Nabi
Nuh AS adalah Nabi keturunan kesepuluh dari Nabi Adam AS, beliau berada di
wilayah Armenia, di tengah kaumnya yang selalu bertindak sewenang-wenang,
sombong dan dzalim. Nabi Nuh AS menerima wahyu kenabian dalam masa kekosongan
antara dua rasul. Dalam masa itu manusia secara berangsur-angsur melupakan
ajaran agama Allah. Mereka kembali musyrik, meninggalkan kebajikan, melakukan
kemungkaran dan kemaksiatan
Nabi
Nuh diutus Allah ke tengah-tengah masyarakat yang menyembah berhala dari
patung-patung yang mereka buat sendiri . Mereka juga merupakan para penyembah
berhala, selalu memuja, berdoa kepadanya dan mengagungkannya, sedikitnya ada
lima berhala yang diberi nama sesuai selera mereka masing-masing dan selalu
mereka sembah, yaitu berhala Wadda’, Suwa, Yaguts, Ya’uq dan Nashr.
Nabi
Nuh AS adalah orang cerdas dan sabar. Ia mengajak kaumnya untuk berfikir
melihat alam semesta ciptaan Allah, langit dengan bulan, bintang dengan
matahari, bumi dengan kekayaan yang ada diatas dan dibawahnya, berupa tumbuhan
hewan dan air yang mengalir, pergantian siang dan malam semua itu menjadi
bukti tanda kekuasaan dan ke-esaan Allah
SWT. Nabi Nuh AS memberikan kabar akan adanya ganjaran berupa surga dan
kenikmatannya bagi mereka yang beramal shaleh, dan balasan siksa neraka bagi
mereka yang membangkang atas perintah Allah.
Ilustrasi pembuatan Bahtera Nuh - lukisan oleh French master
tahun1675
Nabi
Nuh AS berdakwah kepada umatnya selama 500 tahun dan diangkat menjadi rasul
pada usia 450 tahun, berdakwah dengan giat siang dan malam baik secara
terang-terangan mapun sembunyi-sembunyi
mengajak mereka agar beribadah kepada Allah dan meninggalkan
berhala-berhala itu, karena berhala-berhala tersebut hanyalah benda mati yang
tidak mampu berbuat apa-apa. Tetapi mereka menolak ajakan beliau dan bahkan
mencemooh, mengejek serta menantang datangnya siksaan Allah SWT.
Meski
demikian pengikut nabi Nuh yang beriman hanya sedikit yaitu kurang dari seratus
orang. Karena semakin hari mereka justru semakin jauh dari kebenaran serta
bertambah sesat dan jahat. Maka Nabi Nuh AS berdoa kepada Allah SWT agar segera
menurunkan siksa. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mendengar do’a hamba-Nya,
lalu Allah memerintahkan Nabi Nuh AS untuk membuat sebuah perahu besar
(bahtera)
Ketika
kaumnya melihat Nabi Nuh AS membuat bahtera, mereka justru menertawakannya dan menganggap Nabi
Nuh AS telah berbuat yang sia-sia. Namun Nabi Nuh AS tetap bersabar dan
memberitahukan mereka bahwa siksa Allah SWT akan segera tiba, tetapi mereka
tidak mempercayainya.
Pada
suatu hari turunlah hujan dan tak berhenti selama berhari-hari, hingga
terjadilah banjir besar. Kaum Nabi Nuh AS berlarian mencari tempat yang lebih
tinggi, tapi air mengejar dan menenggelamkan mereka dengan cepat.
Sedangkan
para pengikut Nabi Nuh AS menaiki bahtera disertai beberapa pasang hewan sesuai
perintah Allah SWT, mereka semua selamat dari dahsyatnya banjir tersebut. Kini
orang-orang durhaka itu telah binasa, termasuk istri dan salah satu putranya
yang menolak ajakan beliau untuk beriman kepada Allah SWT.
Berdasarkan
suatu riwayat, kapal yang membawa Nabi Nuh dan para pengikutnya itu berlayar
selama 40 hari. Ketika banjir tersebut surut, kapal Nabi Nuh AS pun berlabuh di
bukit Judy. Kemudian Nabi Nuh AS dan para pengikutnya mulai membangun kehidupan
baru, yang jauh dari kesesatan dan perbuatan syirik. Nabi Nuh AS wafat pada
usia 950 tahun setelah beliau menjalankan tugas mulia sebagai nabi dan rasul Allah
SWT.
GUNUNG ARARAT TURKI
Penemuan Bangkai Kapal Nabi Nuh
Para ahli arkeologi menemukan sebuah
tempat yang diperkirakan sebagai bangkai kapal Nabi Nuh.
