Khalifah Kedua, Pintar Membezakan Antara Haq
dan Bathil
Muqaddimah
Khalifah Umar bin Al-Khattab ra merupakan
khalifah Islam yang kedua selepas Khalifah Abu Bakar ra. Perlantikannya merupakan
wasiat daripada Khalifah Abu Bakar.
Nama penuhnya ialah Umar b. Al-Khattab b. Naufal
b. Abdul Uzza b. Rabah b. Abdullah b. Qarth b. Razah b. Adiy b. Kaab. Di
lahirkan pada tahun 583 M daripada Bani Adi iaitu salah satu bani dalam kabilah
Quraish yang dipandang mulia, megah, dan berkedudukan tinggi.
Waktu kecilnya pernah mengembala kambing dan
dewasanya beliau berniaga dengan berulang alik ke Syam membawa barang dagangan.
Waktu Jahiliah beliau pernah menjadi pendamai waktu terjadi pertelingkahan
hebat antara kaum keluarganya. Beliau merupakan seorang yang berani, tegas
dalam kira bicara, berterus terang menyatakan fikiran dan pandangannya dalam
menghadapi satu-satu masalah. Beliau juga terkenal sebagai pemidato dan juga
ahli gusti.
Ibnu Umar Al Khattab dijelaskan sebagai seorang
adil-malu dengan wajahnya yang kemerah-merahan, tinggi besar, yang cepat
bergerak, dan pejuang yang handal dan penunggang kuda yang cekap. Dia masuk
Islam pada tahun 6 dari kenabian, di usia dua puluh tujuh. Ini adalah akibat
dari doa Nabi Mohammad:
Masuk Islamnya 'Umar bin al-Khaththab radhiallaahu 'anhu
Di tengah suhu yang sama pula, seberkas cahaya yang lebih benderang dari yang
pertama kembali menyinari jalan. Itulah, keislaman 'Umar bin al-Khaththab. Dia
masuk Islam pada bulan Dzulhijjah, tahun ke-6 dari kenabian, yaitu tiga hari
setelah keislaman Hamzah radhiallaahu 'anhu. Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam
memang telah berdoa untuk keislamannya sebagaimana hadits yang dikeluarkan oleh
at-Turmuziy (dan dia menshahihkannya) dari Ibnu 'Umar dan hadits yang
dikeluarkan oleh ath-Thabraniy dari Ibnu Mas'ud dan Anas bahwasanya Nabi
Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: "Ya Allah! muliakanlah/kokohkanlah
Islam ini dengan salah seorang dari dua orang yang paling Engkau cintai: 'Umar
bin al-Khaththab atau Abu Jahal bin Hisyam". Ternyata, yang paling
dicintai oleh Allah adalah 'Umar radhiallaahu 'anhu.
Setelah meneliti secara cermat seluruh periwayatan yang mengisahkan keislamannya, nampak bahwa campaknya Islam ke dalam hatinya berlangsung secara perlahan, akan tetapi sebelum kita membicarakan ringkasannya, perlu kami singgung terlebih dahulu karakter dan watak dari kepribadiannya.
Setelah meneliti secara cermat seluruh periwayatan yang mengisahkan keislamannya, nampak bahwa campaknya Islam ke dalam hatinya berlangsung secara perlahan, akan tetapi sebelum kita membicarakan ringkasannya, perlu kami singgung terlebih dahulu karakter dan watak dari kepribadiannya.
