Nabi
Hud AS. adalah putra Sam bin Nuh AS, berarti beliau adalah cucu Nabi Nuh AS.
beliau diutus kepada kaum ‘Ad di negeri Ahqaf, yaitu suatu kaum yang berada di
sebelah utara Hadramaut dari negeri Yaman.
Kaum
‘Ad dikenal dengan perawakannya yang besar dan kuat, memiliki harta yang
berlimpah dari hasil bumi dan kebun-kebun mereka, sehingga mampu membangun
rumah-rumah dan istana yang indah sebagai tempat tinggal mereka. Berkat karunia
Allah ini mereka hidup makmur dan dalam waktu singkat mereka berkembang pesat
dan menjadi suku terbesar diantara suku-suku lainnya.
Tetapi
sayang, mereka menganggap bahwa apa yang mereka dapatkan itu bukan berasal dari
Allah, sehingga mereka tidak mau beribadah kepada Allah dan hanya mau mengabdi
kepada berhala-berhala yang mereka agungkan. Adalah kecenderungan manusia
selalu lalai. Bila kemakmuran dan kemewahan sudah tercapai, mereka lupa diri
dan hanya memperturutkan hawa nafsunya yang tak kenal puas.
Nabi Hud AS menyeru mereka agar beribadah kepada Allah SWT, supaya hidup mereka bertambah berkah dan jauh dari kesesatan. Namun kaum ‘Ad tidak mau mendengarnya, bahkan mereka semakin durhaka dan melampaui batas. Mereka juga berani menantang datangnya azab dari Allah SWT.
Allah
menurunkan azab atas kedurhakaan mereka. Bangsa ‘Ad kemudian ditimpa musim
kemarau panjang selama tiga tahun. Tak ada setetes hujan sama sekali dalam
kurun itu, dan rusaklah lahan pertanian dan perkebunan yang mereka banggakan
selama ini. Nabi Hud masih berkenan untuk mengingatkan mereka agar meminta
ampun kepada Allah, tetapi mereka tidak mempercayai Nabi Hud dan menentangnya
dengan keras.
Pada
suatu hari, langit mendung, awan hitam berarak menggulung di atas langit, kaum
‘Ad berkata: “Awan itu sebagai pertanda
hujan akan turun menyiram tanaman dan memberi minum ternak kita”. Nabi Hud
AS berkata: “Bukan, awan itu justru
membawa angin yang akan membinasakan kalian, angin yang dipenuhi siksa”.
Dan
benarlah perkataan Nabi Hud AS, beberapa saat kemudian angin berhembus dengan
sangat kencang dan sangat dingin, hal itu berlangsung berlangsung selama tujuh
hari delapan malam, hingga kaum ‘Ad yang durhaka bergelimpangan dan binasa di
rumah-rumah mereka tanpa tersisa. Sedangkan Nabi Hud dan para pengikutnya,
orang-orang yang beriman, diselamatkan oleh Allah di rumahnya masing-masing.
Setelah
peristiwa tersebut Nabi Hud AS dan para pengikutnya menginggalkan tempat
tersebut dan hijrah ke Hadramaut untuk membangun kehidupan yang baru. Mereka
tetap disana hingga akhir hayat mereka.
KAUM ‘AD – UMAT NABI HUD
Irama
Dzaati al-Imaad
Reruntuhan yang berhasil digali oleh para peneliti arkeologi
di kawasan Ubar. Mereka meyakini, bangunan yang berada di bawah tanah ini
adalah sisa-sisa peninggalan kaum ‘Ad.
Nabi
Hud AS. adalah salah seorang Rasul yang diutus oleh Allah SWT kepada kaumnya,
yakni ‘Ad untuk menyembah dan beriman kepada Allah serta tidak menyekutukannya,
namun, umatnya justru menanggapi dengan rasa permusuhan, mereka menganggap Nabi Hud AS sebagai manusia biasa yang tidak
mempunyai kemampuan atau kelebihan apa pun dibandingkan mereka (Kaum ‘Ad).
Umatnya ini menganggap Nabi Hud AS.
sebagai pembohong, bodoh, dan telah mengubah kebiasaan yang telah
dilakukan oleh para leluhurnya terdahulu.
“Dan kepada kaum 'Ad (Kami utus)
saudara mereka, Huud. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Kamu hanyalah mengada-adakan
saja.” (QS. Hud
[11]: 50)
Namun,
umatnya tak pernah menerima dakwah yang disampaikan oleh Hud. Selama
bertahun-tahun Nabi Hud menyampaikan dakwah, kaumnya tetap saja membangkang dan
menolaknya. seperti yang terdapat dalam AlQuran QS.
Al-Mu’minun [23]: 33-37.
