Nabi
Ibrahim adalah putera Aaazar (Tarih) bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij bin
Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh
A.S. Ia dilahirkan di sebuah tempat bernama "Faddam A'ram"
dalam kerajaan "Babylon" yang pada waktu itu diperintah oleh seorang
raja bernama "Namrud bin Kan'aan."
Kerajaan
Babylon pada masa itu termasuk kerajaan yang makmur, rakyat hidup senang,
sejahtera dalam keadaan serba berkecukupan serta sarana-sarana yang menjadi
keperluan pertumbuhan hidup mereka. Akan tetapi tingkatan hidup rohani mereka
masih berada di tingkat jahiliyah (kebodohan). Mereka tidak mengenal Tuhan
Pencipta mereka yang telah memberikan mereka segala kenikmatan dan kebahagiaan
duniawi. Persembahan mereka adalah patung-patung yang mereka pahat sendiri dari
batu-batu atau terbuat dari lumpur dan tanah.
Raja
mereka Namrud bin Kan'aan
menjalankan pemerintahannya dengan tangan besi dan kekuasaan mutlak. Semua
kehendaknya harus dilaksanakan dan segala perintahnya merupakan undang-undang
yang tidak dapat dilanggar atau di tawar. Kekuasaan yang besar yang berada di
tangannya itu dan kemewahan hidup yang berlebih-lebihan yang ia nikmati
lama-kelamaan menjadikan ia tidak puas dengan kedudukannya sebagai raja. Ia
merasakan dirinya patut disembah oleh rakyatnya sebagai tuhan. Ia berpikir jika
rakyatnya mau dan rela menyembah patung-patung yang terbuat dari batu yang
tidak memberi manfaat dan mendatangkan kebahagiaan bagi mereka, mengapa bukan
dirinya sendiri yang disembah sebagai tuhan. Dia yang dapat berbicara, dapat mendengar,
dapat berpikir, dapat memimpin mereka, membawa kemakmuran bagi mereka dan
melepaskan dari kesengsaraan dan kesusahan. Dia yang dapat mengubah orang
miskin menjadi kaya dan orang yang hina diangkatnya menjadi orang mulia.
disamping itu semuanya, ia adalah raja yang berkuasa dan memiliki negara yang
besar dan luas.
Di
tengah-tengah masyarakat yang sedemikian buruknya, lahirlah Nabi Ibrahim dari
seorang ayah yang bekerja sebagai pemahat dan pedagang patung. Ia sebagai calon
Rasul dan pesuruh Allah yang akan membawa cahaya kebenaran kepada kaumnya, yang
telah diilhami akal sehat dan fikiran tajam serta kesadaran bahwa apa yang
telah diperbuat oleh kaumnya termasuk ayahnya sendiri adalah perbuat yang sesat
yang menandakan kebodohan dan bahwa persembahan kaumnya kepada patung-patung
itu adalah perbuatan mungkar yang harus diperangi agar mereka kembali kepada
persembahan yang benar ialah persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan
pencipta alam semesta ini.
Semasa
remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota menjajakan
patung-patung buatannya namun karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh
Allah kepadanya ia tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang tersebut
bahkan secara mengejek ia menawarkan patung-patung ayahnya kepada calon pembeli
dengan kata-kata: "Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak
berguna ini?"
Nabi
Ibrahim Ingin Melihat Bagaimana Makhluk Yang Sudah Mati Dihidupkan Kembali Oleh
Allah
Nabi
Ibrahim yang sudah berketetapan hati hendak memerangi syirik dan persembahan
berhala yang berlangsung dalam masyarakat kaumnya ingin lebih dahulu
mempertebalkan iman dan keyakinannya hatinya serta membersihkannya dari
keragu-raguan yang mungkin sesekali mengganggu pikirannya dengan memohon kepada
Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali
makhluk-makhluk yang sudah mati. Berserulah ia kepada Allah: "Ya
Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku bagaimana engkau menghidupkan makhluk-makhluk
yang sudah mati." Allah menjawab seruannya dengan berfirman: “Tidakkah
engkau beriman dan percaya kepada kekuasaan-Ku?" Nabi Ibrahim
menjawab: "Betul, wahai Tuhanku, aku telah beriman dan percaya
kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu, namun aku ingin sekali melihat itu dengan
mata kepala ku sendiri, agar aku mendapat ketenteraman dan ketenangan dalam
hatiku dan agar makin menjadi tebal dan kukuh keyakinanku kepada-Mu dan kepada
kekuasaan-Mu."