Beliau radhiallaahu 'anhu
dikenal sebagai seorang yang temperamental dan memiliki harga diri yang
tinggi. Sangat banyak kaum muslimin merasakan beragam penganiayaan yang
dilakukannya terhadap mereka. Sebenarnya, secara lahiriyah apa yang
menghinggapi perasaannya amatlah kontras; antara keharusan menghormati
tatanan adat yang telah dibuat oleh nenek moyangnya, kekaguman terhadap
mental baja kaum muslimin dalam menghadapi berbagai cobaan demi menjaga
'aqidah mereka serta timbulnya berbagai keraguan dalam dirinya sementara
sebagai seorang cendikiawan dia beranggapan bahwa apa yang diseru oleh Islam
bisa saja lebih agung dan suci dari selainnya; oleh karena itu begitu
memberontak langsung saja dia berteriak lantang
Mengenai ringkasan kisah tersebut -yang sudah disinkronkan- berkaitan dengan keislamannya; bermula dari tindakannya pada suatu malam bermalam di luar rumahnya, lalu dia pergi menuju al-Haram dan masuk ke dalam tirai Ka'bah. Saat itu, Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam tengah berdiri melakukan shalat dan membaca surat al- Hâqqah . Pemandangan itu dimanfaatkan oleh 'Umar untuk mendengarkannya dengan khusyu' sehingga membuatnya terkesan dengan susunannya. Dia berkata: "aku berkata pada diriku: 'Demi Allah! ini (benar) adalah (ucapan) tukang sya'ir sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang Quraisy!'. Lalu beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam membaca : "Innahû laqaulu rasûlin karîm. Wa mâ huwa biqauli syâ'ir. Qalîlan mâ tu'minûn (artinya: 'sesungguhnya al-Qur'an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada kepada) Rasul yang mulia, dan al-Qur'an itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kalian beriman kepadanya')" . (Q.S. al-Hâqqah: 40, 41). Lantas aku berkata pada diriku: "ini adalah (ucapan) tukang tenung". Lalu beliau meneruskan bacaannya: "wa lâ biqauli kâhin. Qalîlan mâ tadzakkarûn. Tanzîlun min rabbil 'âlamîn (artinya: 'Dan, bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kalian mengambil pelajaran darinya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Rabb semesta alam')" hingga akhir surat tersebut. Maka, ketika itulah Islam memasuki relung hatiku' " Inilah awal benih-benih Islam merangsak ke dalam relung hati 'Umar bin al-Khaththab. Tetapi kulit luar sentimentil Jahiliyyah dan fanatisme terhadap tradisi serta kebanggaan akan agama nenek moyang justru mengalahkan inti hakikat yang dibisikkan oleh hatinya. Akhirnya, dia tetap bergiat dalam upayanya melawan Islam, tanpa menghiraukan perasaan yang bersemayam dibalik kulit luar tersebut Diantara bukti nyata kekerasan wataknya dan rasa permusuhan yang sudah di luar batas terhadap Rasulullah adalah saat suatu hari dia keluar sambil menghunus pedang hendak membunuh beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam. Ketika itu, dia bertemu dengan Nu'aim bin 'Abdullah an-Nahham al-'Adawiy. (dalam riwayat yang lain disebutkan: "seseorang dari suku Bani Zahrah" atau "seseorang dari suku Bani Makhzum"). Orang tersebut berkata: "hendak kemana engkau, wahai 'Umar?". Dia menjawab:"aku ingin membunuh Muhammad" Orang tersebut berkata lagi:"kalau Muhammad engkau bunuh, bagaimana engkau akan merasa aman dari kejaran Bani Hasyim dan Bani Zahrah?" 