Di Gunung Ararat, Turki ini, para
peneliti meyakini sebagai tempat berlabuhnya kapal Nabi Nuh AS saat banjir
besar surut. Tampak model perahu yang dijadikan pusat penelitian.
Bagi
umat islam yang pernah membaca sejarah 25 Nabi dan Rasul, pastinya mengetahui
tentang kisah Nabi Nuh Alaihissalam. Ia diutus oleh Allah
SWT untuk mengajak kaumnya menyembah Allah. Dan selama lebih kurang 950 tahun,
Nabi Nuh berdakwah kepada tiga generasi dari kaumnya. Dalam waktu yang panjang
itu, Nabi Nuh AS hanya mendapatkan pengikut kurang dari 100 orang dan delapan
anggota keluarganya (ada yang menyebutkan 70 orang dan 8 anggota keluarganya).
Padahal, Nabi Nuh AS telah berdakwah
siang dan malam, namun kaumnya tak mau juga menerima kehadirannya sebagai rasul
Allah. Hingga akhirnya Ia memohon kepada Allah agar kaumnya yang suka
membangkang itu di beri peringatan. Doanya pun dikabulkan oleh Allah SWT. Ia
diperintahkan untuk membuat sebuah perahu besar (bahtera) sebagai persiapan
bila siksa Allah berupa banjir besar datang.
Nuh
diperintahkan untuk mengikutsertakan berbagai spesies binatang secara
berpasang-pasangan, baik liar maupun jinak ke dalam perahunya. Setelah semuanya
siap, pengikut Nabi Nuh dan hewan-hewan tersebut telah naik ke dalam bahtera
itu, turunlah hujan yang sangat lebat hingga mengakibatkan banjir besar. Selain
mereka yang berada di atas kapal, tak ada yang selamat dari banjir tersebut.
Setelah beberapa lama berlayar di atas lautan banjir, air pun surut.
Dan
ketika banjir telah reda dan air telah surut, kapal Nabi Nuh kemudian terdampar
(berlabuh) di sebuah bukit yang tinggi (al-judy). Peristiwa ini secara lengkap
terdapat dalam AlQuran surah Nuh [71]: 1-28; Hud[11]:
25-33, 40-48, dan 89.
“Dan
difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah, “dan
air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan bahtera itu berlabuh di atas
bukit (judy) dan dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zhalim.” (QS. Hud [11]: 44)
Cerita
serupa juga terdapat dalam berbagai surah lainnya
dalam AlQuran, seperti Al-Ankabut [29]:14-15, Al-Mu’minun [23]: 23-41,
Asy-Syuara [26]: 105-122, Al-A’raf [7]: 59-69, dan Yunus [10]: 71-74.
Peristiwa
banjir besar yang melanda umat Nabi Nuh ini, tidak hanya terdapat dalam
AlQuran, tetapi juga ada dalam agama dan kebudayaan negeri lainnya. Dalam Injil
(bible), kisah serupa juga terdapat dalam Genesis 6: 15, 7: 4-7, 8: 3-4, dan 8: 29. Begitu juga dalam
Mitologi Sumeria, Akkadia, Babilonia, serta kebudayaan India, Wales, Lithuania,
dan Cina.
Para
peneliti arkeologi dari berbagai negara berlomba-lomba mengungkap kebenaran
cerita itu dengan meneliti tempat berlabuhnya kapal Nuh tersebut. Bahkan
seorang warga dari Belanda, Johan Huibers,
membuat replika kapal Nabi Nuh beberapa tahun silam, proyeknya itu ia klaim
sebagai pembuktian kesetiaan imannya kepada Tuhan dan ajaraNya.
Bukan
hanya Huibers yang terinspirasi dari kisah Nabi Nuh. Tapi, cerita tentang
bahtera Nabi Nuh telah beratus-ratus tahun menjadi inspirasi maupun
perbincangan di kalangan awam, arkeolog, dan sejarawan dunia. Hingga mereka
berusaha untuk menemukan bangkai atau sisa-sisa dari perahu Nuh itu. Sejumlah
peneliti mengaku telah menemukan bukti-bukti tentang keberadaan kapal Nuh itu.
Melalui penelitian selama beratu-ratus tahun dan mengamati hasil foto satelit,
salah satu situs yang dipercaya sebagai jejak peninggalan kapal tersebut
terletak di pegunungan Ararat, Turki yang berdekatan dengan perbatasan
Iran.
Pemerintah
Turki mengklaim, bahwa setelah lebih dari 5000 tahun terpendam, bangkai kapal
Nuh tersebut ditemukan pada 11 Agustus 1979 di wilayahnya. Bahkan, situs ini
telah dibuka untuk umum dan menjadi objek wisata. Pemerintah Iran juga
melakukan penyelidikan di Gunung Sabalan, 300 Km dari situs pertama.