Allah
memperkenankan permohonan Nabi Ibrahim lalu diperintahkanlah ia menangkap empat
ekor burung lalu memotongnya menjadi potongan-potongan dan mencampur-baurkan,
kemudian tubuh burung yang sudah hancur dan bercampur-baur itu diletakkan di
atas puncak setiap bukit dari empat bukit yang letaknya berjauhan satu dari yang
lain.
Setelah
dikerjakan apa yang telah diisyaratkan oleh Allah itu, diperintahlah Nabi
Ibrahim memanggil burung-burung yang sudah terkoyak-koyak tubuhnya dan terpisah
jauh tiap-tiap potongan tubuh burung tersebut.
Dengan
izin Allah dan kuasa-Nya datanglah berterbangan empat ekor burung itu dalam
keadaan utuh bernyawa seperti sedia kala begitu mendengar seruan dan panggilan
Nabi Ibrahim dan hinggaplah empat burung yang hidup kembali itu di depannya,
dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah Yang Maha Berkuasa dapat
menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia menciptakannya
dari sesuatu yang tidak ada. Dan dengan demikian tercapailah apa yang
diinginkan oleh Nabi Ibrahim untuk mententeramkan hatinya dan menghilangkan
kemungkinan keraguan di dalam iman dan keyakinannya, bahwa kekuasaan dan
kehendak Allah tidak ada sesuatu pun di langit atau di bumi yang dapat
menghalangi atau menentangnya dan hanya kata "Kun" yang
difirmankan Oleh-Nya maka terjadilah akan apa yang dikehendaki "Fayakun".
Nabi
Ibrahim Berdakwah Kepada Ayah Kandungnya
Aazar,
ayah Nabi Ibrahim sebagaimana kaumnya yang lain, bertuhan dan menyembah berhala
bahkan ia adalah pedagang dari patung-patung yang dibuat dan dipahatnya sendiri
dan darinya orang membeli patung-patung yang dijadikan persembahan.
Nabi
Ibrahim merasa bahwa kewajiban pertama yang harus ia lakukan sebelum berdakwah
kepada orang lain ialah menyadarkan ayah kandungnya dulu, orang yang terdekat
dengannya, bahwa kepercayaan dan persembahannya kepada berhala-berhala itu
adalah perbuatan yang sesat dan bodoh. Beliau merasakan bahwa kebaktian kepada
ayahnya mewajibkannya memberi penerangan kepadanya agar melepaskan kepercayaan
yang sesat itu dan mengikutinya beriman kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Dengan
sikap yang sopan dan adab yang patut ditunjukkan oleh seorang anak terhadap
orang tuanya dan dengan kata-kata yang halus ia datang kepada ayahnya dan
menyampaikan bahwa ia diutuskan oleh Allah sebagai nabi dan rasul dan bahwa ia
telah diilhamkan dengan pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh ayahnya.
Ia bertanya kepada ayahnya dengan lemah lembut apakah yang mendorongnya untuk
menyembah berhala seperti kaumnya, padahal ia mengetahui bahwa berhala-berhala
itu tidak berguna sedikit pun, tidak dapat mendatangkan keuntungan bagi
penyembahnya atau mencegah kerugian atau musibah. Diterangkan pula kepada
ayahnya bahwa penyembahan kepada berhala-berhala itu adalah semata-mata ajaran
syaitan yang memang menjadi musuh kepada manusia sejak Adam diturunkan ke bum.
Ia berseru kepada ayahnya agar merenungkan dan memikirkan nasihat dan ajakannya
agar berpaling dari berhala-berhala dan kembali menyembah kepada Allah yang
menciptakan manusia dan semua makhluk yang dihidupkan, memberi mereka rezeki
dan kenikmatan hidup serta menguasakan bumi dengan segala isinya kepada
manusia.
Aazar
menjadi geram dan marah mendengar kata-kata seruan puteranya, karena puteranya
sendiri telah berani mengecam dan menghina kepercayaan ayahnya bahkan
mengajakkannya untuk meninggalkan kepercayaan itu dan menganut kepercayaan dan
agama yang Nabi Ibrahim bawa. Ia tidak menyembunyikan murka dan marahnya tetapi
dinyatakannya dalam kata-kata yang kasar dan dalam makian seakan-akan tidak ada
hubungan darah diantara mereka. Ia berkata kepada Nabi Ibrahim dengan nada
gusar: "Hai Ibrahim! Berpalingkah engkau dari kepercayaan dan
persembahanku? Dan kepercayaan apakah yang engkau berikan kepadaku yang
menganjurkan agar aku mengikutinya? Janganlah engkau membangkitkan amarahku dan
coba mendurhakaiku. Jika engkau tidak menghentikan penyelewenganmu dari agama
ayahmu tidak engkau hentikan usahamu mengecam dan memburuk-burukkan
persembahanku, maka keluarlah engkau dari rumahku ini. Aku tidak sudi bersama
denganmu didalam suatu rumah di bawah satu atap. Pergilah engkau dari mukaku
sebelum aku menimpamu dengan batu dan mencelakakan engkau."
