan tanpa perlu ragu, akan melakukan pemberdayaan diri dalam rangka mencapai motivasinya. Tingginya motivasi untuk menyelesaikan 'penyakit' atau masalah yang dimilikinya, membuat klien melakukan pemberdayaan sedemikian rupa sehingga  proses 'penyembuhan' atau pemecahan masalahnya dapat berjalan lancar.

Selain memperjelas motivasi, seorang hypnotherapist dapat juga memberikan sudut pandang baru agar klien yang tadinya memiliki motivasi negatif bergeser sehingga memiliki motivasi baru yang positif dan memberikan pandangan mengenai nilai-nilai baru.

Seorang Hypnotherapist bukan seorang cenayang, ataupun peramal atau orang yang memiliki kesaktian yang dapat membangkitkan suatu motivasi dalam sekejap seperti tukang sulap dengan hanya membalikkan telapak tangan. Tidak semua hal dapat dilakukan seperti itu. Ingat, jiwa manusia sangat unik. Seperti telah disebutkan, tiap orang dapat saja bereaksi berbeda dalam suatu permasalahan yang persis sama. Dalam suatu pemberdayaan untuk mencapai suatu motivasipun, orang masih dapat berubah. 

Bagaimana membangkitkan motivasi seorang klien sehingga dia melakukan pemberdayaan, merupakan tantangan tersendiri bagi seorang hypnotherapist (Proses ini disebut dengan proses 'hypno-therapeutic')

Dalam hal penyakit medis, seperti halnya yang telah dilakukan oleh para pakar hypnotherapist, proses therapeutic juga dapat mengurangi penyakit medis seorang klien secara berangsur. Klien dapat mengatasi masalah mentalnya dengan pikiran yang lebih jernih dan lebih positif.

Sebenarnya, metoda hypnotherapy seperti ini sudah dilakukan oleh pemuka-pemuka agama (seorang kyai atau ustad, seorang pendeta atau pastor, seorang bhiksu, maupun seorang konselor, dan sebagainya) dalam kegiatan-kegiatan mereka membangun nilai-nilai pekerti yang luhur. Tujuannya sama, meskipun pendekatan tekniknya berbeda, dimana mereka menggunakan penekanan religius spiritual, membimbing klien agar klien menyadari motivasi dirinya yang sebenarnya dan melakukan pemberdayaan sesuai motivasinya sesuai dengan nilai dasar yang dimiliki.

Seorang hypnotherapist profesional, meskipun dia bukan seorang konselor, bukan seorang psikiater, bukan seorang psikolog, bukan seorang dokter, ataupun bukan seorang pemuka agama, dia dapat melakukan hal serupa, karena biasanya hypnotherapist lebih memperhatikan proses therapy daripada 'content'. Perbedaannya bahwa dia tidak menanamkan nilai-nilai dasar baru kecuali ahlinya (dokter, psikolog, psikiater, konselor, pemukia agama). Tetapi, seperti disebutkan pada tulisan sebelumnya, AKAN LEBIH BAIK jika seorang hypnotherapist memahami hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai kehidupan, spritual dan religius. Tentunya hal ini dapat dipelajari atau dapat juga melalui pengalaman pribadi atau pengalaman orang lain. Pengalaman diri sendiri biasanya lebih efektif daripada hanya belajar karena adanya unsur rasa dan sentuhan emosional. Bagaimana dia dapat mengetahui masalah keluarga secara mendalam kalau dia sendiri belum pernah berkeluarga?

Demikian pula sebaliknya, apabila seorang pemuka agama, konselor, dokter, psikiater maupun psikolog dilengkapi dengan teknik-teknik hypnotherapy, tentunya akan lebih baik dan lebih efektif lagi dalam menjalankan kegiatannya. Mereka sudah memiliki dasar pengetahuan mengenai nilai-nilai sehingga tinggal cara menanamkan nilai-nilai tadi kepada kliennya dengan lebih efektif.

Namun, TIDAK PERLU KHAWATIR, meskipun sebagai seorang hypnotherapist anda bukan seorang dokter, psikiater, psikolog, konselor, maupun seorang pemuka agama, anda tetap dapat melakukannya.  Setiap klien mempunyai nilai dasar, karakter dan sistem kepercayaan yang berbeda, dan kita bukanlah manusia super yang mampu menyelesaikan segalanya. Oleh karena itu seorang hypnotherapist  dapat bekerjasama dengan mereka (psikiater, psikolog, dokter, konselor, pemuka agama, dll) untuk menyelesaikan suatu permasalahan klien. Demikian pula sebaliknya.

Di luar negeri, seperti di Eropa dan Amerika, sudah merupakan suatu hal biasa bila seorang hypnotherapist saling memberikan rujukan atas suatu permasalahan klien dengan seorang psikolog, psikiater ataupun yang lainnya. Karena pada dasarnya suatu pengobatan belum tentu dapat ditangani hanya oleh satu orang, kecuali dia orang yang sangat hebat sekali.

Dari sini terlihat bahwa aplikasi hypnotherapy sangatlah luas dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari untuk membangkitkan motivasi dan memberdayakan diri. Tulisan ini hanya menjelaskan sebagian kecil peranan hypnotherapy. Masih banyak lagi fungsi yang lain dari hypnosis/hypnotherapy, seperti dalam aspek manajemen, komunikasi, pemasaran/ promosi, perusahaan, hukum, rumah tangga, dan lain-lain.

Dengan melihat hal ini, apakah kita masih mempunyai pandangan bahwa hypnosis atau hypnotherapy adalah jelek, buruk atau berbahaya.....????

Dalam motivasi dan sugesti hipnotis ia adalah keyakinan yang dimasukkan secara seakan-akan dipaksakan, sementara dalam agama ia adalah keyakinan yang dimasukkan secara penerimaan ikhlas. Dalam hipnotis ada kejadian dimana ketika seseorang yang dihipnotis ia berada diantara alam tidur dan tidak tidur, dimana saat inilah sugesti/saran mudah dimasukkan ke orang tersebut, Anda bisa melihat contoh-contohnya di TV, namun karena pemaksaan ini, seperti cesar yang dihipnotis agar tidak takut ondel-ondel, dan agar seakan-akan ia melihat ondel-ondel mirip komeng saja, namun ternyata kenyataannya ia melihat ondel-ondel benar-benar ia anggap komeng, padahal maksud baiknya agar cesar melihat ondel-ondel tetap seperti ondel-ondel dan tidak takut lagi serupa bila ia melihat komeng maka ondel-ondel ini terlihat lucu secara wajar, bukan malah menjadikan ondel-ondel benar-benar menjadi komeng dan membuat terlihat lucu seakan-akan tidak wajar/terpaksakan. Apa yang bisa kalian petik dari maksud penulis ini?

Seakan-akan gambarannya keyakinan jenis lain apapun, bisa membuat seseorang sebenarnya tersesat arah dan ia memaksakan diri atau ditambah mau dipaksa untuk menerima dan meyakini ini, umumnya karena tidak mengambil keputusan yang tepat dihatinya, nilai apa yang keluar dari pengaksesan ini, kemampuan ini, kecerdasan ini adalah sesuatu yang tidak hakiki hasilnya dan bisa menjadi alat penyesatan manusia itu sendiri, karena bergantung pada yang fana akan menyebabkan fana. Penulis sering bertanya-tanya apakah motivator-motivator ini benar-benar dalam kondisi “ketenangan”, karena nilai “ketenangan” ini bisa saja tidak hakiki, ia bisa merupakan prasangka karena keadaan dirinya dan lingkungannya saja (penakdiran dengan seakan-akan ia kira kurangnya fitnah hidup ada terkena padanya, padahal nilainya bukan seakan-akan), ia juga bisa sekedar hasil sugesti dari diri sendiri dan karena kenikmatan-kenikmatan yang ia punya, kamuflase tutupan-tutupan hati pengaruh penyesatan iblis dan syetan dari jenis jin dan manusia, bisa pula ia bisa jadi benar-benar sebuah “ketenangan”. Dimana pun ia baik waktu sendiri maupun ramai, dalam keadaan damai ataupun perang, saat terkena musibah atau mendapatkan nikmat, dalam kesengsaraan atau kebahagiaannya dan saat-saat apapun ia mempunyai “ketenangan” itulah sebagian makna bagi orang-orang yang mempunyai keimanan dan ketaqwaan, “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang beriman dan selalu bertaqwa.” (Yunus: 62 – 64). Dimanapun kalian berada, bila bete datang, maka bete lah jadinya. Namun berbeda dengan mereka, tidak perduli hari itu cerah, mendung atau hujan maka ia akan selalu merasakan lebih dari satu keberuntungan dan keberuntungan paling utama adalah ia tetap dalam keimanan dan ketaqwaan, Tiada mereka merasa takut seperti manusia merasakannya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka cita. Bete dinikmati, senang juga dinikmati maka jadilah semua nikmat roda yang berputar kadang diatas dan dibawah ini.

Ada kasus dimana, seorang islam juga mengalami pada saat antara sadar dan tidak sadarnya, tidur dan tidak tidur, didepannya seakan-akan terbentang ilmu yang luas dan ia sibuk dalam penelahaan keilmuan tersebut, ia sibuk berintropeksi diri dan bercengkrama dengan alam pikirannya, entah dari nilai seperti sugesti yang dimaksud dalam hipnotis ini, sekedar prasangka, keadaan yang wajar saja, pengaruh penyesatan iblis atau bisa pula ia benar-benar mengalami kekhususan itu dalam agar pengembangan pemahaman ilmunya meningkat, ia karena dipengaruhi filter hati dan agama yang benar. Pada kondisi lain, ada pula yang setelah itu, anggaplah mirip area kritisnya, namun anggaplah berbeda dimana dalam area kritis hipnotis ia masih ada, namun kondisi yang dimaksud ini adalah area kritis telah hilang sama sekali, bukan berarti tidak ada filter, namun karena hati hampir tak bernoda telah menguasainya dan filternya hati ini pula berupa akhlak, disini dalam keadaan sadar ia dapat pula sempurna mengambil apa-apa manfaat alam bawah sadarnya, mengambil banyak memorynya dan memanfaatkan simpanan dan cadangannya sesuka hati, ia bisa mengakses secara sadar kepada alam bawah sadar, hingga memakai hampir 100% akalnya, kehikmahan yang ada didalam bawah sadarnya, dsb, potensi ini sebenarnya membuat ada beberapa karomah yang bisa muncul dari dirinya, seperti cahaya pengungkapan. Serupa sekedar contoh namun tak sama, lebih dalam maksudnya dari sekedar gambaran olah pikir pada hipnotis dan motivasi. Apapun olah hasil tanpa disertai filter syariat agama, keimanan dan ketaqwaan, hasilnya akan tidak sehakiki dengan yang dituju/dimaksudkan.

Pembentangan ilmu bukan berarti itu adalah jenis ilmu laduny, karena kita tidak berhak menyatakan bahwa ia datang langsung dari Allah SWT, tidak ada saksi dalam hal itu dan tidak ada pernyataan tertulis dalam wahyu hal itu menyatakan dirimu mendapatkan itu, sementara wahyu telah habis turunnya terakhir kepada nabi Muhammad SAW, bisa saja itu adalah bagian olah pikir wajar saja, bagian seperti kondisi trance dalam hipnotis, bisa jadi juga pembentangannya adalah olah hasil bisikan hati dari sisi iblis, bisa jadi hal wajar dalam konteks bekerjanya pikiran normal bisa jadi juga memang benar pemberian Allah SWT secara batin berupa pengetahuan akan kandungan hikmah. Namun orang yang arif tidak akan menyatakan bahwa itu serupa laduny, seperti orang yang mengalami musibah, musibah itu bisa jadi adalah penggugur satu dosa, bisa pula menjadi penyebab datangnya hidayah, bisa pula sebanding agar mengangkat derajatnya lebih tinggi dan bisa pula bernilai karena sebagai azab terhadap dosa-dosanya, maka ia akan menganggap sebagai azab, agar keimanannya makin bertambah dan kuat dan tidak membuatnya riya, lupa diri, dsb. Seperti pula doa yang selalu dikabulkan, bisa jadi sebanding dengan apa yang diminta namun dalam bentuk nikmat lain, sebanding dikurangkannya bala (bencana) dengan apa yang diminta, pengabulan nikmat serupa apa yang diminta, digenapkan untuk diakhirat atau digenapkan di bumi juga agar tidak ada lagi nilai pahala untuk dipakai diakhirat karena maksud penulis bahwa kita benar-benar tidak tahu apa itu bernilai adalah nikmat atau ujian, apakah itu benar langsung dari Allah SWT atau cuma hal wajar dalam penelahaan alam pikiran terhadap agama. Semua tergantung hikmah dan karunia apa yang diinginkan Allah SWT dari hal kejadian tersebut. Bila kita berkata pengilhaman juga berlebih rasanya, terlalu meninggi-ninggikan diri, seakan-akan kita adalah layak sebagai orang-orang pilihan, agar tidak menimbulkan penyakit atau ujian buat diri kalian sendiri.

Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Niscayalah di kalangan ummat-ummat yang sebelummu semua itu ada orang-orang yang diberi ilham. Maka andaikata ada seorang yang sedemikian itu di kalangan ummat saya, maka sesungguhnya ia adalah Umar," Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dari riwayat Aisyah. Dalam riwayat kedua ahli Hadis itu Ibnu Wahab berkata: Muhaddatsun artinya ialah orang-orang yang memperoleh ilham.

Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak ada penularan penyakit dan tidak ada sesuatu yang menyebabkan timbulnya kecelakaan. Saya amat taajub dengan faal?" Para sahabat bertanya: "Apakah faal itu?" Beliau s.a.w. menjawab: "Iaitu kata-kata yang baik." (Muttafaq 'alaih)

Sebenarnya banyak hal yang ingin dijelaskan, namun penulis bingung mengawali bahasanya, jadi mungkin ini diserahkan ke pemahaman masing-masing, maksud lain dari penulis dalam mengambil contoh perbandingan ini, bisa jadi kelak ada orang lain yang lebih baik dalam menjelaskan dan menjabarkan hal ini.

Teori Motivasi Dalam Perspektif Islam. Apa yang kita harap dari setiap perbuatan? Dalam setiap perbuatan tentu mengandung motivasi. Seseorang memiliki kegemaran membaca banyak jenis buku tentu ingin mendapatkan manfaat dari buku yang dibacanya. Bertambahnya wawasan serta keilmuan, terbukanya ruang cara pandang dalam berfikir hingga terkadang hanya sekedar membaca sepintas lalu menjadikannya sebagai koleksi pustaka pribadi yang menghias rak buku. Motivasi memainkan peran yang tidak kecil dalam setiap tindakan yang dibuat oleh seseorang.

Motivasi positif tentu akan mengarahkan seseorang melakukan tindakan yang baik dan tertata meski di dalam motivasi yang negatif pun juga terdapat perencanaan atau penataan, hanya tindakan yang dihasilkannya sangat bertolak belakang nilainya. Walau demikian, tidak tertutup kemungkinan ditengah perjalanan, motivasi positif dalam bertindak di atas mengalami pengalihan.

Sebagai contoh, seseorang beribadah, melakukan sholat, berpuasa, zakat, naik haji dan banyak ibadah lainnya adalah dalam rangka usaha mendekatkan diri kepada Alloh SWT disamping sebagai kewajiban. Namun, dalam perjalanan ibadah yang dilaluinya tanpa disadari terjadi pergeseran motivasi. Dorongan untuk beribadah telah diselipi oleh bisikan-bisikan ingin di puji, dilihat atau ingin terkenal. Motivasi positif telah mengalami pergeseran ke arah negatif. Jika ia tak juga menyadari dan terjaga, tentu semua akan menjadi sia-sia belaka.

Sungguh, keadaan iman seseorang sangat berpengaruh terhadap tindak tanduknya dalam kehidupan. Semakin baik imannya, maka akan semakin baik tindakannya. Tiada tujuan yang dicari kecuali keridhoan Alloh SWT semata. Ketika berbuat kebaikan ia tidak butuh pujian. Yang penting hanya berpikir bagaimana bisa berbuat baik dan bahagia dalam melakukannya. Ketika mendapat peluang nikmat, maka akan ia ambil dan gunakan sebatas kebutuhan dan tidak menurutkan hawa nafsunya. Ketika mendapat peluang berbuat maksiat, maka dengan rasa keimanan dan kecintaannya pada Alloh SWT dan Rosul-Nya SAW sekuat tenaga ia alihkan dan hindari atau malah mencegahnya semampu yang dapat ia lakukan.

Tentu, kesempurnaan imanlah yang menjadikan setiap tindakannya semata-mata karena Alloh SWT dan mengharapkan keridhoan Alloh SWT. Wallohu a'lam.

Maaf ya terpaksa saya menyampaikan kepada Anda kalau dalam dunia hipnotis itu tidak selamanya baik. Hipnotis itu seperti ilmu lainnya yang jika dia disalahgunakan maka dia akan mencelakakan orang lain. Malpraktek ini terjadi baik karena kurangnya kompetensi dari si praktisi ada juga karena intergritas dari si praktisi yang memang jelek. Malpraktek yang saya maksudkan disini adalah penggunaan hipnotis yang pada akhirnya membuat orang lain mengalami cidera baik itu secara fisik maupun psikis. Apa yang saya tulis disini berdasarkan apa yang pernah terjadi kepada saya maupun teman saya.

Contoh 1
Alumni tersebut melakukan atraksi permainan hipnotis yang berbahaya dengan melakukan sugesti mati rasa (anasthesi) dan menaruh korek api gas dengan api yang menyala danlam waktu yang lama. Dan hasilnya? Ya tentu saja tangan tersebut melepuh karena api tersebut. Akhirnya orang tua si anak tersebut meminta pertanggung jawaban ke orang yang menghipnotis tersebut.

Hipnotis memang bisa membuat tangan menjadi mati rasa sehingga tidak merasakan panasnya api tersebut tapi hipnotis tidak bisa melawan hukum alam. Jika tangan dibakar ya terbakarlah tuh tangan, jika ditebas parang yang terpotonglah tuh tangan. Jadi jangan percaya jika hipnotis bisa membuat Anda jadi kebal. Saya katakan ini karena saya masih melihat ada traner yang mencantumkan kalau bisa membuat Anda kebal menggunakan hipnotis dalam materi iklannya.

Contoh 2
Terus terang saya sempat shock mendengar cerita dia. Pada saat dia bercerita permasalahannya sambil mengeluarkan air mata, dia mengatakan kalau dia menghipnotis teman wanitanya dan melakukan pelecehan seksual. Karena perbuatan sesaat tersebut dia merasa sangat menyesal. Ya… orang yang ada didepan saya ini adalah orang yang melakukan pelecahan seksual menggunakan pengetahuan yang saya hormati. Pengetahuan yang seharusnya dipakai membantu orang malah dia buat untuk melakukan perbuatan asusila.

Pada saat hendak melakukan perbuatan yang lebih lagi si “pelaku” dikejutkan oleh teriakan dari si wanita. Meski dalam kondisi terhipnotis si wanita tersebut masih mengetahui apa yang dilakukan oleh si “pelaku”. Dan masalah akhirnya masalah ini diselesaikan lewat jaur damai meski akhirnya si “pelaku” masih menyimpan perasaan yang sangat bersalah karena perbuatannya.

Contoh 3
Meninggal karena saran ahli terapi hipnotisnya, tapi bagi saya merupakan kesalahan fatal kalau kita melarang klien kita untuk operasi padahal dokter sudah merekomendasikannya. Hipnoterapis bukan dokter jadi kita tidak bisa melarang ataupun memberikan resep obat kepada klien kita. Apalagi sampai mempengaruhi untuk tidak operasi.