“Dan berkatalah pemuka-pemuka yang
kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak)
dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia: "(Orang) ini
tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan,
dan meminum dari apa yang kamu minum. Dan sesungguhnya jika kamu sekalian
mentaati manusia yang seperti kamu, niscaya bila demikian, kamu benar-benar
(menjadi) orang-orang yang merugi. Apakah ia menjanjikan kepada kamu sekalian,
bahwa bila kamu telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kamu
sesungguhnya akan dikeluarkan (dari kuburmu)? jauh, jauh sekali (dari
kebenaran) apa yang diancamkan kepada kamu itu, kehidupan itu tidak lain
hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan kita hidup dan sekali-kali
tidak akan dibangkitkan lagi.”
(QS. Al-Mu’minun [23]: 33-37)
Karena
kaum ‘Ad ini tetap saja enggan menerima dakwah Nabi Hud, maka Allah menimpakan
adzab kepada mereka. Dalam AlQuran dijelaskan,
kehancuran kaum ‘Ad disebabkan oleh angin topan yang dahsyat dan berlangsung
selama tujuh malam delapan hari. Lihat (QSAl-Haaqqah [69]: 6-8)
Bukti Arkeologis
Setelah
sekian ribu tahun akhirnya para peneliti mencoba melakukan penelitian terhadap
kemungkinan ditemukannya berbagai peninggalan umat Nabi Hud dan sisa-sia dari
bangsa ‘Ad tersebut. Dalam berbagai upaya penelitian tersebut akhirnya mulai
menemukan tanda-tanda sebagian umat terdahulu ini. Pada tahun 1990, beberapa
Koran terkemuka di dunia melapokan temuan salah seorang arkeolog yang bernama Nicholas Clapp.
Hasil
temuan itu kemudian dipublikasikan di sejumlah media dengan headline yang
melaporkan tentang keberadaan kamu ‘Ad ini. Seperti dikutip
www.islamicity.com yang menulis Fabled Lost Arabian City Found (Kota Legenda Arabia yang Hilang Telah Ditemukan) dan ada juga yang
menuliskan Arabian City of Legend Found, The Atlantis Of Sands, Ubar dan lain
sebagainya.
Dalam
penelitian Nicholas Clapp merujuk pada buku-buku sejarah Arab yang bersumber
pada keterangan AlQuran dan karya peneliti Inggris bernama Bertram Thomas
dengan judul ArabiaFelix. Arabia Felix
adalah sebuah ungkapan yang diberikan penguasa Romawi bagian selatan
semenanjung Arabia pada kala itu, yang berarti Arabia yang Beruntung. Dinamakan demikian karena keberadaan dan
letaknya yang sangat strategis telah menjadi perantara dalam perdagangan
rempah-rempah antara India dengan tempat di utara semenanjung Arab. Dan
orang-orang yang tinggal di daerah ini, mampu memproduksi dan mendistribusikan ‘frankincense (seperti gaharu), sejenis
getah wangi dari pohon yang sangat langka, digunakan sebagai dupa dalam
berbagai ritual keagamaan. Dan tanaman ini pada kala itu harganya sebanding
dengan emas.
Dari
ayat AlQuran dan buku karangan Thomas ini, Nicholas Clapp menelusuri jejak
sebuah kota kuno di bagian selatan semenanjung Arab (termasuk Yaman dan Oman),
bernama Ubar yang disebut dalam dongeng Suku Badui.
Dalam
AlQuran, kejadian atau peristiwa yang menghancurkan kaum ‘Ad ini terjadi di
kota Iram, salahsatu kota di semenanjung Arab. Setelah lokasi kota legenda yang
menjadi subyek cerita dongeng Suku Badui ini
ditemukan, dilakukan penggalian untuk mengangkat peninggalan dari sebuah kota
yang terkubur di bawah padang pasir. Irama Dzaati al-Imaad, bermakna Kota
Seribu Pilar. Menurut Ptolemeus,
kota Iram merupakan ibu kota dari bangsa ‘Ad, kaum penyembah berhala yang hidup
pada masa Nabi Hud AS.
Dari
sini kemudian ditemukan sejumlah bekas reruntuhan yang diyakini merupakan
pilar-pilar dari bangunan menara yang dulunya dimiliki Kaum ‘Ad dan Iram,
sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Fajr [89]
ayat6-8.
Berdasarkan
keterangan dan data-data empirik tersebut, Clapp mencoba dua jalan untuk
membuktikan keberadaan Ubar. Ia menemukan bahwa jalan-jalan yang diakatakan
oleh suku Badui itu benar-benar ada. Ia meminta kepada NASA – Badan Luar
Angkasa Nasional Amerika Serikat, untuk menyediakan foto atau citra satelit
dari kawasan tersebut. Setelah melalui perjuangan yang panjang, Clapp berhasil
membujuk pihak yang berwenang untuk memotret daerah tersebut.