Nabi
Ibrahim menanggapi kemarahan ayahnya, kata-kata kasarnya dengan sikap tenang,
normal selaku anak terhadap ayah, seraya berkata: "Oh ayahku! Semoga
engkau selamat, aku akan tetap memohonkan ampun bagimu dari Allah dan akan
tinggalkan kamu dengan persembahan selain kepada Allah. Mudah-mudahan aku tidak
menjadi orang yang celaka dan malang dengan doaku untukmu." Lalu
keluarlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah ayahnya dalam keadaan sedih dan
prihatin karena tidak berhasil mengangkat ayahnya dari lembah syirik dan kufur.
Nabi
Ibrahim Menghancurkan Berhala-berhala
Kegagalan
Nabi Ibrahim dalam usahanya menyadarkan ayahnya yang tersesat itu sangat
menusuk hatinya karena ia sebagai putera yang baik ingin sekali melihat ayahnya
berada dalam jalan yang benar terangkat dari lembah kesesatan dan syirik. Namun
ia sadar bahwa hidayah itu adalah di tangan Allah dan bagaimana pun ia ingin
dengan sepenuh hatinya agar ayahnya mendapat hidayah, bila belum dikehendaki
oleh Allah maka sia-sialah keinginan dan usahanya.
Penolakan
ayahnya terhadap dakwahnya dengan cara yang kasar dan kejam itu tidak sedikit
pun mempengaruhi ketetapan hatinya dan melemahkan semangatnya untuk berjalan
terus memberi penerangan kepada kaumnya untuk meninggalkan
persembahan-persembahan yang bathil dan kepercayaan-kepercayaan yang
bertentangan dengan tauhid dan iman kepada Allah dan Rasul-Nya
Nabi
Ibrahim tidak henti-henti dalam setiap kesempatan mengajak kaumnya berdialog
dan berdakwah tentang kepercayaan yang mereka anut dan ajaran yang ia bawa. Dan
ternyata bahwa bila mereka sudah tidak bisa menyanggah alasan-alasan dan
dalil-dalil yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim tentang kebenaran ajarannya dan
kebathilan kepercayaan mereka maka alasan yang usang yang mereka kemukakan
yaitu bahwa mereka hanya meneruskan apa yang oleh bapak-bapak dan nenek moyang
mereka dilakukan sebelumnya dan sesekali mereka tidak akan melepaskan
kepercayaan dan agama yang telah mereka warisi.
Nabi
Ibrahim pada akhirnya merasa tidak bermanfaat lagi berdebat dan berdakwah
dengan kaumnya yang berkepala batu dan yang tidak mau menerima keterangan dan
bukti-bukti nyata yang dikemukakan oleh beliau, mereka selalu berpegang pada
satu-satunya alasan bahwa mereka tidak akan menyimpang dari cara persembahan
nenek moyang mereka, walaupun oleh Nabi Ibrahim dinyatakan berkali-kali bahwa
mereka dan moyang mereka keliru dan tersesat mengikuti jejak syaitan dan iblis.
Nabi
Ibrahim kemudian merencanakan akan membuktikan kepada kaumnya dengan perbuatan
yang nyata yang dapat mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri bahwa
berhala-berhala dan patung-patung mereka betul-betul tidak berguna bagi mereka
dan bahkan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri.
Adalah
sudah menjadi tradisi dan kebiasaan penduduk kerajaan Babylon pada masa itu,
setiap tahunnya mereka keluar kota beramai-ramai pada suatu hari raya yang
mereka anggap sebagai hari keramat. Berhari-hari mereka tinggal di luar kota di
suatu padang terbuka, berkemah dengan membawa bekal makanan dan minuman yang
cukup. Mereka bersuka ria dan bersenang-senang sambil meninggalkan kota-kota
mereka kosong dan sunyi. Mereka berseru dan mengajak semua penduduk agar keluar
meninggalkan rumah dan turut beramai -ramai menghormati hari-hari suci itu.
Nabi Ibrahim yang juga turut diajak ikut serta, tapi Nabi Ibrahim berpura-pura
sakit dan diizinkanlah ia tinggal di rumah apalagi mereka merasa khawatir bahwa
penyakit Nabi Ibrahim yang dibuat-buat itu akan menular di kalangan mereka bila
ia ikut serta.
