Ada hadis yang menyampaikan
berita dari Rasulullah tentang akan terbunuhnya Umar bin Khattab. Umar bin
Khatthab telah dijuluki sebagai Al-Farruq yang artinya adalah 'pembatas'. Hadist
diatas hendak menjelaskan bahwa perubahan jaman menuju kepada fitnah telah
dibatasi oleh seorang Umar. ketika perubahan jaman bergejolak laksana gelombang
dilaut (menuju kepada jaman penuh fitnah), maka pintu harus terbuka. Kemudian
pintu tersebut telah dibuka secara paksa (didobrak) yang bermakna Umar sebagai
pembatas yang berdiri menjaga pintu itu tentu akan memerangi dan mencegah gelombang
yang keras itu. Dengan terdobraknya pintu itu, mengisyaratkan bahwa Umar akan
mati terbunuh.
Dan ucapan Umar bahwa "pintu
itu tidak akan tertutup selama-lamanya? "mengisyaratkan bahwa setelah
terbunuhnya Umar, maka jaman yang baru akan lebih buruk dari jaman sebelumnya
seperti yang telah diramalkan oleh Rasulullah. (yaitu terus menerus meluasnya
fitnah / semakin besarnya fitnah kepada Umat Islam.)
Faedah yang bisa dipetik dari
hadits ini antara lain :
-
Penamaan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dengan ‘hadits’ adalah didasarkan dengan riwayat bukan hasil rekaan
para ulama
-
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menceritakan kepada para sahabat tentang fitnah yang akan menimpa umat ini, dan
itu merupakan bukti atas kenabian, kejujuran dan kasih sayang beliau kepada
umatnya
-
Keberadaan istri dan anak-anak, harta,
dan orang lain di sekitar kita merupakan salah satu sebab munculnya
fitnah/godaan untuk bermaksiat, baik yang berupa fitnah syubhat maupun syahwat.
Sehingga hal itu sangat beresiko mendatangkan dorongan untuk bermaksiat atau
melakukan penyimpangan. Ibnul Qayyim rahimahullah di dalam Ighatsat al-Lahfan
menerangkan bahwa sumber fitnah syahwat adalah karena mengedepankan hawa nafsu
di atas akal sehat. Sedangkan sumber fitnah syubhat adalah karena mengedepankan
logika -yang terbatas- di atas syari’at. Fitnah syahwat dapat diatasi dengan
sabar. Sedangkan fitnah syubhat diatasi dengan ilmu dan keyakinan.
-
Amal shalih dapat menghapuskan dosa Para
sahabat mengambil ilmu satu dari yang lainnya
-
Para sahabat adalah orang-orang yang
terpercaya
-
Diterimanya hadits ahad dalam masalah
aqidah
-
Yang dimaksud dengan terpecahnya pintu
adalah terbunuhnya Umar radhiyallahu’anhu. Dan hal ini menunjukkan bahwa sejak
pertumpahan darah dengan terbunuhnya beliau maka fitnah itu tidak akan terhenti
terjadi pada umat ini hingga hari kiamat terjadi.
-
Umar mengetahui bahwa dirinya nanti akan
mati terbunuh, hal itu telah beliau dengar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bahwa dirinya akan mati syahid. Kematian seorang sahabat merupakan
musibah yang menjadi celah bagi munculnya fitnah, demikian pula kematian para
ulama dan orang-orang salih.
-
Pentingnya sosok seorang pemimpin yang
tegas dalam menghadapi berbagai fitnah yang ada
-
Iman kepada takdir
-
Bolehnya menggunakan perumpamaan/permisalan
dalam menceritakan suatu maksud pembicaraan
-
Kekhawatiran Umar akan fitnah yang
menimpa umat Islam
-
Perhatian seorang pemimpin terhadap
nasib rakyat atau orang yang dipimpinnya
-
Perhatian seorang pemimpin akan
kemaslahatan umat di atas kemaslahatan diri pribadi
-
Keutamaan Hudzaifah radhiyallahu’anhu,
bahwa beliau adalah sahabat yang sangat mengetahui seluk beluk fitnah yang
diceritakan oleh Nabi shallallallahu ‘alaihi wa sallam
-
Para sahabat -demikian juga perawi
hadits- memiliki tingkat hafalan yang berbeda dalam meriwayatkan hadits, begitu
pula dalam memahami maknanya
-
Pentingnya fiqhul hadits, dan bahwasanya
para ulama hadits bukan sekedar menukil hadits tanpa mengerti maksudnya. Namun
mereka adalah orang-orang yang paling mengerti tentang fiqih hadits dan
kandungannya.
-
Keutamaan ahli hadits dan ilmu hadits
-
Bertanya kepada ahli ilmu
-
Para sahabat memiliki keutamaan yang
bertingkat-tingkat
-
Keutamaan dan kecerdasan Umar bin
Khatthab radhiyallahu’anhu
-
Hadits ada yang mudah dipahami maksudnya
oleh banyak orang,namun ada juga hanya bisa dipahami maksudnya secara rinci
oleh orang-orang tertentu yaitu ahlinya/para ulama yang menekuni bidangnya
Salah satu persoalan yang perlu mendapat perhatian serius
tentang akhir jaman adalah Fenomena Fitnah Duhaima’ sebagaimana yang dijanjikan
oleh Rosululloh saw. Duhaima’ yang bermakna kelam atau gelap gulita merupakan
fitnah terbesar yang akan dilalui dalam salah satu fase perjalanan umat Islam.
Riwayat yang menyebutkan akan terjadinya fitnah ini adalah sebagaimana yang
dikisahkan dari Abdullah bin ‘Umar bahwasanya ia berkata: “Suatu ketika kami
duduk-duduk di hadapan Rosululloh ShallAllohu alaihi wa sallam memperbincangkan
soal berbagai fitnah, beliau pun banyak bercerita mengenainya. Sehingga beliau
juga menyebut tentang Fitnah Ahlas. Maka, seseorang bertanya: ‘Apa yang
dimaksud dengan fitnah Ahlas ?’ Beliau menjawab :
Fitnah Ahlas Yaitu fitnah pelarian dan peperangan.
Kemudian Fitnah Sarra’, kotoran atau asapnya berasal dari
bawah kaki seseorang dari Ahlubaitku, ia mengaku dariku, padahal bukan dariku,
karena sesungguhnya waliku hanyalah orang-orang yang bertakwa. Kemudian manusia
bersepakat pada seseorang seperti bertemunya pinggul di tulang rusuk, kemudian Fitnah
Duhaima’ yang tidak membiarkan ada seseorang dari umat ini kecuali
dihantamnya. Jika dikatakan : ‘Ia telah selesai’, maka ia justru
berlanjut, di dalamnya seorang pria pada pagi hari beriman, tetapi pada sore
hari menjadi kafir, sehingga manusia terbagi menjadi dua kemah, kemah keimanan
yang tidak mengandung kemunafikan dan kemah kemunafikan yang tidak mengandung
keimanan. Jika itu sudah terjadi, maka tunggulah kedatangan Dajjal pada hari
itu atau besoknya. HR. Abu Dawud, bab Dzikrul Fitan wa Daliluha, XII/
354.S
Jika melihat dari teks yang menjelaskan berbagai
bentuk fitnah di atas, nampaknya hakikat dan terjadinya fitnah-fitnah tersebut
saling berhubungan satu sama lain. Peristiwa yang satu akan menjadi penyebab
munculnya fitnah berikutnya. Sebagaimana tersebut dalam nash di atas, beliau
mengungkapkan dengan kalimat ‘tsumma’ yang bermakna kemudian. Ini menunjukkan
bahwa fitnah-fitnah tersebut akan terjadi dalam beberapa waktu, yang ketika
hampir berakhir atau masih terus terjadi hingga puncaknya, maka dilanjutkan
dengan fitnah berikutnya. Kalimat “tsumma” menunjukkan jeda waktu yang tidak
pasti, namun menunjukkan makna “tartib” (kejadian yang berurutan).