Mungkin terapis ini over PD dengan menganggap semua penyakit berasal dari pikiran dan pikiran bisa menyembuhkan tubuh sendiri. Tapi dia lupa kalau hipnoterapi itu adalah penunjang untuk kesembuhan orang dan tidak berdiri sendiri. Memang cukup banyak penyakit fisik yang akhirnya sembuh setelah diterapi tapi ini tetap membutuhkan saran dan cross check dari dokter. Apakah penyakit tersebut benar-benar sembuh atau yang sembuh tersebut hanya gejalanya saja.

Contoh 4
“ada seorang pemuda yang mengalami peradangan gigi & gusi yang parah, tapi anehnya dia tidak merasa sakit sama sekali, dia datang ke klinik itupun karena dipaksa oleh pacarnya karena mulutnya yang begitu bau walau sering gosok gigi, bahkan kadang mengeluarkan darah.

Saat di periksa...... wow ini kasus yg luar biasa hebat, gigi rapuh & gusinya membusuk, berdarah dan sedikit bernanah, inilah yang membuat bau nafasnya sperti bau naga hehehehehe.... hal ini sangat berbahaya karena infeksi tersebut dapat tersalur ke jantung, menyebabkan gangguan gastro pada cardionya. saat ditanya apakah sakit..? dia hanya menggeleng kepala. Saat ditanya apakah dia gemar mengkonsumsi minuman Alchohol atau obat-2an (yang dapat meredakan rasa sakit), dia menggeleng.

Namun dia menjawab… Iya Dokter, seingat saya, dulu sekitar 6 bulan yang lalu saya sakit gigi, saya tidak tahu harus minum obat apa, sedangkan mau ke dokter belum ada uang, makanya saya minta tolong ke rekan saya yang jago hynotis kaya di tivi-tivi itu lho dok... dia menghypnotis saya untuk menghilangkan rasa sakit di gigi ini....”

Tidak bisa saya bayangkan seandainya pemuda ini tetap tidak ke dokter gigi karena dia tidak merasakan sakit pada giginya. Teknik yang seharusnya bisa membantu orang tapi digunakan dengan cara yang salah ini bisa saja membahayakan nyawa pemuda ini. Menghilangkan rasa sakit belum tentu penyakitnya juga hilang. Jika seseorang memerlukan pertolongan dan perawatan dokter janganlah bersikap seperti dewa yang bisa mengobati segalanya. Ingat praktisi hipnotis itu bukan dokter apalagi dewa.

Contoh 5
Secara singkat dalam prosesnya subject dibawa kedalam kondisi deep trance (somnambulisme) setelah itu diberikan sugesti tertentu untuk memunculkan fenomena supranatural. Secara pribadi saya masih menganggap penggunaan hipnotis metafisik jika tidak disertai pemahaman yang tepat bisa berbahaya bagi pola pikir dan mental si subject. Subject akan menghubung-hubungkan sesuatu dengan mistik tanpa berpikir dulu. Halusinasi yang dialami seperti melihat makhluk gaib maka bagi si subject tersebut adalah memang makhluk gaib.

Terus terang sampai sekarang kadang saya tidak mengerti bagaimana bisa seorang hipnotis/hipnoterapis menawarkan pembukaan mata batin atau mata ketiga tanpa melakukan eksperimen kebenaran teknik dia. Hanya bermodalkan sugesti dia membuat orang bisa melihat makhluk gaib. Yang dihipnotis senang karena sudah bisa melihat makhluk halus dan yang menghipnotis senang karena dia sudah hebat bisa membuka mata ketiga. Dua-duanya sama-sama mengalami halusinasi hehehe….

Apakah kemampuan mata batin/mata ketiga benar-benar tidak ada? Untuk pertanyaan ini saya akan bilang jujur saya tidak tahu. Yang membuat saya prihatin adalah ketika seorang praktisi hipotis/hipnoterapi manjadi bangga atas keberhasilan dia membuat orang bisa melihat makhluk gaib dengan mudah. Padahal resiko celaka yang akan dialami oleh orang yang dihipnotis tersebut lumayan besar. Emang enak tiap hari mengalami halusinasi penampakan yang menyeramkan hehehe.. Kalau orang tersebut tidak kuat melihat “penampakan-penampakan” tersebut menurut Anda apa yang akan terjadi pada dia? Yang jelas dia akan tertekan dan merasa ketakutan.

Kata penampakan saya berikan tanda kutip karena sampai saat ini yang saya tahu penampakan-penampakan hasil sugesti tersebut adalah halusinasi. Halusinasi yang semakin nyata karena pola pikir orang tersebut yang terlalu mempercayai sesuatu yang berhubungan dengan mistik.

Disini ilmu ilmiah membuktikan penampakan atau orang yang seakan-akan melihat makhluk bertabir dianggap sedang berhalusinasi, kepercayaan yang telah ditanamkan didalam alam bawah sadarnya atau dinamakan sugesti. Ada sudut pandang berbeda, bila misalkan seseorang tersebut tersugesti baik dari diri sendiri, lingkungan atau orang lain dengan teknik memakaikan ritual tertentu atau tidak memakai ritual hanya bahasa umum dan alam, saat penanaman keyakinan ini di alam bawah sadarnya oleh orang lain atau memang pada dasarnya ia (alam bawah sadarnya telah terprogram) mempercayai adanya fenomena bahwa “makhluk bertabir bisa dilihat” maka ketika kemudian terwujudkan dalam bentuk halusinasi alias penampakan, apakah sebanarnya yang berbicara padanya adalah bisikan sisi iblis yang melingkup keputusan sisi roh/manusianya namun dilihat seakan-akan yang berbicara atau sebagainya adalah wujud halusinasi ini, hingga atau sugesti dan bisikan ini membuatnya mengucapkan hal tertentu itu, melihat halusinansi “penampakan” berbicara atau memang wujud iblis dan jin menjadi benar-benar dapat dilihat dalam kondisi sugesti menjadi halusinasi nyata ini, mengingat apakah tabir itu ada yang terbatas atau sebenarnya benar-benar bertabir, jadi yang menyesatkan pola pikir ketika tersugesti adalah bisikan sisi iblis saja karena kemampuan untuk menggoda dan menyesatkan manusia padahal fisiknya benar-benar ditabirkan sepenuhnya, bisikkan sisi iblis ini dialihbahasakan oleh manusia yang kemasukan/percaya hingga tersugesti dan kemudian membentuk halusinasi dan ia membicarakannya atau ia melihat halusinasi tadi berbicara dan ia juga melakukan tindakan dari sebab ini.

Jadi dalam kondisi ini ada dua hal, pertama, apakah iblis hanya berbicara didalam hati dan tercetus alihbahasa kepada pemikiran dan tingkah laku orang itu saja hingga ia menjadi objek translatenya juga baik ucapan atau tingkah lakunya yag terkendali iblis dan jin atau melihat penampakan “sesuatu” jadi bicara, padahal akal yang tersugesti dan terpengaruh iblis ini yang membuat penyesatan sementara fisik iblis dan jin sendiri adalah bertabir namun ia bisa berjalan didalam aliran darah, yang kedua adalah apakah iblis dan jin sebenarnya akan bisa terlihat nyata fisiknya (tidak bertabir lagi/tabir dalam batasan tertentu) pada kondisi seseorang meyakini dalam alam bawah sadarnya hingga sugesti ini menjadi tampak dalam halusinasi. Penulis juga tidak tahu namun bisa dipastikan persentasenya lebih besar karena bisikan sisi iblis saja, hingga akal yang terhalusinasi menjadikannya benar-benar ada berwujud dan berbicara atau ia translatekan kembali diucapannya dari sisi penerimaannya kepada bisikan ini, walau iblis dan jin dapat berjalan didalam darah namun hanya orang-orang tertentu yang dapat melihat fisiknya yang bertabir, apalagi ada doa nabi Sulaiman as hingga nabi Muhammad SAW membiarkan tabir fisik ini tertutup untuk umatnya, bila tidak sudah dilihatkanlah jin yang Beliau tangkap kepada umatnya, maka tabir fisik jin akan lebih umum terbuka pada umatnya hingga ke umat yang sekarang dan akan banyak penaklukan yang khusus sebenarnya diberikan kepada nabi Sulaiman as.

Orang yang menyaksikan kejadian kesurupan, dia akan mendapatkan kesimpulan yang meyakinkan bahwa yang bicara dengan lidah manusia dan yang menggerakkan badannya adalah makhluk lain, selain manusia (Majmu’ al-Fatawa, 24:277).

Dibawah ini bisa menjelaskan sudut perbedaan keyakinan yang tertanam didalam bawah sadar dengan keimanan dan ketaqwaan seseorang, juga berbedanya isi hati yang terpengaruh sisi iblis kuat (nafsu tanpa rahmat) dengan sisi malaikat yang membantu sisi roh/manusia.

Beberapa teknik Hipnotis
Past Life Regression (PLR)
Past Life Regression adalah salah satu teknik dari hipnoterapi dimana si klien akan dibawa ke masa lalu dimana dia menjadi masih menjadi orang lain, di tempat lain dan di tahun kehidupan yang lain. Teknik ini dikait-kaitkan dengan adanya reinkarnasi. Klien akan dibawa ke kondisi ke deep trance kemudian melakukan teknik regresi sampai ke kandungan setelah itu diregresi ke kehidupan dia yang lain dimana dia berada ditubuh yang lain dan dimasa yang lain.

Jika Anda beragama Islam tentu saja teknik ini diharamkan karena dalam Islam tidak mengenal reinkarnasi. Sebagai terapis saya juga tidak mau menggunakan teknik ini atas permintaan klien apalagi jika dia beragam Islam. Ini karena kita tidak akan bisa membuktikan apakah yang terjadi atau pengalaman yang dia lihat ketika dalam PLR itu adalah kenyataan. Dalam kondisi deep trance klien sangat mudah sekali mengalami halusinasi, bisa karena sugesti tapi bisa juga karena pikiran dia sendiri. Misalnya dia percaya sekali kalau dia adalah prajurit Majapahit di masa lalu maka ketika dia dibawa ke jaman dahulu menggunakan PLR maka sangat besar kemungkinan dia akan benar-benar jadi prajurit Majapahit tersebut. Ini karena sejak awal dia mempunyai mindset kalau dia adalah prajurit Majapahit. Begitupun kalau sejak awal dia mempunyai mindset bahwa dia adalah keturunan Allien maka sangat besar kemungkinan dia akan mempercayai benar-benar kalau dia adalah keturunan Allien.

Trus jika seandainya PLR itu hanyalah halusinasi buat apa teknik ini ada? Teknik ini ada untuk mengatasi jika ketika seorang hipnoterapis mencari akar masalah dan terjadilah PLR secara spontan. Dimana klien merasa dia berada di tubuh orang dan masa/jaman yang berbeda. Nah jika akar masalah memang berasal disini maka seorang hiponterapis menetralkan akar masalah tersebut.

Apakah klien benar-benar kembali ke kehidupan sebelum masa ini? Atau dengan kata lain dia yang sekarang adalah reinkarnasi dari orang yang dia lihat ketika dalam PLR? Sebagai terapis saya tidak memusingkan itu benar-benar reinkarnasi atau bukan karena masih bisa saja itu pengalaman traumatik dia dan dikaitkan dengan masa tertentu.

Seandainya klien adalah muslim dan mengalami PLR Spontan ya saya akan beri tahu kalau itu bisa saja simbolisasi dari akar masalah dia. Kadang mimpi pun bisa jadi akar masalah suatu keluhan. Karena reinkarnasi dalam kepercayaan muslim itu tidak ada. Trus bagaimana jika dalam sistem kepercayaannya mempercayai reinkarnasi, seperti Buddha dan Hindu? Maka pekerjaan saya menjadi lebih mudah hehehe….

Banyak orang yang penasaran siapakah dia sebelum sekarang, bagaimana kehidupan dia di masa lalu, apa yang terjadi ketika dia hidup di masa itu. Rasa penasaran kadang bisa membuat kita menemukan hal-hal menarik tapi tahukah Anda ada “bahaya” tersembunyi melakukan PLR? Bahaya itu (selain rusaknya aqidah bagi mereka yang beragama Islam) adalah Anda menjadi orang yang “terperangkap” dengan masa lalu. Ketika Anda melihat kehidupan masa lalu Anda lebih indah, lebih cemerlang, lebih makmur dibandingkan kehidupan Anda sekarang apakah Anda masih bersyukur dengan kehidupan Anda sekarang?

Belum lagi kalau seandainya dalam kehidupan masa lalu cara meninggal Anda sangat tragis, terkurung dan tenggelam dalam kapal perang atau dibunuh dengan cara leher Anda digorok. Jika penanganan tidak tepat dari hipnoterapis maka hal ini bisa menimbulkan trauma baru pada Anda. PLR untuk orang yang beragama non muslim bisa membantu perjalanan spiritualnya. Dia bisa belajar dari pengalaman yang sudah-sudah dan mengambil hikmahnya untuk dipakai dikehidupan sekarang. PLR jika tujuannya untuk edukasi maka titik beratnya bukan pada menjadi siapakah Anda saat itu dan apa yang sudah Anda capai melainkan pelajaran apa yang bisa Anda ambil dari kehidupan tersebut yang bisa digunakan dikehidupan yang sekarang.

Saya jadi ingat kata-kata orang yang saya anggap Guru, “Memangnya kenapa kalau kehidupan masa lalu sangat cemerlang toh hanya dengan mengingatnya tidak membantu saya dikehidupan saat ini.” Ya, kadang mengetahui siapa kita di masa lalu kadang malah menjadi beban. Jika Anda non muslim dan masih ingin melakukan PLR saya sangat sarankan jangan ke sembarangan hipnoterapis. Liat terlebih dahulu background dia termasuk kompetensi dalam melakukan PLR dan pola pikirnya.

Peran iblis sangat senang dalam hal ini, ia lebih mudah menyesatkan orang tersebut atau hal inilah yang telah tertanam dihatinya dikuatkan lagi oleh bisikan sisi iblis agar orang tersebut meyakininya walaupun ia awalnya tidak sadar adanya potensi ini, namun suatu saat bila dikeluarkan maka ia akan terbuka, seperti contoh pada saat dihipnotis seperti teknik terapi ini. Ketika ia mendengar hal tersebut dan mempercayainya, dengan sempurna ia akan tersesat arah. Cara ini seperti cuci otak pula hasilnya nanti.

Pada awalnya pandangan reinkarnasi adalah pandangan adanya kehidupan kedua diakhirat, seiring waktu makna dasar ini berubah menjadi pandangan kehidupan kedua, ketiga dan seterusnya dan hanya terjadi kembali di dunia, bukan terjadi di akhirat. Hal lain, awalnya bunuh diri itu merupakan kehormatannya untuk menebus dosa-dosa, ini merupakan bagian syariat umat-umat lalu entah hanya dari satu kaum atau beberapa kaum, setelah Islam datang, syariat ini digugurkan/dihapuskan dan diganti yang lebih sempurna dan walaupun ada seperti dalam hukum hudud tapi bukan diri sendiri yang akan melakukannya (bukan bunuh diri), melainkan orang lain dan prosesnya pun punya syarat-syarat yang harus dipenuhi dahulu. Ada nash menerangkan ini, ada umat/bangsa yang lalu disuruh bunuh diri massal, makanya disinyalir suku bangsa yang masih memperaktekkan ini adalah mungkin salah satu turunan umat ini.

Di dalam ayat QS. Al-Baqarah: 54 disebutkan kata-kata “bunuhlah diri-diri kamu” yang dapat berarti bahwa orang-orang yang durhaka di antara ummat itu. disuruh bunuh diri massal, atau dapat pula berarti bahwa orang-orang yang telah menyembah berhala disuruh oleh Allah agar dibunuh oleh orang-orang yang tetap beriman dari umat itu.

Makhluk Halus
Sebagai bangsa yang kental dengan supranatural kehidupan kita tidak terlepas dari cerita yang berhubungan dengan yang satu ini. Para penghuni tempat-tempat yang dikatakan angker, penunggu sungai sampai kuburan. Cerita-cerita penampakan sering kita dengar dari lingkungan sekitar kita. Nah bagaimana seorang hipnotis menyikapi fenomena ini?

Ok kita ingat kembali bagaimana cara kerja dari hipnotis. Sugesti dapat dijalankan ketika dia dapat melewati critical area dan tidak melanggar norma dia. Dan sugesti hipnotis bisa menimbulkan fenomena halusinasi. Hipnotis sangat erat kaitannya dengan sistem kepercayaan orang tersebut. Itu artinya hipnotis tidak harus menggunakan induksi standar ataupun deepening, betul?

Nah sekarang bagaimana seandainya orang yang mempunya tipe sugestibilitas tinggi yang sangat percaya adanya makhluk halus berada di tempat yang katanya angker sendirian trus dia melihat sekelebat kain putih? Apakah dalam pikiran dia mengira itu hanya sekedar kain atau pocong/kuntilanak? Jika dalam ketakutannya dia membayangkan kalau kain tersebut adalah pocong maka kemungkinan besar dia akan mengalami halusinasi melihat pocong.

Kemudian cerita dia akan menguatkan cerita sebelumnya kalau tempat itu angker dan teman-teman dia menjadi semakin terpengaruh. Dari sini teman-teman dia bercerita kepada orang-orang sekitarnya yang pada akhirnya menyebar kemana-mana. Akhirnya tempat tersebut menjadi lebih “angker”. Jika ada orang yang melewati tempat tersebut dia akan teringat cerita-cerita seram tentang tempat tersebut. Dan ketika melihat bayangan kemudian dia menghubungkan kalau bayangan tersebut adalah makhluk halus padahal bisa saja itu bayangan binatang yang lewat. Kemudian orang ini bercerita kepada teman-temannya dan begitu seterusnya.

Kesurupan
Kesurupan juga efek terlalu kentalnya cerita-cerita supranatural dalam kehidupan sehari-hari sehingga membentuk suatu keyakinan dalam bawah sadar kita. Secara pribadi sampai dengan saat ini saya berpendapat kalau kesurupan adalah reaksi dari psikologis kita untuk melepaskan bebannya (emosi yang terpendam).

Jika Anda perhatikan kesurupan massal yang terjadi kebanyakan orang yang dibilang sedang kesurupan itu dalam kondisi menangis atau melampiaskan emosi. Bagaimana dengan yang jadi harimau ataupun kakek-kakek? Lagi-lagi kita mesti ingat bagaimana cara kerja pikiran. Ini semua berhubungan dengan kepercayaan dia tentang kesurupan itu seperti apa.

Ketika mengalami abreaksi (pelepasan emosi terpendam) bisa saja orang yang dibilang kesurupan tersebut tidak ingat apa yang terjadi. Hal ini bisa disebabkan oleh pada saat itu pikiran bawah sadar mengambil kesadaran secara penuh sehingga pikiran sadar dia tidak mengingat apa yang telah terjadi.

Untuk mengatasi kesurupan bisa saja menggunakan teknik shock induction ataupun menggunakan “cara dukun”. Jika Anda berada dilingkungan yang masih percaya dengan mistik maka sebagai praktisi Anda perlu menambah wawasan tentang hal-hal mistik sesuai dengan daerah Anda.

Ini untuk jaga-jaga kalau seandainya cara modern tidak mempan. Ingat hipnotis adalah masalah menggunakan apa yang dipercayai oleh orang. Dan hal ini pula alasan kenapa sampai saat ini saya belum menemukan cerita ada orang kesurupan jadi dracula ataupun Jason the 13th. Jadi kepikiran kalau seandainya orang barat sono kesurupan sama hantu nenek gayung, bakal kerepotan dah nyari gayungnya hahaha…...