Ketika
melihat kota sudah kosong dari penduduknya, dengan membawa sebuah kapak
ditangannya ia pergi menuju tempat beribadatan kaumnya yang sudah ditinggalkan
tanpa penjaga, tanpa juru kunci dan hanya deretan patung-patung yang terlihat
diserambi tempat peribadatan itu. Sambil menunjuk kepada sesembahan bunga-bunga
dan makanan yang berada di setiap kaki patung, berkata Nabi Ibrahim: "Mengapa
kamu tidak makan makanan yang lezat yang disaljikan bagi kamu ini? Jawablah aku
dan berkata-katalah kamu!." Kemudian ditendang, dan dipukullah
patung-patung itu dan dihancurkannya berkeping-keping dengan kapak yang berada
di tangannya. Patung yang paling besar ditinggalkannya utuh, tidak diganggu dan
pada lehernya dikalungkanlah kapak Nabi Ibrahim itu.
Terperanjat
dan terkejutlah para penduduk, ketika mereka pulang dari berpesta ria di luar
kota dan melihat keadaan patung-patung, tuhan-tuhan mereka hancur berantakan
dan menjadi potongan-potongan yang berserakkan di atas lantai. Bertanyalah salah
satu diantara mereka kepada yang lain: "Siapakah yang telah berani
melakukan perbuatan yang jahat dan keji ini terhadap tuhan-tuhan persembahan
mereka ini?" Berkata salah seorang diantara mereka: "Ada
kemungkinan bahwa orang yang selalu mengolok-olok dan mengejek persembahan kami
yang bernama Ibrahim itulah yang melakukan perbuatan yang berani ini."
Seorang yang lain menambah keterangan dengan berkata: "Dialah yang
pasti berbuat, karena ia adalah satu-satunya orang yang tinggal di kota sewaktu
kami semua berada di luar merayakan hari suci dan keramat itu."
Akhirnya terdapat kepastian yang tidak diragukan lagi bahwa Ibrahimlah yang
merusakkan dan memusnahkan patung-patung itu. Rakyat kota beramai-ramai
membicarakan kejadian yang dianggap suatu kejadian atau penghinaan yang tidak
dapat diampuni terhadap kepercayaan dan persembahan mereka. Suara marah,
jengkel dan kutukan terdengar dari segala penjuru, yang menuntut agar si pelaku
dimintai pertanggungjawabannya dalam suatu pengadilan terbuka, dimana seluruh
rakyat penduduk kota dapat ikut serta menyaksikannya.
Dan
memang itulah yang diharapkan oleh Nabi Ibrahim agar pengadilannya dilakukan
secara terbuka di mana semua warga masyarakat dapat turut menyaksikannya.
Karena dengan cara demikian beliau dapat secara terselubung berdakwah menyerang
kepercayaan mereka yang bathil dan sesat itu, seraya menerangkan kebenaran
agama dan kepercayaan yang ia bawa, bilamana diantara yang hadir ada yang bisa
terbuka hatinya bagi iman dari tauhid yang ia ajarkan dan dakwahkan.
Hari
pengadilan ditentukan dan datang rakyat dari segala pelosok berbondong-bondong
mengujungi padang terbuka yang disediakan bagi sidang pengadilan itu.
Ketika
Nabi Ibrahim datang menghadap para hakim yang akan mengadili, ia disambut oleh
para masyarakat dengan teriakan kutukan dan cercaan, menandakan sangat marahnya
para penyembah berhala terhadap beliau yang telah berani menghancurkan
persembahan mereka.
Ditanyalah
Nabi Ibrahim oleh para hakim: "Apakah engkau yang melakukan
penghancuran dan merusakkan tuhan-tuhan kami?" Dengan tenang dan sikap
dingin, Nabi Ibrahim menjawab: "Patung besar yang berkalungkan kapak di
lehernya itulah yang melakukannya. Coba tanya saja kepada patung-patung itu
siapakah yang menghancurkannya." Para hakim terdiam sejenak seraya
melihat yang satu kepada yang lain dan berbisik-bisik, seakan-akan Ibrahim
mengejek mereka. Kemudian berkata si hakim: "Engkau tahu bahwa
patung-patung itu tidak dapat berbicara dan berkata mengapa engkau minta kami
bertanya kepadanya?" Tibalah masanya yang memang dinantikan oleh Nabi
Ibrahim, maka sebagai jawaban atas pertanyaan yang terakhir itu beliau
berpidato membentangkan kebathilan persembahan mereka, yang mereka pertahankan
mati-matian, semata-mata hanya karena adat dan warisan nenek-moyang. Berkata
Nabi Ibrahim kepada para hakim itu: "Jika demikian halnya, mengapa kamu
sembah patung-patung itu, yang tidak dapat berkata, tidak dapat melihat dan
tidak dapat mendengar, tidak dapat membawa manfaat atau menolak mudharat,
bahkan tidak dapat menolong dirinya dari kehancuran dan kebinasaan? Alangkah
bodohnya kamu dengan kepercayaan dan persembahan kamu itu! Tidakkah dapat kamu
berfikir dengan akal sehat bahwa persembahan kamu adalah perbuatan yang keliru
yang hanya dipahami oleh syaitan. Mengapa kamu tidak menyembah Tuhan yang
menciptakan kamu, menciptakan alam sekitar kamu dan menguasakan kamu di atas
bumi dengan segala isi dan kekayaan. Alangkah hinanya kamu dengan persembahan
kamu itu."