Fitnah pertama yang beliau sebutkan adalah Fitnah
Ahlas. Kata Ahlas merupakan bentuk plural dari kata "hilsun
" atau "halasun", yaitu alas pelana atau kain di
punggung unta yang berada di bawah pelana. Fitnah ini diserupakan dengan alas
pelana karena ada persamaan dari sisi terus menerus menempel / terjadi.
Tentang realita fitnah Ahlas ini, sebagian ada yang
berpendapat bahwa ia sudah terjadi semenjak jaman para sahabat, dimana Al-Faruq
‘Umar bin Khaththab adalah merupakan dinding pembatas antara kaum Muslimin
dengan fitnah ini, sebagaimana yang diterangkan Nabi ShallAllohu ‘Alaihi wa
Sallam ketika beliau berkata kepada ‘Umar: “Sesungguhnya antara kamu dan fitnah itu terdapat pintu yang akan
hancur." HR. Bukhari no. 6567 dan Muslim no. 5150 dari Hudzaifah
bin Al-Yaman.
Dan sabda Rosul ShallAllohu ‘Alaihi wa Sallam ini
memang menjadi kenyataan dimana ketika ‘Umar baru saja meninggal dunia,
hancurlah pintu tersebut dan terbukalah fitnah ini terhadap kaum Muslimin dan
ia tidak pernah berhenti sampai sekarang ini.
Adapun Fitnatu Sarra’, makaImam Ali Al Qaari
menyatakan yang dimaksud dengan fitnah ini adalah nikmat yang menyenangkan
manusia, berupa kesehatan, kekayaan, selamat dari musibah dan bencana. Fitnah ini disambungkan dengan sarra’ karena
terjadinya disebabkan timbul / adanya berbagai kemaksiatan karena kehidupan
yang mewah, atau karena kekayaan tersebut menyenangkan musuh. Terjadinya fitnah
sarra’ ini diawali oleh seorang yang secara nasab bersambung kepada
Rosululloh ShallAllohu alaihi wa sallam (Ahlu Bait). Namun perilakunya yang
menyebabkan bencana ini menjadikannya tidak bisa dianggap
Beliau juga mengatakan bahwa boleh jadi yang dimaksud “yaz’umu
annahu minni” adalah mengklaim bahwa apa yang dikerjakan adalah datang dari
Rosululloh saw, meskipun jika dilihat dzahir nashnya adalah benar-benar mengaku
secara nasab.
Jika untuk kedua fitnah di atas Rosululloh saw hanya
menjelaskan secara singkat, maka untuk Fitnah Duhaima beliau saw memberikan
penjelasan yang lebih rinci. Ada beberapa ciri khusus dari fitnah ini yang
tidak dimiliki oleh fitnah sebelumnya.
1. Fitnah ini
akan menghantam semua umat islam (lebih khusus lagi pada bangsa Arab). Tidak
seorangpun dari warga muslim yang akan terbebas dari fitnah ini. Beliau
menggunakan lafadz “lathama” yang bermakna menghantam, atau memukul bagian
wajah dengan telapak tangan (menempeleng/menampar). Kalimat ini
merupakan gambaran sebuah fitnah yang sangat keras dan ganas.
2. Fitnah ini akan
terus memanjang, dan tidak diketahui oleh manusia kapan ia akan berakhir.
Bahkan ketika manusia ada yang berkata bahwa fitnah itu sudah berhenti, yang
terjadi justru sebaliknya; ia akan terus memanjang dan sulit diprediksi kapan
berhentinya. Inilah maksud ucapan beliau : Jika dikatakan : ‘Ia
telah selesai’, maka ia justru berlanjut.
3. Efek
dahsyat yang ditimbulkan oleh fitnah ini, yaitu munculnya sekelompok manusia
yang di waktu pagi masih memiliki iman, namun di sore hari telah menjadi kafir.
Ini merupakan sebuah gambaran tentang kerasnya fitnah tersebut.
4. Terbelahnya
manusia (muslim) dalam dua kelompok/kemah besar. Satu kelompok berada di kemah
keimanan dan kelompok lainnya berada di kemah kemunafikan.
Untuk lebih jelasnya, mudah-mudahan uraian di bahwa ini bisa menyingkap
misteri yang masih menyelimuti fitnah ini.
Rosululloh saw menggambarkan bahwa fitnah ini bersifat menghantam seluruh
umat ini (hadzihi ummah). Umat yang dimaksudkan oleh Rosululloh saw dalam
hadits tersebut sudah pasti bermakna umat Islam. Namun, apakah ia khusus untuk
bangsa Arab (dimana yang diajak bicara oleh Rosululloh saw saat itu adalah para
sahabat yang merupakan orang Arab) ataukah berlaku umum untuk seluruh manusia?
Jika melihat keumuman lafadz, maka kedua makna tersebut adalah benar adanya.
Fitnah tersebut bisa menimpa kepada setiap muslim baik Arab maupun ‘ajam, sebab
dalam nash tentang hadits fitnah Duhaima’ Rosululloh saw tidak menyebut lafadz
khusus Bangsa Arab. Lalu, fitnah seperti apa yang pernah menimpa seluruh umat
Islam dan terkhusus umat Islam dari bangsa Arab ?
Jika melihat ciri-ciri yang dijelaskan oleh Rosululloh saw dalam riwayat di
atas, setidaknya ada dua bentuk fitnah yang paling mendekati gambaran dan
tafsiran tentang fitnah Duhaima’ tersebut. Keduanya adalah:
1. Fitnah demokrasi sekuler liberal
yang dipaksakan oleh barat kepada dunia.
Demokrasi sekuler liberal adalah sebuah paham yang didasarkan pada suara
terbanyak dari rakyat. Ideologi yang menjadikan keputusan berada di tangan
rakyat -tanpa memperhatikan apakah sesuai dengan hukum Islam atau justru
bertolakbelakang- jelas merupakan sebuah ideologi kufur yang ditentang oleh
para ulama. Tidak sedikit ulama yang telah mengupas akan kekafiran sistem ini,
dimana Alloh tidak boleh ‘terlibat’ dalam sebuah keputusan undang-undang. Dan
sebagaimana realita yang ada, ideologi ini mulai menjangkiti beberapa negara
dengan mayoritas muslim yang sebelumnya menolak untuk dijadikan sebagai
landasan bernegara.
2. Fitnah perang melawan terorisme dan
kelompok teroris.
Pasca peristiwa 11 September 2001, tidak ada isu yang lebih panas melebihi
wacana tentang perang melawan terorisme. Bangsa barat yang dikomandoi oleh
Amerika telah menabuh genderang perang untuk melawan terorisme. Banyak pihak
yang meyakini bahwa tujuan pengobaran perang melawan kelompok terorisme adalah
perang melawan Islam. Bukti-bukti di lapangan menunjukkan akan hal itu. Bush
sendiri menyatakan bahwa perang ini adalah perang salib yang bertujuan untuk
menghabisi umat Islam. Klaim bahwa barat hanya bermaksud untuk memburu para
pelaku teror adalah kedustaan, sebab dalam realitanya korban terbesar dari
perang ini adalah para sipil muslim yang kebanyakan adalah wanita dan anak-anak
yang tidak berdosa. Fakta lain yang juga sulit dibantah adalah bahwa jumlah
kelompok teroris di seluruh dunia ini lebih dari ratusan kelompok, namun barat
hanya mendefinisikan kelompok teroris yang wajib dibasmi adalah mereka yang
beragama Islam.