Seperti
yang terlihat dari foto-foto lansiran situs www.noaharks-naxuan.com,
di lokasi gunung Ararat, tampak sebuah bentuk simetris raksasa seperti cekungan
perahu. Diduga tanah, debu, dan batuan vulkanis yang memiliki usia
berbeda-beda, telah masuk ke dalam perahu tersebut selama ribuan tahun sehingga
memadat dan membentuk seperti perahu. Disekitarnya ditemukan pula jangkar batu,
reruntuhan bekas pemukiman, dan ukiran dari batu.
Memanfaatkan
peta satelit dari Google Earth, lokasi
situs perahu Nabi Nuh itu terletak pada ketinggian sekitar 2.515 meter dari
permukaan laut (dpl). Lokasinya berada di kaki bukit yang agak rata. Sedangkan
di daerah sekitarnya terdapat lembah raksasa yang memiliki ketinggian jauh
lebih rendah.
Berdasarkan
hal ini, perahu Nabi Nuh diperkirakan mendarat pada saat banjir masih belum
benar-benar surut. Hal ini juga menunjukkan bahwa kondisi topografi di sekitar
situs perahu Nabi Nuh sangat mendukung untuk terjadinya banjir besar.
Keberadaan
kapal Nuh di pegunungan Ararat itu diyakini para peneliti arkeologi sebagai
penemuan paling heboh, selain Mumi Firaun. Sebab, penelitian itu telah
dilakukan ratusan kali dengan melibatkan para pakar dan ahli geologi, arkeolog
dan pesawat luar angkasa untuk mengawasi serta meneliti pegunungan Ararat. Dan
‘penemuan’ ini sangat berharga karena peristiwa itu terjadi lebih dari 5000
tahun yang lalu.
Di
sekitar obyek tersebut, juga ditemukan sebuah batu besar dengan lubang pahatan.
Para peneliti percaya bahwa batu tersebut adalah drogue-stones.
Pada jaman dulu, batu tersebut biasa dipakai pada bagian belakang perahu besar
(kemudi) untuk menstabilkan perahu sewaktu berlayar. Para peneliti juga
menemukan sesuatu yang tidak lazim pada batu tersebut, yaitu adanya molekul baja yang diperkirakan
berusia ribuan tahun lalu dan dibuat oleh tangan manusia. Karena itu,
mereka meyakini, tempat tersebut adalah jejak pendaratan perahu Nuh.
Dari
beberapa foto-foto yang dihasilkan, lokasi gunung Ararat ini memang menunjukan
adanya sebuah perahu yang sangat besar. Ukuran perahu itu diperkirakan memiliki
luas 7.546 kaki dengan panjang sekitar 500 kaki, lebar 83 kaki dan tinggi 50
kaki. Dalam situs www.worldwideflood.com
juga dibahas secara lebih mendetil, mulai dari ukuran perahu, hewan yang naik
ke kapal, bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat perahu, dan lain
sebagainya.
Baidawi,
salah seorang peneliti muslim menjelaskan, ukuran kapal itu sekitar 300 hasta
(50 meter dan luas 30 meter) dan terdiri dari tiga tingkat. Di tingkat pertama
diletakkan binatang-binatang liar dan yang sudah dijinakkan. Lalu, pada tingkat
kedua ditempatkan manusia, dan yang ketiga burung-burung.
Ada
juga yang berpendapat, kapal Nuh itu berukuran lebih luas dari sebuah lapangan
sepak bola. Luas pada bagian dalamnya cukup untuk menampung ratusan ribu
manusia (tinggi manusia jaman modern). Dan jarak dari satu tingkat ke tingkat
lainnya mencapai 12 hingga 13 kaki. Dan hewan-hewan dari berbagai spesies itu
jumlahnya diperkirakan mencapai puluhan ribu ekor.
Menurut
Dr. Withcomb, dalam perahu itu terdapat sekitar 3.700 binatang mamalia, 8.600
jenis burung, 6.300 jenis reptilia, 2.500 jenis amfibi, dan sisanya umat Nabi
Nuh. Adapun berat perahu tersebut diprediksi mencapai 24.300 ton.
Bahtera
Nabi Nuh diperkirakan dibuat sekitar tahun 3465 SM. Dan beberapa berpendapat,
perahu tersebut dibangun disebuah tempat bernama Shuruppak, yaitu sebuah kawasan yang terletak di selatan Irak.
Jika perahu itu dibangun di selatan Irak (tempat Nabi Nuh diutus) dan akhirnya
terdampar di utara Turki, kemungkinan besar bahtera tersebut telah terbawa arus
air sejauh 560 km.