Setelah
selesai Nabi Ibrahim menguraikan pidatonya itu, para hakim memutuskan bahwa
Nabi Ibrahim harus dibakar hidup-hidup sebagai ganjaran atas perbuatannya
menghina dan menghancurkan tuhan-tuhan mereka, maka berkatalah para hakim
kepada rakyat yang hadir menyaksikan pengadilan itu: "Bakarlah ia dan bela
tuhanmu, jika kamu benar-benar setia kepadanya."
Nabi
Ibrahim Dibakar Hidup-hidup
Keputusan
pengadilan telah dijatuhkan. Nabi Ibrahim harus dihukum dengan membakar
hidup-hidup dalam api yang besar, sebesar dosa yang telah dilakukan. Persiapan
bagi upacara pembakaran yang akan disaksikan oleh seluruh rakyat disiapkan.
Tanah lapang bagi tempat pembakaran disediakan dan diadakan pengumpulan kayu
bakar dengan banyaknya tiap penduduk secara gotong-royong harus membawa kayu
bakar sebanyak yang ia dapat sebagai tanda bakti kepada tuhan-tuhan persembahan
mereka yang telah dihancurkan oleh Nabi Ibrahim.
Berduyun-duyunlah
para penduduk dari segala penjuru kota membawa kayu bakar sebagai sumbangan dan
tanda bakti kepada tuhan mereka. Diantara terdapat para wanita yang hamil dan
orang yang sakit yang membawa sumbangan kayu bakarnya dengan harapan memperoleh
berkah dari tuhan-tuhan mereka dengan menyembuhkan penyakit mereka atau
melindungi yang hamil di kala ia bersalin.
Setelah
terkumpul kayu bakar di lanpangan yang disediakan untuk upacara pembakaran dan
tertumpuk serta tersusun laksana sebuah bukit, lalu dibakar dan terbentuklah
gunung berapi yang dahsyat. Kemudian dalam keadaan terbelenggu, Nabi Ibrahim
didatangkan dan dari atas sebuah gedung yang tinggi dilemparkanlah ia kedalam
tumpukan kayu yang menyala-nyala itu dengan iringan firman Allah: "Hai
api, menjadilah engkau dingin dan keselamatan bagi Ibrahim."
Sejak
keputusan hukuman dijatuhkan sampai saat ia dilemparkan ke dalam bukit api yang
menyala-nyala itu, Nabi Ibrahim tetap menunjukkan sikap tenang dan tawakal
karena iman dan keyakinannya bahwa Allah tidak akan rela melepaskan hamba
pesuruhnya menjadi makanan api dan kurban keganasan orang-orang kafir musuh
Allah. Dan memang demikianlah apa yang terjadi tatkala ia berada dalam api yang
dahsyat itu ia merasa dingin sesuai dengan seruan Allah Pelindungnya dan hanya
tali temali dan rantai yang mengikat tangan dan kakinya yang terbakar hangus,
sedang tubuh dan pakaian yang terlekat pada tubuhnya tetap utuh, tidak sedikit
pun tersentuh oleh api, ini merupakan suatu mukjizat yang diberikan oleh Allah
kepada Nabi Ibrahim agar dapat melanjutkan penyampaian risalah yang ditugaskan
kepadanya kepada hamba-hamba Allah yang tersesat itu.
Para
penonton upacara pembakaran tercengang tatkala melihat Nabi Ibrahim keluar dari
bukit api yang sudah padam dan menjadi abu itu dalam keadaan selamat, utuh
dengan pakaiannya yang tetap berada seperti biasa, tidak ada tanda-tanda
sentuhan api sedikitpun. Mereka meninggalkan lapangan dalam keadaan heran
seraya bertanya-tanya pada diri sendiri dan di antara satu sama lain bagaimana
hal yang ajaib itu terjadi, padahal menurut anggapan mereka dosa Nabi Ibrahim
sudah nyata mendurhakai tuhan-tuhan yang mereka puja dan sembah. Ada sebagian
dari mereka yang dalam hati kecilnya mulai meragukan kebenaran agama mereka,
namun tidak berani menunjukkan rasa ragunya itu kepada orang lain, sedang para
pemuka dan para pemimpin mereka merasa kecewa dan malu, karena hukuman yang
mereka jatuhkan kepada diri Nabi Ibrahim dan kesibukan rakyat mengumpulkan kayu
bakar selama berminggu-minggu telah berakhir dengan kegagalan, sehingga mereka
merasa malu kepada Nabi Ibrahim dan para pengikutnya.