Sebenarnya ada beberapa pendapat lain tentang fitnah duhaima’ ini, namun
jika dilihat dari berbagai sudut pandang, dua bentuk fitnah inilah yang paling
sesuai dengan keempat ciri yang dijelaskan oleh Rosululloh saw tentang fitnah
duhaima’. Untuk lebih jelasnya kami akan memaparkan secara rinci hakikat dari
kedua bentuk fitnah ini.
Antara Fitnah Duhaima’ dan Fitnah Demokrasi Sekuler
Liberal
Beberapa point berikut akan menjelaskan beberapa korelasi antara fitnah
duhaima’ dengan realita fitnah demokrasi:
1. Fitnah Duhaima’ akan menghantam
seluruh umat Islam. Hal yang serupa juga terjadi pada fitnah demokrasi.
Jika melihat pada fase sejarah umat Islam yang merujuk pada hadits tentang
periodesasi umat Islam, Rosululloh saw. bersabda: “Masa kenabian akan
berlangsung di tengah kalian selama masa yang dikehendaki Alloh. Kemudian Alloh
akan mengangkatnya jika Ia telah menghendakinya. Kemudian akan berlangsung masa
kekhilafahan yang sesuai dengan jalan yang dicontohkan oleh Nabi (minhajin
nubuwwah), selama masa yang dikehendaki oleh Alloh. Kemudian Alloh akan
mengangkatnya jika Ia telah menghendakinya. Kemudian akan berlangsung masa
kekuasaan para raja yang menggigit, selama masa yang dikehendaki oleh
Alloh. Kemudian Alloh akan mengangkatnya jika Ia telah menghendakinya.
Kemudian akan berlangsung masa kekuasaan para raja yang memaksa (diktator),
selama masa yang dikehendaki oleh Alloh. Kemudian Alloh akan mengangkatnya jika
Ia telah menghendakinya. Kemudian akan berlangsung masa kekhilafahan yang
sesuai dengan jalan yang dicontohkan oleh Nabi.” Nabi kemudian diam. HR.
Ahmad no. 17680 dan Ath-Thayalisi no. 433. Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawaid
5/189 berkata, “Diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bazzar dan At-Thabrani sebagiannya
dalam Al-Mu’jam Al-Ausath, dan para perawinya adalah tsiqah.” Dinyatakan hasan
oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 5.
Maka pasca runtuhnya Khilafah Turki Utsmani kaum muslimin mulai memasuki
periode terburuk dalam sejarahnya. Runtuhnya Daulah Islam telah menyebabkan
digantinya sistem khilafah dengan sistem sekuler yang melahirkan para pemimpin
diktator. Sejak saat itu, berakhirlah masa kepemimpinan mulkan adhud dan
dimulailah periode mulkan jabbar (raja bengis dan diktator). Meski saat
itu periode mulkan jabbar hampir merata di seluruh dunia, sebenarnya demokrasi
sudah dimulai dari Prancis pada sekitar abad 18. Saat itu ideologi demokrasi
dengan pemilu sebagai produk turunannya belum laku dan tidak banyak
dilirik banyak manusia. Kejayaan dan kemenangan para pemimpin diktator membuat
ideologi demokrasi tidak disukai oleh para diktator. Barulah di abad 20
ideologi itu mulai diterima, bahkan di awal abad 21, negara barat (Amerika)
‘memaksakan’ agar seluruh dunia menggunakan sistem tersebut sebagai ideologi
yang harus dipakai oleh setiap negara.
Selanjutnya, dengan desakan-desakan yang semakin memojokkan, mereka lalu
memaksa agar negeri-negeri Muslim lainnya menerapkan azas demokrasi ini.
Amerika telah mendesak Husni Mubarak, diktator Mesir, guna menyelenggarakan
sistem pemilu yang demokratis untuk pertama kalinya. Sebelumnya, Hafez
Al-Assad, diktator Suriah telah terlebih dahulu pergi ke alam baqa. Pembunuhan
mantan Perdana Menteri Lebanon Rafiq Al-Hariri yang dinisbatkan kepada perintah
langsung pemimpin Suriah, Bashar Al-Assad, nampaknya akan menjadi alasan bagi
Amerika guna menghapus sepenuhnya sistem totaliter di Suriah. Sementara itu
Palestina pun telah menerapkan sistem demokrasi secara penuh setelah kematian
Yasser Arafat. Di sisi lain, sekutu Amerika di Eropa telah berhasil menjinakkan
Khadafy, diktator Arab belahan barat lainnya. Kemudian, Arab Saudi pun akhirnya
bersedia memulai sistem demokrasi secara bertahap dimulai dengan
menyelenggarakan pemilu untuk memilih anggota Dewan Kota Riyadh, yang sangat
boleh jadi akan membuka jalan bagi runtuhnya Kerajaan Arab Saudi itu sendiri.
Terakhir, Kuwait telah bergerak lebih jauh dalam menerapkan sistem demokrasi,
sekaligus mengijinkan kaum perempuan mengikuti pemilu.
Hal yang sama terjadi di negeri-negeri Muslim di Asia Tengah bekas wilayah
Uni Soviet. Rakyat Kirgistan melakukan revolusi menumbangkan rezim diktator
pimpinan Askar Akayev pada Maret 2005 dan melakukan pemilu yang demokratis pada
Juli 2005. Sebelumnya, pada Mei 2005 terjadi sebuah tragedi ketika sebuah
demonstrasi oleh rakyat Uzbekistan dibantai oleh tentara yang menewaskan lebih
kurang 500 orang. Kejadian itu serta merta menimbulkan teriakan di
negara-negara Barat, khususnya pemerintah Inggris dan Amerika, agar Uzbekistan
segera mendemokratisasi negerinya. Barangkali ini merupakan awal dari proses
menuju penumbangan Diktator Islam Karimov yang memimpin negeri itu. Agaknya,
revolusi menumbangkan rezim-rezim diktator juga akan segera mengimbas ke
negara-negara Muslim tetangganya seperti Kazakhastan dan Tajikistan. Kemudian
pada 18 September 2005 Afganistan menyelenggarakan Pemilu. Demikian pula di
Azerbaijan, terjadi demo menuntut pengulangan pemilu yang dinilai curang oleh
pihak oposisi.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa paham kufur ini telah melanda seluruh
dunia Islam. Metode penerapannya di negeri-negeri itu dipaksakan oleh barat
dengan cara-cara yang amat kasar. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa
fitnah demokrasi ini benar-benar telah menampar umat Islam dengan tamparan yang
keras, dimana mereka yang menghendaki tegaknya syari’at Islam akan menghadapi
tuduhan-tuduhan jahat dan julukan-julukan yang menyakitkan.
2. Fitnah Duhaima’ tidak diketahui
kapan masa berakhirnya. Demikian pula dengan fitnah demokrasi.