Kebenaran
penemuan itu, masih diperdebatkan banyak pihak. Namun, sejumlah peneliti
percaya bahwa pegunungan Ararat adalah tempat berlabuhnya kapal Nuh. AlQuran
tidak menyebutkan nama sebuah gunung kecuali nama al-judy, yang bermakna
sebuah tempat yang tinggi.
Pegunungan Ararat dikenal sebagai
gunung yang unik di Turki. Keunikannya, hampir setiap hari akan terlihat
pelangi dari sebelah utara puncak gunung.
pegunungan Ararat ini dikenal pula
sebagai salah satu gunung yang memiliki puncak terluas di dunia dan tertinggi
di Turki. Puncak tertingginya mencapai 16,984 kaki dari permukaan laut,
sedangkan puncak kecilnya setinggi 12.806 kaki. Jika seseorang berhasil
menaklukkan pucak besarnya, mereka akan menyaksikan empat wilayah Negara, yaitu
Rusia, Iran, Irak, dan Turki.
Kontroversi
Seputar Banjir Besar
Para
ahli dan peneliti sepakat bahwa banjir besar yang terjadi di jaman Nabi Nuh
benar-benar ada. Bahkan dalam berbagai agama dan kepercayaan, menceritakan
kisah banjir besar yang melanda umat Nabi Nuh.
Perbedaaan
pendapat muncul seputar peristiwa itu. Setidaknya ada dua hal yang kini menjadi
kontroversi. Pertama, benarkah banjir besar itu menenggelamkan
seluruh dunia? Dan, Kedua, apakah seluruh jenis hewan
(masing-masing sepasang) yang ada di muka bumi ini naik ke bahtera Nabi Nuh AS,
termasuk jinak dan liar?
Banjir
Domestik
Umat
Nabi Nuh ditenggelamkan dengan sebuah banjir yang sangat besar karena mereka
membangkang atas ajakan Nabi Nuh untuk beriman kepada Allah. Berapa besarnya
dan seberapa luasnya banjir itu terjadi masih diperselisihkan.
Setidaknya,
ada dua persoalan besar yang menjadi perselisihan kalangan ulama maupun ahli
arkeologi mengenai banjir besar ini. Kedua persoalan besar itu adalah apakah
banjir besar itu menenggelamkan seluruh dunia (global), atau terbatas pada
wilayah tertentu (lokal/domestik), yakni di wilayah tempat Nabi Nuh AS
berdakwah kepada kaumnya.
Tak
mudah menjawab pertanyaan itu. Sebab, untuk membedahnya secara lebih lengkap,
dibutuhkan data empiris dalam berbagai bidang ilmu, seperti geologi, arkeologi,
sejarah, astronomi, geografi, termasuk keterangan yang terdapat dalam
kitab-kitab agama. Yang sudah sangat jelas adalah kapal atau bahtera Nabi Nuh
itu dipercaya telah ditemukan, tepatnya di atas Gunung Ararat diperbatasan
antara Turki dan Iran pada ketinggian sekitar 2.515 dpl. Pada 11 Agustus 1979.
Ada
yang berpendapat, banjir besar itu melanda seluruh dunia sehingga tidak ada
satu binatang atau seorang manusia pun yang selamat, kecuali yang berada di
atas kapal tersebut.
Di
dalam AlQuran maupun bible menyebutkan kaum Nuh dibinasakan dengan
sebuah banjir besar. Sebagian ulama ataupun pemerhati sains dan teknologi
menyatakan banjir besar itu adalah banjir global yang menenggelamkan seluruh
dunia. Penganut Kristen dan Katholik, mempercayai peristiwa itu terjadi secara
global. Hal ini dimuat dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
yang menyatakan terjadinya banjir bersifat global. Pendapat ini diperkuat
dengan keterangan dari Genesis 7:4 yang menyatakan “Untuk selama tujuh hari, Aku
akan menyebabkan hujan di bumi, 40 hari dan 40 malam dan setiap makhluk hidup
yang telah Aku ciptakan, akan Aku binasakan di permukaan bumi”.
Dalam
AlQuran disebutkan:”Nuh berkata: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan
seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.
Sesungguhnya
jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan
hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat
maksiat lagi sangat kafir. (QS. Nuh [71]: 26-27)
Dan
bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh
memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil:
"Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada
bersama orang-orang yang kafir".