'Umar menjawab: "menurutku, sekarang ini engkau sudah menjadi penganut ash-Shâbiah (maksudnya: Islam-red) dan keluar dari agamamu" Orang itu berkata kepadanya:"maukah aku tunjukkan kepadamu yang lebih mengagetkanmu lagi, wahai 'Umar? Sesungguhnya saudara (perempuan) dan iparmu juga telah menjadi penganut ash-Shâbiah dan meninggalkan agama mereka berdua yang sekarang ini!" Mendengar hal itu, 'Umar dengan segera berangkat mencari keduanya dan saat dia sampai di tengah-tengah mereka, disana dia menjumpai Khabbab bin al-Aratt yang membawa shahîfah (lembaran al-Qur'an) bertuliskan: "Thâha" dan membacakannya untuk keduanya –sebab dia secara rutin mendatangi keduanya dan membacakan al-Qur'an terhadap keduanya-. Tatkala Khabbab mendengar gerak-gerik 'Umar, dia menyelinap ke bagian belakang rumah sedangkan saudara perempuan 'Umar menutupi shahifah tersebut. Ketika mendekati rumah, 'Umar telah mendengar bacaan Khabbab terhadap mereka berdua, karenanya saat dia masuk langsung bertanya:"Apa gerangan suara bisik-bisik yang aku dengar dari kalian?" Keduanya menjawab: "tidak, hanya sekedar perbincangan diantara kami" Dia berkata lagi: "nampaknya, kalian berdua sudah menjadi penganut ash-Shâbiah" Iparnya berkata: "wahai 'Umar! Bagaimana pendapatmu jika kebenaran itu berada pada selain agamamu?". Mendengar itu, 'Umar langsung melompak ke arah iparnya tersebut lalu menginjak-injaknya dengan keras. Lantas saudara perempuannya datang dan mengangkat suaminya menjauh darinya namun dia justru ditampar oleh Umar sehingga darah mengalir dari wajahnya -dalam riwayat Ibnu Ishaq disebutkan bahwa dia memukulnya sehingga memar terluka-. Saudaranya berkata dalam keadaan marah:"wahai 'Umar! Jika kebenaran ada pada selain agamamu, maka bersaksilah bahwa tiada Tuhan (Yang berhak disembah) selain Allah dan bersaksilah bahwa Muhammad adalah Rasulullah" Manakala 'Umar merasa putus asa dan menyaksikan kondisi saudaranya yang berdarah, dia menyesal dan merasa malu, lalu berkata:"berikan kitab yang ada ditangan kalian ini kepadaku dan bacakan untukku!" Saudaranya itu berkata:"sesungguhnya engkau itu najis, dan tidak ada yang boleh menyentuhnya melainkan orang-orang yang suci; oleh karena itu, berdiri dan mandilah!". Kemudian dia berdiri dan mandi, lalu mengambil kitab tersebut dan membaca: Bismillâhirrahmânirrahîm. Dia berseloroh: "sungguh nama-nama yang baik dan suci". Kemudian dia melanjutkan dan membaca (artinya): "Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Ilah (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku". (QS. 20/thâha: 14). Dia berseloroh lagi: "alangkah indah dan mulianya kalam ini! Kalau begitu, tolong bawa aku ke hadapan Muhammad!". Saat Khabbab mendengar ucapan 'Umar, dia segera keluar dari persembunyiannya sembari berkata:"wahai 'umar, bergembiralah karena sesungguhnya aku berharap engkaulah yang dimaksud dalam doa Rasulullah pada malam Kamis "Ya Allah! muliakanlah/kokohkanlah Islam ini dengan salah seorang dari dua orang yang paling Engkau cintai: 'Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal bin Hisyam". Sementara Rasulullah (saat ini) ada di rumah yang terletak di kaki bukit shafa. 'Umar mengambil pedangnya sembari menghunusnya, lalu berangkat hingga tiba di rumah tempat beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam berada tersebut. Dia mengetuk pintu, lalu seorang penjaga pintu mengintip dari celah-celah pintu tersebut dan melihatnya menghunus pedang. Penjaga tersebut kemudian melaporkan hal itu kepada Rasulullah. Para shahabat yang berjaga bersiaga penuh mengantisipasinya. Gelagat mereka tersebut mengundang tanda tanya Hamzah: "ada apa gerangan dengan kalian?" Mereka menjawab: " 'Umar!" Dia berkata: "oh, 'Umar! Bukakan pintu untuknya! Jika dia datang dengan niat baik, kita akan membantunya akan tetapi jika dia datang dengan niat jahat, kita akan membunuhnya dengan pedangnya sendiri" Saat itu, Rasulullah masih di dalam rumah dan diberitahu perihal 'Umar, maka beliau pun keluar menyongsongnya dan menjumpainya di bilik. Beliau memegang