Wacana tentang kemunculan Al-Mahdi yang sudah semakin dekat banyak dikaitkan
dengan beragam gejala dan fenomena yang ada saat ini. Bagi sebagian peneliti
yang meyakini bahwa Al-Mahdi adalah seorang Khalifah yang muncul setelah
berakhirnya periode mulkan jabbar, maka keberadaan sistem demokrasi yang telah
menggusur sistem mulkan jabbar justru menjadi satu pertanyaan tersendiri.
Kemunculan ideologi demokrasi yang menggusur dan menumbangkan ideologi diktator
dianggap menjadi tanda dekatnya masa yang dijanjikan oleh Rosululloh saw
tentang kemunculan khilafah rasyidah (Al-Mahdi) itu sendiri. Dengan kata lain,
kemunculan periode demokrasi liberal merupakan pengantar untuk datangnya masa
khilafah rasyidah.
Sebagaimana tanda-tanda kiamat lainnya (yang semuanya kebanyakan merupakan
perkara-perkara ghaib), demikian pula dengan kemunculan Imam Mahdi yang
merupakan salah satu tanda kiamat. Ahlus Sunnnah meyakini bahwa kemunculan Imam
Mahdi dengan khilafah rasyidahnya merupakan masalah ghaib yang tidak seorangpun
bisa memastikan kapan kemunculannya secara detil. Dengan demikian, keberadaan
fitnah demokrasi yang menggantikan periode mulkan jabbar adalah sebuah masa
yang tidak seorangpun mengetahui masa berakhirnya. Meski sudah banyak kalangan
yang membuat analisa dan perkiraan tentang kemunculan Al-Mahdi (dan sebagian
besar tidak terbukti), nyatanya hingga kini Al-Mahdi belum juga muncul.
Pertanyaan tentang kapankah Al-Mahdi akan muncul tidak jauh berbeda dengan
pertanyaan ’kapankah masa keemasan demokrasi liberal ini akan berakhir?’.
Sebab, sebagaimana analogi di atas, dengan berakhirnya masa keemasan demokrasi
–dan demi Alloh!, demokrasi ini pasti akan tumbang- maka akan dimulailah
periode khilafah rasyidah.
3. Fitnah Duhaima’ akan menimbulkan
efek munculnya orang-orang yang beriman di pagi hari dan kufur di sore atau
sebaliknya. Yang terjadi pada fitnah demokrasi juga sebagaimana yang terjadi
pada fitnah duhaima’.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa demokrasi merupakan
ideologi kufur yang tidak menghendaki campur tangan Alloh dalam urusan manusia
dengan dunianya. Keengganan sekelompok masyarakat untuk menjadikan hukum Alloh
sebagai aturan hidup dan menjadikan pendapat mayoritas sebagai acuan dalam
mengambil setiap aturan hidup merupakan bentuk kesyirikan nyata. Dengan
demikian, besar kemungkinan semua pihak yang turut mengambil bagian dalam
tegaknya sistem demokrasi ala barat ini akan terjerumus dalam lubang kekafiran.
Dan realita seperti inilah yang kebanyakan tidak disadari oleh banyak manusia.
Wal iyadz billah.
4. Fitnah duhaima’ akan membelah
manusia menjadi dua kelompok besar; kelompok mukmin yang tidak tercampur dengan
kemunafikan dan kelompok munafik yang tidak memiliki keimanan. Hal yang serupa
juga bisa terjadi pada fitnah Demokrasi.
Satu hal yang juga lazim terjadi dalam sistem demokrasi adalah pemilu,
dimana seorang pemimpin –-yang kelak membuat / mengesahkan undang-undang kufur-
dipilih berdasarkan suara mayoritas. Dalam hal ini, setiap rakyat baik yang setuju atau
tidak setuju dengan pemimpin yang terpilih, secara konstitusi harus menerima
pemimpin tersebut dan menaati putusannya. Semakin melengkapi rusaknya sistem
ini adalah bahwa secara mayoritas pemimpin yang terpilih adalah mereka yang
paling jauh dari Alloh dan Rosul-Nya, dimana hukum yang akan ditegakkan oleh
pemimpin tersebut bukanlah Al-Qur’an dan Sunnah. Pemimpin semacam ini sudah
bisa dipastikan lebih dekat kepada kekufuran daripada keimanan, sedang menaati
mereka bisa menjerumuskan pada kemunafikan.
Dalam hal ini, kemunculan Imam Mahdi di akhir jaman
sudah dipastikan akan memerangi agama demokrasi dan menegakkan seluruh syari’at
Islam tanpa kompromi. Maka sangat tepat jika kita katakan bahwa mereka yang
menerima kepemimpinan Imam Mahdi secara total dipastikan akan turut memerangi
ideologi demokrasi yang telah menghina Alloh dan menyekutukan-Nya. Kelompok yang
bergabung dengan Al-Mahdi akan memerangi para konseptornya, pengusungnya,
orang-orang yang dipilihnya, termasuk para pemilihnya. Mereka yang memerangi
ideologi setan itulah mukmin sejati, sedang mereka yang merasa berat
meninggalkan ideologi kufur ini pastilah seorang munafik. Wallohu a’lam bish
showab.
Selanjutnya beberapa point berikut akan menjelaskan beberapa korelasi
antara fitnah duhaima’ dengan realita fitnah perang melawan terorisme:
1. Fitnah Duhaima’ akan menghantam
seluruh umat Islam. Hal yang serupa juga terjadi pada fitnah perang melawan
terorisme.
Pasca peristiwa runtuhnya WTC, Amerika dengan dibantu negara-negara barat
langsung menyatakan perang terhadap terorisme. Untuk lebih mengefektifkan hasil
dari perang ini, Amerika menekan seluruh negara dunia untuk turun mengambil
bagian dalam perang ini. Pada kenyataannya, perang ini lebih ditujukan untuk
menghabisi Islam dan kaum muslimin, hal itu terbukti dari jumlah korban yang ditimbulkan
akibat perang ini lebih banyak menimpa kepada sipil dan rakyat yang tak berdosa
ketimbang memburu orang-orang yang tertuduh sebagai teroris. Atas kejadian ini,
dunia Islam merasakan musibah yang belum pernah dialami sebelumnya.
Hal yang lebih mengerikan adalah bahwa Bush langsung mengambil tindakan
kalap lainnya; Bush tidak mengizinkan manusia manapun di dunia ini (terkhusus
dunia Islam) untuk bersikap netral. Salah satu jargon dalam perang ini adalah; BERSAMA KAMI
ATAU BERSAMA TERORIS! Terhadap beberapa negara yang menolak untuk bekerjasama,
pemerintahan Bush memberikan opsi yang sangat pahit; LAWAN KAMI ATAU BERGABUNG
BERSAMA KAMI!.
Demikianlah realita yang terjadi dalam perjalanan perang melawan terorisme
ini. Seluruh dunia Islam berkabung. Tidak ada lagi untuk menyatakan kebebasan
berpendapat dan HAM kecuali sesuai dengan restu Amerika, dan tidak ada lagi
ruang netral untuk memilih sikap.