Sebelum saya belajar hipnotis saya sangat percaya dengan kemampuan metafisika seperti mata ketiga, tenaga dalam/prana/chi, penampakan dan lain-lain. Bahkan saya bisa menjelaskan secara ilmiah fenomena-fenomena tersebut, ya setidaknya kedengarannya seperti ilmiah.

Tapi ketika saya mendalami teknologi pikiran saya tidak mempercaya lagi semua itu karena ternyata itu bisa diakibatkan oleh sugesti. Dengan sugesti saja kita bisa membuat orang bisa melihat “makhluk halus”. Hanya dengan sugesti saja kita bisa mementalkan orang yang ingin menyentuh kita seperti atraksiatraksi tenaga dalam. Keserupan yang ternyata diakibat oleh sugesti diri saja.

Hanya dengan sugesti saja kita dapat menampilkan sesuatu yang dulu selalu kita kait-kaitkan dengan supranatural. Dan saya yakin sebagian besar praktisi masih berpendapat demikian.

Kini pemahaman saya kembali mengalami pertumbuhan. Saya meyakini prana/chi itu ada dan penampakan makhlus halus memang terjadi.

Tentu saja saya mempunyai alasan yang kuat untuk kembali mempercayai hal tersebut kembali, ya setidaknya itu menurut saya. Bedanya kali ini saya tidak akan berusaha membuktikannya secara ilmiah dan mempunyai landasan untuk membedakan apakah fenomena tersebut hanya pengaruh sugesti atau benar-benar terjadi.

Oh iya yang saya maksud sugesti ini tidak hanya sugesti yang secara langsung diberikan oleh praktisi hipnotis tapi juga hipnotis secara tidak sengaja tertanam kepada subyek seperti dia mendengar cerita dari orang lain, atau ketika si penghipnotis berkata kepada orang lain tapi ditujukan ke subyek, gambar ataupun tindakan yang akhirnya memicu untuk si subyek mensugesti dirinya sendiri.

Kesurupan Ditinjau Dari Aqidah Islam
Semoga Allah senantiasa menjadikan kita hamba-hamba yang bersyukur terhadap segala nikmat yang diberikan-Nya kepada kita. Selawat beserta salam mari kita ucapkan untuk nabi kita yang mulia Muhammad Sallallahu Alaihi Wa Sallam. Semoga Allah menjadikan kita orang-orang senantiasa berpegang dengan sunnah beliau sampai akhir kehidupan kita.

Agama Islam adalah agama yang sempurna dalam menjelaskan antara hubungan antara sesama makhluk dan bagaimana mereka saling beriteraksi dalam kehidupan ini.

Pada kesempatan kali ini kita akan berbincang seputar hubungan antara alam manusia dengan alam jin ditinjau dari sisi sudut pandang aqidah Islam.

Dalam berbagai kasus kehidupan kita menyasikkan berbagai keanehan antara hubungan kedua alam tersebut yang menimbulkan seribu tanda tanya dalam benak kita. Akan tetapi sedikit diantara kita yang mencoba mencari jawabannya melalui berita terpercaya dan akurat. Sumber yang akurat dan terpercaya dalam memberi jawaban dalam hal ini hanyalah wahyu yaitu Al Qur’an dan Sunnah yang shahihah. Sebab perkara tesebut adalah perkara ghaib yang tidak dapat uji secara empiris di laborat buatan manusia.

Diantara bukti keimanan seseorang adalah meyakini tentang berita perkara-perkara ghaib yang diwahyukan Allah kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam baik yang terdapat dalam Al Qur’an maupun Sunnah yang shohihah.

Sebagaimana Allah sebutkan tentang sifat-sifat orang beriman dalam firman-Nya:
“Kitab (Al Qur’an) itu tiada keraguan dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Yaitu orang-orang yang beriman dengan yang ghaib”.

Diantara perkara ghaib yang diceritakan dalam Al Qur’an dan Sunnah yang shohihah adalah tentang keberadaan makhluk ghaib seperti Jin dan Malaikat. Allah menceritakan tentang asal muasal dari penciptaan kedua jenis makhluk tersebut serta sifat mereka masing-masing. Kedua alam tersebut memilki kekhususan masing-masing meskipun ada sisi kesamaan dalam beberapa hal. Diantara sisi kesamaan mereka adalah mereka makhluk halus yang tidak dapat kita lihat secara biasa dengan alat indra kita dalam bentuk mereka yang asli. Kecuali dalam hal mereka menjelma atau mereka diizinkan Allah untuk memperlihatkan diri mereka kepada siapa yang diizinkan Allah, aka tetapi tidak untuk semua orang. Maka dari sisi inilah kedua alam tersebut disebut makhluk ghaib atau alam ghaib. Perlu dijelaskan di sini bahwa alam ghaib tidaklah terbatas pada dua alam ini saja. Namun di sana ada alam-alam ghaib yang lain seperti alam Barzakh, Alam arwah, Alam Akhirat dengan segala peristiwan dalamnya termasuk surga dan neraka.

Kemudian perkara ghaib itu ada dua macam; ghaib mutlak dan ghaib nisbi; ghaib mutlak adalah perkara ghaib yang hanya diketahui oleh Allah semata, adapun ghaib nisbi adalah perkara yang dapat diketahui oleh sebahagian makhluk. Maka alam Jin dan Malaikat termasuk pada bagian kedua yaitu ghaib nisbi, karena sebahagian malaikat ada yang dapat dilihat oleh sebahagian nabi dan rasul baik dalam bentuk menjelma seperti manusia maupun dalam bentuk asli mereka. Sebagaimana Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam pernah melihat malaikat Jibril dalam bentuk yang asli sebanyak dua kali.

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ummahaatul mukminiin Aisyah radhiallahu ‘anhaa.
“Sesungguhnya dia adalah Jibril aku tidak melihatnya dalam bentuknya yang asli selain hanya dua kali saja” [1] Lihat “Shohih Bukhary”: 1/110 (457) dan “Shohih Muslim”: 4/1840 (4574).

Demikian pula sebahagian sahabat pernah melihat jin dalam bentuk yang asli, sebagaimana diriwayatkan oleh Ubai bin Ka’ab t bahwa ia pernah melihat jin dalam bentuk yang asli.
“Dari Ubay bin Ka’ab t menceritakan bahwa ia mempunyai sebaskom kurma namun selalu berkurang. Pada suatu malam ia mencoba menjaganya tiba-tiba muncul seekor binatang sebesar anak remaja. Maka ia memberi salam kepadanya, lalu bintang tersebut menjawab salamnya. Ubay bertanya: siapa kamu? Jin atau manusia? Jawabnya: bukan manusia akan tetapi Jin. Ubay berkata: coba perlihatkan tanganmu kepadaku! Maka ia memperlihatkan tangannya kepada Ubay, tangan mirip tangan anjing dan berbulu mirip bulu anjung pula. Ubay berkata lagi: seperti inikah bentuk ciptaan jin? Jawabnya: sesunggunya para jin tahu bahwa di tengah-tengah mereka ada yang lebih mengerikan dari pada aku. Ubay bertanya: kenapa kamu datang kesini? Jawabnya: kami mendengar bahwa kamu orang yang suka bersedekah, kami kesini karena ingin mendapat bagian dari makananmu. Ubay bertanya: apa yang dapat menjaga kami dari gangguan kalian? Jawabnya: ayat yang terdapat dalam surat Al Baqorah (ayat Kursi). Barangsiapa yang membacanya di sore hari maka ia terjaga dari kami sampai pagi hari. Barangsiapa yang membacanya di pagi hari maka ia terjaga dari kami sampai sore hari. Besok paginya Ubay mendangi Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam dan menceritakan perihal tersebut kepadanya. Jawab Rasulullah r: Sikeji itu telah jujur” [2]  HR: Al Haakim dalam “Al Mustadrak”: 1/749 (2064), dan Thabrony dalam “Al Mu’jam Al Kabiir”: 1/201 (541). Dishohihkan oleh Syeikh Al Baany dalam “Shohih At Targhiib wa At Tarhiib”: 1/161 (662).

Dalam kandungan hadist di atas ada beberapa poin yang berhubungan dengan pembahasan kita:
  1. Bahwa jin itu memiliki wujud nyata bukan gambaran tentang nilai-nilai negatif yang ada dalam diri manusia sebagaimana pandangan orang-orang ahli filsafat dan orang yang mengikuti mereka dari kalangan intelektual. Buktinya dalam kisah di atas jin memiliki dan bentuk dan memiliki kebutuhan biologis.
  2. Bahwa jin itu memiliki kebutuhan biologis seperti manusia diantaranya kebutuhan untuk makan. Buktinya dalam kisah di atas jin mengambil buah kurma miliki Ubay bin Ka’ab t. Demikian pula dalam kisah lain saat Abyu Hurairah t ditugas Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam untuk menjaga harta zakat fitrah, tiba-tiba ada jin yang mencuri harta zakat fitrah tersebut.
  3. Bahwa jin itu memiliki bentuk dan rupa yang berbeda-beda, ada yang seperti ular, anjing dan binatang lainnya. Buktinya dalam kisah di atas jin muncul dalam rupanya yang mirib anjing. Dalam kisah lain seorang sahabat yang ingin ikut perang bersama Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam lalu ia pulang sejenak sebelum berangkat perang, tiba-tiba isterinya berdiri di pintu dan memberi tahu bahwa di kamar ada seekor ular besar, seketika itu sahabat tersebut langsung membunuhnya akan tetapi sahabat dan jin tersebut sama-sama mati di tempat.
  4. Bahwa manusia bisa berbicara dengan jin dan sebaliknya bahwa jin dapat mengerti bahasa manusia. Buktinya dalam hadits di atas Ubay becakap-cakap dengan jin, demikian pula kisah Abu Hurairah t saat menangkap jin yang mencuri harta zakat fitrah.
  5. Cara agar terhindar dari ganguan jin adalah dengan membaca ayat Kursy pada pagi dan sore hari. Bukan meletakkannya di dompet atau menggantungkannya di mobil, di dinding rumah atau dileher anak-anak kecil sebagaimana perbuatan orang-orang yang tertipu oleh jin.

Dalil-dalil yang menunjukkan tentang keberadaan jin dalam Al Qur’an maupun dalam hadits-hadits Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam begitu banyak sekali tidak mungkin untuk kita sebutkan satu persatu dalam tulisan yang singkat ini. Bahkan salah satu surat dalam Al Qur’an dinamai dengan surat Al Jin. Sebahagian ulama telah mengumpulkan dalil-dalil tersebut dalam karya ilmiyah mereka, seperti imam As Suyuthy dalam kitabnya “Al Lu’lu’ Wal Mirjan Fi Ahkamil Jaan” demikian pula Syeikh Umar Sulaiman Al Asyqar dalam kitabnya “‘Alam al Jin wa Asy Syayaathiin” dan kitab-kitab ulama yang lain.

Dijelaskan oleh Syeikh Sholeh Fauzan Bahwa beriman tentang keberadan jin adalah bagian dari beriman kepada perkara-perkara yang ghaib. Sebagai bentuk mempercayai apa yang diberitakan Allah dan berita Rasu-Nya. Keberadaan jin ditetapkan dalam Al Qu’an dan Sunnah serta Ijma’. Barangsiapa yang mengingkari tentang adanya jin maka ia telah jatuh kedalam kekufuran. Karena ia mendustakan Allah dan Rasul-Nya serta ijma’ kaum muslimin. Adapun orang yang mengingkari perihal masuknya jin kedalam tubuh manusia tidak kafir, akan tetapi ia dihukum sesat [3] Lihat “I’aanatul Mustafiid”: 1/188.

Jin memiliki kewajiban yang sama seperti manusia untuk beribadah kepada Allah. Mereka juga mendapat ganjaran dan balasan atas perbuatan mereka di akhirat kelak.

Sebagaimana Allah sebutkan dalam firman-Nya tentang kewajiban jin untuk beribadah kepada-Nya:
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku”

Barangsiapa yang engkar dan kafir diantara mereka para jin tersebut, mereka akan mendapatkan azab dari Allah. Sebagaimana Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya Kami telah menjadikan untuk isi neraka Jahannam itu kebanyakan dari golongan jin dan manusia. Mereka punya hati akan tetapi mereka tidak mau memahami dengannya (ayat-ayat Kami), mereka punya mata akan tetapi mereka tidak mau melihat dengannya (ayat-ayat Kami), mereka punya telingan akan tetapi mereka tidak mau mendengar dengannya (ayat-ayat Kami). Mereka bagaikan seperti bintang bahakan mereka lebih sesat, mereka itu adalah orang-orang yang lalai (terhadap peringatan Kami)”.

Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam menjelaskan bahwa jin diciptakan  dari bunga api, sebagaimana dalam sabdanya :
“Malaikat diciptakan dari cahanya, jin diciptakan dari bunga api dan Adam diciptakan dari apa yang diceritakan pada kalian” [4] HR: Imam Muslim: 8/226 (7687).

Akan tetapi jin tersebut memiliki keserupaan dengan manusia dalam beberapa sifat dan juga memiliki keserupaan dengan malaikat dalam beberapa sifat. Keserupaan sifat mereka dengan manusia, mereka memiliki kebutuhan biologis seperti manusia, seperti makan, memiliki tempat tinggal dan keturunan. Keserupaan sifat mereka dengan malaikat, mereka tidak dapat kita lihat dengan intra kita dan mereka bisa menjelma seperti manusia. Akan tetapi penjelmaan mereka berbeda dengan penjelmaan malaikat, jin menjelma dalam bentuk rupa yang buruk atau memiliki cacat dalam salah satu anggota badannya, berbeda dengan malaikat secara umum menjelma dalam bentuk rupa yang sangat baik dan tidak ada cacat pada salah satu anggota badannya kecuali dalam keadaan ketika diperintahkan Allah untuk menguji anak adam. Seperti dalam kisah tiga orang Bani Isroil; orang pertama mengindap penyakit kusta, orang yang kedua berkepalanya botak tidak memiliki rambut sedikitpun dan orang yang ketiga buta tidak bisa melihat. Setelah mereka sembuh masing-masing penyakit mereka dan masing-masing mereka memiliki harta yang berlimpah, Allah menyuruh malaikat untuk menguji mereka apakah mereka bersyukur atau tidak? Malaikat datang kepada masing-masing mereka dalam bentuk semasa mereka mengindap penyakit [5] Lihat kisah tersebut dalam “Shahih Bukhari”: 3/1276 (3277) dan “Shohih Muslim”: 8/213 (7620).

Dalam bahasan ini kita hanya akan membahas tentang hal yang berhubungan jin secara khusus yaitu masalah kesurupan atau masuknya jin kedalam tubuh manusia. Sering kita dengar dalam ungkapan masyarakat ketika melihat orang kesurupan bahwa ia kemasukan jin. Atau orang yang marah belebihan dikatakan ia bagaikan kemasukkan setan.

Perihal tentang bisanya jin masuk kedalam tubuh manusia merupakan salah satu sisi perbedaan antara jin dengan malaikat. Hal ini sudah menjadi bahan perdebatan sejak dulu antara ulama Ahlussunnah dengan para pengikut aliaran mu’tazilah yang bermazhab rasionalisme.

Dalil-dalil yang menunjukkan tentang mungkinnya jin masuk kedalam tubuh manusia serta dapat mempengaruhi perasaan dan pikirannya.

Berikut ini kita sebutkan beberapa dalil yang dikemukakan oleh para ulama Ahlussunnah tentang bisanya jin masuk kedalam tubuh manusia.
1. Firman Allah subhaanahu wata’alaa:
“Orang-orang yang memakan harta riba itu, mereka tidak berdiri (dari kubur mereka) kecuali seperti orang yang kerupan kemasukan setan”.

Berkata Imam Baghawy: “Mereka tidak berdiri dari kubur mereka pada hari kiamat melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan” [6] Lihat “Tafsir Baghawy”: 1/340.

Berkata pula Imam Qurtuby: “Dalam ayat tersebut terdapat dalil yang menunjukkan tentang kekeliruan pendapat orang yang mengingkari kesurupan karena jin, mengira bahwa hal itu gejala alam semata, bahwa setan tidak berjalan dalam tubuh manusia dan tidak ada keseurupan karena setan” [7] Lihat “Tafsir Qurtuby”: 3/355.

2. Dan sabda Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam:
“Sesungguhnya setan itu berjalan dalam tubuh manusia seperti mengalirnya darah” [8] HR: Bukhary: 3/1195 (3107) dan Muslim: 7/8 (5808).

Berkata Qodhi ‘Iyaadh: “Hadits tersebut adalah sebagaimana zohirnya, bahwa Allah memberikan kekuatan dan kemampuan kepada setan untuk berjalan dalam tubuh manusia seperti mengalirnya darah” [9] Lihat “Syarah Nawawy”: 14/157.

3. Berkata Imam Ibnu Baththoh dalam kitab monumental beliau “Al Ibaanah”:
“Bab yang kelima belas; Bab beriman bahwa sesungguhnya setan itu diciptakan untuk mempengaruhi anak Adam, ia berjalan dalam tubuh mereka sepanjang aliran darah, kecuali orang yang dijaga oleh Allah dari gangguannya. Barangsiapa yang mengingkari hal itu maka ia termasuk dari kelompok-kelompok yang binasa” [10] Lihat  “Al Ibaanah”: 2/61.

Berkata Abdullah bin Ahmad bin Hambal: “Aku berkata kepada ayahku: ada orang-orang yang berpendapat bahwa jin tidak mungkin masuk kedalam bandan orang yang kesurupan dari golongan manusia! Beliau menjawab: wahai anakku! Mereka itu telah berdusta, (buktinya) jin itu berbicara melalui lisan orang tersebut” [11] Lihat  “Majmu’ Fataawa Ibnu Taimiyah”: 3/13.

Jika ada yang bertanya bagaimana cara jin masuk kedalam tubuh manusia? apa mungkin tubuh masuk kedalamm tubuh? Jawabanya: hal itu sangat mungkin menurut akal, bahkan ada contoh-contoh nyata dalam alam ini. Seperti air mengalir dalam batang dan urat tumbuhan, air dan makanan yang mengalir dalam tubuh manusia, dan arus listrik mengalir melalu kabel. Semikian pula setan mengalir dalam tubuh manusia seperti mengalirnya darah [12] Lihat “Al Mu’tashir Syarah Kitab At Tuhid”, hal: 146.

Apa saja jenis jin yang suka masuk kedalam tubuh manusia?
Jenis-jenis jin yang biasa masuk kedalam tubuh manusia:
  • Jin pembantu tukang sihir, ia masuk kedalam tubuh manusia atas perintah tukang sihir untuk  menyakiti seseorang. Jin tersebut berkerja sama dengan tukan sihir/ dukun, dimana sebelumnya pesihir/dukun tersebut telah mempersembahkan kepada jin tersebut sesuatu dari ibadah.
  • Jin yang suka pada seseorang, yakni jin yang tertarik kepada seseorang karena kecantikannya atau kegantengannya. Oleh sebab itu kita dianjurkan ketika membuka pakaian atau tatkala masuk kamar mandi dan WC membaca do’a-do’a yang telah diajarkan oleh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam.
  • Jin nakal yang suka menggangu manusia. Jin juga bersifat suka menggangu seperti sebahagian manusia suka menggangu manusia lain. Alasan menggangu bermacam-macam seperti alasan manusia menggangu manusia lain. Bisa jadi karena beda keyakinan, karena dengki, hasad atau hawa nafsu jahat lainnya.
  • Jin yang ingin balas dendam terhadap seseorang yang dengan tidak sengaja pernah menyakiti jin tersebut atau salah seorang dari kerabatnya.