Selanjutnya,
Clapp mempelajari naskah dan peta-peta kuno di perpustakaan Huntington di
California untuk menemukan peta dari daerah tersebut. Ia berhasil menemukan
sebuah peta yang digambar oleh Ptolemeus sendiri, seorang ahli geografi Yunani
– Mesir dari tahun 200 M. dalam peta ini ditunjukkan letak dari kota tua yang
ditemukan di daerah tersebut dan jalan-jalan yang menuju kota tersebut. Bahkan,
hasil foto satelit NASA menunjukkan adanya jejak kafilah yang tidak mungkin
dikenali dengan mata telanjang.
Setelah
membandingkan gambar dari satelit dengan peta tua itu, akhirnya Clapp
berkesimpulan bahwa jejak-jejak dalam peta tua itu berhubungan erat dengan foto
yang dihasilkan dari pencitraan satelit. Ia berkesimpulan kota tua tempat kaum
‘Ad dalam dongeng suku Badui terdapat di Ubar. Apalagi, setelah dilakukan
penggalian, kota itu nampak berada di bawah pasir sedalam 12 meter. Yang lebih
mengesankan lagi bagi Clapp, sisa-sisa peninggalan kaum ‘Ad ini berupa
pilar-pilar bangunan yang tinggi, sebagaimana diisyaratkan AlQuran.
Dr.
Zarins seorang anggota tim penelitian yang memimpin penggalian, mengatakan
bahwa selama menara-menara itu dianggap sebagai unsur yang menunjukan kekhasan
kota Ubar, dan Iram disebutkan mempunyai menara-menara atau tiang-tiang, hal
itu merupakan bukti terkuat bahwa peninggalan sejarah yang mereka gali adalah
Iram, kota kaum ‘Ad yang disebutkan dalam AlQuran.
Foto citra satelit, Ubar hanya bisa dilihat dari luar
angkasa sebelum dilakukan penggalian
Peradaban Modern Kaum ‘Ad
Salah
satu jejak ditemukannya keberadaan peninggalan kaum ‘Ad adalah pilar-pilar
bangunan yang tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa sejak jaman dahulu, umat
manusia, khususnya kaum ‘Ad, sudah memiliki peradaban yang sangat maju. Ini
dibuktikan dengan pendirian bangunan yang menggunakan pilar sangat tinggi.
Banyak
perdebatan mengenai ciri-ciri dari kaum ‘Ad membangun kota Iram (Ubar),
terutama kemajuan peradaban mereka. Sebab, para ahli kesulitan menunjukkan
bukti sejarah tentang peradaban lama dari bangsa ‘Ad ini. Menurut sebuah
sumber, tidak adanya catatan mengenai peradaban bangsa ini dikarenakan kaum
yang berdiam di Arabia Selatan (yaman) ini selalu menjaga jarak dengan
masyarakat lain yang hidup di Mesopotamia dan Timur Tengah.
AlQuran
telah menceritakan kisah kaum ‘Ad ini sejak 14 abad silam. Dalam AlQuran, umat
Nabi Hud AS ini dikenal sebagai umat yang sombong. Mereka juga tidak percaya
dengan kenabian Hud AS. mereka menyombongkan diri sebagai kaum yang kuat,
perawakan tubuhnya tinggi besar (QS 41: 15);
tinggal di bangunan tinggi, dengan istana-istana dan benteng-benteng yang
dibangun diatas perbukitan (QS 26: 128-129); suka
menyiksa dengan kejam (QS 26:130); mempunyai banyak keturunan, serta memiliki
banyak hewan ternak, kebun dan mata air (QS 26: 133-134).
Atlantis di Padang Pasir, begitulah julukan yang diberikan kepada Kaum ‘Ad. Sebab,
sisa-sisa peninggalan mereka tenggelam ke dalam tanah.
Kaum
‘Ad diperkirakan hidup antara abad ke 20 sebelum masehi (SM). AlQuran
menyebutkan, kaum ini sebelum kaum Nabi Luth dan Kaum Tsamud (Nabi Saleh). Kaum
Luth hidup sejaman dengan nabi Ibrahim sekitar abad 17-18 SM. Sedangkan kaum
Tsamud sekitar abad ke-8 SM. Kaum ‘Ad diperkirakan hidup pada tahun 2000 SM.
Namun ada pula yang menyatakan abad ke-23 SM, dan 13 SM, sebelum masa Nabi Musa
AS.
Selain
Ubar, ada pula peninggalan kaum ‘Ad yang ada di Shabwah, dengan ciri-ciri
berupa tiang-tiang yang sangat rumit, unik dan menarik, serta dibuat model
bundar (bulat) dan disusun dalam serambi-serambi melengkung. Orang-orang di
Shabwah, tampaknya mewarisi gaya arsitektur dari para leluhurnya kaum ‘Ad.