Dalam hal ini, korelasi antara fitnah duhaima’ dan fitnah terorisme yang
dilihat dari sudut pandang meratanya fitnah ini kepada seluruh dunia Islam
-terlebih negara-negara Arab- bukanlah hal yang samar. Tidak satupun negara
berpenduduk Islam kecuali harus mengambil opsi ini. Mereka yang berani menolak
secara terang-terangan dapat dipastikan akan berhadapan dengan Amerika. Maka
secara realita, fitnah terorisme ini telah menghantam kaum muslimin, baik
mereka yang dianggap teroris maupun bukan. Sebab, dalam praktiknya perang
melawan teroris ini hanyalah sekedar kedok bagi Amerika dan Barat untuk bisa
melampiaskan dendam mereka terhadap kaum muslimin dengan dukungan seluruh
penduduk dunia. Amerika telah memiliki standar baku untuk definisi muslim yang
boleh hidup dan muslim yang harus dimusnahkan. Dan setiap pembaca akan
mengerti; siapakah muslim yang diperkenankan untuk tetap bernafas oleh Amerika,
dan siapa pula umat Islam yang harus dimusnahkan.
2. Fitnah Duhaima’ tidak diketahui
kapan masa berakhirnya. Demikian pula dengan fitnah perang melawan terorisme.
Sebagian pemikir dunia telah memprediksi bahwa peristiwa 11 September 2001
yang meruntuhkan gedung kembar di New York akan merubah jarum sejarah. Dan
realita yang kita saksikan hingga detik menunjukkan kebenaran statement
tersebut.
Maka, jika benar bahwa fitnah perang melawan anti terorisme ini merupakan
bagian dari fitnah Duhaima’, besar kemungkinan fitnah ini akan menggulung
manusia (kaum muslimin) dalam jangka waktu yang sangat panjang. Perang ini akan
terus berlangsung selama batas waktu yang tidak bisa diprediksi. Sebagaimana
yang juga dikatakan oleh George W. Bush sendiri dalam salah satu pidatonya
pasca serangan 11 September, bahwa perang melawan terorisme ini akan terus
berlangsung dan memakan waktu yang sangat panjang, yang tidak bisa diprediksi
kapan akan berakhir. Wal iyadzu billah, wa la Haula wa la Quwwata illa
billah.
3. Fitnah Duhaima’ akan menimbulkan
efek munculnya orang-orang yang beriman di pagi hari dan kufur di sore atau
sebaliknya. Yang terjadi pada fitnah perang melawan terorisme juga sebagaimana
yang terjadi pada fitnah duhaima’.
Secara dzahir, kita bisa melihat bahwa fitnah perang melawan terorisme ini
telah menyebabkan munculnya sekelompok manusia yang dengan sangat mudah menggadaikan keimanan mereka. Hal ini bisa
kita saksikan pada kondisi kaum muslimin di berbagai belahan dunia. Amerika
telah memaksa setiap negara untuk bergabung bersamanya dalam memerangi umat
Islam di Afghanistan dan Iraq, dan mereka yang menolak permintaan ini akan
mendapatkan sanksi yang tidak kecil. Sebagian negeri ada langsung mendapat
ancaman embargo ekonomi juga senjata, bahkan boikot internasional juga
dijatuhkan atas negeri-negeri yang membangkang untuk tunduk kepada Amerika. Sebagian lain
mendapat ancaman akan diserang langsung jika tidak tunduk kepada keinginan
Amerika. Negeri-negeri itu –karena berangkat untuk mencari wajah Amerika atau
karena rasa takutnya yang berlebihan- telah membuat mereka menuruti apapun yang
diinginkan oleh Amerika. Mereka berikan apapun yang diinginkan, baik moril
maupun materi. Dengan demikian, ketundukan para pemimpin negara –yang tentunya
disetujui oleh anggota dewannya- untuk memberikan bantuan dan dukungan kepada
Amerika baik dalam bentuk moril maupun materi, dalam rangka memerangi umat
islam yang ada di Afghanistan, Iraq maupun Palestina dan negeri-negeri Islam
lainnya; termasuk perkara perkara yang membatalkan keislaman seseorang. Bagi pembaca
yang ingin mengetahui masalah ini silakan merujuk kepada tulisan syaikh Nashr
bin Hamd Al Fahd dalam kitab beliau yang berjudul “At Tibyan fie Kufri Man
A’ana Amrikan” (Penjelasan tentang Kafirnya Orang yang Membantu Amerika).
Bagaimana seorang muslim divonis kafir dalam kasus Fitnah Duhaima’ ini?
Jika asumsi fitnah perang terhadap terorisme ini benar-benar merupakan fitnah
Duhaima’, maka yang paling tampak darinya adalah sikap “tawalli” dan
mudzaharah”, yaitu memberikan loyalitas dan memberikan bantuan kepada
orang-orang kafir dalam memerangi kaum muslimin. Bentuknya sangat beragam,
mulai dari dukungan untuk memerangi kaum muslimin, bergabung sebagai tentara
sekutu, ikut ambil bagian dalam penangkapan-penangkapan terhadap para mujahidin
dengan tuduhan bahwa mereka adalah teroris maupun sekedar memberikan informasi
kepada para thaghut tentang keberadaan mereka, atau sekedar kesanggupan untuk
memberikan dukungan moril dan tidak mengecam mereka. Kesimpulannya, bahwa
bekerjasama dengan Amerika dalam memerangi umat Islam di belahan bumi manapun,
dengan cara apapun, baik sekedar lisan maupun moral dan materi, maka itu semua
merupakan salah satu dari yang membatalkan keislaman seseorang. Dalam skala
luas yang dilakukan oleh sebuah negara, maka bentuk tawalli dan mudzaharah ini
bisa dalam bentuk menyediakan fasilitas dan tempat yang memudahkan bagi para
thaghut Amerika dalam memerangi negeri-negeri Islam. Adapun alasan bahwa mereka
terpaksa, maka alasan ini adalah tertolak dan tidak akan mendapatkan udzur di
sisi Alloh.
4. Fitnah duhaima’ akan membelah
manusia menjadi dua kelompok besar; kelompok mukmin yang tidak tercampur dengan
kemunafikan dan kelompok munafik yang keimanan. Hal yang serupa juga bisa
terjadi pada fitnah perang melawan terorisme.
Jika melihat fenomena yang terjadi saat ini, maka realita yang ada
menunjukkan bahwa apa yang saat ini terjadi merupakan jawaban dari apa yang
dijanjikan oleh Rosululloh saw tentang fitnah duhaima’. Kami menduga –dan
hakikat yang sesungguhnya kita serahkan kepada Alloh– bahwa peristiwa fitnah
Terorisme adalah hakikat dari fitnah Duhaima’ atau setidaknya merupakan bagian
dari Fitnah Duhaima’ itu sendiri. Perang anti terorisme yang dikampanyekan oleh
Amerika dan sekutunya terus berlangsung hingga kini. Dan, sebagaimana realita
yang terjadi, fitnah perang anti terorisme ini telah membelah manusia dalam dua
kelompok ; kelompok mukmin sejati yang tanpa sedikit pun dicemari oleh
kemunafikan, dan kelompok munafik yang tidak memiliki keimanan.
Mengutip apa yang dikatakan oleh presiden George W. Bush dalam kampanye
perang anti terorisnya, ia telah membagi manusia di seluruh dunia menjadi dua
kelompok ; teroris dan anti teroris ; bersama kami atau bersama
teroris. Juga apa yang dinyatakan oleh Syaikh Usamah bin Ladin pasca serangan
WTC, beliau mengatakan bahwa perang ini akan membelah manusia menjadi dua
kelompok besar; kelompok iman yang tidak ada kenifakan di dalamnya dan kelompok
nifak yang tidak memiliki keimanan. (Lihat : Nasihat dan Wasiat kepada
Umat Islam – Granada dan “Bukan, tapi perang terhadap Islam” oleh Muhammad
Abbas – WIP)
Kelompok mukmin sejati adalah mereka yang bersama para mujahidin,
membelanya dan memberikan dukungan secara moril dan materi. Sedangkan kelompok
munafik adalah umat islam yang memberikan bantuan dan pembelaan kepada para
thaghut kuffar dalam memerangi kaum muslimin.