Anaknya
menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku
dari air bah!" Nuh berkata: "Tidak ada yang melindungi hari ini dari
azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang". Dan gelombang menjadi
penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. (QS. Hud [11]: 43)
Bagi
kelompok yang menyatakan banjir global, kalimat “dibinasakannya seluruh orang
kafir dari muka bumi” dan besarnya banjir yang “gelombangnya laksana gunung”
itu, menandakan banjir itu adalah banjir global yang menenggelamkan seluruh
dunia. Mereka mendasarkan pendapatnya pada ayat 42-43
surah Hud [11] dan doa Nabi Nuh AS di atas.
Kelompok
yang mendukung pendapat ini menunjukan data dan bukti berupa penemua
fosil-fosil gajah purba (mammoth). Menurut mereka, fosil mammoth
itu ikut musnah ketika banjir terjadi. Fosil itu diantaranya ditemukan di
Siberia pada 2 juli 2007 lalu, juga pada 24 juni 1977. Dan fosil mammoth
yang lebih besar (dewasa) membeku di kutub utara. Menurut hasil penelitian,
fosil-fosil gajah purba itu diperkirakan berusia sekitar 10 ribu tahun.
Pendapat
ini juga didukung salah seorang penulis Indonesia yang bernama H. Sumar,
pemerhati Alquran dan sains. Menurutnya peristiwa itu terjadi sekitar 10 ribu
tahun yang lalu dengan bukti berupa musnahnya mammoth di Siberia itu.
Ahmad Bahjat, penulis buku Sejarah Nabi-nabi Allah, menyatakan, banjir
itu adalah banjir global.
Namun,
pendapat ini dibantah pihak lain. Harun Yahya, penulis buku Kisah-Kisah
dalam Alquran dan Jejak-Jejak Bangsa Terdahulu, maupun dalam situs www.bangsamusnah.com,
menyatakan banjir tersebut hanya terjadi di wilayah tertentu, yakni ditempat
umat Nabi Nuh berada (domestik), dan tidak terjadi secara global yang
menenggelamkan dunia. Ia mendasarkan pendapatnya ini dengan peristiwa yang
menimpa kaum ‘Ad dan Tsamud.
Menurut
kelompok yang menyatakan banjir di jaman Nabi Nuh AS sebagai banjir domestik
(lokal), berdasarkan keterangan ayat AlQuran juga. Diantaranya QS. Ar-Ra’du[13]:17; An-Nahl[16]:36, 84, 89;
Al-Mu’minun[23]:44; An-Nisa[4]:41; dan Yunus[10]:47. Ayat-ayat tersebut
menjelaskan tentang adanya rasul yang diutus oleh Allah pada setiap umat.
Menurut
kelompok ini pada jaman Nabi Nuh AS, ada nabi dan rasul lain yang hidup sejaman
dengannya. Namun wilayahnya berjauhan dan tidak hanya berada di negara-negara
Timur Tengah saja.
Contoh
nabi dan rasul yang hidup sejaman adalah Nabi Ibrahim dengan Nabi Luth, Ismail
dan Ishak. Lalu, Nabi Ya’kub sejaman dengan Nabi Yusuf. Nabi Musa hidup sejaman
dengan Harun dan Nabi Syuaib, Nabi Zakaria sejaman dengan Yahya, serta lainnya.
Karena itu, menurut kelompok ini, banjir besar itu hanya menimpa umatnya Nabi
Nuh saja.
Lalu siapakah nabi yang kira-kira
hidup sejaman dengan Nabi Nuh? Inilah yang perlu dilacak kembali. Sebab
berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari, jumlah nabi
sebanyak 124 ribu orang dan rasul berjumlah 313 orang.
Syekh Ahmad Marzuqy al-Jawi Al-Bantani dalam kitab Syarah Nur al-Zhalam,
juga menyebutkan jumlah Nabi dan Rasul seperti yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari, Nabi pertama adalah Adam AS, sedangkan penutup nabi dan rasul adalah
Muhammad SAW. AlQuran menyebutkan, jumlah nabi dan rasul itu sangat banyak dan
hanya sebagian saja yang disebutkan dalam Alquran.
“Dan,
Sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara
mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang
tidak Kami ceritakan kepadamu” (QS. Al-Mu’min [40]:
78).
Bila
jumlah nabi dan rasul itu dibagi dengan masa hidup para nabi dan rasul sejak
Nabi Adam hingga Rasulullah SAW (5872 SM. – 571 M.), setidaknya setiap tahun,
terdapat sekitar 19-20 orang nabi dan rasul yang diutus Allah untuk mengajak
umat manusia agar beriman dan menyembah Allah.
Sejumlah
ahli tafsir dan beberapa penulis buku kisah para nabi dan rasul, seperti Ibnu Katsir (Qishash al-Anbiya’)
dan Afif Abdul Fatah menyatakan, banjir itu adalah banjir lokal dan hanya umat
Nabi Nuh yang dibinasakan. Argumentasinya diperkuat dengan penjelasan bahwa
berdasarkan hasil penelitian para ahli geologi terhadap banjir besar itu,
perisitiwa itu terjadi di wilayah Mesopotamia yang meliputi wilayah Turki,
Iran, Irak, dan Rusia.