Mukjizat
yang diberikan oleh Allah S.W.T. kepada Nabi Ibrahim sebagai bukti nyata akan
kebenaran dakwahnya, telah menimbulkan kegoncangan dalam kepercayaan sebagian
penduduk terhadap persembahan dan patung-patung mereka, dan membuka banyak mata
hati dari mereka untuk memikirkan kembali ajakan Nabi Ibrahim dan dakwahnya,
bahkan tidak kurang dari mereka yang ingin menyatakan imannya kepada Nabi
Ibrahim, namun khawatir akan mendapat kesusahan dalam penghidupannya akibat
kemarahan dan balas dendam para pemuka dan para pembesarnya yang mungkin akan
menjadi murka bila mengetahui bahwa pengaruhnya telah beralih ke pihak Nabi
Ibrahim
URFA (UR) TURKI
Kota Tempat Dibakarnya Ibrahim
Diduga disinilah Nabi Ibrahim dibakar oleh Raja Namrudz
Nabi
Ibrahim al-Khalil diutus untuk berseru kepada kaumnya agar menyembah Allah SWT.
Sayangnya, banyak dari kaumnya, termasuk Tarikh (Azar), ayahnya, ingkar dan menolak
ajakan Ibrahim AS. Karena mereka tidak mau menuruti ajarannya, Ibrahim pun
pergi menghancurkan berhala-berhala yang menjadi sesembahan para kaumnya.
Karena
perbuatannya itu , kaum tersebut marah dan mengadukan perbuatan Ibrahim pada
raja Babilonia, Namrudz (Nimrod). Sebagai akibat dari perbuatannya, dan Karena kalah ketika
berdebat dengan Ibrahim, Raja Namrudz memerintahkan para pengawalnya untuk
mengumpulkan kayu bakar dan memasukan Ibrahim ke dalamnya. Perdebatan antara
Ibrahim dan Namrudz dapat dilihat pada surah Al-Baqarah [2]: 258 dan
Al-Ankabut[29]: 24.
Dalam AlQuran diterangkan sebelum membakar Ibrahim, Raja Namrudz memerintahkan kaumnya untuk mendirikan sebuah bangunan yang tinggi yang bertujuan agar semua rakyatnya mengetahui tentang kejadian pembakaran ini.
“Mereka berkata,
“Dirikanlah sebuah bangunan untuk (membakar Ibrahim), lalu lemparkanlah dia
kedalam api yang menyala-nyala itu.” (QS. As-Shaffat [37: ] 97).
Setelah
semuanya lengkap, mereka pun kemudian memasukan Ibrahim kedalam api yang panas.
Semua orang mengira Ibrahim akan terbakar dan hangus didalamnya. Namun, atas
kehendak dan pertolongan Allah SWT, api yang sangat besar dan sedang membakar
tubuh Ibrahim itu tidak mampu membinasakannya. Sebaliknya, api tersebut menjadi
dingin dan menyelamatkan Ibrahim.
“Kami berfirman, ‘Hai
api, dinginlah engkau dan berilah keselamatan pada Ibrahim’.” (QS A-Anbiya [21] : 69).
Dua Tiang Raksasa
Menurut
beberapa ahli sejarah, peristiwa pembakaran terhadap Nabi Ibrahim AS itu
terjadi di Kota Urfa atau Ur, di wilayah Mesopotamia, yang sekarang masuk
wilayah Turki. Urfa atau Ur atau Sanliurfa adalah kota kuno yang berusia ribuan
tahun. Kota ini bekas ibukota imperium-imperium besar Mesopotamia (Ar-Rafidayn
atau negeri diantara dua sungai – Eufrat dan Tigris), misalnya Akkadia,
Assyria, Babylonia, dan Selucia. Di kota tersebut banyak peninggalan sejarah
yang tak ternilai harganya, seperti istana, kuil, ziggurat, patung, artefak, hingga
kampung halaman dan makam (tempat kelahiran) Nabi Irahim.
Beberapa
benda sejarah Kota Urfa juga terdapat di beberapa museum besar dunia, misalnya
di Louvre (Paris), London, Berlin, USA (Universitas Pennsylvania), dan lainnya.