Masuknya jin kedalam tubuh manusia ada dalam dua bentuk :
Pertama: Masuknya jin kedalam tubuh seseorang diluar kehendak orang tersebut. Hal ini terjadi dengan dua cara; adakalanya atas kehendak ijin itu sendiri dan adakalanya dimasukkan orang lain dengan cara sihir dan atau sugesti.
Kedua: Atas kehendak orang tersebut dengan cara melakukan hal-hal yang dapat mengundang agar jin mau masuk ke dalam tubuhnya atau ke dalam tubuh orang lain. Hal ini biasanya dilakukan oleh oleh tukang sihir, orang yang menggunakan tenaga jin dalam ilmu beladiri atau silat, dan mensugesti diri sendiri.

Lalu bagaimanakah hukum masing-masing kondisi di atas ditinjau dari sisi aqidah Islam?

Pada berikut ini kita mencoba menjelaskan berberapa hal di atas.
Hukum masuknya jin kedalam tubuh seseorang diluar keinginannya. Akan tetapi atas kemauan dari jin itu sendiri atau atas perintah orang lain seperti tukang sihir dan semisalnya. Maka pada kondisi ini orang yang dimasuki jin tidak berdosa karena ia dizalimi dan disakiti, bahkan ia akan diberi pahala oleh Allah atas kesabarannya. Namun bukan berarti ia dilarang untuk berusaha mengusir jin tersebut dari dalam dirinya.

Sebagaimana dikisah dalam sebuah hadits:
Seorang wanita mendatangi Nabi r, dan ia berkata: “Sesungguhnya aku sering pingsan dan auratku terbuka, maka tolong berdo’a pada Allah untukku! Jawab Nabi r: jika kamu bersabar maka bagimu adalah surga, namun jika engkau tetap berkehendak untuk dido’akan, aku akan berdo’a pada Allah agar menyembuhkanmu. Jawab wanita tersebut: aku memilih sabar. Namun tolong berdo’a pada Allah agar auratku tidak terbuka. Maka Nabi r berdo’a untuknya“ [13]  HR: Bukhari: 5/2140 (5328) dan Muslim: 8/16 (6736).

Sebahagian ulama menjelaskan bahwa penyebab kepingsanan sang wanita tersebut adalah karena gangguan jin sebagaimana yang dirajihkan oleh Ibnu Hajar asqolqqny dalam kitabnya yang monumental “Fathul Baary“ [14]  Lihat “Fathul Baary”: 10/115.

Hukum mengundang jin agar masuk ke dalam diri sendiri atau memasukkannya ke dalam diri orang lain.

Orang yang berusaha memasukkan jin kedalam dirinya sendiri untuk menambah kekuatan dan ketangkasan adalah diharamkan dalam agama dan dihukum sebagai perbuatan syirik kepada Allah. Karena jin tidak akan pernah mau menuruti kemauannya sebelum orang tersebut mengabulkan permintaan jin tersebut terlebih dahulu. Yang mana permintaan jin tersebut tidak akan keluar dari perbuatan bid’ah dan syirik. Sebagaimana yang dikenal dalam ilmu persilatan dan ilmu bela diri. Biasanya tempat latihan dari persilatan tersebut terlebih dahulu didarahi dengan menyembelih seekor hewan ternak, kadangkala ayam dan kadangkala kambing atau yang semisalnya. Kemudian dalam gerakkan persilatan tersebut ada gerakkan yang merupakan persembahan kepada jin. Biasanya gerakan itu berada pada awal gerakkan dari gerak-gerakan silat tersebut. Kemudian selama dalam proses latihan ada kegiatan-kegiatan yang berbau kesyirikan, seperti umpamanaya bersemedi dan lain sebagainya. Setelah ia menuruti kehendak jin tersebut, baru setelah itu ia akan mendapat mantra atau jampi untuk memanggil sang jin tersebut. Kadangkala jin mesyaratkan kepada orang tersebut untuk memakai pakain tertentu, bisa dari segi warna atau model. Atau jin melarang orang tersebut untuk mandi seumur hidup, atau memakan makanan yang disembelih. Ini adalah sebahagian dari bentuk-bentuk ketaatan yang dikehendaki oleh jin, dengan tujuan agar orang berpaling dari mentaati Allah.

Atau jin tersebut mengajarkan kepadanya zikir-zikir yang didalamnya ada ucapan-ucapan yang berbau kesiyirikan. Atau ibadah-ibadah yang menyelisihi sunnah Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam. Seperti puasa empat puluh hari, atau berzikir dalam sebuah kelambu yang gelap dan tidak boleh keluar selama empat puluh hari. Yang penting bagi jin tersebut adalah orang taat kepadanya dan durhaka kepada Allah dan kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam. Mungkin saja orang tersebut secara zohir melaksanakan solat dan bernampilan sebagai seorang wali. Akan tetapi ia tidak menyadari bagaimana ia dijerumuskan oleh jin kedalam syirik dan bid’ah.

Adapun orang yang mengunakan jin untuk menyakiti orang lain, maka orang ini telah melakukan dua dosa besar;

Pertama: ia telah berbuat kesyrikan kapada Allah, sebagaimana telah jelaskan di atas bahwa jin tidak akan memperkanankan permintaannya sebelum orang tersebut taat terlebih dahulu kepada jin tersebut.

Kedua: ia telah berbuat kzoliman dan kerusakan di muka bumi ini. Karena dengan perbuatannya tersebut ia telah menyebabkan orang lain menjadi tersiksa dan menderita. Bahkan bisa menimbulkan berbagai macam bentuk kerusakkan lain di muka bumi ini. Seperti terjadinya perceraian dan pembunuhan yang disebabkan oleh perbuatan sihir yang disebarkan melalui perantara jin.

Maka oleh sebab itu banyak sekali dalil-dalil yang mengharamkan perbuatan sihir, diantaranya:
Firman Allah:
“Dan tidaklah kafir Sulaiman, akan tetapi para setan yang kafir mereka mengajar sihir kepada manusia”.

Ayat di atas menunjukkan tentang hukum mengajarkan sihir dan hal itu merupakan perbuatan setan baik setan dari golongan jin maupun setan dari golongan manusia.

Kemudian Allah jelaskan pada lanjutan ayat di atas tentang hukum orang yang mempelajari sihir, bahwa sihir itu tidak membawa mamfaat akan tetapi membawa kemudaratan dalam kehidupan mereka, baik di dunia maupun di akhirat kelat. Di akhirat kelak mereka tidak akan mendapat bagian sedikitpun dari kebaikan. Allah berfirman:
“Mereka mempelajari sesuatu yang membahayakan mereka dan tidak bermanfaat kepada mereka, dan sesunguhnya mereka telah mengetahui bagi orang yang membelinya ia tidak akan memiliki bagian sedikitpun pada akhirat kelak. Dan sungguh amat buruk apa yang mereka beli dengan diri mereka, seandainya mereka itu mengetahui”.

Perbuatan sihir merupakan salah satu dosa besar yang akan membinasakan pelakunya sebagaimana  Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam peringatkan dalam sabdanya:
‘Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan! Beliau ditanya” apa saja  ya Rasulullah? Jawab beliau: berbuat syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang haq, memakan harta anak yatim, memakan harta riba, lari dari medan perang, dan menuduh berzina perepuan-perempuan terhormat dari kalangan kaum wanita mukmin” [15]  HR: Bukhari: 3/1017 (2615) dan Muslim: 1/64 (272).

Bagaimana caranya agar kita selamat dari gangguan jin?
Pertama adalah dengan menghafal ayat kursi dan membacanya pada setiap selesai sholat fardhu, pagi dan sore hari, serta ketika hendak tidur. Sebagaimana telah kita sebutkan diawal bahasan kita ini tentang kisan Ubay bin Ka’ab t.

Termasuk pula membaca zikir dan do’a-do’a yang diajarkan oleh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam dalam berbagai aktifitas, kesempatan dan keadaan. Seperti do’a pagi-sore, do’a ketka masuk WC, do’a ketika membuka baju, do’a ketika memasuki daerah baru dsb. Silakan lihat berbagai do’a dan zikir tersebut dalam kitab-kitab do’a yang telah ditulis oleh para ulama kita.

Kedua adalah dengan menghindari sebab-sebab yang mengundang jin untuk berbuat jahat pada kita. Seperti suka melamun dan kebiasaan-kebiasaan sejenis, serta menjauhi sikap yang berlebihan dalam bergembera, dalam bersedih, atau terlalu marah dan terlalu lapar. Karena pada kondisi-kondisi yang kurang stabil tersebut membuat kita kehilangan konsentrasi sehingga sangat mudah bagi jin untuk masuk mempengaruhi sikap dan perasaan kita.
Wallahu A’lam

Jawaban atas argumentasi kaum Mu’tazilah dalam mengingkari tentang kemungkinan jin bisa masuk kedalam tubuh manusia.

Sesungguhnya orang-orang Mu’tazilah tidak memiliki satupun dalil dari Al Qur’an dan Sunnah dalam mengingkari perkara masuknya jin kedalam tubuh manusia, yang menjadi peganggan mereka hanyalah analogi akal semata yang menyelisihi dalil-dalil syar’i.

Mereka mengatakan bahwa jin adalah zat yang halus dan lemah tidak memiliki kekuatan apa-apa terhadap manusia.

Fenomena kesurupan masih mengundang perdebatan hingga saat ini. Kalangan yang menolak masih menggunakan alasan klasik yakni "tidak bisa diterima akal". Semoga kajian berikut bisa membuka kesadaran kita bahwa syariat Islam sejatinya dibangun di atas dalil bukan penilaian pribadi atau logika orang per orang.

Peristiwa masuknya Jin ke dalam tubuh manusia masih menjadi teka-teki bagi sebagian orang.

Peristiwa yang lebih dikenal dengan istilah kesurupan atau kerasukan Jin ini acap kali menjadi polemik di tengah masyarakat kita yang heterogen. Sehingga sekian persepsi bahkan kontroversi sikap pun meruak dan bermunculan ke permukaan. Ada yang membenarkan dan ada pula yang mengingkari. Bahkan ada pula yang menganggapnya sebagai perkara dusta dan termasuk dari kesyirikan. Para pembaca mediametafisika.com yang baik hati sebagai muslim sejati yang berupaya meniti jejak Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan para shahabatnya tentunya prinsip 'berpegang teguh dan merujuk kepada Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam berbeda pendapat' haruslah selalu dikedepankan. Sebagaimana bimbingan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam kalam-Nya nan suci:
"Dan berpegang teguhlah kalian semua dengan tali Allah dan janganlah kalian bercerai berai."

Al-Imam Al-Qurthubi berkata: "Allah Subhanahu wa Ta'ala mewajibkan kepada kita agar berpegang teguh dengan Kitab-Nya dan Sunnah Nabi-Nya serta merujuk kepada keduanya ketika terjadi perselisihan. Ia memerintahkan kepada kita agar bersatu di atas Al- Qur'an dan As-Sunnah secara keyakinan dan amalan..." Demikianlah timbangan adil yang dijunjung tinggi oleh Islam. Berangkat dari sini maka kami bermaksud menyajikan – di tengah-tengah anda – beberapa sajian ilmiah berupa keterangan atau fatwa dari Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu dan Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullahu seputar permasalahan kesurupan atau kerasukan Jin ini.

Dengan harapan ini bisa menjadi pelita dalam gelapnya permasalahan dan pembuka bagi cakrawala berpikir kita semua. Amiin ya Rabbal 'Alamin...Penjelasan Asy-Syaikh Abdul Azizbin Abdullah bin Baz rahimahullahuAsy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu berkata: "Segala puji hanyalah milik Allah Subhanahu wa Ta'ala semata. Shalawat dan salam semoga tercurahkan keharibaan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam keluarganya para shahabatnya dan orang-orang yang haus akan petunjuknya. Amma ba'du:

Pada bulan Sya'ban tahun 1407 H sejumlah surat kabar lokal dan nasional telah memuat berita – ada yang ringkas dan ada yang detail – tentang masuk Islamnya sejumlah Jin di hadapanku di kota Riyadh yang sedang merasuki tubuh salah seorang wanita muslimah. Sebelumnya Jin tersebut telah mengumumkan keislamannya di hadapan saudara Abdullah bin Musyarraf Al-'Amri seorang penduduk kota Riyadh. Setelah dibacakan ayat-ayat Al-Qur'an kepada wanita yang kerasukan itu dan berdialog dengan Jin itu serta mengingatkan bahwa perbuatannya itu merupakan dosa besar dan kedzaliman yang diharamkan saudara Abdullah pun menyuruhnya agar keluar dari tubuh si wanita. Jin itu pun patuh kemudian menyatakan keislamannya di hadapan saudara Abdullah ini.

Abdullah dan para wali wanita itu ingin membawa si wanita kepadaku agar aku turut menyaksikan keislaman Jin tersebut. Mereka pun datang kepadaku. Aku menanyai Jin tersebut tentang sebab-sebab dia masuk ke dalam tubuh si wanita. Dia pun menceritakan kepadaku beberapa faktor penyebabnya. Dia berbicara melalui mulut si wanita itu akan tetapi suaranya adalah suara seorang laki-laki dan bukan suara wanita yang ketika itu sedang duduk di kursi bersama-sama dengan saudara laki-lakinya saudara perempuannya dan Abdullah bin Musyarraf yang tidak jauh dari tempat dudukku.

Sebagian masyayikh pun menyaksikan kejadian ini dan mendengarkan secara langsung ucapan Jin tersebut yang telah menyatakan keislamannya. Dia menjelaskan bahwa asalnya dari India dan beragama Budha. Aku pun menasehatinya dan berwasiat kepadanya agar bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan memintanya keluar dari tubuh si wanita serta tidak menzaliminya. Dia pun menyambut ajakanku itu seraya mengatakan: "Aku merasa puas dengan agama Islam. "Aku wasiatkan pula kepadanya agar mengajak kaumnya untuk masuk Islam setelah Allah Subhanahu wa Ta'ala memberinya hidayah. Dia menjanjikan hal itu lalu ia pun keluar dari tubuh si wanita. Ucapan terakhir yang dia katakan ketika itu: "Assalamu'alaikum". Setelah itu barulah si wanita mulai berbicara dengan suara aslinya dan benar-benar merasakan kesembuhan serta kebugaran pada tubuhnya.

Selang sebulan atau lebih si wanita ini datang kembali kepadaku bersama dua saudara laki-laki paman dan saudarinya. Dia mengabarkan batentangan dengan syariat. Pikirannya selalu condong kepada agama Budha serta antusias untuk mempelajari buku-buku agama tersebut. Kini setelah Allah Shwa keadaannya sehat wal afiat dan syukur alhamdulillah Jin itu tidak mendatanginya lagi. Aku bertanya kepada wanita tersebut tentang kondisinya saat kemasukan Jin. Dia menjawab bahwa saat itu merasa selalu dihantui oleh pikiran-pikiran kotor yang berubhanahu wa Ta'ala menyelamatkannya dari gangguan Jin tersebut sirnalah berbagai pikiran yang menyimpang itu.

Kemudian sampailah berita kepadaku bahwa Asy-Syaikh 'Ali Ath-Thanthawi mengingkari peristiwa ini seraya menyatakan bahwa ini adalah penipuan dan kedustaan. Bisa jadi itu rekayasa rekaman yang dibawa oleh si wanita dan bukan dari ucapan Jin sama sekali. (Seketika itu juga) kuminta kaset rekaman tentang dialogku dengan Jin tersebut. Setelah kudengarkan secara seksama aku pun yakin bahwa suara itu adalah suara Jin. Sungguh aku sangat heran dengan pernyataan yang dilontarkan Asy-Syaikh 'Ali Ath-Thanthawi bahwa itu adalah rekayasa rekaman belaka. Karena aku berulang kali mengajukan pertanyaan kepada Jin tersebut dan dia pun selalu menjawabnya. Bagaimana mungkin akal sehat bisa membenarkan adanya sebuah tape/alat rekam yang bisa ditanya dan bisa menjawab?! Sungguh ini merupakan kesalahan fatal dan statement yang sulit untuk diterima.

Asy-Syaikh 'Ali Ath-Thanthawi juga menyatakan bahwa masuk Islamnya seorang Jin oleh seorang manusia bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala tentang Nabi Sulaiman 'alaihissalam: "Dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahku."

Tidak diragukan lagi pernyataan di atas merupakan kesalahan dan pemahaman yang keliru semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberinya hidayah. Masuk Islamnya seorang Jin oleh manusia tidaklah menyelisihi doa Nabi Sulaiman.

Karena sungguh telah banyak Jin yang masuk Islam melalui Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surat Al-Ahqaf dan Al-Jin. Demikian pula telah disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim dari hadits Abu Hurairah radhiallahu 'anhu da dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam beliau bersabda: "Sesungguhnya setan telah menampakkan diri di hadapanku untuk memutus shalatku. Namun Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kekuatan kepadaku untuk menghadapinya {baca: mengalahkannya} sehingga aku dapat mendorongnya dengan kuat. Sungguh sebenarnya aku ingin mengikatnya di sebuah tiang hingga kalian dapat menontonnya di pagi harinya. Tapi aku teringat akan ucapan saudaraku Nabi Sulaiman 'alaihissalam: 'Ya Rabbi anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahku'. Maka Allah mengusirnya dalam keadaan hina."

Demikianlah lafadz yang diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari. Adapun lafadz Al- Imam Muslim adalah sebagai berikut: "Sesungguhnya 'Ifrit dari kalangan Jin telah menampakkan diri di hadapanku tadi malam untuk memutus shalatku. Namun Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kekuatan kepadaku untuk menghadapinya sehingga aku dapat mendorongnya dengan kuat. Sungguh sebenarnya aku ingin mengikatnya di salah satu tiang masjid hingga kalian semua dapat menontonnya di pagi harinya. Tapi aku teringat akan ucapan saudaraku Nabi Sulaiman 'alaihissalam: 'Ya Rabbi anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahku'. Maka Allah mengusirnya dalam keadaan hina."

Para pembaca yang budiman peristiwa masuknya Jin ke dalam tubuh manusia hingga membuatnya kesurupan telah ada keterangannya di dalam Kitabullah Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan ijma' umat ini. Maka tidak bisa dibenarkan bagi orang yang tergolong intelek untuk mengingkarinya tanpa berlandaskan ilmu dan petunjuk ilahi. Bahkan karena semata-mata taqlid kepada sebagian ahli bid'ah yang berseberangan dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Wallahul musta'an walaa haula walaa quwwata illa billah.

Akan aku sajikan untuk anda – wahai pembaca – beberapa perkataan ahlul ilmi tentang masalah ini insya Allah.

Berikut ini pernyataan para mufassir berkenaan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Orang-orang yang makan riba itu tidaklah berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran penyakit gila." (QS al-Baqarah 2:275)

Al-Imam Abu Ja'far Ibnu Jarir Ath-Thabari berkata: "Yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah orang yang kesurupan di dunia yang mana setan merasukinya hingga menjadi gila {rusak akalnya}." Al-Imam Al-Baghawi berkata tentang makna al-massu: "Yaitu gila/hilang akal. Seseorang disebut Ù…َÙ…ْسُÙˆْسٌ jika dia menjadi gila atau rusak akalnya."Al-Imam Ibnu Katsir berkata: "Orang-orang pemakan riba itu tidaklah dibangkitkan dari kubur mereka di hari kiamat melainkan seperti bangkitnya orang yang kesurupan saat setan merasukinya yaitu berdiri dalam keadaan sempoyongan. Shahabat Abdullah bin 'Abbas radhiallahu 'anhuma berkata: 'Seorang pemakan riba akan dibangkitkan di hari kiamat dalam keadaan gila.' Seperti itu pula yang diriwayatkannya dari Auf bin Malik Sa'id bin Jubair As-Suddi Rabi' bin Anas Qatadah dan Muqatil bin Hayyan. "Al-Imam Al-Qurthubi berkata: "Di dalam ayat ini terdapat argumen tentang rusaknya pendapat orang yang mengingkari adanya kesurupan Jin. Juga argumen tentang rusaknya anggapan bahwa itu hanyalah proses alamiah yang terjadi pada tubuh manusia serta rusaknya anggapan bahwa setan tidak dapat merasuki tubuh manusia."