baju dan gagang pedangnya, lalu menariknya dengan keras, seraya bersabda:"tidakkah engkau akan berhenti dari tindakanmu, wahai 'Umar hingga Allah menghinakanmu dan menimpakan bencana sebagaimana yang terjadi terhadap al-Walid bin al-Mughirah? Ya Allah! inilah 'Umar bin al-Khaththab! Ya Allah! muliakanlah/kokohkanlah Islam dengan 'Umar bin al-Khaththab!". Umar berkata:"Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan (Yang berhak disembah) selain Allah dan engkau adalah Rasulullah". Dan dia pun masuk Islam yang disambut dengan pekikan takbir oleh penghuni rumah sehingga terdengar oleh orang yang berada didalam al-Masjid (al-Haram-red) 'Umar radhiallaahu 'anhu merupakan sosok yang memiliki rasa harga diri yang tinggi dan keinginan yang tidak boleh dihalang-halangi; oleh karena itulah, keislamannya menimbulkan goncangan luar biasa di kalangan kaum Musyrikun dan membuat mereka semakin terhina dan patah arang sementara bagi kaum Muslimin, hal itu menambah 'izzah, kemuliaan dan kegembiraan. |
Ibnu Ishaq meriwayatkan dengan sanadnya dari
'Umar, dia berkata:"tatkala aku sudah masuk Islam, aku mengingat-ingat,
sesiapa penduduk Mekkah yang paling keras terhadap Nabi Shallallâhu 'alaihi
wasallam. Aku berkata: ' pasti Abu Jahal lah orangnya". Lalu aku datangi
dia dan aku ketuk pintu rumahnya. Dia pun keluar menyambutku sembari berkata:
"selamat datang! Ada apa denganmu?"
"selamat datang! Ada apa denganmu?"
"aku datang untuk memberitahumu bahwa aku
telah beriman kepada Allah dan RasulNya, Muhammad, serta membenarkan apa yang
telah dibawanya". Lalu dia menggebrak pintu di hadapan wajahku sembari
berkata:
"Mudah-mudahan Allah menjelekkanmu dan apa
yang engkau bawa"
Dalam versi Ibnu al-Jauziy disebutkan bahwa 'Umar
radhiallaahu 'anhu berkata:"Dulu, jika seseorang masuk Islam, maka
orang-orang menggelayutinya lantas memukulinya dan dia juga memukuli mereka,
namun tatkala aku telah masuk Islam, aku mendatangi pamanku, al-'Âshiy bin
Hâsyim, dan memberitahukan kepadanya hal itu, dia malah masuk rumah. Lalu aku
pergi ke salah seorang pembesar Quraisy -sepertinya Abu Jahal- dan
memberitahukannya perihal keislamanku, tetapi dia juga malah masuk rumah"
Ibnu Hisyam juga menyebutkan -demikian pula Ibnu
al-Jauziy secara ringkas- bahwa ketika dia ('Umar) masuk Islam, dia mendatangi
Jamil bin Ma'mar al-Jumahiy – yang merupakan penyambung lidah Quraisy yang
paling getol - dan memberitahukan kepadanya tentang keislamannya, orang ini
langsung berteriak dengan sekeras-kerasnya bahwa Ibnu al-Khaththab telah
menjadi penganut ash-Shâbiah. Umar pun menimpali –dibelakangnya- : "dia
bohong, akan tetapi aku telah masuk Islam". Merekapun menyergapnya
sehingga akhirnya terjadilah pertarungan antara 'Umar seorang diri melawan
mereka. Pertarungan itu baru selesai saat matahari sudah berada tepat diatas
kepala mereka, tetapi 'Umar sudah nampak kepayahan. Dia hanya bisa duduk
sementara mereka berdiri dekat kepalanya. Dia berkata kepada
mereka:"lakukanlah apa yang kalian suka. Sungguh aku bersumpah atas nama
Allah, bahwa andai kami berjumlah tiga ratus orang, niscaya telah kami biarkan
mereka untuk kalian atau kalian biarkan mereka untuk kami"
Setelah kejadian itu, kaum Musyrikun berangkat
dalam jumlah besar menuju rumahnya dengan tujuan akan membunuhnya. Imam
al-Bukhariy meriwayatkan dari 'Abdullah bin 'Umar, dia berkata:"Saat 'Umar
berada di rumahnya dalam kondisi cemas, datanglah al-'Âsh bin Wâil as-Sahmiy,
Abu 'Amru, sembari membawa mantel dan baju yang dilipat dan terbuat dari
sutera. Dia berasal dari suku Bani Sahm yang merupakan sekutu kami di masa
Jahiliyyah. 'Umar berkata kepadanya: "ada apa denganmu?"