Karena
daerah itu berupa cekungan raksasa yang luasnya mencapai 9 hingga 10 juta
hektar, atau sekitar 70 persen dari luas Pulau Jawa. Sehingga banjir tersebut
besarnya bisa disamakan seperti lautan karena puncak bukit setinggi 5.000
meter, tidak akan akan tampak pada jarak 250 kilometer.
Dari
hasil citra satelit, lingkup banjir pada saat perahu Nabi Nuh mendarat dapat
dilacak dengan membuat garis ketinggian , dan menelusuri level yang sama dengan
level lokasi perahu ditemukan. Dari sana diketahui luas area banjir sekitar
empat juta hektar, sedangkan panjang lingkup banjir sekitar 560 km.
Kelompok
kedua ini juga berpendapat, suatu kaum tidak akan dibinasakan sebelum Allah
mengutus seorang rasul diantara mereka, untuk menerangkan ayat-ayat Allah dan
memberikan peringatan.
Dan,
tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota
itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak
pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali
penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman. (QS. Al-Qashash [28]:
59)
Harun
Yahya juga menegaskan, banjir besar
menimpa umat Nabi Nuh merupakan banjir domestik dan bukan banjir global yang
menenggelamkan seluruh dunia. Dalam AlQuran disebutkan, Nabi Nuh memohon kepada
Allah agar orang-orang yang tak beriman dan mendustakan dirinya sebagai rasul
Allah itu dibinasakan saja
“Disebabkan
kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka,
maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah.
Nuh
berkata: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara
orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.
Sesungguhnya
jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan
hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat
maksiat lagi sangat kafir.” (QS. Nuh [71]: 25-27)
Ibnu
Katsir dalam bukunya Qishash al-Anbiya’ menyatakan, doa Nabi Nuh AS itu
hanya ditujukan untuk umatnya saja, dan bukan keseluruhan umat manusia. Selain
itu, umat yang mendiami bumi ini juga terbatas, dan belum merata seperti
sekarang ini.
Enam
Ribu Tahun Lalu
Kelompok
yang menyatakan banjir Nuh ini sebagai banjir domestik (lokal) juga berpendapat
bahwa banjir itu terjadi hanya sekitar 6000 tahun yang lalu, bukan 10 ribu
tahun lalu. Nabi Nuh hidup antara tahun 3993-3043 SM (950 tahun), atau sekitar
6000 tahun lalu.
Dalam
berbagai literatur disebutkan, Nabi Adam AS diperkirakan hidup sekitar tahun
5872 SM atau sekitar 7.800 tahun lalu, dan Nabi Nuh AS hidup pada 4000 SM atau
6000 tahun lalu. Menurut sebagian riwayat, termasuk dalam bible, pada
saat banjir besar terjadi, Nabi Nuh berusia sekitar 600 tahun dari total
usianya yang mencapai 950 tahun.
Berdasarkan data itu, peristiwa
banjir besar ini diperkirakan terjadi 5.400 tahun yang lalu atau sekitar tahun 3.400 SM. Dalam buku Atlas Sejarah Nabi
dan Rasul karya Sami bin Abdullah al-Maghluts, secara lengkap
diterangkan masa kehidupan dari Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW.
Tentu
menarik dicermati, pendapat yang mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi sekitar
10 ribu tahun yang lalu, dengan bukti musnahnya mammoth (gajah purba)
yang diperkirakan telah ada sekitar 10 ribu tahun lalu sebelum banjir besar
terjadi. Tentunya, bila benar seperti itu, berarti peristiwa itu terjadi
sebelum jamannya Nabi Adam AS. Sebab, Nabi Nuh dan Nabi Adam hidup sekitar 6000
tahun dan 8000 tahun yang lalu.
Penelitian
arkeologi di sekitar Timur Tengah menunjukan bukti sedimen dan endapan Lumpur
tua, yang membuktikan memang pernah terjadi air bah luar biasa, yaitu meluapnya
dua sungai besar, Eufrat dan Tigris, persisnya pada 4000 tahun SM, atau
sejaman dengan masa hidup Nuh. Wa Allahu A’lam
Sebagian
Binatang
Sama
halnya dengan banjir besar terjadi secara regional atau global, para ahli juga
berbeda pendapat dengan binatang atau hewan yang naik ke kapal Nabi Nuh AS.
Pendapat
pertama, menyatakan seluruh hewan atau binatang yang ada dimuka bumi naik ke
atas kapal secara berpasang-pasangan, baik jinak maupun liar.