Perkataan para ahli tafsir yang semakna dengan ini cukup banyak. Barangsiapa yang mencari insyaAllah akan mendapatkannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu dalam kitabnya Idhah Ad-Dilalah Fi 'Umumir Risalah Lits-tsaqalain yang terdapat dalam Majmu' Fatawa – setelah berbicara beberapa hal – berkata: "Oleh karena itu sekelompok orang dari kalangan Mu'tazilah semacam Al-Jubba'i Abu Bakr Ar-Razi dan yang semisalnya mengingkari peristiwa masuknya Jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan namun tidak mengingkari adanya Jin. Hal itu karena dalil dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tentang peristiwa masuknya Jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan tidak sejelas dalil yang menunjukkan tentang adanya Jin walaupun sesungguhnya mereka itu keliru. Karena itu Al-Imam Abul Hasan Al-Asy'ari menyebutkan dalam Maqalat Ahlis Sunnah Wal Jama'ah bahwasanya mereka {yakni Ahlus Sunnah} menyatakan: "Sesungguhnya Jin itu dapat masuk ke dalam tubuh orang yang kesurupan sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Orang-orang yang makan riba itu tidaklah berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran penyakit gila."

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahumallahu berkata: "Aku pernah berkata pada ayahku: 'Sesungguhnya ada sekelompok orang yang mengatakan bahwa Jin itu tidak dapat masuk ke dalam tubuh manusia.' Maka ayahku berkata: 'Wahai anakku mereka itu berdusta. Bahkan Jin dapat berbicara melalui mulut orang yang kesurupan.'

Permasalahan ini telah dijelaskan secara panjang lebar pada tempatnya."Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu dalam Majmu' Fatawa juga mengatakan: "Keberadaan Jin merupakan perkara yang benar menurut Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam serta kesepakatan salaful ummah {para pendahulu umat ini} dan para ulamanya. Demikian pula masuknya Jin ke dalam tubuh manusia juga merupakan perkara yang benar sesuai dengan kesepakatan para imam Ahlus Sunnah wal Jamaah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Orang-orang yang makan riba itu tidaklah dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran penyakit gila."

Di dalam kitab Ash-Shahih dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam beliau bersabda: "Sesungguhnya setan itu dapat berjalan pada tubuh anak cucu Adam melalui aliran darah." {HR.Al-Bukhari Kitab Al-Ahkam no. 7171 dan Muslim Kitab As-Salam no. 2175}

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahumallahu berkata: "Aku pernah berkata pada ayahku: 'Sesungguhnya ada sekelompok orang yang mengatakan bahwa Jin itu tidak dapat masuk ke dalam tubuh manusia.' Maka ayahku berkata: 'Wahai anakku mereka itu berdusta. Bahkan Jin dapat berbicara melalui mulut orang yang kesurupan. 'Apa yang Al-Imam Ahmad katakan ini adalah perkara yang masyhur. Sangat mungkin seseorang yang mengalami kesurupan berbicara dengan sesuatu yang tidak dipahaminya. Ketika tubuhnya dipukul dengan keras pun ia tidak merasakannya. Padahal bila pukulan itu ditimpakan kepada unta jantan niscaya akan kesakitan. Sebagaimana ia tidak menyadari pula apa yang diucapkannya. Seorang yang kesurupan terkadang dapat menarik tubuh orang lain yang sehat.

Dia juga dapat menarik alas duduk yang didudukinya serta dapat memindahkan berbagai macam benda dari satu tempat ke tempat yang lain dan sebagainya. Siapa saja yang menyaksikannya niscaya meyakini bahwa yang berbicara melalui mulut orang yang kesurupan itu dan yang menggerakkan benda-benda tadi bukanlah diri orang yang kesurupan tersebut. Tidak ada para imam yang mengingkari masuknya Jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan. Barangsiapa mengklaim bahwa syariat ini telah mendustakan peristiwa tersebut berarti dia telah berdusta atas nama syariat. Dan sesungguhnya tidak ada dalil-dalil syar'i yang menafikannya."-sekian nukilan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah-

Berikut beberapa catatan yang bisa kita jadikan bahan pertimbangan untuk membuat kesimpulan yang lebih benar:
Pertama, terdapat banyak dalil dari Alquran dan hadis yang menggambarkan keberadaan penyakit kesurupan jin. Diantaranya,
1. Allah berfirman, menceritakan keadaan pemakan riba ketika dibangkitkan,
“Orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba…” (QS. Al-Baqarah: 275)

Keterangan Ibnu Katsir,
“Maksud ayat, pemakan riba tidak akan dibangkitkan dari kubur mereka pada hari kiamat kecuali seperti bangkitnya orang yang kesurupan dan kerasukan setan. Karena dia berdiri dengan cara tidak benar. Ibnu Abbas mengatakan, “Pemakan riba, dibangkitkan pada hari kiamat seperti orang gila yang tercekik.” (Tafsir Ibn Katsir, 1:708).

Terkait fenomena al-Qurtubi menegaskan, “Ayat ini dalil tidak benarnya pengingkaran orang terhadap fenomena kesurupan karena kerasukan jin. Mereka menganggap bahwa itu hanya murni penyakit badan. Sedangkan setan tidak bisa mengalir di dalam tubuh tubuh manusia dan tidak bisa merasuk ke dalam tubuhnya.” (Tafsir a-Qurtubi, 3:355)

2. Disebutkan dalam hadis dari Abul Aswad as-Sulami, bahwa diantara doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari tertimpa benda keras, aku berlindung kepada-Mu dari mati terjatuh, aku berlindung kepada-Mu dari tenggelam dan kebakaran, dan aku berlindung kepada-Mu dari keadaan setan merasuki badanku ketika mendekati kematian…” (HR. Nasai 5533 dan dishahihkan al-Albani)

Al-Munawi menjelaskan,
“…setan merasuki badanku ketika mendekati kematian…”: dengan gangguan yang yang bisa menggelincirkan kaki, merasuki akal dan pemikiran. Terkadang setan menguasai seseorang ketika hendak meninggal dunia, sehingga dia bisa menyesatkannya dan menghalanginya untuk bertaubat… (Faidhul Qadir, 2:148)

Kedua, kesurupan, dengan jin masuk ke tubuh manusia adalah kejadian yang hakiki, kenyataan dan bukan khayalan.

Abdullah bin Imam Ahmad pernah bertanya kepada ayahnya, “Sesungguhnya ada beberapa orang yang berpendapat, bahwa jin tidak bisa masuk ke badan manusia.”
Imam Ahmad menjawab,  “Wahai anakku, mereka dusta. Jin itulah yang berbicara dengan lisan orang yang dirasuki.”

Setelah membawakan keterangan ini, Syaikhul Islam memberi komentar, “Apa yang disampaikan Imam Ahmad adalah masalah yang terkenal di masyarakat. Orang yang kerasukan berbicara dengan bahasa yang tidak bisa dipahami maknanya. Terkadang dia dipukul sangat keras, andaikan dipukulkan ke onta, pasti akan menimbulkan sakit. Meskipun demikian, orang yang kesurupan tidak merasakan pukulan dan tidak menyadari ucapan yang dia sampaikan.”

Beliau juga menegaskan,
Orang yang menyaksikan kejadian kesurupan, dia akan mendapatkan kesimpulan yang meyakinkan bahwa yang bicara dengan lidah manusia dan yang menggerakkan badannya adalah makhluk lain, selain manusia (Majmu’ al-Fatawa, 24:277).

Ketiga, ulama sepakat, jin bisa merasuki tubuh manusia
Hal ini sebagaimana ditegaskan Syaikhul Islam dalam fatwanya, “Tidak ada satupun ulama islam yang mengingkari jin bisa masuk ke badan orang yang kesurupan dan lainnya. Orang yang mengingkari hal ini dan mengklaim bahwa syariat mendustakan anggapan jin bisa masuk ke badan manusia, berarti dia telah berdusta atas nama syariah. Karena tidak ada satupun dalil syariat yang membantah hal itu.” (Majmu’ al-Fatawa, 24:277).

Keempat, sebab terjadinya kesurupan
Syaikhul Islam menjelaskan, “Jin yang merasuki manusia bisa saja terjadi karena dorongan syahwat atau hawa nafsu atau karena jatuh cinta. Sebagaimana yang terjadi antara manusia dengan manusia…”

“Bisa juga terjadi karena kebencian atau kedzaliman (yang dilakukan manusia), misalnya ada orang yang mengganggu jin atau jin mengira ada seseorang yang sengaja mengganggu mereka, baik dengan mengencingi jin atau membuang air panas ke arah jin atau membunuh sebagian jin, meskipun si manusia sendiri tidak mengetahuinya. Namun jin juga bodoh dan dzalim, sehingga dia membalas kesalahan manusia dengan kedzaliman melebihi yang dia terima. Terkadang juga motivasinya hanya sebatas main-main atau mengganggu manusia, sebagaimana yang dilakukan orang jelek di kalangan manusia.” (Majmu’ al-Fatawa, 19:39).

Kesimpulan:
Fenomena kerasukan jin adalah kenyataan yang tidak mungkin dibantah. Di samping kejadian di lapangan, realita ini juga dibuktikan dengan dalil Alquran, hadis dan kesepakatan ulama. Satu-satunya golongan yang mengingkari realita ini adalah mu’tazilah, dan para pemuja akal sederhana yang mengikuti jejaknya. Ada banyak sebab, mengapa jin merasuk ke dalam tubuh manusia, bisa karena motivasi cinta dan bisa sebaliknya, karena kebencian.

Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi dan sugesti rentan pula terhadap masuknya bisikan sisi iblis, ia bisa jadi media yang baik buat Iblis dan jin untuk menyesatkan manusia, berbeda dengan teknik orang khusus yang memahami hikmah, syariat agama dan nash yang termaktum didalam keimanan dan ketaqwaannya dalam keadaannya yang ihsan, kunci semua itu karena berbeda antara hati yang hampir bersih tanpa tutupan dengan hati yang kotor karena pengaruh nilai-nilai keiblisan/kesesatan.

Bisa jadi hulul adalah bentuk masuknya sugesti hingga menguasai alam bawah sadarnya menjadikannya sebuah keyakinan yang utuh dan padahal menjadi media penyesatan oleh Iblis kepadanya. Bisa dikatakan Syetan dan Jin yang menggodanya adalah Setan dan Jin high class yang mempunyai jam terbang tinggi.

Dari contoh hipnotis ini, walau tidak menjelaskan menyeluruh, kita juga bisa melihat nilai karomah seseorang yang sebenar-benarnya karomah, berbeda dengan karomah-karomahan pengaruh sugesti dan motivasi dan sebab lainnya saja.

Sesungguhnya, manusia sendirilah yang acapkali menjerumuskan dirinya dalam bahaya. Menyimpang dari petunjuk Allah, membawa konsekuensi yang harus dibayar mahal oleh manusia dalam kehidupannya di dunia, dan kerugiannya dari memperoleh ridha Allah dan nikmat-Nya di akhirat. Di antara bahaya yang akan menimpa diri manusia sendiri adalah ketika dia membuka pintu yang akan menghubungkan dirinya dengan setan-setan dan jin-jin jahat yang, dengan satu dan lain jalan yang sangat berbahaya, jin-jin dan setan-setan itu dapat menguasai dirinya. jalan-jalan berbahaya tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Godaan (an-nazgh), yaitu waswas yang berbahaya, yang kadang-kadang mengantarkan seseorang pada keraguan dan kerusakan akidah. Karena itu Allah SWT berfirman, Dan ketika kamu ditimpa suatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS. Al-A'raf: 200).

2. Bisikan Setan (al-hamaz), yaitu penguasaan setan atas diri manusia dengan membuatnya tidak sadar. Rasulullah saw. selalu memohon perlindungan kepada Allah darinya, seraya menjelaskan makna "godaan setan" tersebut dengan, "Sesuatu yang mematikan yang dapat menimpa Anak Adam." Yakni, kondisi kesurupan saat jin masuk kedalam diri seseorang. Terhadap bahaya yang ini, Allah SWT memperingatkan dengan firman-Nya yang berbunyi, Dan katakanlah, "Ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari bisikan-bisikan setan, dan aku berlindung pula kepada-Mu, wahai Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku" (QS. Al-Mu'minun: 97-98).

3. Tiupan (an-nafkh), yaitu takabur dan pongah, serta menyombongkan diri terhadap makhluk-makhluk Allah lainnya. Ini merupakan pintu yang sangat mudah dimasuki setan-setan kuat. Nabi saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Ummu Salamah, selalu memohon perlindungan kepada Allah dari hal itu. Ummu Salamah mengatakan, "Apabila Rasulullah saw. bangun malam, beliau selalu berdoa, 'Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari gangguan setan yang terkutuk: dari bisikan, hembusan dan tiupannya."' Dalam riwayat yang lain, para sahabat bertanya kepada Nabi saw., "Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan bisikan, hembusan dan tiupan setan itu?" Nabi saw. menjawab, "Yang dimaksud dengan bisikan adalah sesuatu yang mematikan, yang bisa menimpa seseorang. Sedangkan tiupannya adalah takabur, dan hembusannya adalah syair."

4. Hembusan (an-nafts), yaitu syair yang buruk, atau ucapan-ucapan kotor yang biasa digunakan oleh para sastrawan untuk membangkitkan naluri dan bukan emosi (keindahan). Dengan syair-syair tersebut mereka mengobarkan birahi, dan bukan menonjolkan keindahan isi syair.

5. Kehadiran Jin atau Setan (al-hudhur), yaitu hadirnya setan dirumah-rumah yang dapat menghilangkan berkah dan menyebabkan malaikat tidak mau datang. Lazimnya, hal ini tidak terjadi kecuali dengan adanya perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan syariat Allah, semisal menggantungkan gambar-gambar makhluk hidup, meletakkan patung-patung, memelihara anjing, minum khamr, menyelenggarakan pesta-pesta dansa, dan hal-hal yang sejenis itu yang lazimnya dilakukan di bawah selubung modernisasi.

6. Sentuhan Setan (al-mass), yaitu bisikan setan yang sampai pada tingkat sangat berbahaya. Sebab, lazimnya, la berusaha untuk menguasai diri seseorang secara amat buruk. Misalnya, jin mengeram dalam perut atau dada seorang laki-laki. Tentang ini Allah SWT mengungkapkan dengan firman-Nya yang berbunyi, Orang-orang yang makan riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila …… (QS. Al-Baqarah: 275).

7. Kesenangan Jin atau Setan (al-istimta'), yaitu sesuatu yang di jelaskan Allah SWT melalui firman-Nya yang berbunyi, Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpun mereka semuanya, (dan Allah berfirman), "Wahai golongan jin, sesungguhnya kamu telah banyak (menyesatkan) manusia, " lalu berkatalah kawan-kawan mereka, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah mendapat kesenangan dari sebagian yang lain, dan kami telah sampai pada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami. " Allah berfirman, "Nerakalah tempat tinggalmu, dan kamu sekalian kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain)." Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-An'am: 128).

8.  Waswas (al-waswasah),  yaitu pendamping (Qarin) atau sahabat jahat manusia. la ada secara nyata pada manusia, yang berusaha memperlihatkan kebatilan sebagai sesuatu yang indah, kejahatan dan dosa sebagai sesuatu yang menarik untuk dikerjakan. Biasanya, jika jin atau setan tidak memperoleh izin dari Anda (sehingga Anda mau melakukan kemaksiatan), maka dia mendatangi pendamping-jahat Anda. Dia adalah pelaksana yang baik untuk membujuk Anda, atau bahkan orang selain Anda, yang sedang berada dalam kebenaran. Terhadap jenis ini, Allah SWT berfirman, …. Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu (QS. Al-An'am: 121).

9.  (al-'uzz). Hasutan lazimnya, atau sebagaimana yang difirmankan Allah, setan atau jin selalu menghasut orang-orang kafir. Allah SWT berfirman, Tidakkah kamu lihat bahwasanya Kami telah mengirim setan-setan itu kepada orang-orang kafir untuk menghasut mereka agar berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh (QS. Maryam: 83). Karena itu hendaknya tidak ada di antara kita yang mengatakan, sebagaimana yang pernah diucapkan para ulama' dan bukan oleh orang-orang awam, bahwa kekafiran itu tidak ada setannya. Sebab, diri mereka sendiri (orang-orang kafir) sudah cukup untuk menyebabkan kekafirannya. Tidak demikian. Sebab, nash di atas menegaskan bahwa setan-setan pun menghasut orang-orang kafir. Mereka (setan-setan) mengobarkan rasa benci terhadap Islam dan kaum Muslimin, menghalalkan pelecehan hal-hal yang disucikan, membolehkan penumpahan darah, dan merampas harta-harta mereka.

10. (at-tanazzul). Turunnya Setan,  yaitu sejenis kedatangan setan yang sangat mengagumkan. la bisa terjadi pada seorang Muslim atau kafir. Dalam nisbatnya dengan seorang kafir, hal itu sudah merupakan, sesuatu yang biasa. Akan tetapi dalam hubungannya dengan seorang Muslim, maka hal itu terjadi saat dia lalai dalam mempelajari dan mengamalkan ajaran agamanya, dan senang melakukan kebohongan dan kesesatan. Atau, mengucapkan kalimat-kalimat yang mendorong terjadinya kekafiran dan penentangan terhadap Allah dan peraturan-peraturan-Nya. Allah SWT berfirman, Maukah kamu sekalian Aku beritahu tentang orang-orang yang kepada mereka setan-setan turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta dan orang yang banyak berdosa (QS. Asy-Syu'ara : 221-222).

11. Mengobarkan Nafsu Syahwat (al-istihwa), yaitu pengaruh setan dalam diri manusia yang di situ setan mendorong manusia untuk memperturutkan nafsu dan syahwatnya. Allah SWT berfirman, Seperti orang yang telah disesatkan setan di bumi ini dalam keadaan bingung. Dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya  ke jalan yang lurus (dengan mengatakan), "Marilah, ikuti kami" (QS. Al-An'am: 71).

12. Lupa (ath-tha'if),  yaitu sejenis waswas yang gelap dan menyihir, semisal tiba-tiba saja hati Anda ingin melakukan perbuatan buruk, atau lupa jumlah rakaat ketika Anda melakukan shalat. Allah SWT berfirman, Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa, bila mereka ditimpa was was (tha'if) dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya (QS. AI-A'raf. 201).

Dan Allah S.W.T. berfirman kepada iblis “Kenapa kau tidak melakukan apa yang kuperintahkan? Kenapa kau tidak menyembah Adam ketika Aku menyuruhmu bersujud?” Ngomong-ngomong, sujud ini bukan berarti menyembah, sujud disini sekedar untuk menghormati Adam. Tapi iblis berkata “Tidak, aku lebih baik darinya! Kau menciptakanku dari api dan kau menciptakan dia dari tanah!” Inilah rasisme pertama yang pernah terjadi.

Dapatkah kau membayangkan hal ini? Kita mendengar kisah ini seakan-akan sebuah dongeng, bayangkan, menolak perintah Allah S.W.T. tepat di hadapan-Nya!