"kaummu mengaku akan membunuhku bila aku
masuk Islam", katanya.
'Umar berkata – setelah mengatakan kepadanya: 'kamu aman'-: "kalau begitu, tidak akan ada yang bisa melakukan hal itu terhadapmu"
'Umar berkata – setelah mengatakan kepadanya: 'kamu aman'-: "kalau begitu, tidak akan ada yang bisa melakukan hal itu terhadapmu"
Asl-Âsh kemudian keluar dan mendapatkan banyak
orang yang sudah memadati lembah tersebut, lantas dia berkata kepada
mereka:" hendak kemana kalian?"
Mereka menjawab:"menemui si Ibnu
al-Khaththab yang sudah menjadi penganut ash-Shâbiah ini!".
Dia menjawab: "kalian tidak akan bisa melakukan hal itu terhadapnya". Orang-orang itupun pergi secara bergerilya
Dia menjawab: "kalian tidak akan bisa melakukan hal itu terhadapnya". Orang-orang itupun pergi secara bergerilya
Dalam riwayat Ibnu Ishaq disebutkan :"demi
Allah! seolah-olah mereka itu bagaikan pakaian yang tersingkap"
Demikianlah dampak keislamannya terhadap kaum
Musyrikun, sedangkan terhadap kaum muslimin adalah sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Imam Mujâhid dari Ibnu 'Abbas, dia berkata:"aku bertanya
kepada 'Umar: 'kenapa kamu dijuluki al-Fârûq?
Dia berkata: 'Hamzah masuk Islam tiga hari lebih
dahulu dariku -selanjutnya dia menceritakan kisah keislamannya, dan diakhirnya
dia berkata- lalu aku berkata (saat aku sudah masuk Islam):
"Wahai Rasulullah! Bukankah kita berada diatas kebenaran; mati ataupun hidup?"
"Wahai Rasulullah! Bukankah kita berada diatas kebenaran; mati ataupun hidup?"
Beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam menjawab:
"tentu saja! Demi Yang jiwaku berada ditanganNya, sesungguhnya kalian
berada diatas kebenaran; mati ataupun hidup".
Lalu aku berkata: "lantas untuk apa
bersembunyi-sembunyi? Demi Yang telah mengutusmu dengan kebenaran, sungguh kita
harus keluar (menampakkan diri). Lalu beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam
membagi kami dalam dua barisan; salah satunya dipimpin oleh Hamzah dan yang
lainnya, dipimpin olehku. deru debu dan pasir tersebut yang ditinggalkannya
ibarat ceceran gandum yang dihaluskan. Akhirnya kami memasuki al-Masjid
al-Haram. Kemudian aku menoleh ke arah Quraisy dan Hamzah; mereka tampak
diliputi oleh kesedihan yang tidak pernah mereka rasakan seperti itu
sebelumnya. Sejak saat itulah, Rasulullah menamaiku "al-Fârûq ".
Ibnu Mas'ud sering berkata:"sebelumnya, kami tak berani melakukan shalat di sisi Ka'bah hingga 'Umar masuk Islam".