Para ahli sejarah menemukan sejumlah bukti peninggalan Raja Namrudz, di
antaranya adalah dua bekas tiang besar yang sampai sekarang berdiri kokoh di
Kota Urfa. Mereka menyebut dua tiang tersebut sebagi tempat bertakhtanya Raja
Namrudz. Kolam yang ada di sekitar lokasi tersebut dipercaya bekas tempat
dibakarnya Ibrahim. Namun, sebagian ahli sejarah lainnya berpendapat, dua tiang
besar itu yang menjadi tempat dibakarnya Ibrahim.
Bila
melihat bukti-bukti yang ada, keberadaan dua tiang besar itu menunjukan
kemegahan istana Namrudz. Namrudz pula yang memerintahkan rakyatnya untuk
membangun sebuah bangunan besar sebagai simbol kesombongan dan keangkuhannya.
Bangunan ini terkenal dengan nama Tower
of Babel. Sebagaimana dikutip Harun Yahya, Lambert Dolphin dalam The Tower Of Babel dan The Confusion of
Languages berusaha mencari jawaban mengapa menara itu dibangun setelah di
teliti, Dolphin berkesimpulan, menara itu dibangun sebagai bentuk kesombongan
untuk mencari kepuasan dan kemegahan diri.
Bukit Tandus
Kedua
tiang besar yang diyakini sebagai peninggalan Namrudz itu, terletak di pinggir
lembah di atas benteng Kota Urfa. Kota Urfa ini sekarang terletak di
daerah yang sangat kering. Dan diperkirakan, jaman kuno dulu lereng-lereng
bukit yang tandus mengelilingi Kota Urfa.
Beberapa
ahli sejarah seperti Yakut, sebagaimana dikutip dalam Mu’jam al-Buldan tentang Babylonia, Ia menggambarkan bahwa negeri
Babylon (Urfa) sebagai berikut. “Ia berada di antara Tigris dan Eufrat yang
disebut dengan As-Sawad.”
Menurut
beberapa sumber, pada abad ke-12 SM. saat diperintah oleh Seleukus I, seorang
jendral pada masa Alexander The Great,
didirikan sejumlah pondasi disekitar lereng bukit di Urfa, tempat kedua tiang
besar itu berada. Ada pula yang mengatakan, keberadaan dua tiang besar yang
kini masi]h berdiri kokoh itu adalah bagian dari sebuah gereja Kristen, yaitu
Edessa. Konon, kedua tiang besar itu sebagai symbol atas penyangga dari Romawi
dan kekaisaran Persia.
Karena
kondisi yang tandus, akhirnya dibangun sebuah irigasi agar lahan pertanian di
kota ini menjadi subur. Pemerintah Turki saat ini juga mengembangkan kota ini
sebagai pusat tujuan wisata karena keberadaannya dengan situs purbakala yang
berkaitan dengan masa lalu seperti kisah Raja Namrudz
dan Nabi Ibrahim.
Sebagian
percaya, Ibrahim juga dilahirkan di Kota ini. Sebagaimana disebutkan dalam
berbagai buku mengenai kisah Ibrahim, ketika itu, Raja Namrudz bermimpi akan
kehancuran kerajaannya yang diakibatkan oleh seorang anak laki-laki yang baru
lahir, Ia pun memerintahkan seluruh pengawalnya untuk membunuh setiap bayi
laki-laki yang baru lahir. Karena itu, Ibunda brahim berusaha menyelamatkan
anaknya dan membawanya ke sebuah gua. Penduduk sekitar Urfa meyakini bahwa gua
tersebut sampai saat ini masih ada dan berada di Kota Urfa, untuk itu, mereka
mendirikan sebuah tempat beribadah di sekitar lokasi itu.
Ketika
Ibrahim selamat dari kobaran api, Ia bersama sebagian anggota keluarganya pergi
meninggalakan Urfa dan mengembara hingga ke Mesir, Syam, Syria, Hebron dan
Palestina. Sepeninggal Nabi Ibrahim, Allah membinasakan kaum Urfa karena
tidak beriman kepada Allah SWT.
Adzab untuk Penduduk Babel
“Dan, beberapa
banyak(penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan
Rasul-rasul-Nya, maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras
dan Kami adzab mereka dengan adzab yang mengerikan. Maka, mereka merasakan
akibat yang buruk dari perbuatannya dana adalh akibat perbuatan mereka kerugian
yang besar. Allah menyediakan bagi mereka adzab yang keras, maka bertakwalah
kepada Allah, hai orang-orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang
beriman. Sesungguhnya, Allah telah menurunkan peringatan kepadamu.” (QS At-Thalaaq [65 ]:
8-10) .