Pendapat
kedua, menyatakan hanya sebagian hewan saja yang naik ke kapala Nabi Nuh AS,
baik jinak maupun liar. Penjelasan mengenai agar hewan dinaikkan hanya
sepasang, mengindikasikan tidak semuanya dinaikkan ke kapal.
Sementara
itu, H. Sumar berpendapat, hewan yang dinaikkan ke kapal Nabi Nuh AS. hanya
sebatas pada binatang ternak dan jinak saja, dan tidak ada hewan liar atau
binatang buas seperti ular, singa, harimau, buaya, dan lainnya.
Namun,
banyak ahli yang menyatakan, hewan yang naik ke bahtera Nabi Nuh adalah semua
jenis hewan, masing-masing sepasang (jantan dan betina), buas maupun jinak.
para ahli berpendapat tidak semua hewan dinaikkan ke bahtera itu, sebab ada
hewan yang keberadaannya tidak ditemukan di tempat lain. Misalnya, pada hanya
ada di Cina, Kangguru di Australia, Bison di Amerika, dan Komodo di Indonesia.
Sejumlah
pakar menyebutkan, jika seluruh hewan dan binatang naik ke perahu, bagaimana
mungkin Bison yang ada di Amerika, Komodo di Indonesia, Kangguru di Australia,
Panda di Cina bisa berkumpul dalam waktu singkat ke dalam perahu Nabi Nuh.
Selain itu, bagaimana mengumpulkan berbagai jenis serangga, semut, nyamuk,
laba-laba dan lainnya secara berpasangan.
Sementara
itu, umat Nabi Nuh AS. belum diberi kemampuan untuk membedakan jenis kelamin
serangga antara jantan dan betina yang jumlahnya mencapai ribuan jenis itu. Wa
Allahu A’lam
PERKIRAAN MASA HIDUP NABI DAN RASUL
Nabi
Tahun
|
Adam
5872 – 4942 SM
Idris
4533 – 4188 SM
Nuh
3933 – 3043 SM
Hud
2450 – 2320 SM
Saleh
2150 – 2080 SM
Ibrahim
1997 – 1822 SM
Luth
1950 – 1870 SM
Ismail
1911 – 1774 SM
Ishak
1897 - 1717 SM
Ya’kub
1837 – 1690 SM
Yusuf
1745 – 1635 SM
Syuaib
1600 – 1490 SM
Ayub
1540 – 1420 SM
Zulkifli
1500 – 1425 SM
Musa
1527 – 1407 SM
Harun
1531 – 1408 SM
Daud
1041 – 971 SM
Sulaiman
989 – 931 SM
Ilyas
910 – 850 SM
Ilyasa
885 – 795 SM
Yunus
820 – 750 SM
Zakaria
91
– 1 M
Yahya
31 SM – 1 M
Isa
1 SM – 32 M
Muhammad
571 – 632 M
|
Sumber: Buku Atlas Sejarah Nabi dan Rasul
– Sami bin Abdullah Al-Maghluts, Asumsi penulis umur peradaban dari nabi Adam
as jauh lebih tua dari ini
Dalam
AlQuran dijelaskan, Allah menciptakan umat manusia (Adam) untuk menjadi
khalifah (pengelola) bumi dan seisinya. Allah menciptakan manusia agar berbakti
dan beribadah hanya kepada-Nya. Dan mereka yang ingkar, mendustakan ayat-ayat
Allah dan berbuat kerusakan di muka bumi maka siap-siap untuk menerima adzab
Allah atas perbuatan mereka.
Peristiwa
banjir besar dan ditenggelamkannya umat Nabi Nuh AS merupakan bukti nyata
kemurkaan Allah SWT atas kaum yang mendustakan ayat-ayat dan rasul-Nya. Kendati
sudah diajak selama ratusan tahun untuk menyembah Allah Yang Esa, namun kaumnya
tetap mengingkari dan enggan mengikutinya. Maka sebagai akibatnya, Allah
menurunkan bencana dan siksa bagi kaum yang tidak beriman tersebut.
Sementara
mereka yang beriman, Allah akan senantiasa memberikan pertolongan dan
rahmat-Nya. Itulah balasan bagi orang yang selalu berbuat baik dan beriman
kepada Allah.
Peristiwa
banjir besar yang terjadi di jaman Nabi Nuh AS atau yang serupa dengan kisah
tersebut, juga terdapat dalam kitab suci agama lain dan sejarah kebudayaan
dunia. Hal ini menunjukkan bahwa peristiwa itu benar-benar telah terjadi di
bumi. Berikut berbagai versi tentang peristiwa banjir besar tersebut.