Ibnu Mas'ud sering berkata:"sebelumnya, kami tak berani melakukan shalat di sisi Ka'bah hingga 'Umar masuk Islam".
Dari Shuhaib bin Sinan ar-Rûmiy radhiallaahu
'anhu, dia berkata:"ketika 'Umar masuk Islam, barulah Islam menampakkan
diri dan dakwah kepadanya dilakukan secara terang-terangan. Kami juga berani
duduk-duduk secara melingkar di sekitar Baitullah, melakukan thawaf,
mengimbangi perlakuan orang yang kasar kepada kami serta membalas sebagian yang
diperbuatnya".
Dari 'Abdullah bin Mas'ud, dia berkata:"kami senantiasa merasakan 'izzah sejak 'Umar masuk Islam".
Dari 'Abdullah bin Mas'ud, dia berkata:"kami senantiasa merasakan 'izzah sejak 'Umar masuk Islam".
Terpilihnya Umar bin Khattab sebagai
khalifah kedua
Ketika Abu Bakar masih terbaring
sakit, dia memanggil tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan Ansar dan Muhajirin
kemudian bermusyawarah bersama para sahabat lain dan menunjuk Umar bin Khatab
sebagai penggantinya.
Jasa kepemimpinan Umar bin Khattab:
-
pembenahan peradilan islam.
-
mendaftar seluruh kekayaan pejabat negara.
-
memberi gaji para imam dan muazin.
-
pendirian baitul mal (rumah harta).
-
penghapusan pembagian tanah rampasan perang.
-
pembangunan terusan-terusan sebagai sarana pengairan/ irigasi.
-
penetapan kalender hijriyyah.
-
membentuk kementrian.
-
membuat mata uang.
-
membentuk pasukan keamanan.
pengangkatan umar bukan berdasarkan konsensus
tetapi berdasarkan surat wasiat yang ditinggalkan oleh Abu Bakar. Hal ini tidak
menimbulkan pertentangan berarti di kalangan umat islam saat itu karena umat
Muslim sangat mengenal Umar sebagai orang yang paling dekat dan paling setia
membela ajaran Islam. Hanya segelintir kaum, yang kelak menjadi golongan
Syi'ah, yang tetap berpendapat bahwa seharusnya Ali yang menjadi khalifah. Umar
memerintah selama sepuluh tahun dari tahun 634 hingga 644.
Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah
dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar
bin Khatthab sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan
terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan
Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara
beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Rasulillah
(pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin
(petinggi orang-orang yang beriman).
Di jaman Umar gelombang ekspansi (perluasan
daerah kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M
dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk,
seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria
sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr ibn 'Ash dan
ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn Abi Waqqash. Iskandariah (Alexandria,
sekarang Istanbul), ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian,
Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di
Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota
Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Moshul
dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu,
wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria,
sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat,
Umar segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang
sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi
delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah,
Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada
masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah.
Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga
eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk.
Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa
mata uang, dan membuat tahun hijiah.
Umar memerintah selama sepuluh tahun (13-23
H/634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh
seorang Zoroastrianis, budak Fanatik dari Persia bernama Abu Lu'lu'ah. Untuk
menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar.
Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah
seorang di antaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali,
Thalhah, Zubair, Sa'ad ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn 'Auf. Setelah Umar
wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman sebagai khalifah,
melalui proses yang agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib.
Umar memerintah selama 10 tahun 6
bulan. Umar wafat karena dibunuh oleh budak Persia bernama Abu Lu’lu’ah
atau Fairus. Ia terbunuh ketika akan berjamaah salat subuh. Jenazahnya
dimakamkan di samping Rasulullah dan Abu bakar. Umar meninggal pada tanggal 26
Zul Hijjah 23 H/ 3 Nopember 644 M dalam usia 63 tahun. Khalifah pengganti Umar
bin Khattab adalah Usman bin Affan.