Dengan demikian, wajib bagi setiap mukmin untuk waspada dengan berbagai isu
yang menyudutkan kaum muslimin. Sangat mungkin bagi mereka yang tidak
menyadarinya akan masuk dalam perangkap yang dibuat oleh musuh-musuh islam.
Sesungguhnya efek fitnah Dauhaima’ ini akan memaksa setiap orang untuk memilih
salah satu dari dua kubu; kubu keimanan yang tidak tercampuri dengan kemunafikan
dan kubu kenifakan yang tidak terdapat keimanan sedikitpun di dalamnya. Kedua
pilihan ini memiliki konsekwensi yang sangat berat, sebab kedua kubu tersebut
memiliki sifat yang diametral dan akan terus bertarung hingga datangnya kiamat.
WAllohu A’lam bish shawab, untuk sementara pendapat tentang fitnah Duhaima’
yang bermakna ideologi demokrasi sekuler liberal dan perang melawan umat Islam
atas nama pemberantasan terorisme barangkali merupakan pendapat yang lebih
dekat kepada kebenaran dari pada fitnah lainnya. Dan sesungguhnya, pemaksaan
ideologi demokrasi sekuler liberal sebenarnya juga memiliki hubungan yang
sangat erat dengan fitnah terorisme ini. Karena pemaksaan demokrasi sekuler
liberal dengan sendirinya merupakan perang terhadap konsep khilafah dan
kewajiban kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah yang hari ini menjadi cita-cita
kelompok yang tertuduh sebagai teroris itu. WAllohu A’lam bish shawab.
Keluarnya
dajjal di ujung Fitnah Duhaima’?
Berdasarkan riwayat di atas,
Dajjal akan keluar untuk yang terakhirnya kalinya di penghujung fitnah Duhaima’
ini. Lalu, jika benar fitnah demokrasi dan perang melawan terorisme merupakan
fitnah Duhaima’, dimana korelasinya dengan kemunculan Dajjal dan bagaimana kita
dapat mengetahuinya?
Jika melihat dari periodesasi
umat Islam yang dimulai dari fase nubuwah, kemudian fase khilafah nabawiyah
(khulafaaur rasyidin), kemudian fase mulkan adhud (yang dimulai dari bani
Umayyah hingga Turki Utsmani), lalu dilanjutkan dengan mulkan Jabbar (kekuasaan
diktator) yang berakhir dengan munculnya ideologi demokrasi (ideologi demokrasi
adalah bagian periode mulkan Jabbar (kekuasaan diktator) juga karena sifat
pemaksaannya memilih pemimpin yang belum tentu sesuai), maka fase kemenangan
ideologi demokrasi merupakan tanda dekatnya janji Rasulullah saw. akan
kemunculan fase khilafah rasyidah nabawiyah ‘alamiyah (dalam skala
internasional). Sebab, Rasulullah saw. menyebutkan akan kemunculan khilafah
rasyidah ini setelah tumbangnya mulkan jabbar. Dengan kata lain, kehadiran
ideologi demokrasi yang menumbangkan mulkan jabbar justru menjadi tanda semakin
dekatnya kebangkitan Islam yang ditandai dengan khilafah rasyidah dengan Imam
Mahdi sebagai pemimpin tertinggi kaum muslimin.
Kemunculan Imam Mahdi dengan
ideologi garis keras dan fundamental yang menginginkan syari’at Islam sebagai
satu-satunya aturan hidup manusia, sudah pasti akan meruntuhkan ideologi
demokrasi dengan semua turunannya (liberalisme, kapitalisme, sekulerisme dll),
dimana hari ini justru paham-paham jahat itu banyak dianut oleh mayoritas
negara berpenduduk muslim. Dan untuk hal itu Rasulullah saw. telah memberikan
janji akan kembalinya Islam ke setiap rumah yang dilewati oleh siang dan malam.
Jika korelasi ini telah menjadi realita, maka jelaslah hubungan kemunculan
dajjal dan fitnah duhaima’ ini. Saat ini, setiap kita (dari kelompok manapun)
terus berupaya untuk menjadi muslim yang terbaik dan terdekat dengan sunnah
Rasulullah saw. tanpa punya ‘hak veto’ untuk memvonis kelompok lain di luar
dirinya pasti sesat. Namun, kemunculan Al-Mahdi dengan manhajnya yang paling
lurus akan dengan mudah kita menjatuhkan vonis; siapa yang bergabung dan
mendukung Al-Mahdi, dialah mukmin sejati dan siapapun yang menolak -dengan
alasan apapun- maka dia adalah munafik sejati. Itulah makna sehingga manusia
terbagi menjadi dua kemah, kemah keimanan yang tidak mengandung kemunafikan dan
kemah kemunafikan yang tidak mengandung keimanan. Jika itu sudah terjadi, maka
tunggulah kedatangan Dajjal pada hari itu atau besoknya.
“Fitnah
Duhaima’ yang tidak membiarkan ada seseorang dari umat ini kecuali dihantamnya.
Jika dikatakan : ‘Ia telah selesai’, maka ia justru berlanjut, di dalamnya
seorang pria pada pagi hari beriman, tetapi pada sore hari menjadi kafir,
sehingga manusia terbagi menjadi dua kemah, kemah keimanan yang tidak
mengandung kemunafikan dan kemah kemunafikan yang tidak mengandung keimanan.
Jika itu sudah terjadi, maka tunggulah kedatangan Dajjal pada hari itu atau
besoknya”
Orang-orang banyak memakai
haridoskop bintang-bintang/shio sebagai ramalan mingguan atau harian atau
tahunan mereka, Hari Kiamat akan tiba
manakala orang-orang percaya kepada bintang-bintang dan menolak al-Qadar
(takdir Allah). (AI-Haytsami, Kitab al-fitan)
Diriwayatkan dari Zaid bin Khalid
al-Juhniy r.a, beliau berkata, Rasulullah
saw memimpin kami shalat shubuh di Hudaibiyah, diatas bekas hujan yang turun
malamnya, tatkala telah selesai, Nabi saw menghadap kepada manusia
(jama’ah para shahabat), kemudian beliau bersabda, “Tahukah kalian apa yang
telah difirmankan Tuhan kalian?”, (para sahabat) berkata, “Allah dan Rasul-Nya
lebih mengetahui”, Rasulullah bersabda, “(Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman)
Pagi ini ada sebagian hamba-Ku yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir, adapun orang yang mengatakan, ‘kami telah
dikaruniai hujan sebab keutamaan Allah (fadlilah Allah) dan kasih sayang-Nya
(rahmat-Nya), maka mereka itulah yang beriman kepada-Ku dan kafir kepada
bintang – bintang’; dan adapun yang berkata, ‘kami telah dikaruniai hujan sebab
bintang ini dan bintang itu, maka mereka itulah yang kafir kepada-Ku dan
beriman kepada bintang – bintang’ ”. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan
begitu juga oleh an-Nasa-i)
Lihatlah penggalan hadis di atas,
bahkan masalah penisbahan pengkarunian hujan pun bisa menjadi fitnah Duhaima.