Dalam Al-Qur’an, Allah menjelaskan bahwa iblis menolak secara sadar, jadi jangan berpikir bahwa iblis tidak bisa bersujud, dia bisa bersujud tapi secara sadar menolaknya. Sama seperti halnya manusia, kita juga punya pilihan, dan jika kita menolak, hal itu dikarenakan kita memilihnya. Namun dalam ilmuNya, Allah telah mengetahui hal ini jauh sebelumnya dan membiarkannya terjadi sebagaimana hal ini pada keadaan waktu tersebut yang kelak akan membawa kepada hikmah-hikmah penciptaan dan hikmah-hikmah lainnya, karenanya Allah punya kehendak yang panjang terhadap keadaan ini dengan termaksud rentetan peristiwanya kelak, penciptaan nabi Adam as hingga sekarang dan akan datang, ya bukan seakan-akan lagi tapi Allah mempermudah rentetan takdir ini. Sebagaimana sebelum menciptakan alam semesta, Allah telah mengetahui dengan ilmu-Nya yang qadim, bahwa Dia akan menciptakan udara, dan akan menciptakan langit di atas udara tersebut, dan akan menciptakan laut dari air, dan akan menciptakan roda diatasnya sebagai kendaraan bagi matahari yang menyinari dunia.

Dia menolak karena keangkuhannya yang membuatnya menjadi kafir dan menyembunyikan kebenaran. Secara harfiah, kata kafir berarti menyembunyikan kebenaran dan menutup-nutupinya. Jadi dia menolak kebenaran meskipun dia mengetahui kebenaran tersebut.

Allah berfirman “Wahai iblis, apa yang membuatmu tidak mau bersujud kepada makhluk yang telah Aku ciptakan sendiri?” Dan apa jawaban iblis? “Aku lebih baik darinya karena Kau membuatku dari api! Kau membuatnya dari tanah! Derajatku lebih tinggi.” Allah kemudian berfirman padanya “Baiklah, apakah kau yakin dengan keputusanmu?” Dia berkata “Aku yakin.” Allah menanyakannya lagi dan dia tetap mengulang jawaban yang sama. Kemudian Allah akhirnya berfirman “Aku yang telah menciptakannya dan Akulah yang memerintahkanmu, kau telah melanggar perintah-Ku dengan sombong di hadapan-Ku.” Kau dikutuk, kau setan adalah makhluk yang terkutuk.” 

Hal yang menarik terjadi. Setan mengangkat kedua tangannya dan dia memohon kepada Allah S.W.T. Apa arti permohonan kepada Allah dalam bahasa Arab? Kita menyebutnya do’a. Dia berdo’a kepada Allah S.W.T. dan berkata “Berikanlah aku penangguhan waktu hingga hari kiamat.” Dan Allah S.W.T. berfirman “Kau mendapatkan apa yang kau inginkan.”

Sebagian dari kita kadang merasa telah melakukan banyak dosa, sehingga tidak mungkin Allah akan menjawab do’a kita. Tapi lihatlah setan. Dia dengan jelas tidak menuruti perintah Allah, dan langsung meminta kepada Allah S.W.T. dan Allah mengabulkan do’anya. Allah berfirman “Tidak ada siapapun yang jauh dari Allah S.W.T. untuk meminta apapun." Jika setan dapat melakukannya, maka kalian juga dapat melakukannya, dan Allah akan mengabulkan do’a kalian.

Kemudian iblis setelah mendapatkan apa yang dia mau, dia menantang Allah S.W.T. “Demi kuasa dan demi kekuatan-Mu, aku akan membuat mereka (manusia) tersesat.” Allahuakbar! Ini sama saja seperti mengatakan “Aku percaya pada-Mu. Kau lebih kuat daripadaku dan kau Maha Kuasa, aku tahu itu, tapi apa yang telah Kau lakukan akan kuhancurkan.” Allah kemudian berfirman padanya “Apakah kau ingin menyesatkan mereka? Itukah tantangannya? Baiklah jika kau ingin menyesatkan mereka.” Iblis berkata “Aku akan membuat semua keturunan Adam tersesat.” Allah berfirman “Silahkan, naikilah mereka jika kau dapat melakukannya." Jadi layaknya seorang joki piawai yang dapat mengendalikan kudanya. Allah berfirman “Jadilah joki yang baik dan naikilah siapapun yang ingin menjadi kudamu, dan cobalah sesatkan mereka dengan suaramu. Dan cobalah untuk menipu mereka dengan materialisme."

Dengan kata lain, gunakan harta mereka untuk menyesatkan mereka, dan berikan mereka janji palsu. Allah berfirman ada tipu daya di balik kata-kata setan. Allah kemudian berfirman “Tapi kau tidak akan mempunyai kekuatan atas hamba-hamba-Ku yang sejati.” Kemudian iblis menjawab “Baiklah, aku akan membuat mereka semua tersesat kecuali hamba-hamba-Mu yang taat.”

Saudara dan saudariku, itulah satu-satunya manusia dimana iblis tidak mempunyai kekuatan untuk mempengaruhinya, seseorang yang hatinya benar-benar ikhlas hanya untuk Allah S.W.T.

Bahwa jin atau setan itu ada yang laki dan ada yang perempuan dan mereka sama dengan kita, kawin dan bercampur antara laki laki dan perempuan. Dalilnya Al Qur’an (yang artinya) :
“Dan bahwasannya ada beberapa orang laki laki diantara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki laki diantara jin, maka jin jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (Al Jin : 6)

[QS 16:72] Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari ni’mat Allah?”

Juga hadits yang merupakan do’a yang kita baca ketika masuk WC (yang artinya) : “Ya Allah aku berlindung kepada Mu dari jin yang laki laki dan yang perempuan”.

Bangsa jin itu juga makan seperti kita, hanya saja makanannya tidak sama dengan makanan kita dan adakalanya dia mencuri makanan kita sebagaimana  setan mencuri makanan zakat dari Abu Hurairah yang diperintah oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjaganya, disebutkan makanan jin diantaranya adalah tulang dan kotoran, makanan manusia yang tidak menyebut nama Allah, dan minuman yang terlarang.

Diriwayatkan dari Al-A’masy beliau berkata: “Jin pernah datang menemuiku lalu kutanya: ‘Makanan apa yang kalian sukai?’ Dia menjawab: ‘Nasi.’ maka kubawakan nasi untuk dan aku melihat sesuap nasi diangkat sedang aku tidak melihat siapa-siapa. Kemudian aku bertanya: ‘Adakah di tengah-tengah kalian para pengikut hawa nafsu (**) seperti yang ada di tengah-tengah kami?’ Dia menjawab: ‘Ya., ‘Bagaimana keadaan golongan Rafidhah yang ada di tengah kalian?” tanyaku. Dia menjawab: ‘Merekalah yang paling jelek di antara kami’.”

Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Aku perlihatkan sanad riwayat ini pada guru kami Al-Hafizh Abul Hajjaj Al-Mizzi dan beliau mengatakan: ‘Sanad riwayat ini shahih sampai Al-A’masy’.”

Setan juga bermalam dan bertempat tinggal, ada kalanya mereka tinggal di rumah rumah kita. Untuk itulah perlu membaca do’a ketika masuk rumah agar setan tidak bermalam di rumah kita. Dalilnya adalah hadits dalam Shahih Muslim no. 2018 (yang artinya) : “Bila seseorang masuk rumahnya, lalu menyebut nama Allah ketika masuk dan ketika makan, maka setan berkata (kepada kelompoknya) : Tidak ada penginapan bagi kamu dan tidak ada makanan malam bagi kamu. Jika seseorang itu masuk rumahnya dan tidak menyebut nama Allah, maka setan berkata (kepada kelompoknya) : Kamu mendapatkan penginapan. Dan jika seseorang tidak menyebut nama Allah ketika makan, maka setan berkata (kepada kelompoknya) : Kamu akan mendapatkan penginapan dan makanan untuk malam.”

Sebagian sahabat pasti pernah terbersit pertanyaan tentang benar atau tidaknya Nabi dari kaum Jin. Sebagian menjawab tidak ada dan sebagian menjawab ada. Kedua kelompok yang berbeda pendapat tersebut juga mengemukakan pendapatnya dengan dalil yang sama kuat. Mari kita diskusikan bersama-sama dengan hati dan pikiran yang jernih. Mari kita maksimalkan akal (hati dan pikiran dalam satu tarikan nafas) kita dalam memahami ilmu Alloh yang sangat luas.

Sahabat sekalian, dalam hal ini yuuk kita baca ayat-ayat Alloh yaitu al Qur’an al Karim tentang utusan Alloh. Di dalam beberapa ayat, Alloh memang mengatakan bahwa Dia mengutus seorang Rasul pada tiap-tiap umat. Kata ‘umat’ disini apakah umat manusia atau apakah umat jin? Sungguh pertanyaan yang sulit dijawab.

Qs. An Nahl: 36. Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu",…

Qs. Yunus: 47. Tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya.

Saya lantas membuka kata-kata mutiara salah satu sahabat Rasululloh Muhammad yang sekaligus sepupu dan menantu nabi. Di dalam kata-kata mutiara Ali bin Abi Thalib dikatakan bahwa Alloh mengutus rasul-rasulNya kepada golongan jin dan manusia. Alloh juga tidak pernah membiarkan makhlukNya tanpa kehadiran seorang nabi yang diutus.

“Dialah (Alloh) yang menempatkan makhluk-makhlukNya di dunia. Dia mengutus rasul-rasulNya kepada golongan jin dan manusia supaya menyingkapkan kepada mereka penutupnya.” (Ali bin Abi Thalib)

“Alloh tidak pernah membiarkan makhluk-makhlukNya tanpa kehadiran seorang nabi yang diutus, kitab yang diturunkan, hujah yang kukuh, atau tujuan yang jelas. Para rasul tidak pernah merasa lemah karena sedikitnya bilangan mereka dan banyaknya orang-orang yang mendustakan mereka.” (Ali bin abi Thalib)

Ada dua kata kunci disini yaitu ‘umat’ dan ‘makhluk’. Menurut sahabat, apakah masih adakah kemungkinan bahwa ada nabi dan rasul dari golongan jin? Jika kita membuka Wikipedia online maka kita akan memperoleh arti kata ‘uma’ yaitu sebuah kata dan frasa dari bahasa Arab yang berarti: "masyarakat" atau "bangsa". Kata tersebut berasal dari kata amma-yaummu, yang dapat berarti: "menuju", "menumpu", atau "meneladani".

Dari akar kata yang sama, terbentuk pula kata: um yang berarti "ibu", dan imam yang berarti "pemimpin". Sedangkan kata ‘makhluk’ adalah sebuah kata serapan dari bahasa Arab yang berarti "yang diciptakan", sebagai lawan kata Kholik —"yang menciptakan." Secara umum, kata ini merujuk pada organisme hidup yang diciptakan oleh Tuhan. Selain itu, "makhluk" juga dapat merujuk pada makhluk ‘halus’, yaitu adalah makhluk ciptaan Tuhan yang bersifat ghaib seperti setan, jin, atau iblis dan Malaikat.

Dari penjelasan tersebut, bisakah sekarang kita mengatakan bahwa ‘makhluk’ atau ‘umat’ yang dikatakan oleh Qur’an dan Ali bin Abi Thalib tersebut kita tujukan kepada kaum jin?

Aaah, ayat-ayat tersebut hanya mengatakan tentang umat manusia. Bukan umat jin. Mungkin kalimat tersebut terbersit juga di benak para sahabat. Kalau begitu mari kita ‘jalan-jalan’ lagi menyusuri ayat-ayat Alloh. Sekarang kita berhenti sejenak pada suroh al-An’aam 130: Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayatKu dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini? Mereka berkata: "Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri", kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.

Di ayat ini Alloh bertanya kepada golongan jin dan manusia tentang apakah belum datang kepada masing-masing golongan tersebut rasul-rasul dari golongan mereka sendiri. Seorang rasul- rasul yang menyampaikan ayat-ayat Alloh.

Jika memang benar bahwa ada nabi atau rasul dari golongan jin, lantas kenapa penutup para nabi-nabi dan rasul Alloh dari golongan manusia? Jawabannya adalah kalau nabi atau rasul terakhir dari golongan jin, tentu akan ribet sekali bagi manusia karena manusia tidak bisa melihat jin dan tidak bisa memasuki alam jin. Tapi jika nabi dan rasul terakhir dari golongan manusia, maka jin lebih mudah mengakses dakwah manusia karena para jin bisa dengan mudahnya memasuki alam manusia. Dan misi dari nabi penutup adalah membawa rahmat bagi semesta alam.

Dakwah yang diemban Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dakwah yang universal tidak terbatas kepada kaum tertentu tetapi untuk seluruh manusia. Bahkan kaum jin pun menjadi bagian dari sasaran dakwahnya.

Al-Qur`an telah mengabarkan kepada kita bahwa sekelompok kaum jin mendengarkan Al-Qur`an sebagaimana tertera dalam surat Al-Ahqaf ayat 29-32. Kemudian Allah menyuruh Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar memberitahukan yang demikian itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Katakanlah : ‘Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jin telah mendengarkan Al-Qur`an lalu mereka berkata: ‘Sesungguh kami telah mendengarkan Al-Qur`an yang menakjubkan’” dan seterusnya.

Tujuan dari itu semua adalah agar manusia mengetahui ihwal kaum jin bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada segenap manusia dan jin. Di dalam terdapat petunjuk bagi manusia dan jin serta apa yang wajib bagi mereka yakni beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala Rasul-Nya dan hari akhir. Juga taat kepada Rasul-Nya dan larangan dari melakukan kesyirikan dengan jin.

Jika jin itu sebagai makhluk hidup berakal dan dibebani perintah dan larangan maka mereka akan mendapatkan pahala dan siksa. Bahkan karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun diutus kepada mereka maka wajib atas seorang muslim untuk memberlakukan di tengah-tengah mereka seperti apa yang berlaku di tengah-tengah manusia berupa amar ma’ruf nahi mungkar dan berdakwah seperti yang telah disyariatkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Juga seperti yg telah diserukan dan dilakukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas mereka. Bila mereka menyakiti maka hadapilah serangan seperti saat membendung serangan manusia.

Mendakwahi kaum jin tidaklah mengharuskan seseorang untuk terjun menyelami seluk-beluk alam dan kehidupan mereka serta bergaul langsung dengannya. Karena semua ini tidaklah diperintahkan. Sebab lewat majelis-majelis ta’lim dan kegiatan dakwah lain yang dilakukan di tengah-tengah manusia berarti juga telah mendakwahi mereka.

Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu berkata: “Bisa jadi ada sebagian orang mengira bahwa para jin itu tidak menghadiri majelis-majelis ilmu. Ini adalah sangkaan yang keliru. Padahal tidak ada yang dapat mencegah mereka untuk menghadiri kecuali di antara ada yang mengganggu dan ada setan-setan.

Apakah jin sebelum kekhalifahan manusia pernah membuat kekhalifahan jin di bumi (Nisnas), sama halnya dengan pertanyaan siapa nama nabi-nabi jin, hal tersebut adalah tabir, demikian pula masalah apakah dahulu bangsa jin pernah membuat kekhalifahan, anggaplah tabir karena hal ini tidak banyak dijelaskan didalam nash, dan juga ditinjau dari sisi lain, kedua hal ini kurang manfaatnya untuk diketahui oleh manusia.

Seperti halnya Manusia (bani Adama), manusia berasal dari keturunan Nabi Adam a.s dan Siti Hawa. Iblis itu adalah rajanya setan. Dia berasal dari golongan Jin, yang fasik dari perintah Allah untuk sujud kepada Nabi Adam. Allah berfirman : "Dan ketika kami berkata kepada malaikat “Sujudlah kalian kepada Adam” maka mereka bersujud kecuali iblis, yang tidak mau dan berlaku sombong dan dia termasuk dari orang orang kafir” [Q.S Al baqoroh ayat :34]

Dan kata kata sombongnya itu termaktub dalam surat Al A’rof ayat  12 ketika Alloh menanyainya mengapa ia tak mau bersujud kepada Adam : Iblis berkata “Aku lebih baik darinya, Engkau ya Alloh menciptakan aku dari api sedangkan Engkau menciptakannya dari tanah”

Iblis adalah nenek moyang para setan. Dan ia akan kekal sampai hari kiamat. Dengan bukti bahwasannya dia meminta dispensasi untuk di kekalkan sampai hari kiamat. Dan Allah mengkabulkannya.

Iblis berkata :”Beri tangguhlah aku hingga hari pembalasan”

Allah berfirman : ”Sesungguhnya engkau termasuk dari mereka yang diberi tangguhan” [Al A'rof : 14 -15]

Jin adalah suatu makhluk yang hidup di alam tersendiri yang bukan alam manusia dan bukan pula alam malaikat. Jin bisa melihat manusia tetapi manusia tidak dapat melihat jin (dalam wujud aslinya) kecuali Nabi. Allah berfirman: “Sesungguhnya ia dan kawan-kawannya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (Qs. Al-A’raf: 27)

Sedangkan Jin adalah Jenis diantara jenis jenis makhluk Alloh. Seperti halnya manusia, jin makan, minum, menikah, memiliki agama dan selainnya. Namun, jin diberi kelebihan oleh Alloh untuk dapat menyerupai makhlukNya yang lain. Jin bisa menyerupa sebagai hewan. Jin bisa menyerupa sebagai manusia. Bahkan benda matipun bisa di serupa. Singkatnya, beda antara jin dan manusia adalah kalau jin itu makhluk halus karena indra kita tak dapat meraba mereka. Sedang manusia adalah makhluk kasar, yang satu dengan lainnya bisa meraba. Lebih lanjut, baca surah Al Jin, juz 29 pertengahan.

Jin diciptakan oleh Allah dari api. Allah berfirman : “Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (Qs. Al-Hijr: 27)

Sedangkan syaitan ialah jin yang durhaka. Dinamakan syaitan karena durhaka dan memberontak kepada perintah Allah Ta’ala. Dan Iblis adalah biangnya syaitan. 

Namun apakah iblis ini merupakan cikal bakal (nenek moyang) jin? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa: “Iblis merupakan cikal bakal jin.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah jid. IV)

Diantara mereka ada yang beriman dan ada pula yang kafir seperti halnya manusia, berdasarkan al-Quran surah al-Jin.

“...dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda.” (Al-Jin 72:11)”

dan “ ...dan sesungguhnya di antara kami ada jin-jin yang taat dan ada jin-jin yang menyimpang.” (Al Jiin 72:14)     ”

Kalangan bangsa jin juga ada yang menganut ateis, menyembah matahari, bahkan menyembah sesama jin, animisme, dinamisme, namun ada juga yang beragama Majusi, Yahudi, dan Nasrani. Hal ini sebagaimana layaknya manusia yang memiliki keyakinan dan aqidah yang berbeda-beda.

Yang jelas, Al-Qur’an al-Karim mengatakan : “Maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Rabbnya.” (Qs. Al-Kahfi: 50)

Istilah syaiton juga kadang disebutkan untuk memberikan sifat kepada manusia dan jin yang durhaka dan suka mengganggu manusia lain.

Allah berfirman : “Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.” (Qs. An-Nas: 4-6)

Jin dan Manusia semuanya takkan kekal di dunia. Jin layaknya manusia yang kan menemui ajalnya, dan yang takkan mati dan dikekalkan sampai hari kiamat adalah raja mereka. Yang akan selalu menggoda manusia dan menyesatkannya baik dari depan, belakang, samping kanan maupun samping kiri yaitu Iblis (Nenek Moyangnya Jin).

(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah". Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya". Lalu seluruh malaikat itu bersujud semuanya, kecuali Iblis; dia menyombongkan diri dan adalah dia termasuk orang-orang yang kafir.”

Allah berfirman: "Hai Iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?" Iblis berkata: "Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah". Allah berfirman: "Maka keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk,sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan".

Iblis berkata: "Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan". Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh, sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari kiamat)". Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya,kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.