Versi
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
Tuhan
memerintahkan kepada Nuh bahwa semua orang, kecuali para pengikutnya, akan
dihancurkan karena bumi telah oenuh dengan berbagai macam tindak kekerasan.
Tuhan memerintahkan mereka untuk membuat sebuah perahu dan menyebutkan secara
detail bagaimana cara mengerjakannya. Tuhan juga mengatakan kepadanya untuk
membawa serta keluarganya, tiga anaknya, istri-istri anaknya, dua dari setiap mahkluk
hidup (sepasang), dan berbagai persediaan bahan pangan.
Tujuh
hari kemudian, terjadilah banjir besar yang berlangsung selama 40 hari 40
malam. Setelah air surut, perahu itu berlabuh di puncak gunung Ararat (Agri)
Babilonia
Ut-Napishtim adalah persamaan tokoh bangsa
Babilonia terhadap pahlawan dalam peristiwa banjir dalam kisah bangsa Sumeria,
yaitu Ziusudra. Tokoh penting yang lain adalah Gilgamesh.
Menurut
legenda, Gilgamesh memutuskan untuk mencari dan menemukan para leluhurnya agar
mengungkapkan rahasia kehidupan yang abadi. Ia melakukan sebuah perjalanan yang
menantang bahaya. Ia diperintahkan supaya melakukan perjalanan melewati “Gunung
Mashu dan Air Kematian”, dan sebuah perjalanan yang hanya dapat diselesaikan
oleh seorang anak tuhan bernama Shamash.
Gilgamesh
bertanya kepada Ut-Napishtim bagaimana ia dapat memperoleh keabadian. Lalu,
Ut-Napishtim menceritakan kepadanya kisah tentang banjir sebagai jawaban atas
pertanyaannya. Banjir juga diceritakan dalam kisah Duabelas Meja (twelve
tables) yang terkenal dalam epik tentang Gilgamesh
India
Dalam
epik India yang berjudul Shatapa Brahmana dan Mahabharata,
seseorang yang disebut dengan Manu diselamatkan dari banjir bersama
dengan Rishiz. Menurut legenda, seekor ikan yang ditangkap dan diselamatkan
oleh Manu, tiba-tiba berubah menjad besar dan mengatakan kepadanya untuk
membuat sebuah perahu dan mengikatkan perahu tersebut ke tanduknya. Ikan ini
dilambangkan sebagai penjelmaan dari Dewa Wisnu. Lalu, ikan tersebut
menuntun kapal mengarungi ombak yang besar dan membawanya ke utara ke Gunung
Hismavat.
Wales
Menurut
legenda Welsh dikatakan, Dwynwen dan Dwfach sekamat dari
bencana yang besar dengan sebuah perahu. Ketika banjir yang amat mengerikan
terjadi setelah meluapnya Llynllion, yang disebut dengan Danau Gelombang.
Setelah selamat, keduanya kemudian kembali dan menghuni daratan Inggris.
Cina
Sumber
di bangsa Cina menghubungkan cerita ini dengan seseorang yang dipanggil dengan
nama Yao bersama dengan tujuh orang lain, atau Fa Li bersama
dengan istri dan anak-anaknya. Mereka diselamatkan dari bencana banjir dan
gempa bumi dalam sebuah perahu layar. Disni dikatakan, “Dunia semuanya berada
dalam kehancuran. Air menyembur dan menutupi semua tempat”. Akhirnya, air
surut.
Lithuania
Diceritakan
bahwa beberapa pasang manusia dan binatang, diselmatkan dengan berlindung di
puncak permukaan gunung yang tinggi. Ketika angin dan banjir yang berlangsung
selama 12 hari 12 malam tersebut mulai mencapai ketinggian gunung, dan hampir
akan menenggelamkan yang ada di atas puncak gunung tersebut, Sang Pencipta
melemparkan sebuah kulit kacang raksasa kepada mereka. Sehingga, mereka yang
berada di atas gunung tersebut diselamtkan dari bencana dengan berlayar didalam
kulit kacang raksasa ini.
Yunani
Dewa
Zeus memutuskan untuk menghancurkan orang-orang yang semakian berbuat kesesatan
setiap saat memlalui sebuah banjir. Hanya Deucalion dan istrinya, Pyrrha,
yang diselamatkan dari banjir karena ayah Deucalion sebe;umnya telah
menyarankan anaknya untuk membuat sebuah bahtera. Pasangan ini turun ke Gunung
Parnassis pada hari kesembilan setelah turun dari bahtera.
Skandinavia
Legenda
Nordic Edda menyebutkan tentang Bergalmir dan istrinya, yang
selamat dari banjir dengan sebuah kapal besar.