Di jaman ini Fitnah Duhaima telah menyebar dan mengenai semua aspek kehidupan,
baik ideologi, politik, sosial budaya, hiburan, ekonomi, informasi, teknologi, pekerjaan,
dsb. Anda bisa melihat dan merasakan sendiri apa konteks yang nyata berkenaan
hal ini dengan contoh hadis pengkarunian hujan diatas. Dan ini adalah hadis
Qudsi.
Ambil contoh : pemakaian mata
uang kertas, hiburan dan tv yang menyebar merata dimanapun di belahan bumi,
bisakah Anda kontekskan dengan maksud perkataan “Rasulullah bersabda, “(Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman) Pagi ini
ada sebagian hamba-Ku yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir, adapun orang
yang mengatakan, ‘kami telah dikaruniai hujan sebab keutamaan Allah (fadlilah
Allah) dan kasih sayang-Nya (rahmat-Nya), maka mereka itulah yang beriman
kepada-Ku dan kafir kepada bintang – bintang’; dan adapun yang berkata, ‘kami
telah dikaruniai hujan sebab bintang ini dan bintang itu, maka mereka itulah
yang kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang – bintang’”
(Walaupun ilmu saint bisa
memastikan kapan hujan di suatu tempat, penyebab-penyebabnya dan ciri-ciri
kapan turunnya, bahkan bisa pula membuat hujan buatan namun penisbahannya hanya
kepada Allah SWT, bukan pengakuan karena ramalan, kepercayaan atau kepintaran
manusia, melainkan karena ilmu yang diberi Allah SWT, bukankah ada kisah
tentang nabi Musa as yang pernah ditegur karena penisbahan ilmu bukan kepada
pemberi ilmu dan pemilik ilmu sesungguhnya, Allah SWT)
“Maka
apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan
kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: "Sesungguhnya aku diberi nikmat itu
hanyalah karena kepintaranku". sebenarnya itu adalah ujian, tetapi
kebanyakan mereka itu tidak mengetahui”. (Az Zumar:49).
Diingatkan
untuk seluruh umat Islam, seperti apa yang dikatakan nabi Muhammad SAW, “Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada
Allah dan memohonlah ampun kepada-Nya, sesungguhnya aku bertaubat dalam sehari
sebanyak 100 kali.” (HR. Muslim). Mungkin Kita tahu dosa-dosa kita yang tampak
namun Kita tidak tahu dosa-dosa apa yang Kita perbuat yang tidak tampak, yang
Kita tidak tahu ternyata perbuatan itu adalah dosa, maka sebaiknya selalu
meminta ampunan atau beristigfar atas dosa-dosa kita yang terlihat maupun tidak
terlihat dan selalu meminta karunia dan rahmatNya.
Begitupun kita harus selalu
memohon ampunan tiap kali kita melakukan dosa terhadap sesuatu dosa yang sesungguhnya
memang kita tidak dapat menghindarinya, walaupun kita tahu hal tersebut adalah
dosa, namun kita tidak mendapatkan solusi atau jalan keluar yang tepat yang benar-benar
bisa menjauhkan kita dari dosa tersebut di belahan bumi yang pada saat ini kita
pijak karena sifatnya yang telah umum dan susah untuk tergantikan/dihilangkan,
seperti pemakaian uang kertas. Yang kita tahu uang kertas tidak bernilai sama
dengan nilai sebenarnya, malahan sangat kecil dari nilai yang sebenarnya. Seharusnya
uang kertas itu dalam syariat dinyatakan pula sebagai riba. Maka selama Kita
tidak bisa memakai dinar dan dirham kita akan selalu terkena debu-debu riba,
bahkan kelak akan lebih parah lagi bila dimulainya pemakaian uang elektronik.
Kelak bila kita mendapatkan dinar
dan dirham tinggalkanlah uang kertas secepatnya pula. Jangan menganggap sepele
riba dari uang kertas ini karena ini adalah salah satu dosa yang diperangi oleh
Rasulullah dan hati-hati lah terhadap nilai pekerjaan Anda dewasa ini. Maka
paling tidak tolaklah dahulu di dalam hatimu dan selalu bertobat.
Dari Abu Hurairah Ra. ia berkata:
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Akan datang suatu jaman saat itu orang yang beriman tidak akan
dapat menyelamatkan imannya, kecuali bila dia lari membawanya dari puncak bukit
ke puncak bukit yang lain dan dari suatu gua ke gua yang lain. Maka apabila jaman
itu telah tiba, segala mata pencarian
(pendapatan kehidupan) tidak dapat diperoleh kecuali dengan melaksanakan
sesuatu yang menyebabkan kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Apabila ini
telah terjadi, maka kebinasaan seseorang adalah dari sebab mengikuti kehendak
isteri dan anak-anaknya. Kalau ia tidak mempunyai isteri dan anak, maka
kebinasaannya dari sebab mengikuti kehendak kedua orang tuanya. Dan jikalau
orang tuanya sudah tidak ada lagi, maka kebinasaannya dari sebab mengikuti
kehendak familinya atau dari sebab mengikuti kehendak tetangganya".
Sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, apakah
maksud perkataan engkau itu?" (kebinasaan seseorang karena mengikuti
kemauan isterinya, atau anaknya, atau orang tuanya, atau keluarganya, atau
tetangganya). Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab, "Mereka akan
menghinanya dengan kesempitan kehidupannya. Maka ketika itu lalu dia
menceburkan dirinya di jurang-jurang kebinasaan yang akan menghancurkan
dirinya. (HR Baihaqi). (Jeleous/keirian pada orang lain atau karena tidak
tahan dihina ketiadaan-uangnya / miskin, banyak orang menghalalkan segala cara
dan pekerjaan, hingga praktek suap menyuap, penghalalan riba, tipu menipu,
pengurangan timbangan/nilai, menjual barang haram, cara dan pekerjaan yang
tidak dibolehkan syariat, dsb dilakukan dan makin menjadi malahan telah
bersifat sangat umum. Lihatlah berlimpahnya kemewahan, permainan, hiburan dan olahraga,
teknologi, dan biaya hidup yang mahal membuat semua orang mau tidak mau
mengejar kebutuhan hidup ini, yang padahal bersifat sekunder dengan segala
cara, bahkan termaksud yang miskin pun akhirnya melakukan segala cara pula)
Kekayaan
hanya dibagikan di kalangan orang-orang kaya saja, dengan tidak ada manfaatnya
bagi orang-orang miskin. (H.r. Tirmizi)
Dari
Abu Hurairah Ra. ia berkata: Bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam;
"Akan datang suatu jaman di mana seseorang tidak mempedulikan darimana ia
mendapatkan harta, apakah dari sumber yang halal ataupun haram." (HR.
Nasa'i).
Pada
Akhir Zaman, orang-orang akan menjalankan perniagaan mereka namun hampir tak
ada seorang pun yang dapat dipercaya. (H.r. Bukhari dan MusIim)
Sungguh,
ketika tiba Saat Terakhir, akan terdapat. Kesaksian palsu dan penggelapan
bukti-bukti.
(H.r. Ahmad dan Hakim) Akan ada tuduhan
palsu dan fitnah. (H.r. Tirmizi)
"Hai
orang-orang yang beriman) janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan." ( QS.