Ketika
Ibrahim meninggalkan kota Urfa, Allah SWT membinasakan kaumnya dan
menghancurkan kekuasaan Raja Namrudz. Sebagaimana dikutip oleh Sami Abdullah
al-Maghluts dalam bukunya Atlas Sejarah
Nabi dan Rasul, Dr. Jamal Abdul Hadi dalam bukunya Jazirah al-Arab, menyebutkan, teks-teks Sumeria melalui gubahan
seorang penyair Sumeria mengungkapkan akhir kota Urfa yang ketika itu
diperintah oleh Raja Orestmo (Namrudz). Kehancuran kerajaan Namrudz ini terjadi
pada abad ke-10 SM.
Urfa
atau Ur adalah kota kelahiran Nabi Irahim AS. Kota ini mengalami dua kali
kekalahan telak dari bangsa Elam dan Amorites. Menurut Jamal Abdul Hadi,
penyair itu berkata, “Sang jantan
meninggalkan tempat kediamannya dan anak-anaknya tercerai berai bersama angin”.
Dia menyebutkan sejumlah nama kota-kota besar, lalu meratapi nasib akhir
kota-kota itu. Setelah itu, dia menjelaskan ketetapan langit terhadap
kehancurannya dan pertumpahan darah penduduknya. Jeritan manusia terus merebak,
bangkai-bangkai manusia yang mati tertikam tombak dan batu-batu ballista
(ketapel), begitulah seterusnya sampai matahari melunturkan lemah-lemah tubuh
mereka. Bagi orang-orang yang selamat, mereka hidup terhina dan kelaparan
sampai-sampai sang ibu membiarkan putrinya dan ayanh meniggalkan putranya serta
seorang istri terpaksa berpisah dengan suaminya.
Allah
Maha Besar. Kota Babylonia (Babel) binasa dalam keagungan Allah dan mengubur
kesombongan Namrudz jauh di dasar bumi
Mitos Kolam Ikan Suci dan Tokek
Selain
peninggalan berupa dua tiang raksasa di tepi bukit, makom Ibrahim, juga
terdapat taman-taman serta kolam ikan yang berwarna jernih di sekitar tempat
itu. Warga Urfah meyakini, kolam ikan itu sebagai tempat pembakaran tubuh
Ibrahim AS. Konon, Ibrahim dilemparkan dari tempat tertinggi ke tumpukan api
yang sedang menyala. Ketika Allah memerintahkan api agar menjadi dingin, warga
Urfa percaya bahwa api-api itu berubah menjadi air, mereka meyakini, tempat itu
adalah kolam ikan yang ada sekarang.
Menurut
kepecayaan penduduk setempat, ikan-ikan yang ada di kolam itu merupakan jelmaan
dari abu yang membakar tubuh Ibrahim. Karena itu, mereka menjaga ikan-ikan yang
ada di kolam dengan hati-hati. Mereka tidak berani mengambil ikan yang ada
ditempat tersebut. Dan, mereka menganggap kolam dan ikan-ikan tersebut sebagai sesuatu
yang suci.
Seperti
yang diungkapkan Ibnu Katsir dalam Qishash
al-Anbiya’, sebelum membakar Ibrahim, penduduk Urfa mengumpulkan kayu bakar
dan hal itu berlangsung sangat lama, mereka terlebih dahulu menggali sebuah
lubang besar, kemudian menaruh kayu didalamnya, lalu membakarnya. Lubang besar
iniah yang diyakini penduduk setempat sebagai kolam ikan tersebut.
Tokek
Ketika
Allah SWT memerintahkan api menjadi dingin dan menyelamatkan Ibrahim, semua
penduduk kota itu tidak ada yang mampu mengambil manfaat dari api. Diriwayatkan
dari Minhal bin Amr, Ibrahim tinggal atau berada dalam kobaran api itu selama
40 atau 50 hari. Ibrahim berkata, “Sebaik-baik
kehidupan yang saya rasakan adalah ahri-hari ketika saya berada dalam kobaran
api. Saya berharap, seluruh hidup saya seperti yang saya rasakan dalam kobaran
api itu.”
Ada
cerita menarik dari kisah Nabi Ibrahim yang diselamatkan Allah dari kobaran
api. Sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Musa,
Rasulullah SAW memerintahkan membunuh tokek. “Tokek itulah yang dahulu meniup api Ibrahim (agar tidak padam).”
Aisyah
RA meriwayatkan, “Bunuhlah tokek karena
(binatang itu) yang telah meniup api yang digunakan untuk membakar Ibrahim.”
(HR Ahmad dengan sanad dhaif).
Ungkapan serupa juga diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah, namun dalam
sanadnya terdapat perawi yang tidak dikenal. “Ketika Ibrahim dilemparkan ke
dalam api, semua hewan di muka bumi ini berusaha memadamkan api tersebut,
kecuali tokek yang berusaha meniupnya.”