Sedangkan semua situs (tempat) yang ada di Yaman sejauh ini baru ditemukan
memliki tiang-tiang monolit berbentuk persegi.
Fotius,
dari Konstantinopel pada awal abad ke-9 masehi, melakukan penelitian tentang
orang-orang Arabia Selatan dan aktifitas perdagangan yang mereka lakukan.
Penelitian ini didasarkan pada manuskrip Yunani kuno dan karya Agatharichides
(132 M), tentang Laut Eritrea (Laut Merah). Fotius mengatakan; “Diwartakan bahwa, mereka (bangsa Arab
selatan) telah membangun banyak tiang berlapis emas atau terbuat dari perak.
Ruangan-ruangan di antara tiang-tiang tersebut sangat mengagumkan untuk
dilihat.”
Ia
menambahkan, menara-menara itu disebut sebagai bentuk khas kota Ubar karena
Iram dikatakan mempunyai menara-menara atau tiang-tiang sebagaimana keterangan
AlQuran, Irama Dzaati al-Imaad.
Orang Hadramaut Keturunan Kaum ‘Ad?
Ada
pendapat yang menyatakan, bahwa orang Hadramaut
(Yaman) saat ini merupakan anak cucu dan keturunan dari kaum ‘Ad. Dugaan ini
didasarkan pada penelitian yang dilakukan secara mendalam mengenai peradaban
yang didirikan kaum ‘Ad, di Ubar, Yaman Selatan.
Harun
Yahya dalam situsnya www.harunyahya.com dan www.bangsamusnah.com
menyebutkan, di Yaman Selatan ini terdapat empat kaum yang hidup sebelum saat
ini. Keempat kaum itu adalah Hadramaut, Sabaean (Saba), Minaean, dan Qatabaean.
Keempat
kaum ini pada waktu yang singkat berada dalam satu pemerintahan di suatu daerah
yang berdekatan. Banyak ilmuwan kontemporer mengatakan bahwa kaum ‘Ad telah
memasuki satu periode transformasi dan kemudian muncul kembali ke dalam
panggung sejarah. Dr. Mikhail H. Rahman, seorang peneliti dari university of
Ohio, merasa yakin bahwa kaum ‘Ad adalah nenek moyang dari Hadramaut, Saba, dan
sejumlah kaum yang pernah hidup di Yaman Selatan.
Seorang
penulis Yunani bernama Pliny, menghubungkan suku ini sebagai “Adramitai” yang berarti Hadrami.
Akhiran dalam bahasa Yunani adalah suffix
- kata benda. Kata benda “Adram”
mungkin merupakan perubahan dari kata “Ad-I-Ram”
sebagaimana disebutkan dalam AlQuran.
Ptolemeus
(150-100 SM) menunjukkan, bahwa di sebelah selatan Semenanjung Arab adalah
tempat dimana kaum “Adramitai” ini
pernah hidup. Daerah yang sampai sekarang ini dikenal dengan nama Hadramaut,
ibu kota Negara Hadrami adalah Shabwah, terletak di sebelah barat lembah
Hadramaut. Berdasarkan berbagai legenda tua yang menyatakan bahwa makam Nabi
Hud yang diutus sebagai nabi kaum ‘Ad terletak di Hadramaut.
Faktor
lain yang cenderung membenarkan pemikiran bahwa Hadramaut adalah penerus dari
kaum ‘Ad adalah kekayaan mereka. Bangsa Yunani menegaskan bahwa Hadramites
(orang Hadramaut) sebagai “Suku Bangsa yang Terkaya di dunia”.
Catatan
sejarah mengatakan bahwa Hadramites sangat maju dalam pertanian wewangian, salah
satu tanaman yang paling berharga kala itu, mereka membangun daerah-daerah baru
yang digunakan untuk menanam dan memperluas perkebunannya. Kini hasil pertanian
Hadramites lebih banyak daripada produksi wewangian tersebut.
Apa
yang ditemukan dalam penggalian yang dilakukan di Shabwah yang dulunya dikenal
sebagai ibu kota Hadramites sangat menarik, pada penggalian yang dimulai pada
tahun 1975, sangat sulit bagi para ahli arkeologi untuk mencapai sisa-sisa atau
reruntuhan dari kota tersebut, sebab lokasinya terkubur di bawah gurun pasir
yang dalam, tetapi hasil akhir penggalian ternyata menakjubkan. Kota tua yang
digali merupakan salah satu temuan terbesar dan menarik saat ini. Kota yang
dikelilingi oleh tembok, dinyatakan lebih luas dari berbagai situs kuno lainnya
di Yaman, dan istananya dikenal sebagai bangunan yang menakjubkan.