Ali Imran:130)
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaithan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Allah telah menghalalkan perniagaan dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang senantiasa berbuat kekafiran/ingkar, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Rabbnya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya." (QS. Al-Baqarah: 275-279)
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaithan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Allah telah menghalalkan perniagaan dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang senantiasa berbuat kekafiran/ingkar, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Rabbnya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya." (QS. Al-Baqarah: 275-279)
Dari sahabat Jabir r.a , ia
berkata, "Rasulullah s.a.w telah
melaknati pemakan riba , orang yang memberikan/membayar riba (nasabah),
penulisnya (sekretarinya), dan juga dua orang saksinya." Dan beliau juga
bersabda, "Mereka itu sama dalam hal dosanya." (HR. Muslim)
"(Dosa) riba itu memiliki tujuh puluh dua pintu, yang paling ringan ialah semisal dengan (dosa) seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Dan sesungguhnya riba yang paling besar ialah seseorang yang melangggar kehormatan/harga diri saudaranya." (HR. Ath-Thabrani dan lainnya serta disahihkan oleh Al-Albani)
"(Dosa) riba itu memiliki tujuh puluh dua pintu, yang paling ringan ialah semisal dengan (dosa) seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Dan sesungguhnya riba yang paling besar ialah seseorang yang melangggar kehormatan/harga diri saudaranya." (HR. Ath-Thabrani dan lainnya serta disahihkan oleh Al-Albani)
Dalam Hadis riwayat Abu Daud dan Ibn Majah, Rasulullah s.a.w dilapurkan berkata:
“Sesungguhnya akan datang kepada manusia suatu jaman di mana tidak akan terlepas seorang pun, melainkan akan makan riba, maka sesiapa yang tidak memakannya riba akan terkena juga debu-debu riba itu.”
Rasulullah s.a.w bersabda yang bermaksud: “Sesungguhnnya bagi setiap umat itu mempunyai ujian dan ujian bagi umatku adalah harta kekayaan.” Riwayat at-Tirmidzi
Gambaran fitnah yang akan terjadi
seperti turunnya hujan saling berdekatan jatuh titik-titiknya dan tidak
hentinya seakan-akan semua terkena rata di semua penjuru dimana hujan bisa
melaluinya
Hadis riwayat Usamah ra.: Bahwa
Nabi saw. menaiki salah satu bangunan tinggi di Madinah, kemudian beliau
bersabda: Apakah kalian melihat apa yang aku lihat? Sesungguhnya aku melihat
tempat-tempat terjadinya fitnah di antara rumah-rumahmu bagaikan tempat
turunnya air hujan. (Shahih Muslim No.5135)
Hadis riwayat Abu Hurairah ra.,
ia berkata: Bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Akan terjadi fitnah di mana orang yang
duduk (menghindar dari fitnah itu) lebih baik daripada yang berdiri dan orang
yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan dan orang yang berjalan lebih
baik daripada yang berlari (yang terlibat dalam fitnah). Orang yang
mendekatinya akan dibinasakan. Barang siapa yang mendapatkan tempat berlindung
darinya, hendaklah ia berlindung. (Shahih Muslim No.5136)
Hari
Kiamat tidak akan tiba hingga yang tersisa adalah orang-orang yang tidak
menyadari kebaikan ataupun tak pernah mencegah kemungkaran. (H.r.
Ahmad)
Ketika
Pengadilan makin dekat ... orang-orang yang paling dihormati pada zaman itu
adalah para penjilat dan orang-orang yang suka mencari muka. (H.r.
Bukhari dan MusIim)
Saat
Akhir tidak akan tiba hingga munculnya orangorang yang mencari nafkah dengan
lidah mereka sebagaimana halnya sapi makan dengan lidahnya. (H.r.
Tirmizi)
Penipuan
dan kecurangan akan menjadi hal yang lazim. ('AIIamah Safarini, Ahwal Yaum
al-Qiyamah)
Penyuapan
akan disebut hadiah, dan akan dianggap halal. (AmaI ad-Din aI-Qazwini, Mufid
al-'Ulum wa-Mubid al-Humum)
Dalam tradisi Islam, mata uang
yang dipakai adalah dinar emas dan dirham perak. Mata uang ini memang bukan
orisinil kreasi Islam, melainkan warisan peradaban terdahulu yang sudah beribu
tahun berlaku di kekaisaran Bizantium, Persia juga China. Mengingat segi
positif yang ada pada mata uang tersebut, tanpa ragu Islam mengadopsinya.
Inilah keterbukaan Islam terhadap semua hal yang positif dan membawa
kemaslahatan bagi manusia. Rasulullah, seperti diriwayatkan oleh Abu Hurairah,
menegaskan:
"Hikmah,
atau kebaikan, adalah barang berharga milik orang beriman, dimana dan
darimanapun dia menemukan, dialah yang paling berhak untuk memanfaatkan" (HR.
Tirmizi)
Sebagaimana berbagai macam kontrak
bisnis (Muamalah) dalam Syariat Islam seperti: qiradl, mudlArabah, wadiah,
wakalah, ju'alah, syuf'ah, rahn, dan sebagainya. Semuanya adalah warisan
kearifan lokal masyarakat Arab, khususnya kaum Quraesy yang memang dikenal
sebagai masyarakat pedagang/pebisnis, yang sudah berjalan dan mentradisi
berpuluh atau beratus tahun sebelum Islam datang. Peranan Islam terhadap
tradisi bisnis dalam pola-pola transaksi tersebut tidak lain hanyalah
menitipkan prinsip etik dan moral, yakni tidak boleh ada ariba (tahrim
al-riba), transaksi harus dicapai dengan kesukarelaan para pihak (taradlin) dan
tidak boleh ada penipuan ('adamul ghabn).
Demikian dengan mata uang dinar emas dan dirham perak. Islam mengendors (memilih) mata uang dinar/dirham karena secara intrinsik dan objektif memiliki nilainya sendiri yang signifikan dan nyata. Bandingkan dengan mata uang kertas yang berlaku di seluruh dunia di era kapitalisme modern dewasa ini. Sesobek kertas yang hampir tidak punya nilai apa-apa, tiba-tiba menjadi berharga 100 dollar (atau Rp 1.000.000,- baca: satu juta rupiah) hanya dengan membubuhkan angka yang dikehendakinya. Menarik menyimak pernyataan Paus Benediktus XVI yang mengomentari kebangkrutan keuangan Amerika: Biarlah kini semua orang tahu bahwa "uang hanyalah ilusi".
Namun Islam-sejalan dengan prinsip rasional dan keterbukaannya-bukan hanya mengadopsi, tapi sekaligus menggenapi warisan peradaban yang ada.
Selisih yang bisa, dan bahkan sering terjadi, antara nilai objektif bahan baku mata uang dan nilai nominalnya ditutup rapat. Di tangan Islam mata uang dinar dan dirham dipastikan memiliki nilai nominal yang setara dengan nilai objektif dan intrinsiknya. Tidak boleh ada selisih. Karena selisih antara nilai objektif dan nominal mata uang pada hakikatnya adalah penipuan terbuka, atau riba dalam bahasa syariat.
Kebijakan mengambil dan menyempurnakan tradisi dan peradaban terdahulu ini merupakan penjabaran dari misi Rasulullah, sallalahu alayhi wa sallam, seperti diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra: "Aku ini diutus hanyalah untuk menyempurnakan perikehidupan baik yang sudah ada." ( HR Ahmad). Dengan kembali menggunakan mata uang emas (dinar) atau perak (dirham), penipuan yang telanjang melalui mata uang akibat selisih yang sangat jauh antara nilai nominalnya dan nilai objektif/intrinsiknya bisa dihindari. Itulah yang dalam pandangan Islam disebut riba al-fadl, riba karena selisih nilai.