Allah berfirman: "Maka yang benar (adalah sumpah-Ku) dan hanya kebenaran itulah yang Ku-katakan". Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya. (Shaad 38:71-85)

Berkata iblis: "Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan. Allah berfirman: "(Kalau begitu) maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh, sampai hari (suatu) waktu yang telah ditentukan. (Al Hijr 15:36-38)

Perbedaan Jin, Iblis dan Setan?
Secara umum ketiganya memiliki persamaan, yaitu makhluk yang diciptakan dari api:

“Ibnu Zaid, Hasan al-Bashri dan Qatadah mengatakan: Iblis adalah bapak Jin, sebagaimana Adam adalah bapak manusia. Iblis bukan malaikat”
(Tafsir al-Qurthubi 1/294)

Perbedaannya adalah sebagai berikut :

“Jin ada yang muslim dan ada yang kafir. Jin mengalami hidup dan mati. Sedangkan syetan tidak ada yang muslim. Mereka akan mati jika Iblis mati” (Tafsir al-Baghawi 4/379)

Sebagian ulama mengakatan bahwa ‘syetan’ merupakan sifat buruk baik yang terdapat pada manusia maupun jin, dengan berdalil pada ayat:

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, …“ (al-An’am: 112)

Dengan demikian, Iblis adalah nenek moyang yang ‘memiliki’ 2 keturunan, Jin dan syaitan. Jin ada yang muslim dan kafir, sementara syaitan kafir semua.

Qarin
Yang dimaksud dengan qarin dalam surat Qaaf 50:27 ialah yang menyertai. Setiap manusia disertai "Qarin dari kalangan Jin". Allah berfirman, artinya : “Yang menyertai dia (qarin) berkata pula: 'Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkan tetapi dialah (manusia) yang berada dalam kesesatan yang jauh...” (QS Qaaf 50:27)

Manusia dan qarinnya itu akan bersama-sama pada hari berhisab nanti. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Aisyah ra mengatakan: Rasulullah SAW keluar dari rumah pada malam hari, aku cemburu karenanya. Tak lama ia kembali dan menyaksikan tingkahku, lalu ia berkata: "Apakah kamu telah didatangi syetanmu?" "Apakah syetan bersamaku?" Jawabku, "Ya, bahkan setiap manusia." Kata Nabi Muhammad SAW. "Termasuk engkau juga?" Tanyaku lagi. "Betul, tetapi Allah menolongku hingga aku selamat dari godaannya." Jawab Nabi (HR Ahmad).

Berdasarkan hadits ini, Nabi Muhammad juga ternyata didampingi qarin. Hanya qarin itu tidak berkutik terhadapnya. Lalu bagaimana mendeteksi keberadaan jin (misalnya di rumah kita), apa tanda-tanda seseorang kemasukan jin? Tidak ada cara atau alat yang bisa mendeteksi keberadaan jin. Sebab jin dalam wujud aslinya merupakan makhluk ghaib yang tidak mungkin dilihat manusia. “Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka”. (Al-A'raf 7:27)
   
Manusia yang biasa tidak mampu melihat jin, melainkan mereka yang telah diizinkan Allah. Didalam Al-Quran melarang sama sekali kita meminta pertolongan kepada Jin, ini membuktikan terdapat beberapa bilangan manusia yang mampu melihat dan berbicara dengan mereka. Ada juga sesetengah ahli agama yang tersilap bicara diatas nafsu mereka seperti mengatakan Jin memakan asap padahal perkara ini tidak disebut sama sekali didalam Al-Quran.

“...dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan“. (Al-Jin 72:6)

Eksperimen Komunitas
Dulu ketika masih berada dalam komunitas hipnotis di samarinda saya pernah melakukan eksperimen tentang mendektesi energi. Kami menjalankan eksperimen dengan cara menebak benda yang kami tentukan berada ditangan kanan atau kiri orang yang memegang. Dan orang yang menebak tersebut adalah temanteman komunitas yang kebetulan hadir saat itu. Dari sekian orang ada satu yang kami siapkan secara spesial, dia adalah tipe sugestibilitas tinggi dan diberi sugesti menjadi sensitif terhadap energi benda yang disembunyikan. Dan sebelum menebak kami
semua tutup mata.

Ketika waktunya menebak si orang spesial bisa menebak langsung secara benar tapi pada tebakan-tebakan selanjutnya dia salah. Ketika itu saya tanya kenapa, dia bilang bingung energi letak benda tersebut berubah-ubah dan ternyata yang memegang memang sengaja memberikan energi ditangan yang kosong untuk mengecoh. Percobaan ini dilakukan sebanyak 4-5 kali.

Oh iya pada eksperimen tersebut saya juga ikut menebak. Pada saat itu cara yang saya lakukan adalah meletakkan telapak tangan dengan jarak beberapa centi dari kedua tangan yang menggenggam tersebut. Saya melakukan tebakan berdasarkan sensasi yang saya rasakan pada telapak tangan. Pada tebakan pertama sensasi terasa jelas tapi berikutnya menjadi samar-samar ini karena yang memegang mencoba mengecoh menggunakan energi.

Pada saat itu tingkat akurasi tebakan saya adalah 100% benar semua. Terus terang sampai sekarang saya bingung apa yang terjadi karena saya memang menebaknya berdasarkan sensasi yang saya rasakan pada telapak tangan. Apakah ini kebetulan semata? Maaf saya tidak percaya dengan kebetulan apalagi ini kejadiannya berturut-turut. Apakah jika saya melakukan lagi akan mendapat hasil yang sama? Bisa iya bisa tidak. Sampai saat ini juga saya belum menemukan celah dimana sugesti tersebut bisa masuk sehingga bisa menebaknya dengan benar.

Hantu Penginapan
Pengalaman ini dari seseorang yang saya sangat hormati. Ketika itu Beliau bercerita tentang pengalaman Beliau bersama rombongan di suatu negara. Karena pada saat Beliau berkunjung kota negara tersebut sedang ada acara besar sehingga kesulitan untuk mencari hotel yang kosong.

Ketika sampai pada hotel X Beliau dan rombongan menyuruh sopir taxi untuk berhenti agar bisa menanyakan apakah hotel tersebut ada kamar yang kosong. Tapi sopir itu bersikeras lebih baik mencari hotel lain saja. Karena sebelumnya sudah banyak hotel yang didatangi tapi penuh dan hari sudah mulai malam maka Beliau beserta rombongan memutuskan untuk turun di depan hotel tersebut karena dari luar hotel tersebut terlihat sepi.

Setelah check in, mereka pergi ke restoran untuk berbuka puasa. Dan ternyata memang hotel tersebut sepi karena restoran tersebut hanya ada mereka. Ketika pelayan yang sekaligus koki datang untuk menanyakan pesanan, mereka menanyakan apa yang bisa cepat disajikan karena mereka sudah kelaparan. Koki tersebut meyakinkan kalau apapun yang ada di menu bisa dia sajikan dengan cepat. Dan ternyata benar, koki tersebut dapat menyajikan pesanan mereka dengan cepat.

Bisa jadi ia adalah malaikat yang menolong orang yang berpuasa, agar mudah berbuka, sebagaimana sering dijumpai adanya bantuan aneh pada orang yang berhaji.

Selesai makan para rombongan naik untuk berisitirahat di kamar. Dan pada tengah malam kamar mereke diketuk oleh seseorang. Ternyata yang mengetuk tersebut adalah bule yang menginap di seberang kamar mereka. Dengan raut muka ketakutan dia berkata,”Something happen… something happen!”, sambil menunjuk-nunjuk kamarnya.

Ketika rombongan masuk kedalam kamar bule tersebut betapa kagetnya mereka melihat gorden kamar yang bergerak-gerak sendiri. Melihat kejadian tersebut mereka langsung memutuskan untuk keluar hotel besok pagi.

Ini bentuk ujian buat orang yang berpuasa tersebut apa ia akan memahaminya atau malah terpikir sesat kearah sebaliknya, kondisi ini bisa saja sang bule tersugesti diri sendiri, karena ada penyebab tertentu pada keadaan gorden membuat ia ketakutan dan bisa pula malaikat yang diperintahkan untuk menguji setelah adanya pertolongan, dan bisa pula turunan iblis yang melakukannya agar membuat keyakinan mereka semua yang melihat keadaan ini ikut goyah nantinya.

Ketika besok paginya check out dan meminta tagihan kamar, mereka bingung kenapa tidak ada tagihan makan di restoran. Kemudian mereka bertanya kepada resepsionis apakah makanan semalam direstoran itu gratis atau bagaimana. Mendengar pertanyaan tersebut si resepsionis menjadi bingung dan memberikan jawaban yang membuat para rombongan tercengang. Dia berkata ketika mereka datang untuk check in dapur sudah tutup karena kokinya sudah lama pulang.

Jadi siapakah yang memasakkan makanan untuk mereka? Apakah mereka berhalusinasi? Jika iya apa yang memicu halusinasi massal tersebut?

Seperti yang saya sebutkan sebelumnya kalau saya sekarang mempercayai sesuatu yang saat ini belum bisa dijelaskan secara logika dan ilmiah. Tapi tetap semua itu masih memerlukan pemikiran apakah itu benar atau hanya efek sugesti? Karena sampai dengan saat ini sebagian besar kejadian apa yang dianggap fenomena supranatural/magis adalah efek dari sugesti. Baik itu sugesti langsung maupun tidak langsung atau sugesti secara sengaja maupun tidak sengaja.

Sebagai contoh untuk kejadian di hotel tersebut sampai saat ini saya belum menemukan celah masuknya sugesti tersebut. Sejak awal mereka tidak mempunyai firasat kalau hotel itu “berhantu”, yang mereka lihat hanya hotel yang sudah tua. Jika penampakan koki tersebut adalah halusinasi, kenapa bisa sampai terjadi halusinasi massal dan mereka kenyang setelah memakan makanan tersebut. Pada malam harinya yang mengalami kejadian tersebut tidak hanya mereka.

Sekali lagi saya tekankan (maaf kalau saya suka menekan berkali-kali :D), meski saya percaya penampakan bisa terjadi dan chi itu ada tapi saya tetap berhati-hati dalam mengambil kesimpulan. Karena sampai saat ini saya juga masih mempercayai kalau fenomena supranatural yang banyak terjadi disekitar kita adalah pengaruh hipnotis. Saya harap Anda juga demikian.

Ketika saya mulai membaca buku-buku tentang spirtual saya sedikit memahami kalau semua itu hanya pengkondisian dari lingkungan sekitar. Kini setelah saya memahami cara kerja pikiran saya lebih memahami perkataan dalam buku-buku tersebut.

Memang benar sifat kita bukanlah bawaan sejak lahir kita. Pola asuh orang tua dan pengaruh lingkungan sekitar kita yang membentuk sifat tersebut. Dan yang perlu Anda tahu adalah sifat tersebut bisa Anda rubah jika Anda memang mau. Terus terang saya akan bilang ini tidak semudah membalikkan telapak tangan karena sifat ersebut sudah terprogram secara komplek dalam area pikiran bawah sadar.

Langkah awal untuk merubah sifat adalah anda harus memahami kalau dia hanyalah ilusi (program pengkondisian). Setelah itu bongkar pengkondisian lama dengan melakukan pengkondisian baru yang dilakukan secara berulang.

Misalnya sifat malu yang berlebihan ketika berbicara dengan orang yang baru Anda kenal maka sering-seringlah Anda menyapa orang yang tidak Anda kenal dan ngobrol dengan mereka. Jika anda pendiam yang ingin banyak teman maka perbanyak membaca topik-topik yang sering mereka bicarakan, baca juga buku-buku tentang komunikasi dan tentu saja dekati mereka.

Perluaslah zona nyaman Anda jika ingin berubah, ketika Anda melakukan diluarkebiasaan Anda maka Anda akan merasa tidak nyaman mungkin muncul juga suara-suara negatif yang ingin mengendurkan apa yang Anda perbuat. Jika hal itu muncul maka Anda bisa berbicara kepada mereka kalau yang Anda lakukan ini untuk kemajuan Anda. Perasaan tidak nyaman atau suara-suara negatif tersebut bisa jadi merupakan program lama Anda.

Ilusi Dualitas
Bagian ini yang dulu sering membuat saya bingung. Siddartha Gautama pernah mengajarkan agar kita mampu untuk melampaui dualitas yang kita alami. Bahagia – Sedih, Susah – Senang, Baik – Jelek, semua itu adalah ilusi. Bertahun-tahun saya bingung untuk memahami maksud Beliau. Sedih, susah, jelek memang perlu kita lampaui karena itu membuat kita sengsara. Tapi kenapa bahagia, senang dan baik juga perlu kita lampaui? Bukankah semua perasaan itu menyenangkan? Dan kenapa semua perasaan tersebut ilusi? Bukankah kita benar-benar merasakan semua perasaan tersebut?

Lagi-lagi setelah mempelajari bagaimana pikiran bekerja saya menjadi lebih paham apa maksud Beliau meski masih belum sepenuhnya. Ya memang masih banyak yang belum saya pahami (dan hayati) apa yang Beliau sampaikan. Tapi saya kini paham perasaan-perasaan tersebut adalah ilusi. Pada dasarnya kejadian yang kita alami itu bersifat netral, program yang ada dalam diri kita lah yang memaknai apakah kita harus senang atau sedih terhadap kejadian tersebut. Misalnya orang mengalami kecelakaan yang mengakibatkan tangan kanannya diamputasi. Ketika mengalami kejadian ini secara umum orang ada yang meratapi kehilangan tangan kanannya tapi masih banyak juga yang benar-benar bersyukur karena dia masih hidup dan dan tangan kirinya masih bisa dipakai.

Atau ketika seseorang mengalami patah hati karena pasangan yang dicintainya selingkuh pasti Anda akan mengira kalau orang itu tersebut akan larut dalam kesedihannya berbulan-bulan. Tapi bagaimana seandainya dengan membantu orang tersebut melihat dari sisi lain kejadian ini dia bisa sembuh dari patah hatinya hanya dalam tempo 2 jam saja? Kejadian yang sama tapi bisa mendapatkan respon yang berbeda jika kita mampu melihatnya dari sisi yang lain.

Senang – Sedih timbul karena respon dan cara pandang kita terhadap sesuatu. Dan respon tersebut juga diakibatkan oleh pengkondisian yang telah ada dalam diri kita. Kita senang ketika seseorang memberikan kita hadiah dan jika respon kita biasa saja maka kita dianggap dingin oleh orang lain. Ketika kita memberikan sesuatu kepada orang lain kita dikondisikan untuk mengharapkan imbalan atas apa yang kita perbuat. Dan ketika apa yang kita harapkan tidak tercapai kita menjadi sedih atau kecewa.

Masalah pengkondisian ini saya jadi ingat tentang pengkondisian Cantik – Jelek. Saya yakin anda setuju salah satu kritieria wanita yang cantik adalah mempunyai badan yang ramping (berat badan ideal). Tapi banyak juga model wanita diluar negeri sana memiliki berat badan terlalu ramping alias kurus. Bagi mereka seperti itulah yang dinamakan wanita cantik.

Tahukah Anda kalau disalah satu negara di Afrika justru wanita gemuklah yang dianggap cantik. Mereka tidak menyukai wanita yang berbadan ramping. Ya memang bagi kita ini terlihat aneh tapi ingat opini saya, Anda dan mereka itu juga dipengaruhi oleh pengkondisian lingkungan sekitar kita. Di negara tersebut sudah sejak kecil dikondisikan kalau wanita cantik itu berbadan gemuk. Jadi apa yang dianggap cantik oleh suatu kelompok masyarakat belum tentu cantik bagi kelompok lain.

Sebenarnya masih ada ilusi-ilusi lain yang bisa dijabarkan melalui teknologi pikiran cuman sayang pengetahuan saya masih terbatas. Jika Anda kurang nyaman dengan istilah ilusi dan pengkondisian karena itu banyak dipakai oleh umat Buddha sedangkan Anda beragama lain maka itu artinya istilah tersebut sedang berbenturan dengan pengkondisian Anda kekeke….

Saya memakai istilah ilusi pada bagian ini karena semua itu tampak seperti nyata bagi kita bahkan kita menganggap orang lain aneh jika tidak mengikuti ilusi tersebut. Sekarang terserah Anda apakah Anda masih mau terikat dengan ilusi tersebut atau belajar melampauinya. Apapun yang Anda lakukan pastikan itu memang karena Anda menginginkannya dan baik untuk Anda.

Dalam hidup kita diberi banyak anugerah oleh Tuhan salah satunya adalah PILIHAN. Semuanya itu terserah pilihan Anda tapi ingat ketika Anda sudah memilih maka Anda harus mau menerima semua konsekuensi dari pilihan tersebut. Berhenti menyalahkan orang lain, keadaan ataupun Tuhan.

Hipnotis merupakan salah satu jenis sihir (perdukunan) yang mempergunakan jin sehingga si pelaku dapat menguasai diri korban, lalu berbicaralah dia melalui lisannya dan mendapatkan kekuatan untuk melakukan sebagian pekerjaan setelah dirinya dikuasainya. Hal ini bisa terjadi, jika si korban benar-benar serius bersamanya dan patuh. Ini adalah imbalan untuk para penghipnotis karena perbuatan syirik yang mereka persembahkan kepada jin tersebut.

Jin tersebut membuat si korban berada di bawah kendali si pelaku untuk melakukan pekerjaan atau berita yang dimintanya. Bantuan tersebut diberikan oleh jin bila ia memang serius melakukannya bersama si pelaku.

Atas dasar ini, menggunakan hipnotis dan menjadikannya sebagai cara atau sarana untuk menunjukkan lokasi pencurian, benda yang hilang, mengobati pasien atau melakukan pekerjaan lain melalui si pelaku ini tidak boleh hukumnya. Bahkan, ini termasuk syirik karena alasan di atas dan karena hal itu termasuk berlindung kepada selain Allah terhadap hal yang merupakan sebab-sebab biasa dimana Allah Ta'ala menjadikannya dapat dilakukan oleh para makhluk dan membolehkannya bagi mereka. [Kumpulan Fatwa Lajnah Daimah, Juz 11, hal-400-402]

Adapun hipnoterapi yang dikembangkan oleh para ahli psikologi dengan mengembangkan teori otak kanan (alam bawah sadar) yang digunakan untuk terapi para pasien maka hal itu tidak termasuk, karena itu adalah ilmu yang ilmiah yang diperbolehkan dan dikembangkan secara logis dengan penelitian. Terapi yang dilakukan para ilmuwan psikolog terhadap para pasien berbeda dengan praktek yang dilakukan oleh para tukang hipnotis (baca: tukang sihir).

Terapi ilmiah menggunakan teknik-teknik tertentu yang bisa dipertanggungjawabkan secara keilmuan, dan bisa dijabarkan secara logis. Walaupun secara istilah disebut hipnoterapi (terapi hipnotis) namun secara praktek berbeda dengan hipnotis supranatural. Maka, hukumnya pun terkait pada hakekat bukan pada istilahnya.

Adapun kebanyakan praktek hipnotis yang berkembang dimasyarakat adalah bentuk yang pertama yang termasuk kedalam kategori sihir, yang menggunakan bantuan Jin. Mereka membungkus perbuatan syirik mereka dengan teori-teori ilmiah otak kanan dan kiri, dengan beragam bukti untuk mengelabui kebanyakan orang, namun pada hakekatnya adalah praktek sihir. Jadi kita perlu hati-hati dan mencermati dengan seksama.

Motivasi dan terapi hipnotis atau hipnoterapi melihat berdasarkan tujuannya bila ia bukan tujuan ibadah dan pendekatan kepada Allah SWT berdasarkan syariat yang benar dari nash, maka ia rusak sebagaimana rusaknya ketergantungan pada fana, maka akan menjadi fana. Karena ia rentan pada masuknya dan mempermudahkannya bisikan Iblis dalam menyesatkan seseorang yang membuat dan dibuat “sesuatu” itu, misalnya motivasi dan sugesti yang tertuju pada kekayaan, harta, tahta, kekuatan, dsb. Motivasi, Sugesti dan pengulangan harusnya bernilai ibadah dengan tujuan yang digunakan untuk ibadah juga.

3664. Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang mempelajari ilmu yang seharusnya ditujukan karena Allah, sedangkan dia mempelajarinya karena (ingin meraih) kesenangan duniawi, maka pada Hari Kiamat dia tidak akan pernah mencium bau surga." (Shahih: Ibnu Majah), 252

3658. Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang ditanya tentang suatu ilmu lalu dia menyembunyikanya, maka Allah akan mencambuknya dengan cambuk dari api neraka pada Hari Kiamat. " (Shahih)

Bentuk motivasi dan hipnotis dari satu sisi memang serupa mantra dan serupa dengan salah satu bentuk kecil dari sihir, ia adalah mantra moderen.

3868. Dari Jabir bin Abdullah, dia berkata: Rasulullah SAW pernah ditanya tentang mantra?" beliau berkata, "Mantra adalah pekerjaan syetan." (Shahih), Al Misykah, 4553

Bentuk dalam sisi lainnya, motivasi dan sugesti yang benar mungkin bisa sefaham dalam dalil ini.
3886. Dari Auf bin Malik, dia berkata: Pada Masa Jahiliyah kami pernah melakukan ruqyah (bacaan yang tidak syar'i), kemudian kami bertanya, "Wahai Rasulullah SAW, Bagaimana pendapatmu tentang hal itu?" beliau bersabda, "singgkirkanlah ruqyah kalian dariku, dan tidak mengapa rugyah yang didalamnya tidak mengandung syirik." (Shahih: Muslim), Ash-Shahihah, 1066

“Apabila Allah menetapkan suatu ketetapan di langit maka para malaikat mengepakkan sayap mereka karena tunduk terhadap firman-Nya, seperti layaknya suara rantai yang digesek di atas batu. Setelah rasa takut itu dicabut dari hati para malaikat, mereka bertanya-tanya: ‘Apa yang telah difirmankan oleh Tuhan kalian?’ Malaikat yang mendengar menjawab, ‘Dia berfirman yang benar. Dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.’ Bisikan malaikat ini didengar oleh jin pencuri berita. Pencuri berita modusnya dengan ‘pundi-pundian’ (jin yang bawah menjadi penopang bagi jin yang di atasnya, bertingkat terus ke atas). Jin yang paling atas mendengar ucapan malaikat, kemudian disampaikan ke jin bawahnya, dan seterusnya, hingga jin yang paling bawah menyampaikannya kepada tukang sihir atau dukun. Terkadang mereka mendapat panah api sebelum dia sampaikan kepada dukun, dan terkadang berhasil disampaikan sebelum terkena panah api. Kemudian dicampur dengan 100 kedustaan. (sehingga ada 1 yang benar). Orang mengatakan, bukankah pak dukun telah mengatakan demikian dan dia benar? Akhirnya sang dukun dibenarkan dengan satu kalimat yang benar yang dicuri dari langit. (HR. Bukhari 4800).

Ada pula terlihat seorang dihipnotis agar menjadikannya bisa bersifat atau berprilaku seorang lain dimana sifat asli seseorang terhipnotis tersebut berbeda, namun ketika selesai terhipnotis ternyata ia benar-benar menjadi orang lain tersebut dan mengaku sebagai orang lain ini, tidak ada sifat dia yang lama dan tidak ada nama dia yang lama, lantas kemanakah gerangan pribadi aslinya menghilang, dan kenapa ia mengaku sebagai orang lain tersebut dan bertingkah laku selayaknya keseharian orang lain itu walau dalam kenyataan orang lain itu masih hidup, dan anehnya ketika ia sadar dari hipnotis, ia pula lupa telah bersifat tingkah laku dan nama orang tersebut, jadi hilang kemana pribadinya yang asli waktu itu? Dan siapa sih sebenarnya “sosok” yang menggantikan sifat aslinya tadi, yang mengisi orang tersebut hingga terlihat menjadi orang lain tadi. Apakah dapat kekal menjadikan prilaku itu ada terus pada prilakunya? Hal ini serupa namun sedikit berbeda dengan seseorang yang kesurupan, dimana umumnya orang kesurupan seakan-akan menjelma menjadi makhluk ghaib yang digambarkan seram atau seseorang dari masa lalu sementara orang tadi berada pada keadaan orang yang masih hidup dan tidak seram malahan jadi bahan tertawaan. Maka kemanakah nama dan pribadi asli dari dua contoh keadaan ini selama mengalami hal tersebut dan siapakah yang menggantikannya?

Ada pula kejadiannya ia terhipnotis namun tetap sadar sebagai dirinya yang asli cuma perintah dari si hipnotis tetap terkena pada ia, ada bagian tubuhnya yang tidak ikut perintah dia asli lagi, namun terikut perintah dari ahli hipnotis? Seperti mata tidak mau dibuka, tangan tidak mau lepas, lengket terus biarpun ia sebenar-benar dalam kondisi dirinya sendiri dan dalam keadaan yang sadar dan akhirnya ia pun jadi bahan tertawaan pula. Mengapa hal tersebut terjadi? Siapa yang bermain dalam alam dirinya? Benarkah otak kiri atau otak kanan atau penanaman keyakinan pada alam bawah sadar saja? Anda dapat mencari jawabnya.

Apa hikmah dari model-model contoh yang penulis paparkan ini?

Apapun pendapat dan penilaian Anda, disini penulis hanya memperbandingkan ini sebagai contoh perbandingan saja bahwa berbeda jauh dengan orang-orang yang hatinya tidak tertutup oleh tutupan-tutupan hati, hati yang tidak tuli dalam mendengar dan hati yang tidak buta dalam melihat, kalau dalam bahasa pembahasan ini, ia adalah telah membentuk motivasi dan sugesti tersendiri, berbeda. Ia adalah motivasi dan sugesti dalam bentuk tauhid. Bukan bermaksud menyamakan agama dengan motivasi dan sugesti, cuma disini disamakan bahasa dalam pembahasan ini saja agar bisa dimengerti perbedaannya kandungan agama yang telah memuat semua nilai-nilai kehidupan dengan sudut pandang umum olah pikiran.

Phobia atau sakit dalam kondisi tertentu ia bisa bernilai lebih baik dari sehat atau tidak berphobia bisa pula kebalikkannya. Misalkan saja phobia pada binatang atau sesuatu tertentu membuat ia berpikir seandainya ia dihukum diakhirat dengan hukuman selalu ditemani beribu-ribu binatang itu atau sesuatu itu membuatnya makin takut pada Allah SWT maka phobia ini ada lebih baik buatnya, itu sebabnya ada contoh dari Nabi ketika diminta mendoakan kesembuhan sakit seseorang, sebelumnya Beliau menyatakan, bila mau bersabar maka sakitmu itu lebih baik untukmu, namun bila ia tetap meminta kesembuhannya, Beliau akan mendoakan kesembuhan itu. Pada kenyataannya begitu pula kebalikkannya, kadang kala phobia atau sakit ini juga bisa terbalik yaitu sehatnya dan hilangnya phobia lebih baik buatnya. Jadi jadikanlah mana manfaat yang besar untukmu dan ibadahmu, disitu pilihannya untukmu memilih. Islam pun telah punya cara penyembuhan tersendiri juga dalam memotivasi hidup dan mensugesti diri.

Perlu diingatkan selain ilmu hati (penulis sedikit membedakan dengan tasawuf) juga adalah adanya pintu-pintu lain seperti pintu Jihad, Qishash, Hudud, Syariat dan backdoor yang banyak tertuang dalam fiqh, dll. Pintu-pintu ini saling melengkapi dan tidak dihilangkan dengan pemakaian sesuai keadaan dan kemanfaatannya yang lebih utama pada saat itu.

Jihad setelah sempurnanya islam, maknanya menjadi luas, maka jadilah ia luas dari tiap detikmu, tiap saatmu dan tiap laku dan keadaanmu.

Kemudian beliau bersabda 'inginkah kalian kuberitahukan pokok dari segalah urusan dan puncak mahkotanya ?" Aku menjawab, "ingin, wahai rasulullah,; beliau bersabda,; pokok dari segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad… (HR Tirmidzi dan dia mengatakan ini adalah hadist hasan)

Yang aku khawatirkan dari umatku adalah orang-orang yang sesat (dengan bid'ah), yang jika sebuah pedang diletakkan di dalam umatku ia tidak akan digunakan hingga datangnya Hari Kiamat.

Tingkat “keragu-raguan” seseorang berbeda-beda, makin tinggi tingkat wara-nya maka akan baik pemahamannya akan bidah, makin kurang pula beban-beban di pundak yang ia bawa sebagai musaffir, karena ia akan mengurangi beban-beban yang tidak perlu dan kurang bermanfaat buatnya. Walau seakan-akan segala ilmu pengetahuan didunia ada didalam genggamannya dan mudah buat ia mengambil atau mempelajarinya namun kadang kala ia melepaskannya, kadang pula memang ada yang tidak diperuntukkan sebagai nikmat untuknya, untuk ia dapatkan karena nikmat itu bukan pendekatan takdir untuk ia dapatkan atau ia jauhkan dan ia tahu itu namun hal utama terpikirkan adalah berbaik sangka bahwa itu bagian kehendak Allah SWT agar ia makin jauh atau tidak tersibukkan kepada sesuatu yang tidak berfaedah pada ibadahnya, menjaganya agar ia tetap pada jalan yang lurus sebab kita benar-benar tidak tahu mana yang lebih baik, nikmat yang dijauhkanNya ataukah nikmat yang diberiNya, mana yang baik, nikmat yang disegerakanNya atau nikmat yang ditundaNya.

Masalah bagaimana bidah, cari dan nilailah sendiri dalam nash. Disini penulis hanya menyatakan bila pedang itu adalah pedang ilmu maka gunakanlah itu, bila pedang dalam sosial pertajamlah ia dalam pemakaiannya, bila pedang itu berupa pedang dalam peperangan maka gunakan itu, bila pedang itu adalah pedang politik maka pakailah itu, dsb. Sampai ketetapan itu berubah.

Beberapa bulan kedepan ada jihad 5 tahunan, bukan karena membenarkan demokrasi karena ia bukan sistem islam, namun karena adanya mekanisme yang nyata didepan mata yang harus dihadapi, maka setoplah golput, karena ada pedang didepanmu untuk kau gunakan sebagai kebaikan untuk kemaslahatan sosialmu, bila kau tidak gunakan juga, maka kau akan tetap masih terkena imbas dari keadaan yang tidak kau manfaatkan untuk kemaslahatan sosial hubungan horizontalmu. Seharusnya ulama yang berkompeten bisa mengeluarkan fatwanya, karena dari sudut pandang fiqh yang terpenuhi, ulama lebih dapat menjelaskannya secara lebih baik, tanyalah kepada mereka. Pilihlah yang memegang islam diatas segala azas, masalah batin hadapkan urusannya kepada Allah SWT. Bila pun kelak kau yang terpilih lalu kau membuat sebuah andil kebaikan dan manfaat besar pada masyarakat tapi diklaim sebagai keberasilan kerja penguasa pemerintahan, tidak usahlah bersedih, karena Allah SWT tetap akan memberimu banyak kebaikan dan tugasmu adalah mendekati dan mengawal amir negeri/para pemimpin agar dapat berjalan dan masih berjalan dalam rel-rel kebenaran dan memperjuangkan kebaikan untuk urusan sosial masyarakat sekitarmu.

Jadi kemungkinan besar yang akan membawa pedang lengkap adalah Imam Mahdi, untuk mempercepat kedatangannya haruslah ditandai dengan jauhnya bidah dari golongan yang setia padanya sebagaimana pengertian lain dari … Yang aku khawatirkan dari umatku adalah orang-orang yang sesat (dengan bid'ah), yang jika sebuah pedang diletakkan di dalam umatku ia tidak akan digunakan hingga datangnya Hari Kiamat ... Dan bila golongan ini yang berjuang dalam politik telah siap pada pelajaran politik dan siap masuk dalam pembentukan pemerintahannya, yang berjuang di lahan perang telah siap dalam ketentaraan dan taktik perangnya, yang berjuang dalam harta, perlengkapan dan sebagainya telah siap dalam harta, perlengkapan dan sebagainya dan juga berjuang dalam ilmu telah siap dalam membangun mental dan akhlak umat dan bila waktu dan peristiwanya telah sampai pada puncak kenyataan.

Telah bercerita kepada kami 'Abdullah bin Muhammad telah bercerita kepada kami Mu'awiyah bin 'Amru telah bercerita kepada kami Abu Ishaq dari Musa bin 'Uqbah dari Salim Abi An-Nadhar, mantan budak (yang telah dimerdekakan oleh) 'Umar bin 'Ubaidillah -dia adalah juru tulisnya- berkata; 'Abdullah bin Abi Aufaa radliallahu 'anhuma menulis urat kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ketahuilah oleh kalian bahwa surga itu berada di bawah naungan pedang". Hadits ini ditelusuri pula oleh Al Uwaisiy dari Ibnu Abu Az Zanad dari Musa bin 'Uqbah. (H.R. Bukhari : 2607).

Tidak ada cara khusus dalam Islam dalam memilih pemimpin, beberapa cara pernah dipakai dalam sistem kekhalifahan Islam namun dalam mencari pemimpin yang afdol adalah mencari dari orang-orang yang utama dan benar dalam iman dan taqwanya. Dalam Islam bentukan sistem kepemimpinanlah baru ada yang khusus, nyatalah ada yaitu kekhalifahan Islam. Sunatullah, jaman ini tidak ada kekhalifahan Islam, karena ini ada dalam hikmahNya maka hadapi kenyataan ini sesuai syariat Islam dan mengawal tetap dalam batasan syariat yang dibolehkan sampai ketetapan tersebut berubah/teralihkan kembali atau Kita dapat pula sambil berusaha untuk mempercepatnya karena batasan manusia adalah usaha, finishnya kembali kepada Allah. Apalagi bila sebagian besar yang mengaku umat Islam itu sendiri menyatakan tanah ini sebagai tanah damai, maka tidak berkutiklah umat Islam itu sendiri sebagaimana pengertian lain dari petikan hadis diatas. Nyata demokrasi bukanlah sistem Islam, mau tidak mau juga karena didasarkan hikmah Allah juga maka cara memilih pemimpin haruslah kita menghadapi kenyataan di depan mata dan tantangan yang ada ini dengan sistem yang ada tersebut, yang telah ditetapkan sampai ketetapan itu berubah, entah karena apa nantinya. Maka yang kita perjuangkan adalah subtansi (isi) nya agar tetap terkawal dalam koridor syariat, landasan yang kemungkinan banyak karena dipakai landasan backdoor dalam Islam (Fiqh). Semisal bila kita berdiam diri saja lalu demokrasi itu menelurkan undang-undang nikah sesama jenis, maka umat islam akan nyata menolak, dan kemudian masih dipaksa ditetapkan subtansi ini, maka demo damai adalah satu cara bijak, namun bila kemudian ditetapkan pula subtansi ini, hingga mau tidak mau terimbas keseluruh masyarakat negeri tersebut dan kemudian demo berubah jadi diberangusnya penentang subtansi ini, disini nyata sifat kepemimpinan tersebut lepas dari koridor syariat, maka bolehlah dikatakan ini menjadi bukan lagi perang pemikiran namun perang antara beriman dan tidak beriman, melepas satu syariat dari syariat yang lain, nyata dari situ telah terlihat pemimpin tersebut tidaklah beriman karena menelurkan subtansi tersebut dan memaksa keseluruhan orang-orang baik beriman dan tidak beriman di negeri tersebut terlibat, sebagaimana pada contoh Abu Bakar yang memerangi orang-orang yang membedakan sholat dan zakat, mau sholat namun tidak membayar zakat. Jadi Anda pilih mana golput atau menunggu terjadinya “keributan ini dulu” baru bertindak, bertindak diawal atau diakhir. Telah ada pedang yang harus dipakai, namun jenisnya yaitu pedang politik. Dan karena pula ketetapan itu belumlah berubah selama “Yang aku khawatirkan dari umatku adalah orang-orang yang sesat (dengan bid'ah), yang jika sebuah pedang diletakkan di dalam umatku ia tidak akan digunakan hingga datangnya Hari Kiamat”.

Islam itu mudah
Bila sesorang mengakui Allah SWT sebagai tuhannya tanpa mempersekutukan dengan sesuatu, mengakui nabi Muhammad SAW sebagai rasulNya, melakukan yang fardhu, yang diwajibkanNya dan menjauhi laranganNya, termaktup dalam rukun Islam dan rukun Imam dan kaitannya kepada ihsan, sudah termaksud rangkaian yang cukup untuk mendapatkan segala sesuatu. Dalam hal duniawi, kecukupan sandang, pangan dan papan dalam sehariannya sudah dikatakan sebagai mendapatkan segala sesuatu.

Bila seseorang melakukan ibadah wajib, kemudian ia hanya banyak berniat yang baik-baik saja dan sementara itu ia juga berniat yang buruk maka, nilai niat baik sudah dinilai pahala per niatnya sementara yang niat buruk belum dinilai dosa, bukankah mudah untuk mengumpulkan pahala bila hanya demikian saja. Makanya banyak hadis yang menyatakan lakukan ini itu atau bacalah ini itu maka hadiahnya surga karena landasan islam yang dibangun sangat mudahnya dengan landasan ridho dan mengharapkan rahmat dan karuniaNya, Lalu mengapa berislam itu susah?

Dari abu rib'i handzalah bin robi' al usayyidiy; salah seorang sekretaris rasulullah saw ia berkata saya bertemu dengan abu bakar  ra, kemuda ia bertanya ; bagaimanakah keadaanmu hai handzalah? saya menjawab; handzalah kini telah munafik, Abu bakar berkata, SUBHANALLAH apa yang kamu katakan ? saya menjelaskan ; kalau kami dihadapan rasulullah saw, kemudian beliau menceritakan tentang surga dan neraka, maka seakan-akan kami melihat dengan mata kepala kami, tetapi bila kami pergi dari belia dan bergaul dengan istri dan anak-anak serta mengurusi berbagai  urusan  maka kami sering lupa ; abu bakar berkata ;Demi Allah kami juga begitu, kemudia saya dan abu bakar pergi menghadap rasulullah saw, lalu saya berkata; wahai rasulullah, handzalah telah munafik, Rasulullah saw bertanya; mengapa demikian? Saya berkata; Wahai rasulullah, apabila kami berada dihadapanmu kemudian engkau menceritakan neraka dan surga maka seakan-akan kami melihat dengan mata kepala kami, tetapi bila kami pergi dari beliau dan bergaul dengan istri dan anak-anak serta mengurusi berbagai urusan maka kami sering lupa; maka rasulullah saw bersabda; demi zat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya kamu tetap sebagaimana keadaanmu di hadapanku dan mengingatnya niscaya para malaikat akan menjabat tanganmu di tempat tidurmu dan di jalan, tetapi hai handzalah sesaat, dan sesaat, beliau mengulanginya sampai tiga kali (HR Muslim)

Ini hanya gambaran kecil dari hal-hal yang menyangkut agama, bila salah maka ini adalah pemahaman salah dari penulis, Allah SWT kemudian RasulNya berlepas dari apa yang penulis tulis ini. Wallahu A’lam.


SALAM PERSAUDARAAN....!!!
Kirimkan kritik dan saran untuk kebaikan bersama.

  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK PLAY
  • KLIK UNTUK PLAY
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK PLAY DAN DOWNLOAD
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK DOWOLOAD
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MEMBACA
  • KLIK UNTUK MELIHAT DAN MEMBACA
  • KLIK UNTUK MELIHAT
  • KLIK UNTUK MELIHAT

Chatting Temu Kangen Sedulur,
Salam Persaudaraan...!!!"